Keutamaan Arbitrase Syariah VALIDITAS DAN YURISDIKSI ARBITRASE

sangat mungkin menghancurkan dan merugikan pihak lainnya jika etika yang berhubungan dengan tauhid itu tidak mendasari penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah yang telah disepakati sejak semula.

H. Keutamaan Arbitrase Syariah

Sistem penyelesaian sengketa perbankan syariah di Indonesia dapat dilakukan melalui arbitrase syariah. penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah dilakukan atas dasar kehendak para pihak yang diwujudkan dalam perjanjian tertulis yang dibuat sebelum atau sesudah timbul sengketa arbitration clause and arbitration submission agreement. Dengan kesepakatan tertulis para pihak berkehendak untuk menyelesaikan sengketa tanpa melalui institusi peradilan. Mengutip laporan ELIPS Project suyud Margono mengemukakan, arbitrase secara umum tidak berjalan dengan baik dan efektif di Indonesia disebabkan beberapa alasan, yaitu: 1 Kurangnya pengetahuan umum, informasi masyarakat tentang arbitrase, serta perhatian terhadap konsep dan keuntungannya. 2 Kekhawatiran bahwa putusan arbitrase di Indonesia tidak dapat di eksekusi melalui pengadilan. 3 Keberadaan ketentuan mengenai arbitrase tidak memberikan jaminan berlakunya perjanjian arbitrase dan akibat putusan arbitrase. 4 Panel arbitrase BANI hanya mendapat tekanan secara politik atau ekonomi. 956 Dari berbagai sumber diketahui, arbitrase syariah sebagai forum penyelesaian sengketa yang bersifat non litigasi, di pilih para pihak karena memiliki kelebihan 956 Suyud Margono, Penyelesaian .... Op. Cit., hlm. 9 Universitas Sumatera Utara dibandingkan dengan lembaga peradilan, 957 meski juga memiliki kekurangan yang bisa saja terjadi. 958 Kelebihan tersebut sekaligus menjadi alasan bagi para pihak yang bersengketa untuk memilih arbitrase, yaitu: 1 Proses arbitrase bersifat tertutup, sehingga terjamin kerahasiaan dan terhindar dari publisitas yang tidak dikehendaki. 2 Para pihak dapat memilih arbiter hakam ahli expert di bidang masalah yang diperselisihkan serta jujur, dan adil untuk dapat menyelesaikan persengketaan. 3 Prosedur penyelesaian melalui arbitrase mengandung makna musyawarah untuk mewujudkan perdamaian amicable. 4 Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan persoalan prosedural dan administratif, dengan mengakui putusan arbitrase yang bersifat final dan mengikat final and binding. 5 Putusan dapat didasarkan pada pertimbangan ketentuan hukum atau berdasarkan keadilan dan kepatutan ex aequo et bono. 959 957 Hikmahanto mengemukakan tiga kelemahan pengadilan, sehingga pelaku bisnis mencari alternatif dari pengadilan untuk menyelesaikan sengketa mereka, terutama melalui arbitrase. Kelemahan pengadilan itu adalah: 1 Pengadilan kurang responsif terhadap sengketa yang muncul di masyarakat sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. 2 Pengadilan terlalu birokratis dengan melalui tahapan yang panjang sebelum putusan menjadi tetap dan dapat di eksekusi. 3 Dengan banyaknya tumpukan perkara, menimbulkan kepesimisan dikalangan pelaku bisnis yang bersengketa, bahwa perkara mereka mendapat prioritas untuk diselesaikan. Hikmahanto, Juwana, Urgensi .... Op. Cit., hlm. 63. 958 Disamping memiliki keunggulan, dalam praktiknya arbitrase juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu: Pertama, tidak mudahnya mempertemukan kehendak para pihak yang bersengketa untuk membawanya ke badan arbitrase. Kedua, pengakuan dan pelaksanaan keputusan arbitrase masih menjadi soal yang sulit. Ketiga, dalam arbitrase tidak dikenal adanya preseden hukum legal precedent, sehingga kemungkinan timbulnya keputusan-keputusan yang saling berlawanan conflicting decisions adalah logis. Keempat, arbitrase tidak mampu memberikan jawaban yang definitif terhadap semua sengketa hukum, karena adanya konsep yang berbeda di masing-masing negara. Kelima, keputusan arbitrase bergantung kepada bagaimana arbiter mengeluarkan keputusan yang memuaskan keinginan para pihak an arbitration is as good as arbitrators. Terakhir, arbitrase pun dapat berlangsung lama, dan akibatnya membawa biaya yang tinggi, terutama dalam hal arbitrase di luar negeri. Huala Adolf, Op. Cit., hlm. 16-18; Priyatna Abdurrasyid, Op. Cit., hlm. 15. Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa: Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 63. 959 Gary Goodfaster mengemukakan alasan-alasan yang menjadikan arbitrase menjadi pilihan dalam menyelesaikan sengketa perdata daripada melalui peradilan, yaitu: a Kebebasan, Kepercayaan Universitas Sumatera Utara Dalam konteks perdagangan internasional, pelaku bisnis lebih suka menyelesaikan sengketa yang timbul di antara mereka melalui arbitrase daripada pengadilan, karena beberapa alasan: 1 Pengusaha asing menganggap sistem hukum dan pengadilan setempat asing bagi mereka. 2 Pengusaha-pengusaha negara maju beranggapan hakim-hakim negara berkembang tidak menguasai sengketa-sengketa dagang yang melibatkan hubungan-hubungan niaga dan keuangan internasional yang rumit. 3 Pengusaha negara maju beranggapan penyelesaian sengketa melalui pengadilan akan memakan waktu yang lama dan ongkos yang besar, karena proses pengadilan yang panjang dari tingkat pertama hingga tingkat mahkamah agung. 4 Pengusaha asing beranggapan bahwa pengadilan akan bersikap subjektif kepada mereka , karena sengketa diperiksa dan diadili berdasarkan hukum dan oleh hakim bukan dari negara mereka. 5 Penyelesaian sengketa di pengadilan akan mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, dan hasilnya akan dapat merenggangkan hubungan dagang atau bisnis diantara mereka. 960 Pada praktiknya, tidak semua keunggulan yang dimiliki arbitrase benar, sebab ada kalanya proses arbitrase dapat berlangsung lama, sehingga memakan waktu dan biaya yang besar. Karakter utama yang melekat pada proses arbitrase adalah dan Keamanan. b Keahlian expertice. c Cepat dan Hemat Biaya. d Bersifat Rahasia. e Bersifat Nonpreseden. f Kepekaan Arbiter. g Pelaksanaan Keputusan, dan h Kecenderungan yang Modern. Gary Goodfaster, et.al., “Tinjauan Terhadap Arbitrase Dagang Secara Umum Dan Arbitrase Dagang Di Indonesia”, dalam Felix O. Soebagjo Eds., Arbitrase Di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995, hlm. 19-22. Anita D. A. Kolopaking, Op. Cit., hlm. 45-47. Lihat juga Penjelasan Umum, Alinea Keempat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa LNRI Tahun 1999 No. 138, TLNRI No. 3872. 960 Erman Rajagukguk, Op. Cit., hlm. 1-2. Sudargo Gautama mengemukakan, bahwa kecenderungan pelaku bisnis asing begitu condong kepada penyelesaian menurut arbitrase, karena: 1 Arbitrase lebih cepat dari peradilan biasa. 2 Pembiayaan lebih ringan. 3 Menghindarkan publisitas. 4 Bermanfaat bagi pelaku bisnis yang bonafide. 5 Para expert sebagai arbitrator. 6 Menghindarkan perkara dimuka hakim yang dikhawatirkan berpihak.Sudargo Gautama, Kontrak Dagang Internasional, Bandung: Alumni, 1983, hlm. 35-39. Universitas Sumatera Utara kerahasiaan proses penyelesaian dan keahlian arbiter yang ditunjuk para pihak. Sifat rahasia proses arbitrase memberi perlindungan bagi para pihak dari publikasi yang dapat mengganggu reputasi dalam usaha masing-masing pihak. Arbiter harus juga menjaga kerahasiaan dari proses dan putusan arbitrase. Masing-masing pihak maupun arbiter harus menjaga kerahasiaan yang diketahui dari publik, sehingga reputasi masing-masing pihak yang bertikai tetap terjaga, karena terhindar dari publisitas. Para pihak dapat memilih secara langsung arbiter yang memiliki keahlian di bidang sengketa yang akan diselesaikan. Sengketa di bidang perbankan