E. BASYARNAS sebagai Lembaga Penyelesaian Sengketa Di Luar Peradilan
UUAAPS 1999 menjadi payung hukum bagi berbagai badan arbitrase yang ada di Indonesia, termasuk arbitrase syariah. Institusi arbitrase syariah saat ini di
Indonesia adalah BASYARNAS. Pendirian BASYARNAS diprakarsai MUI dalam menyahuti perkembangan dan kemajuan kehidupan perekonomian dan perbankan
syariah di Indonesia. Disampingnya terdapat institusi arbitrase non syariah, seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI yang berwenang menyelesaikan
sengketa perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, industri, keuangan, dan lain-lain, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Kehadiran BANI
diprakarsai oleh Kamar Dagang Indonesia KADIN.
880
Keberadaan BASYARNAS tidak terlepas dari perkembangan kehidupan sosial ekonomi umat Islam di Indonesia. Perkembangan ekonomi syariah yang
ditandai dengan tumbuhnya perbankan syariah dan berbagai lembaga keuangan syariah lainnya semakin memantapkan berdirinya BASYARNAS. Kebutuhan
terhadap BASYARNAS di masa depan semakin perlu untuk mengantisipasi perkembangan ekonomi syariah yang begitu pesat. Perkembangan ini ditandai dengan
lahirnya berbagai lembaga keuangan syariah di bidang pasar modal syariah, pegadaian syariah, modal ventura syariah, serta perwakafan. Kehadiran
880
Selain BASYARNAS, dan BANI terdapat Arbitrase institusional lainnya di Indonesia yakni Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia BAPMI, Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi
BAKTI, dan Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kakayaan Intelektual BAM HKI, yang masing- masing memiliki peraturan prosedur yang berisi teknis beracara melalui masing-masing badan
arbitrase. Secara internasional dikenal beberapa arbitrase institusional yang ruang lingkup keberadaan dan yurisdiksinya bersifat internasional, seperti Court of Arbitration of The International Chamber of
Commerce ICC, International Centre for The Settlement of Investment Dispute ICSID, dan UNCITRAL Arbitration Rules. Berbeda dengan arbitrase non syariah yang telah berkembang secara
institusional hingga tidak saja bersifat nasional, tetapi juga telah meluas kepada dunia internasional, arbitrase berbasis syariah belum memiliki lembaga yang bersifat internasional.
Universitas Sumatera Utara
BASYARNAS akan memberi kesempatan bagi umat Islam untuk menyelesaikan sengketa berdasarkan hukum Islam, di luar sistem peradilan negara.
Dari perpektif historis, BASYARNAS sebelumnya bernama Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia BAMUI. Eksistensi arbitrase syariah tidak dapat dilepaskan dengan fakta empirik yang memperlihatkan semakin semaraknya berbagai aktivitas
ekonomi dan bisnis yang bernuansa syariah di Indonesia. Ditandai dengan kelahiran Bank Muamalat Indonesia, Bank Perkreditan Rakyat Syariah dan Asuransi Takaful
sebagai lembaga keuangan yang pola operasionalnya dilaksanakan berdasar prinsip syariah. Atas prakarsa MUI, berdasarkan keputusan Rapat Kerja Nasional Rakernas
tahun 1992, keberadaan BAMUI memperoleh legalitas dalam bentuk badan hukum yayasan dengan Akta Notaris Nomor 175 tanggal 21 Oktober 1993 M bertepatan
dengan tanggal 5 Jumadil Awal 1414 H. Aktanya di tandatangani oleh Ketua Umum dan Sekretaris Umum MUI, yakni KH. Hasan Basri dan HS. Prodjokusumo. Sesuai
dengan akta pendirian yang dibuat dihadapan Nyonya Lely Roostiati Yudo Paripurno, SH sebagai notaris pengganti sementara dari Yudo Paripurno, SH, dapat diketahui,
bahwa maksud dan tujuan didirikannya Yayasan BAMUI, adalah, pertama, memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa muamalah
perdata yang timbul dalam bidang perdagangan, industri, keuangan, jasa, dan lain- lain. Kedua, menerima permintaan yang diajukan oleh para pihak dalam suatu
perjanjian, tanpa adanya suatu sengketa, untuk memberikan suatu pendapat yang mengikat mengenai suatu persoalan berkenaan dengan perjanjian tersebut.
