BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Intervensi Koroner Perkutan IKP adalah salah satu cara untuk membuka sumbatan trombosis pada arteri koronaria tanpa dilakukan
pembedahan. Cara ini adalah dengan memasukkan kateter dari arteri femoralis ataupun arteri brachialis secara retrograd untuk mencapai arteri
koronaria. Setelah mencapai daerah yang terobstruksi oleh trombus lalu dilakukan pelebaran dengan cara balloning. Prosedur IKP ini lebih aman
dan menyenangkan dibanding operasi pintas koroner by pass -CABG. Walaupun begitu prosedur melakukan IKP dapat memberikan gesekan
pada endothelium sewaktu kateter diarahkan secara retrograd melalui pembuluh darah. Gesekan ini mungkin dapat mencetuskan nidus
terbentuknya trombus baru. Trombus pada intrakoronaria merupakan salah satu kemungkinan yang dapat timbul di belakang hari pasca
prosedur IKP. Pada beberapa studi, trombus intrakoronaria dihubungkan dengan peningkatan insiden dari tindakan IKP berupa sumbatan
pembuluh darah.
1,2
Akibat gesekan IKP pada permukaan endothelium, maka endothelium akan melepaskan dan mengaktifasi trombin yang terkandung
didalamnya. Aktifasi trombin merupakan resiko besar untuk terjadinya komplikasi pembentukan trombus baru dan stenosis berulang setelah
Universitas Sumatera Utara
tindakan IKP. Hal ini sering terjadi pada IKP yang dilakukan umumnya pada pasien yang mengalami angina pektoris tidak stabil unstable
angina. Secara teoritis maka heparin sebagai inhibitor trombin yang indirek merupakan pilihan untuk pengobatan, sebagai antikoagulan dan
untuk memberikan keamanan selama tidakan IKP.
3
Di dalam darah sendiri ada inhibitor alamiah yang disebut antithrombin III yang sering hanya disebut antithrombin atau disingkat
AT, yang merupakan penghambat utama dari trombin, selain itu AT juga menghambat faktor Xa, IXa, XIa dan XIIa pada plasma. AT adalah suatu
rantai tunggal plasma glikoprotein 58 kDa dengan 432 asam amino dan merupakan famili dari serine protease inhibitor, disintesa di liver dan
terdapat pada keadaan normal pada konsentrasi sekitar 150 µgml dengan
waktu paruh 2 - 3 hari.
4,5,6
IKP adalah terminologi yang digunakan untuk menerangkan berbagai prosedur yang secara mekanik berfungsi untuk meningkatkan
perfusi aliran miokard tanpa melakukan tindakan pembedahan. Balonisasi biasanya diikuti dengan implantasi stent gorong-gorong pada
pembuluh darah koroner untuk mencegah restenosis penyumbatan kembali.
7
Unfractionated heparin UFH menghambat pembentukan trombin dengan mengikat AT. UFH banyak digunakan sebagai antikoagulan
selama tindakan IKP untuk mencegah komplikasi tromboemboli.
7,8,9,10
Universitas Sumatera Utara
Rao A. Koneti et al 1981 meneliti pemberian heparin 100 unit kgBB single bolus intravena kepada 10 sukarelawan normal dan
pemberian heparin low dose 5000 unit secara sub kutan setiap 12 jam kepada 8 pasien tanpa masalah akut trombosis, hasilnya tidak
mempengaruhi kadar aktivitas AT. Tetapi pada pemberian heparin secara intravena terus-menerus kepada 3 pasien pada masalah trombosis dapat
menurunkan kadar aktivitas AT secara bermakna.
11
Matthai WH et al 1999 meneliti pada 250 pasien yang dilakukan IKP pada pasien elektif, urgen dan prosedur emergensi. Ternyata
penggunaan heparin sebelum dan sesudah IKP adalah sangat penting akan terjadinya penurunan tingkat aktivitas AT. Pengobatan dengan
heparin menyebabkan kadar aktifitas AT turun. Kemudian heparin dihentikan pada hari kedua pagi hari setelah IKP. Aktivitas AT secara
bertahap kembali normal, dan aktivitas AT mencapai kadar normalnya secara bermakna setelah heparin dihentikan lebih dari 20 jam.