syariah menuntut arbiter yang memiliki keahlian di bidang perbankan berbasis hukum Islam. Penyelesaian melalui arbitrase syariah tidak bersifat konfrontatif dan lebih mengutamakan musyawarah untuk mencapai tujuan mendamaikan pihak yang bersengketa. Dapat dikatakan, tujuan utama penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah diarahkan pada pencapaian win-win solution bukan pada posisi win-lose. Keunggulan yang dimiliki arbitrase harus di dukung dengan integritas para pihak dalam mematuhi dan melaksanakan perjanjian arbitrase secara jujur dan bertanggungjawab hingga pelaksanaan putusan. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah dinaungi oleh prinsip-prinsip hukum Islam yang bersumber pada Alquran dan Sunnah. Keutamaan arbitrase syariah semakin kuat, karena dilakukan sesuai syariah yang diyakini setiap muslim sebagai kebenaran yang harus ditegakkan. Dalam ajaran Islam, ada ketentuan yang memerintahkan orang Islam untuk taat pada hukum yang diturunkan Allah dan Rasul- Nya. Secara konseptual ajaran Islam mengajarkan pada orang Islam yang beriman untuk taat pada hukum Islam. Bahkan mengambil hukum lain yang bertentangan atau Universitas Sumatera Utara tidak sesuai dengan syariah dianggap zalim, kafir, dan fasik. 961 Dengan kesadaran beragama yang semakin tinggi, keutamaan arbitrase yang menyelesaikan sengketa ekonomi dan perbankan secara syariah diharapkan menjadi pendorong perkembangan arbitrase syariah di masa depan. Ketaatan terhadap nilai-nilai islami akan bisa mengangkat arbitrase syariah menjadi forum penyelesaian sengketa yang diminati masyarakat. I. Validitas Arbitrase Syariah Dalam Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93PUU-X2012. Mahkamah Konstitusi melalui putusan No. 93PUU-X2012 tanggal 29 Agustus 2013 telah memberi putusan judicial review atas UUPS 2008 yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa perbankan syariah. Pasal 55 ayat 1 UUPS 2008 memberi aturan atas penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan agama. Ketentuan ini sejalan dan memperkuat aturan yang terdapat dalam UUPA 2006 yang memberi kewenangan bagi peradilan agama untuk menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah termasuk perbankan syariah. Penyelesaian yang disebut Pasal 55 ayat 1 UUPS 2008 merupakan penyelesaian secara litigasi yang dilakukan dalam proses peradilan. Pasal 55 ayat 2 dan 3 UUPS 2008 memberi hak bagi pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di luar proses peradilan yang dilakukan secara non-litigasi sesuai dengan yang disepakati di dalam akad tanpa bertentangan dengan prinsip syariah. Secara normatif tidak ada yang perlu 961 QS. Al-Maidah 5: 44, 45, 47 dan lihat pula QS An-Nisa 4: 49, QS. 24: 51, 52. Universitas Sumatera Utara diperdebatkan, karena penyelesaian secara litigasi maupun non-litogasi telah diakui sebagai forum penyelesaian sengketa, sebagaimana diatur dalam peraturan kekuasaan kehakiman yang telah beberapa kali mengalami perubahan, terakhir dengan UUKK 2009. Menjadi isu yang diperdebatkan ketika Penjelasan Pasal 55 ayat 2 UUPS 2008 menyebut peradilan umum dapat menyelesaikan sengketa perbankan syariah berdasarkan pilihan para pihak yang dilakukan melalui akad. Dijelaskan, penyelesaian sengketa dilakukan sesuai akad adalah upaya melalui musyawarah, mediasi perbankan, BASYARNAS atau arbitrase lain dan melalui peradilan umum. Seperti diketahui, peradilan umum yang ditetapkan sebagai alternatif dari peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa adalah sama-sama bersifat litigasi. Dengan adanya pilihan ini terdapat ketidakpastian hukum, sehingga diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi, karena bertentangan dengan Pasal 28 D 1 UUD-NRI tahun 1945 dengan tuntutan agar Pasal 55 ayat 2 UUPS 2008 dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Mahkamah Konstitusi atas tuntutan itu memberi putusan dengan amar mengabulkan permohonan yang diajukan pemohon untuk sebagian dengan menolak permohonan selebihnya. Permohonan yang dikabulkan adalah: 1 Penjelasan Pasal 55 ayat 2 UUPS 2008 bertentangan dengan UUD-NRI tahun 1945. 