Pada perkembangan berikutnya, berdasarkan keputusan Rakernas MUI tahun 2002, BAMUI berubah nama dan status menjadi BASYARNAS, dan tidak lagi
Universitas Sumatera Utara
berbentuk badan hukum yayasan, melainkan menjadi badan yang berada di bawah dan merupakan perangkat organisasi MUI. Perubahan nama dan status dituangkan
melalui keputusan MUI Nomor Kep-09MUIXII2003, tanggal 30 Syawal 1424 H bertepatan dengan tanggal 24 Desember 2003 M.
881
Selain UUAAPS 1999 sebagai payung hukum, validitas arbitrase syariah diperkokoh melalui berbagai Fatwa DSN-MUI yang senantiasa memuat ketentuan,
penyelesaian sengketa para pihak dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah, setelah kesepakatan melalui musyawarah tidak tercapai. Fatwa DSN-MUI kelihatannya
hanya membuka penyelesaian sengketa melalui arbitrase yang berbentuk badan atau lembaga, sehingga tertutup kemungkinan bagi arbitrase ad hoc. Fatwa DSN-MUI itu
memberi petunjuk, setiap hubungan hukum yang timbul sengketa antara para pihak sesuai dengan aktivitas yang diatur atau menjadi substansi fatwa harus diselesaikan
melalui Badan Arbitrase Syariah. Selain perubahan nama dan
status ditetapkan pula otonomi dan independensi BASYARNAS dalam melaksanakan fungsi dan tugas serta mengesahkan pedoman dasar BASYARNAS dan penentuan
priodisasi BASYARNAS mengikuti priode kepengurusan MUI.
Dalam perjalanan berikut, terdapat perubahan rumusan tentang penyelesaian sengketa dalam Fatwa DSN-MUI. Dirumuskan, jika terjadi perselisihan di antara para
pihak, penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah atau melalui
881
Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, “Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional BASYARNAS”, Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan, Edisi
No. 73, 2011, hlm. 60.
Universitas Sumatera Utara
Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
882
Perubahan ini terkait dengan terbitnya UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang memperluas kewenangan
Pengadilan Agama di bidang ekonomi syariah. Rumusan lain dari Fatwa DSN menyebut, bila terjadi sengketa di antara para pihak, penyelesaiannya dilakukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai prinsip syariah,
883
Pendirian BASYARNAS dh BAMUI didasarkan pada beberapa landasan filosofi sebagaimana tercantum dalam bagian mukaddimah akta pendirian, yaitu: 1
tanpa menyebut dan menunjuk Badan Arbitrase Syariah atau Pengadilan Agama. Meski pada beberapa Fatwa DSN-MUI tidak disebut Badan Arbitrase
Syariah, tidak berarti arbitrase syariah kehilangan eksistensi dalam menyelesaikan sengketa ekonomi dan perbankan syariah. Kewenangan itu tetap ada bila para pihak
menyepakati dalam akad, melalui pencantuman perjanjian atau klausul arbitrase syariah. Kewenangan arbitrase syariah tidak ditentukan berdasar Fatwa, melainkan
atas pilihan yang dituangkan dalam akad yang disepakati secara sukarela oleh pihak- pihak yang bersengketa. Selayaknya perbankan syariah memperhatikan fatwa DSN-
MUI dalam penyelesaian sengketa, dengan mencantumkan klausul arbitrase dalam akadnya.
882
Rumusan penyelesaian perselisihan dimaksud dapat dilihat dan dimulai pada Fatwa DSN- MUI No. 54DSN-MUIX2006 tentang Syariah Card. Selanjutnya dapat dilihat dalam Fatwa No.
