B. Prinsip Ketuhanan Ilahiyah,
1007
Arbitrase syariah merupakan arbitrase yang dilaksanakan sesuai dengan jiwa syariat Islam. Syariah menjadi koridor yang harus diejawantah dalam aktualitas
arbitrase syariah. Operasionalisasi arbitrase syariah dikembalikan kepada prinsip hukum Islam syariah yang diciptakan Allah. Prinsip Ketuhanan Ilahiyah menjadi
landasan utama bagi segala aktivitas dan dimensi kehidupan manusia, yang meyakini Allah sebagai prima causa segala-galanya. Itu sebabnya, esensi ketuhanan sejatinya
harus diaplikasi dalam arbitrase yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Prinsip ketuhanan berangkat dari filosofi dasar yang bersumber kepada Allah,
sehingga proses dan tujuan berabitrase senantiasa berada dalam kerangka syariah. Di dalam pemikiran Islam, Tuhan adalah pembuat peraturan legislator paling utama
dengan sistem yang ideal dan sempurna.
Sebagai Ruh Aktivitas Arbitrase Syariah
1008
Hukum ciptaan Tuhan menjadi panduan dan filter bagi hukum buatan manusia, sehingga aktivitas yang dilakukan manusia
harus mengindahkan aturan yang berasal dari wahyu. Penundukan diri kepada aturan- aturan Allah merupakan keniscayaan dalam rangka beribadah kepada-Nya.
Sebaliknya pengingkaran terhadap syariah yang diturunkan Allah secara pasti dan jelas merupakan bentuk kekufuran, kezaliman, dan kefasikan.
1009
Dari perspektif ajaran Islam tanpa dikaitkan dengan hukum lain dalam masyarakat, bagi orang Islam berlaku dan diperintahkan untuk mentaati hukum
1007
H.M. Arifin Hamid, Hukum Ekonomi Islam .... Op. Cit., hlm. 47.
1008
Majid Khadduri, Teologi Keadilan, Perspektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 1999, hlm. 4.
1009
Q.S. Al-Maidah 5: 44, “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” Q.S. Al-Maidah 5: 45,
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” Q.S. Al-Maidah 5: 47, “Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.”
Universitas Sumatera Utara
Islam.
1010
Kedudukan manusia sebagai khalifah di muka bumi, dengan demikian tidak semata bertugas memakmurkan bumi dengan mengelola alam sebaik-
baiknya,
1011
tetapi juga dalam kehidupan berhukum sebagai pelaksana, dan penegak syariah. Dalam konteks ini, arbiter hakam berkedudukan sebagai pelaksana syariah
guna menyelesaikan sengketa yang diajukan melalui forum arbitrase syariah. Seperti telah dikemukakan terdahulu, Alquran telah mengokohkan bolehnya berarbitrase
untuk menyelesaikan sengketa suami isteri dalam rumah tangga. Penegasan Alquran yang mendasari dibenarkan memakai arbitrase tahkim dalam menyelesaikan
sengketa suami isteri, tentu memberi peluang bagi sengketa lain, terutama menyangkut hak perorangan dibolehkan juga berarbitrase. Dengan demikian,
pengembangan keabsahan arbitrase pada bidang muamalah, selain sengketa suami isteri dapat dilakukan berdasar petunjuk Alquran melalui metode analogi qiyas.
Dalam konteks ini pula penyelesaian sengketa perbankan syariah mendapat relevansi yang kuat.
1012
Hukum Islam berpijak di atas landasan tauhid dalam menegakkan amar makruf nahi munkar. Ketuhanan merupakan prinsip hukum Islam paling utama,
sehingga berhukum di atas landasan tauhid berarti berpegang teguh kepada aturan Allah,
1013
dan mengembalikan segala urusan kepada Allah.
1014
1010
Ichtijanto, Op. Cit., hlm. 9.
Prinsip ketuhanan
1011
Nur Ahmad Fadhil Lubis dan Azhari Akmal Tarigam, Op. Cit., hlm. 5 6.
1012
Selain Al-Quran, sumber kedua hukum Islam yakni Hadis juga memberi petunjuk bolehnya menyelesaikan sengketa melalui arbitrase. Begitu juga kesepakatan ulama melalui ijmak dari kalangan
sahabat Nabi mengakui keabsahan praktik arbitrase tahkim.
1013
Q.S. Ali Imran 3: 103, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali agama Allah, dan janganlah kamu bercerai berai ....”
1014
Q.S. Ali Imran 3: 109, “Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi, dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.”
Universitas Sumatera Utara
senantiasa menampakkan aktualitas pada berbagai aktivitas kehidupan manusia, begitu juga dalam menyelesaian sengketa perbankan syariah melalui arbitrase.
Karena merupakan ruh yang menghidupkan, maka aktivitas arbitrase syariah dalam memutus sengketa perbankan syariah, tidak boleh melanggar batasan syariah.
Keberadaan prinsip ketuhanan menjadi karakter yang tidak ditemukan sekaligus membedakan arbitrase syariah dengan arbitrase non syariah. Meski demikian, tidak
berarti semua yang berasal dari luar sistem hukum Islam di bidang arbitrase harus ditolak, masih dapat diterima bila tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
1015
Pengejawantahan prinsip ilahiyah diturunkan secara hierarkhis dari Alquran dan Hadis, yang selanjutnya dijelaskan melalui pemikiran ijtihad yang melahirkan
fikih. Turunan fikih dituangkan dalam Undang-Undang qanun, dan karenanya qanun yang diciptakan berdasarkan syariah, tidak boleh bertentangan dengan
ketentuan Allah.
1016
Pencantuman frase atau lafaz “Bismillahirrohmanirrohim” dan kemudian diikuti irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
yang terdapat dalam tiap penetapan dan putusan BASYARNAS,
1017
1015
H.M. Arifin Hamid, Hukum Ekonomi Islam .... Op. Cit., hlm. 90.
merupakan implementasi prinsip ilahiyah pada tataran praktik arbitrase syariah. Kata al-rahman
dan al-rahim yang terdapat pada lafaz basmalah menunjukkan sifat yang dimiliki Allah, yakni pengasih dan penyayang. Basmalah disunahkan untuk dibaca pada setiap
perbuatan baik yang akan dilakukan. Bacaan basmalah merupakan pernyataan perbuatan yang dilakukan semata-mata karena Allah. Dengan bacaan tersebut, nilai
perbuatan akan berubah dari hanya perbuatan biasa menjadi ibadah kepada Allah,
1016
H. Atang Abd. Hakim, Fiqih Perbankan Syariah .... Op. Cit., hlm. 148.
1017
Pasal 22 ayat 4 dan Pasal 24 Peraturan Prosedur Basyarnas.
Universitas Sumatera Utara
karena dilakukan benar-benar untuk dan demi kepatuhan kepada Allah. Ketentuan ini didasarkan atas suatu hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, yang artinya: “setiap
perbuatan baik yang tidak dimulai dengan Bismillahirrohmanirrohim adalah kurang berkah.”
1018
Begitu pula irah-irah yeng terdapat dalam putusan arbitrase syariah,
1019
adalah perwujudan prinsip ilahiyah yang menunjukkan keadilan yang ingin diputuskan
arbiter akan dipertanggungjawabkan tidak saja kepada para pihak maupun masyarakat, tapi juga yang teramat tinggi adalah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pencantuman irah-irah dimaksud menempatkan prinsip ketuhanan dan keadilan diakui dalam hukum arbitrase Indonesia yang merupakan sendi utama dalam hukum
Islam.
1020
C. Perjanjian Arbitrase Sebagai Dasar Pemberi Kewenangan Arbitrase