2 Penjelasan Pasal 55 ayat 2 UUPS 2008 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Mencermati amar putusan Mahkamah Konstitusi, terlihat nyata hanya penjelasan Pasal 55 ayat 2 UUPS 2008 yang dinyatakan bertentangan dengan konstitusi, sedang batang tubuh sebagai pasal yang memuat norma tidak turut dinyatakan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Artinya, pembatalan atas Universitas Sumatera Utara penjelasan pasal tidak otomatis membatalkan norma Pasal 55 ayat 2 UUPS 2008, melainkan tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemahaman ini berimplikasi pada validitas arbitrase syariah yang tetap mendapat tempat sebagai salah satu forum penyelesaian sengketa perbankan syariah. Tanpa penjelasan pun, Pasal 55 ayat 2 UUPS 2008 sudah bisa dipahami yang memberi kesempatan bagi bank syariah dan nasabah untuk melakukan pilihan forum choice of forum. Pilihan forum choice of forum merupakan merupakan pilihan para pihak di dalam akad mengenai forum atau institusi penyelesaian sengketa yang akan digunakan sekira terjadi sengketa. Pilihan furum merupakan realisasi prinsip kebebasan para pihak dalam menetapkan forum yang dikehendaki untuk menyelesaikan sengketa mereka bila terjadi. Choice of forum memberi kesempatan bagi para pihak untuk menggunakan hak dasar yang diakui hukum untuk menentukan forum penyelesaian sengketa yang efisien dan bermanfaat bagi mereka. Pilihan ini sekaligus memberi kepastian bagi pihak yang bersengketa, karena secara tegas tercantum dalam akad atau perjanjian. Pilihan forum menentukan tempat penyelesaian sengketa bila terjadi dikemudian hari yang dapat berupa pengadilan atau di luar pengadilan. 962 Pilihan forum di luar peradilan dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah bisa ditunjuk arbitrase syariah atau arbitrase lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Dengan mencantumkan klausul atau perjanjian arbitrase dalam akad, berarti para pihak telah menentukan pilihan forum penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah. Penyelesaian sengketa melalui forum arbitrase hanya terjadi 962 O.C. Kaligis, Kontrak Bisnis Teori dan Praktik, Jilid 1, Bandung: Alumni, 2013, hlm. 22. Universitas Sumatera Utara bila para pihak secara tegas sepakat untuk menyelesaikan sengketanya kepada arbitrase. Kesepakatan para pihak harus tercantum dalam akad yang memuat klausul arbitrase. 963 Klausul arbitrase memberi memberi kewenangan mutlak bagi arbitrase untuk menyelesaikan sengketa, dan para pihak maupun badan peradilan tidak lagi berwenang untuk mengadili sengketa yang terikat dalam perjanjian arbitrase. 964 Kewenangan arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa tidak ditentukan karena dicantumkan dalam penjelasan pasal, melainkan karena diperjanjikan. Tanpa diperjanjikan, arbitrase syariah tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah, tetapi menjadi kewenangan peradilan agama. Arbitrase syariah berkedudukan sebagai alternatif dari peradilan agama yang bersifat non- litigasi seperti diakui UUAAPS 1999 maupun UUKK 2009. Sedang peradilan agama merupakan lembaga penyelesaian sengketa secara litigasi yang berwenang mutlak di bidang ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam UUPA 2006. Klausul arbitrase sebaiknya dirumuskan secara detail dengan penuh kehati- hatian, sehingga jelas maksud kehendak para pihak untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi melalui arbitrase. Rumusan arbitrase yang baik, akan menghasilkan klausul arbitrase yang baik pula, sebaliknya rumusan arbitrase yang tidak baik dapat mengakibatkan klausul arbitrase menjadi tidak efektif, sehingga kewenangan arbitrase menjadi tidak efektif. 