55DSN-MUIV2007 tentang Pembiayaan Rekening Koran Syariah Musyarakah, Fatwa No. 56DSN- MUIV2007 tentang Ketentuan Review Ujrah Pada Lembaga Keuangan Syariah, Fatwa No. 67DSN-
MUIIII2008 tentang Anjak Piutang Syariah, Fatwa No. 68DSN-MUIIII2008 tentang Rahn Tasjily.
883
Lihat Fatwa DSN-MUI No. 69DSN-MUIVI2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Fatwa No. 70DSN-MUIVI2008 tentang Metode Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara, Fatwa
No. 71DSN-MUIVI2008 tentang Sale and Lease Back, Fatwa No. 73DSN-MUIVI2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah.
Universitas Sumatera Utara
agama Islam tidak hanya memuat tuntunan beribadah, melainkan menjadi pedoman hidup seutuhnya, termasuk dalam kehidupan di bidang muamalah; 2 tumbuhnya
kebutuhan terhadap badan yang dapat memutus dan menyelesaikan sengketa muamalah dan perniagaan di antara umat Islam yang dilandasi oleh asas musyawarah
mufakat dan akhlak Islam dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; 3 secara historis lembaga hakam yang
semula lazimnya bersifat ad hoc, telah dikenal sejak Islam dilahirkan dan terus hidup hingga sekarang secara institusional; 4 memenuhi kebutuhan umat Islam dalam
menangani sengketa secara kontiniu dan profesional dengan keputusan yang adil dan permanen; 5 hakikat badan hakam untuk menyelesaikan dan mendamaikan sengketa
yang ada secara lebih cepat, murah, dan cocok, karena badan ini lahir dari kehendak dan cita-cita umat Islam sendiri.
Dapat dikatakan, BASYARNAS merupakan bentuk hakam yang
dilembagakan secara permanen yang dalam tradisi hukum Islam dikenal secara ad hoc. Sebagai lembaga pemanen, BASYARNAS memiliki peraturan prosedur yang
dijadikan pedoman beracara untuk menyelesaikan sengketa yang akan diputus. BASYARNAS merupakan perwujudan tahkim, dan keduanya memiliki kesamaan
ciri, yaitu: a penyelesaian sengketa diluar peradilan resmi; b penyelesaian sengketa secara volunter; c penyelesaian dilakukan pihak ketiga arbiterhakam
yang netral dan ahli dibidangnya; d arbiterhakam diberi kewenangan menjatuhkan putusan yang bersifat final dan binding.
884
884
M. Yahya Harahap, “Tempat Arbitrase Islam Dalam Hukum Nasional”, dalam Satria Effendi M. Zein, Op Cit., hlm. 108.
Sesuai Surat Keputusan MUI No. Kep.-
Universitas Sumatera Utara
09MUIXII2003, BASYARNAS merupakan lembaga hakam arbitrase syariah satu-satunya di Indonesia yang merupakan perangkat organisasi MUI, yang
pengurusnya diangkat dan diberhentikan oleh MUI. Meski secara organisatoris BASYARNAS berada di bawah MUI, namun dalam melakukan tugas dan fungsinya
tetap bersifat otonom dan independen. Selain untuk memenuhi kebutuhan umat terhadap badan yang bisa menyelesaikan sengketa secara lebih cepat dan murah,
pendirian BASYARNAS ditujukan untuk: Pertama, menyelesaikan sengketa keperdataan dengan prinsip mengutamakan usaha perdamaian ishlah. Kedua,
menyelesaikan sengketa bisnis yang operasionalnya berbasis syariah dengan mempergunakan hukum Islam. Ketiga, menyelesaikan kemungkinan terjadinya
sengketa perdata antara bank syariah dengan nasabah atau pengguna jasa dan antara umat Islam yang melakukan hubungan keperdataan berdasarkan syariat Islam.
Keempat, menyelesaikan sengketa secara adil dan cepat yang timbul dalam bidang perdagangan, industri, jasa, dan lain-lain.
885
BASYARNAS sebagai lembaga arbitrase permanen berfungsi menyelesaikan berbagai sengketa ekonomi dan bisnis syariah adalah suatu kebutuhan yang nyata.
Selain memang memenuhi kebutuhan nyata, juga memiliki dasar-dasar hukum yang kuat berdasarkan hukum positif yang berlaku.
