Peran Negara dalam Pendidikan

129 yang kompetitif dan inovatif, pendidikan harus mampu mengarahkan kemampuan berkompetisi di dalam rangka kerjasama. Keenam, pendidikan harus mampu mengembangkan kebinekaan menuju pada terciptanya suatu masyarakat Indonesia yang bersatu di atas kekayaan kebinekaan masyarakat. Ketujuh, pendidikan harus mampu meng-Indonesiakan masyarakat Indonesia sehingga setiap insan Indonesia merasa bangga menjadi insan Indonesia Sam M. Chan, 2005: 114. Pengalaman masa lalu telah mengajarkan kepada kita bahwa, politik pendidikan Orde Lama dan Orde Baru, menjadikan pendidikan sebagai sarana indoktrinasi untuk menciptakan keuntungan bagi kekuasaan rezim yang sedang berkuasa. Pendidikan diarahkan untuk menciptakan ketaatan warganegara terhadap negara. Ketika muncul tokoh-tokoh kritis dan vokal justru harus berhadapan dengan penguasa yang anti kritik. Tak jarang beberapa aktivis dan politisi kritis menjadi sasaran pencekalan, dipenjara, bahkan dibunuh dengan alasan demi menjaga kemananan dan stabilitas nasional. Rezim yang berkuasa sering menyamakan antara kepentingan penguasa dengan kepentingan negara. Jatuhnya Soeharto dari kekuasaan pada Mei 1998, berikut dengan krisis moneter, ekonomi dan politik, telah mendorong reformasi bukan hanya dalam bidang politik dan ekonomi, namun juga dalam bidang pendidikan. Reformasi dalam bidang pendidikan pada dasarnya merupakan reposisi dan bahkan rekonstruksi pendidikan secara keseluruhan. Reformasi, reposisi, dan rekonstruksi pendidikan jelas harus melibatkan penilaian kembali secara kritis pencapaian dan masalah-masalah yang dihadapi pendidikan nasional Azyumardi Azra, 2006: xiii.

2. Peran Negara dalam Pendidikan

Era reformasi ditandai adanya perubahan kebijakan pendidikan sentralistik ke desentralistik yang ditandai dengan perubahan peran negara dalam pendidikan. Sebagaimana diuraikan H.A.R. Tilaar tentang perubahan peran negara dalam pendidikan, sebagai berikut: 130 Tabel 6 Perubahan Peran Negara dalam Pendidikan Peran Masa Lalu Sekarang dan Masa Depan Pemerataan Pendidikan Berorientasi target Berorientasi kualitas Kualitas Dicapai melalui evaluasi dan standarisasi semu melalui ujian terpusat dan kurikulum baku yang bersifat nasional Sebagai prioritas utama yang sesuai dengan kebutuhan daerah Proses Tidak dipentingkan, yang penting ialah tercapainya target kuantitatif Sangat penting karena yang dipentingkan ialah perubahan tingkah laku dan “outcome” pendidikan Metode Indoktrinasi Dialogis Manajemen Negara dan birokrasinya memegang peranan sentral Manajemen berpusat pada institusi sekolah Pelaksanaan pendidikan Pemerintah sebagai pelaku utama Pemerintah sebagai partner yang cukup menetapkan arah Perubahan sosial Terarah dan opresif Demokratis dan grass-root Perkembangan demokrasi Menentukan bingkai kehidupan berdemokrasi terbatas pada prosedur Mengembangkan perubahan tingkah laku demokratis secara substantive Perkembangan sosial- ekonomi masyarakat setempat Tidak menjadi bahan pertimbangan penyusunan kurikulum Dijadikan salah satu komponen pokok penyusunan kurikulum Perkembangan nilai- nilai moral dan agama Ditentukan oleh pemerintah pusat Berakar dari budaya dan agama setempat Nasionalisme Pemaksaan dari atas dan bersifat formalistis. Mengabaikan identitas daerah Pendekatan multicultural Pendanaan Dana dijadikan alat bagi pelestarian kekuasaan pemerintah Pemerintah pusat menanggung sebagian dana pendidikan dalam rangka pemerataan, kualitas, dan pemersatu nasional Pelaksanaan wajib belajar 9-12 tahun Ditentukan secara terpusat oleh pemerintah pusat Sesuai dengan kondisi dan kemampuan daerah. Pelaksanaannya secara bertahap sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi daerah Sumber: Tilaar, H.A.R. 2003: 268. Kekuasaan dan Pendidikan. Magelang: Penerbit Indonesia Tera. Pada era Reformasi ini model peningkatan mutu pendidikan juga mengalami pergeseran. Pada era sebelumnya cenderung patuh pada kebijakan serta resep yang diberikan oleh Bank Dunia, dan Unesco. Pada era Reformasi sekarang ini sudah mulai menerapkan prinsip demokratisasi yang mengembalikan hak-hak, wewenang, dan tanggung jawab ke tangan guru sebagai pengelola utama proses pendidikan. 131 Tabel 7 Model Peningkatan Mutu Pendidikan Model Diskripsi Unesco Mendorong peningkatan mutu sekolah di banyak negara, khususnya negara- negara berkembang. Setiap tahun Unesco Kantor Asia dan Pasific secara bergantian menyelenggarakan seminar inovasi yang difokuskan pada peningkatan mutu sekolah. Resep yang ditawarkan antara lain: 1 Sekolah siap dan terbuka dengan mengembangkan a reactive mindset menanggalkan problem solving yang menekankan pada masa lalu, berubah menuju change anticipating yang berorientasi pada haw can we do things differently; 2 Pilar kualitas sekolah: learning how to learn, learning to do, learning to be, learning to live together; 3 Menetapkan standar dengan indikator yang jelas; 4 Memperbaiki kurikulum yang relevan dengan kebutuhan masyarakat; 5 Meningkatkan ICT dalam proses pembelajaran dan pengelolaan. 6 Menekankan pengembangan sistem peningkatan profesional guru; 7 Pengembangan kultur sekolah yang kondusif pada peningkatan mutu; 8 Meningkatkan partisipasi orang tua; 9 melaksanakan Quality Assurance. Bank Dunia Fokus pada pendekatan fungsi produksi, yang menekankan pada fungsi dari input, baik raw input maupun instrumental input peningkatan kualitas guru. Resep yang disiapkan: 1 Peningkatan mutu harus dilakukan dengan peningkatan kualitas input; 2 Peningkatan kualitas pembelajaran ditentukan oleh kualitas guru dan keberadaan teknologi informasi dan komunikasi modern dalam pembelajaran; 3 Kurikulum dipersiapkan dan distandarisasi; 4 Reformasi manajemen dan peningkatan kualitas sekolah. Orde Baru Cenderung patuh pada kebijakan Bank Dunia. Resep yang dilakukan adalah: 1 Merombak kurikulum IKIP yang menekankan pada materi pembelajaran dan mengurangi materi bidang studi; 2 Meningkatkan kualitas guru lewat proyek peningkatan mutu dan model pelatihan guru yang sangat terencana mulai dari teori, praktik, sampai on the job training di sekolah-sekolah untuk profesional; 3 Menekankan ketersediaan fasilitas: gedung, laboratorium, dan buku-buku teks. Era Reformasi Prinsip demokratisasi yang mengembalikan hak-hak, wewenang, dan tanggung jawab ke tangan guru sebagai pengelola utama proses pendidikan. Resep: 1 Menetapkan metode MPMBS, yang kemudian menjadi MBS; 2 Mengemangkan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK yang selanjutnya berkembang menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP; 3 Deklarasi Mendiknas tidak ada lagi perbedaan sekolah negeri dan sekolah swasta, kecuali menyangkut gaji pokok; 4 Mengembangkan manajemen sekolah dan mengembangkan kultur sekolah; 5 Menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan mencerdaskan; 6 Pengelolaan dan pengadaan buku yang murah dan merata. Sumber: disarikan dari Zamroni 2009. Model mutu pendidikan: Profesionalitas terpadu. Prosiding seminar nasional: Paradigma mutu pendidikan di Indonesia, Lembaga Penelitian UNY. 132