12
Grip L et al 1993 meneliti pada 50 pasien angina tidak stabil yang mendapat infus heparin yang kontinu 24 jam dengan kadar AT 85 di
bawah normal. Akibat pemberian heparin dapat menyebabkan penurunan AT. Pada penelitian ini dipilih secara acak 25 pasien yang mendapat
suplemen AT dan 25 pasien lainnya mendapat plasebo. Target pengobatan adalah untuk mencapai kadar AT 120, hal ini dilakukan
dengan pemberian 2 jam infus intravena suplemen AT sebelum IKP dan diulangi jika didapati kadar AT di bawah normal setiap 12 jam selama 48
Universitas Sumatera Utara
jam. Hasilnya secara angiografi didapati keberhasilan pada 20 dari 25 pada kelompok suplemen AT dan 21 dari 25 pada kelompok plasebo,
tetapi hasil ini secara statistik tidak berbeda bermakna.
3
Karastanev K et al 2002 meneliti efektifitas dari pemakaian heparin selama 72 jam pada pasien acute myocardial infarction AMI
dengan memonitor parameter hemostasis : activated Partial
Thromboplastin Time aPTT, Thrombin Time TT, Antithrombin AT. Hasilnya dari 50 pasien yang mendapat pengobatan heparin, didapati nilai
aPTT meningkat dan nilai AT menurun secara bermakna. Sedangkan nilai TT meningkat secara bermakna pada kelompok terakhir dari penelitian.
13
Pada tahun 1980 dikenal 3 cara untuk membuka intra coronary trombus yaitu tehnik CABG coronary artery bypass grafting, pemberian
trombolitik agent seperti streptokinase t-pa, lalu tehnik PTCA percutaneous transluminal coronary angioplasty atau lebih dikenal
dengan cara membalon arteri coronary. Di tahun 1987 yang menjadi konsep utama adalah pemberian
terapi trombolitik karena pemberiannya mudah yaitu melalui intra vena, prosedurnya tidak progresif dan harganya relatif murah dibanding kedua
tehnik yang lain. Ternyata reocclusion rate dengan terapi trombolitik sangat tinggi terutama 1 minggu paska terapi walaupun digunakan
trombolitik streptokinase t-pa yang fibrin spesifik ataupun dengan penambahan terapi aspirin bersama terapi trombolitik.
Universitas Sumatera Utara
Untuk beberapa saat CABG menjadi pilihan utama tetapi bahaya mortalitas cukup tinggi dan juga patensi rata-rata hanya 7-10 tahun.
Belakangan PTCA dengan ditambahkannya stent dan prosedur ini dikenal sebagai PCI IKP menjadi populer karena dengan dipasang stent
ring maka lumen menjadi terbuka. Tetapi tetap saja reocclusion rate terjadi dan kali ini mencapai 10-12 tahun.
Untuk memperpanjang waktu reocclusion free time maka dilakukanlah pemberian DES pada permukaan stent yg dilepas secara
slow release. Maka dari itu prosedur PCIIKP dan pemasangan stent akan tetap
memacu trombusfibrin formation. Apabila benar DES bisa mencegah trombusfibrin formation tersebut, maka diperlukan suatu teknik monitor
laboratories untuk mengetahui apakah pada IKP dan pemasangan stent memang secara laboratories dapat mencegah trombusfibrin formation
bisa dimonitor. Dengan demikian pada DES trombusfibrin formation dapat dicegah.
AT adalah salah satu teknik laboratories yang cukup sensitif untuk memonitor trombusfibrin formation. Nilainya meningkat apabila ada
pembentukan fibrin secara lokal maupun sistemik sebagai kompensasi aktivitas inhibisinya terhadap trombin. Maka dari itu :
Universitas Sumatera Utara
1.2. Perumusan Masalah