886
885
Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, Op. Cit., hlm. 148. Achmad Djauhari, Arbitrase Syariah
Di Indonesia, Jakarta: BASYARNAS, 2006, hlm. 45-46.
Lahirnya badan ini sangat tepat, kerena melalui badan arbitrase tersebut, sengketa-sengketa ekonomi dan bisnis yang
operasionalnya mempergunakan hukum Islam dapat diselesaikan dengan
886
Hartono Mardjono, Op. Cit., hlm. 66.
Universitas Sumatera Utara
mempergunakan hukum Islam.
887
Karena itulah, keberadaan BASYARNAS menjadi forum penyelesaian sengketa ekonomi dan bisnis yang mempunyai peran penting
dalam mengantisipasi setiap sengketa ekonomi dan bisnis syariah. Keberadaan BASYARNAS bukan menjadi tandingan dan bukan pula bermaksud untuk
mengambil alih kewenangan peradilan agama di bidang ekonomi syariah. Keberadaannya sama seperti kebaradaan badan arbitrase non syariah terhadap
peradilan umum, yang sama-sama dapat menyelesaikan sengketa bidang transaksi bisnis.
888
Dengan demikian, forum penyelesaian sengketa, terutama sengketa bidang muamalah yang terjadi di masyarakat dalam perspektif tradisi Islam dapat dilakukan
melalui arbitrase yang disebut tahkim maupun melalui proses persidangan di pengadilan in court system. Keberadaan arbitrase tahkim yang dilakukan
berdasarkan syariat Islam dalam menyelesaikan berbagai sengketa ekonomi maupun perbankan berbasis syariah, mendapat tempat dan pengakuan hukum positif
Indonesia. Sebagai lembaga penyelenggara arbitrase, BASYARNAS memfasilitasi administratif penyelesaian sengketa melalui Peraturan Prosedur BASYARNAS yang
disusun dengan berorientasi pada payung hukum UUAAPS 1999. BASYARNAS
887
Mariam Darus Badrulzaman, “Peranan BAMUI Dalam Pembangunan Hukum Nasional”, dalam Satria Effendi M. Zein, et.al., Arbitrase Islam Di Indonesia, Jakarta: Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia, 1994, hlm. 69.
888
Bahkan antara peradilan dengan arbitrase terdapat titik singgung, seperti terdapat dalam ketentuan Pasal 13 UUAAPS 1999, yang menyebut bahwa bila para pihak tidak dapat mencapai
kesepakatan mengenai pemilihan arbiter atau tidak ada ketentuan yang dibuat mengenai pengangkatan arbiter, maka Ketua Pengadilan yang akan menunjuk arbiternya. Pengadilan juga, sesuai dengan
ketentuan Pasal 59 UUAAPS 1999, berperanan sebagai tempat penyerahan dan pendaftaran putusan arbitrase dalam rangka melaksanakan putusannya, yang bila tidak dipenuhi berakibat putusan arbitrase
tidak dapat dilak sanakan.
Universitas Sumatera Utara
merupakan arbitrase institusional yang bersifat permanen, karena terbentuk sejak sebelum timbulnya sengketa dan tetap ada ketika sengketa telah selesai atau berakhir.
Kedudukan BASYARNAS sebagai institusi yang menyelenggarakan kegiatan arbitrase berdasarkan syariah telah sesuai dengan ketentuan UUAAPS 1999.
Ditentukan, arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa perdata di luar peradilan, yang ditunjuk berdasar kesepakatan para pihak,
889
dan lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan dan
sebagai lembaga pemberi pendapat atas hubungan hukum yang belum timbul sengketa.
890
Dari ketentuan yang dikemukakan, BASYARNAS tidak diragukan merupakan lembaga arbitrase yang dimaksud oleh UUAAPS 1999. BASYARNAS
merupakan institusi penyelesaian sengketa muamalah di luar peradilan agama yang ditunjuk para pihak bersengketa berdasarkan klausul arbitrase atau perjanjian
arbitrase tersendiri secara tertulis. Penyerahan penyelesaian sengketa untuk mendapatkan putusan dari BASYARNAS yang bersifat final dan mengikat, wajib
ditaati serta dilaksanakan secara sukarela oleh para pihak yang bersengketa.