BAB VIII DINAMIKA KURIKULUM TIGA REZIM

A. Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah Orde Lama

Apabila kita berbicara mengenai kurikulum maka kita tidak terlepas dari politik. Memang kurikulum tidak lain dari sarana yang mengatur berbagai kegiatan untuk mencapi tujuan pendidikan. Betapa pentingnya pendidikan untuk kehidupan suatu bangsa tampak dengan jelas ketika Republik Indonesia baru berumur sekitar 4 bulan yaitu pada tangga 29 Desember 1945 BP-KNIP mengusulkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan untuk selekas mungkin mengadakan perubahan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasar-dasar negara Republik Indonesia yang baru lahir itu. Dalam surat BP-KNIP tersebut diberikan beberapa pedoman di dalam penyusunan kurikulum antara lain: “1 Agar disusun jenis-jenis persekolahan dan rencana pelajaran yang sesuai dengan dasar negara Republik Indonesia. 2 Agar disusun satu macam sekolah untuk semua rakyat tanpa membeda-bedakannya sehingga sesuai dengan keadilan sosial. 3 Metodik yang digunakan adalah metodik sekolah kerja. 4 Pengajaran agama diperhatikan tanpa mengurangi hak bagi warga negara yang mempunyai keyakinan lain. 5 Wajib belajar 6 tahun agar dilaksanakan secara berangsur dalam waktu 10 tahun. 6 Di sekolah rendah tidak dipungut uang sekolah”. Wardiman Djojonegoro, 1995: 12. Sejalan dengan itu BP-KNIP menyarankan suatu susunan persekolahan sebagai berikut: “Tingkat sekolah dasar dibedakan antara 3 tahun sekolah pertama dan 3 tahun sekolah rakyat selanjutnya dan pada tiap sekolah rakyat dibentuk kelas masyarakat yang bertujuan untuk memberikan bekal kepada tamatan sekolah rakyat memasuki hidup bermasyarakat. Di atas sekolah rakyat adalah sekolah menengah yang terdiri atas Bagian A Alam dan Bagian B Budaya. Selanjutnya terdapat sekolah menengah tinggi 3 tahun juga terbagi atas Bagian A Alam dan Bagian B Budaya. Akhirnya terdapat sekolah tinggi. Berdasarkan permintaan BP-KNIP tersebut dibentuklah Panitia Penyelidik Pengajaran. Panitia tersebut dapat melaksanakan tugasnya antara lain menyusun sistem persekolahan pada tahun 1947. Perbedaan antara usul BP-KNIP dengan hasil karya Panitia Penyelidik Pengajaran ialah adanya sekolah rakyat 6 tahun“. Wardiman Djojonegoro, 1995: 14.

1. Kurikulum Periode 1945-1950