965 963 Huala Adolf, Perancangan Kontrak Internasional, Bandung: Keni Media, 2011, hlm. 99 Bila para pihak sepakat untuk menyelesaikan 964 Perhatikan Pasal 3 jo. Pasal 11 UUAAPS 1999. 965 Huala Adolf, Perancangan .... Loc. Cit. Huala Adolf adolf mengemukakan contoh klausul arbitrase yang tidak efektif yang tertera dalam Putusan Mahkamah Agung No. 03Arb.Btl2005 dalam sengketa antara PT. Comarindo Expres Tama Tour Travel lawan Yemen Airways. Pada salah satu pasal kontrak keagenen yang mereka perbuat, tercantum klausul arbitrase yang berbunyi: “This Agreement shall in all respects be interpreted in accordance with the Laws of the Republic of Yemen.” Universitas Sumatera Utara sengketa melalui arbitrase syariah, harus jelas dan tegas secara tertulis menyerahkan penyelesaiannya kepada arbitrase syariah sesuai dengan peraturan prosedur badan arbitrase syariah yang ditunjuk. Dengan ditetapkan peradilan agama sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang memiliki kewenangan mutlak di bidang perbankan syariah secara litigasi, mengakibatkan peradilan umum tidak berwenang menyelesaikan sengketa dimaksud. Kedua institusi peradilan agama dan peradilan umum merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman dengan kewenangan yang diatur undang-undang secara litigasi. Putusan Mahkamah Konstitusi justeru berimplikasi terhadap peradilan umum dalam menyelesaikan sengketa secara litigasi,. Peradilan umum yang berkedudukan sebagai forum litigasi tidak bisa dipilih sebagai alternatif dari peradilan agama dalam menyelesaikan sengketa perbankan syariah, karena bisa menimbulkan ketidakpastian dan menimbulkan konflik kewenangan antarperadilan. Berbeda dengan arbitrase syariah yang berkedudukan sebagai pilihan penyelesaian sengketa di luar peradilan non-litigasi, dapat menjadi alternatif dari proses litigasi. Pemahaman ini dipandang sesuai dengan maksud dan tujuan yang terdapat dalam ketentuan Pasal 55 ayat 2 UUPS 2008. Bila para pihak ingin secara bersama menyelesaikan sengketa dengan menyampingkan peradilan agama, dapat dilakukan melalui akad, dengan menunjuk arbitrase syariah atau alternatif penyelesaian sengketa lain. Mencermati putusan Mahkamah Konstitusi, penyelesaian sengketa perbankan syariah sebagaimana diatur pada Pasal 55 UUPS 2008 hanya mengalami perubahan Meski tercantum sebagai klausul arbitrase, tetapi ternyata isinya merupakan klausul pilihan hukum choice of law, yaitu pilihan hukum Yaman. Mahkamah Agung berpendapat dan memutuskan arbitrase tidak berwenang. Universitas Sumatera Utara terhadap opsi peradilan umum dari pengadilan agama. Dari uraian terdahulu dapat dirumuskan ketentuan mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah berikut. 1 Sesuai ketentuan Pasal 55 ayat 1 UUPS 2008, penyelesaian sengketa perbankan syariah secara litigasi hanya dapat dilakukan peradilan agama, dan tidak ada lagi opsi peradilan umum. 2 Berdasar Pasal 55 ayat 2 UUPS 2008, pihak-pihak yang bersengketa diperkenankan memilih forum penyelesaian di luar peradilan agama choice of forum melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa lain, seperti musyawarah, mediasi atau konsiliasi. Pilihan forum arbitrase syariah dilakukan dengan mencantumkan klausul arbitrase dalam akad, baik dalam bentuk arbitration clauses atau arbitration submission agreements. 3 Pilihan forum penyelesaian sengketa di luar peradilan agama berada dalam batasan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Bagan 5: Forum Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93PUU-X2012 Universitas Sumatera Utara

BAB IV PRINSIP ARBITRASE BERBASIS SYARIAH