891
889
Pasal 1 angka 1 UUAAPS 1999.
Dalam tubuh BASYARNAS melekat unsur syariah yang menunjukkan badan arbitrase ini memiliki yurisdiksi terhadap sengketa yang bernuansa keislaman.
Dengan karakter syariah, BASYARNAS merupakan arbitrase khusus untuk menyelesaikan sengketa yang menjadi kewenangannya di bidang muamalah yang
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
890
Pasal 1 angka 8 UUAAPS 1999.
891
Perhatikan Pasal 1, 2 dan Pasal 25 ayat 1 Peraturan Prosedur BASYARNAS
Universitas Sumatera Utara
Yurisdiksi BASYARNAS berkorelasi dengan UUAAPS 1999, yaitu memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa muamalah atau perdata yang timbul dalam
bidang perdagangan, keuangan, industri, jasa, dan lain-lain yang menurut hukum dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. BASYARNAS memiliki
yurisdiksi untuk memeriksa sengketa muamalah bila para pihak yang bersengketa sepakat secara tertulis untuk menyerahkan penyelesaiannya kepada dan sesuai dengan
peraturan prosedur BASYARNAS. Selain itu, BASYARNAS berwenang memberikan pendapat yang mengikat atas permintaan para pihak, tanpa ada sengketa
mengenai persoalan yang berkenaan dengan suatu perjanjian.
892
BASYARNAS memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa perbankan syariah dan bidang ekonomi syariah lainnya, didasarkan pada klausul atau perjanjian
arbitrase yang disepakati para pihak, baik sebelum maupun setelah timbul sengketa. Perjanjian yang dibuat secara tertulis itu menjadi dasar penunjukan BASYARNAS
untuk menyelesaikan sengketa, dengan mengenyampingkan penyelesaian melalui peradilan. Dengan klausul atau perjanjian arbitrase syariah, para pihak sepakat untuk
menyelesaikan sengketa di luar pengadilan, dan BASYARNAS berkewenangan BASYARNAS
dengan demikian, memiliki kewenangan dalam ruang lingkup yang telah timbul sengketa maupun tidak timbul sengketa berkenaan dengan perjanjian yang disepakati
para pihak. Penyelesaian terhadap hubungan hukum yang sudah timbul sengketa diwujudkan dalam format putusan, dan bila tidak berbentuk sengketa diberikan
pendapat yang mengikat atas perjanjian yang dimintakan pendapatnya.
892
Pasal 1 Peraturan Prosedur BASYARNAS. Jo. Pasal 5 ayat 1 dan Penjelasan Pasal 66 UUAAPS 1999.
Universitas Sumatera Utara
mutlak untuk memeriksa dan memberi keputusan untuk menyelesaikan sengketa yang diajukan menurut syariat Islam dengan peraturan prosedur yang berlaku di
BASYARNAS. Arbitrase syariah di Indonesia telah memiliki validitas untuk menyelesaikan
sengketa di bidang ekonomi syariah di luar institusi pengadilan. Penyelesaian sengketa melalui forum arbitrase syariah dapat dilakukan secara ad hoc volunter
dan institusional permanen. Kedua bentuk atau jenis arbitrase syariah ini sama-sama memiliki kewenangan untuk memutus sengketa bidang ekonomi syariah. Arbitrase ad
hoc dibentuk setelah sengketa terjadi dengan aturan prosedur yang ditentukan para pihak sendiri atau oleh majelis arbiter atau kombinasi keduanya. Arbitrase ad hoc
dibentuk secara khusus dalam menyelesaikan sengketa tertentu, dan berakhir setelah menyelesaikan tugasnya. Karena itu, arbitrase ad hoc bersifat sementara atau tidak
permanen, karena berakhir setelah dijatuhkannya putusan atas sengketa. Sementara arbitrase institusional bersifat permanen yang dikelola oleh badan arbitrase dengan
aturan prosedur yang telah disusun tersendiri oleh badan bersangkutan, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Arbitrase permanen terkoordinasi dengan
suatu lembaga tertentu yang memiliki peraturan prosedur pemeriksaan sengketa tertentu. Berbeda dengan arbitrase ad hoc, keberadaan arbitrase institusional tetap
eksis meski setelah adanya putusan arbiter.
893
893
Gatot Soemartono, Op. Cit., hlm. 27. Bambang Sutiyoso, Op. Cit., hlm. 116.
Arbitrase institusional memiliki prosedur dan tata cara pengangkatan arbiter dan tata cara pemeriksaan sendiri berupa
Universitas Sumatera Utara
ketentuan hukum formal sebagai hukum acara pemeriksaan yang berlaku pada lembaga arbitrase.
894
Sesuai ketentuan Pasal 34 UUAAPS 1999, penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional atau
internasional berdasarkan kesepakatan para pihak, yang dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih, kecuali ditetapkan lain oleh para pihak. Dengan
ketentuan ini, BASYARNAS menjadi arbitrase institusional yang diakui keberadaannya di Indonesia dalam menyelesaikan sengketa yang ditunjuk
berdasarkan kesepakatan para pihak. Secara institusional, BASYARNAS memiliki peraturan prosedur sendiri yang mengatur mekanisme pemeriksaan dengan segala
aspek yang melekat pada acara pemeriksaan hingga pengambilan keputusan. Dengan karakter syariah, BASYARNAS menjadi arbitrase khusus yang hanya menyelesaikan
sengketa berbasis syariah, yang mencakup bidang perdagangan dan perekonomian syariah, termasuk perbankan syariah. Meski frase ‘nasional’ dalam BASYARNAS
menunjukkan keberadaan dan pengakuannya secara nasional di wilayah Indonesia, namun hanya fokus untuk menyelesaikan sengketa transaksi bernuansa hukum Islam
atau syariah. Frase ‘nasional’ memperlihatkan sifat domestik dari arbitrase syariah yang diakui keberadaannya di negara Indonesia.
Penyelesaian melalui BASYARNAS memberi peluang bagi berlakunya hukum Islam dalam menyelesaikan sengketa berkarakter syariah. BASYARNAS
akan merujuk kepada ketentuan hukum Islam dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa sesuai dengan yurisdiksinya. Secara institusional, BASYARNAS memiliki
894
Frans Hendra Winarta, Op. Cit., hlm. 131.
Universitas Sumatera Utara
peraturan prosedur sebagai pedoman untuk menyelesaikan sengketa yang memuat berbagai ketentuan beracara di depan mekanisme arbitrase. Prosedur didahului
dengan permohonan untuk mengadakan arbitrase melalui BASYARNAS berdasarkan perjanjian arbitrase yang disepakati para pihak yang bersengketa. BASYARNAS
menentukan tahapan selanjutnya, yaitu penetapan arbiter, proses pemeriksaan, pembuktian dan menghadirkan saksi, pengambilan keputusan, perbaikan keputusan,
pembatalan keputusan, pendaftaran keputusan, dan pelaksanaan eksekusi perdamaian serta biaya arbitrase.
Proses penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui BASYARNAS menjadi pilihan forum pihak-pihak yang berselisih di luar pengadilan. Penyelesaian
sengketa melalui BASYARNAS dipandang memiliki keunggulan, yaitu: a Memberi kepercayaan bagi para pihak, karena penyelesaian dilakukan secara terhormat dan
bertanggungjawab. b Ditangani oleh orang sebagai arbiter yang ahli dibidangnya expertice. c Prosedur tidak berbelit-belit, sehingga pengambilan keputusan cepat
dengan biaya yang relatif murah. d Para pihak akan melaksanakan keputusan secara sukarela sebagai konsekwensi atas kesepakatan mereka mengangkat arbiter, karena
hakikat kesepakatan mengandung janji, dan janji harus ditepati pacta sunt servanda. e Hakikat penyelesaian melalui arbitrase syariah mengandung perdamaian dan
musyawarah, yang menjadi keinginan nurani setiap orang. f Penyelesaian sengketa dilakukan dengan memerlakukan hukum Islam yang diyakini kebenarannya oleh
umat Islam
895
895
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga Terkait BMUI Takaful di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996, hlm. 147-148.
Universitas Sumatera Utara
Meski telah dijelaskan arbitrase memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan, namun hingga saat ini
perkembangan arbitrase syariah di Indonesia belum membanggakan. Keunggulan- keunggulan arbitrase syariah masih perlu diuji pada tataran praktis. Efektivitas
arbitrase syariah diawali dari kesepakatan para pihak yang dituangkan dalam perjanjian atau klausula arbitrase. Dituntut kepatuhan terhadap klausul arbitrase
dengan segala aspek yang melekat hingga pelaksanaan putusan arbitrase dijalankan secara sukarela berdasarkan itikad baik. Kepatuhan ini kerapkali sukar dipenuhi,
sehingga sengketa yang terjadi dibawa ke pengadilan atas permohonan pihak yang tidak mematuhi, hanya untuk mengalihkan proses penyelesaian melalui arbitrase.
Pengenyampingan peran arbitrase syariah dapat juga terjadi terhadap permohonan eksekusi dengan mengajukan gugatan bantahan berdasarkan alasan yang direkayasa.
Misal dengan mengajukan dalil bahwa pihak yang mengajukan eksekusi juga telah melakukan wanprestasi, karena tidak mau menerima pembayaran yang dilakukan
non adimpleti contractus atau terdapat kekeliruan atas besar hutang yang dibebankan kepada pihak yang dituntut untuk memenuhi kewajibannya.
Putusan arbitrase syariah yang tidak dilaksanakan secara sukarela, dapat dilaksanakan melalui permohonan kepada pengadilan negeri untuk dapat
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan eksekusi menurut hukum acara perdata. Akibatnya, putusan arbitrase syariah yang diakui bersifat final dan mengikat final
and binding dianggap masih ambigu, karena memerlukan fiat excecutie dari pengadilan negeri untuk dapat dilaksanakan secara paksa dengan kekuasaan. Sistem
Universitas Sumatera Utara
seperti ini cenderung dipandang sebagai kekurangan penyelesaian sengketa melalui arbitrase syariah BASYARNAS.
Keberadaan BASYARNAS sebagai institusi arbitrase syariah, belum tersosialisasi dengan baik, sehingga masyarakat kurang mengetahui serta belum
memahami prinsip, keunggulan dan cara kerja penyelesaian sengketa melalui institusi ini. Keterbatasan kantor cabang di seluruh wilayah Indonesia, menjadi alasan berikut
belum berkembanganya arbitrase syariah di Indonesia. Akibatnya, kesepakatan para pihak berubah dengan kembali menggunakan lembaga peradilan untuk
menyelesaikan sengketa mereka. Selain pembentukan cabang di tiap-tiap daerah, mutu penyelenggaraan BASYARNAS perlu dilakukan dengan peningkatan informasi
kepada pelaku ekonomi syariah. Dukungan terhadap badan arbitrase syariah untuk dapat berkembang secara berkesinambungan, tidak saja terbatas pada keberadaan
organisasi, namun secara luas mencakup pengakuan keabsahan atau legitimasi hukum berupa peraturan perundang-undangan, sehingga memberi kepastian bagi kalangan
pebisnis.
896
Di lingkungan perbankan syariah keabsahan tersebut telah ada, namun masih terbatas pada penyebutan institusi, belum menyentuh substansi, proses maupun
prinsip secara keseluruhan dari arbitrase syariah. UUAAPS 1999 memang dapat dijadikan sebagai payung hukum yang memberi pengakuan atas arbitrase syariah,
namun masih perlu mempertegas keberadaan arbitrase syariah sebagai arbitrase khusus yang menyelesaikan sengketa muamalah menurut ketentuan hukum Islam.
896
Suyud Margono, Penyelesaian .... Op. Cit., hlm. 10.
Universitas Sumatera Utara
F. Doktrin dan Karakteristik Arbitrase Serta Relevansinya Bagi Arbitrase Syariah