Pemerintah yang Dominan Orde Baru
87 pertikaian yang dapat mengganggu ketenangan pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan.
Pada saat bersamaan dengan pengebirian terhadap partai-partai, pemerintah telah membina dan membangun Golkar menjadi kuat melalui berbagai fasilitas. Menurut Afan
Gaffar: ”Golkar tampil sebagai partai hegemonik, partai yang tidak tertandingi, yang
menjadi mesin politik pengontrol seluruh spektrum dalam proses politik di Indonesia, sedangkan partai-partai lain hanya menjadi partai kelas dua atau
licenced parties. Hasil Pemilu 1971 memberi kemenangan yang luar biasa bagi pemerintah karena Golkar meraup dukungan suara 62,8 dari kursi yang
diperebutkan. Dengan modal itu, pada masa-masa selanjutnya pemerintah bersama Golkar mengambil porsi yang dominan dalam semua spektrum proses
politik dan menjadikan Orde Baru sebagai negara kuat”. Afan Gaffar, 1992: 186.
Komposisi kekuatan di MPR mengalami hal yang sama: fraksi pemerintah tetap dominan. Sebab di samping seluruh anggota DPR adalah anggota MPR, masih ada dua
hal lagi yang mengokohkan dominasi itu: Pertama, keanggotaan MPR selain dari DPR diangkat pula oleh presiden. Kedua, utusan-utusan golongan setelah hasil perimbangan
lebih banyak ditentukan oleh presiden. Jadi, dalam komposisi ini terjadi ketidakselarasan komposisi keanggotaan MPR dengan struktur masyarakat.
Sebagai akibat dari lemahnya lembaga perwakilan tersebut, maka hampir semua produk legislasi yang disahkan sebagai perwakilan berasal dari usulan pemerintah. Pada
umumnya lembaga perwakilan hanya perbaikan semantik tidak prinsip atas rancangan- rancangan yang disampaikan oleh pemerintah. Menurut Alfian peranan presiden atau
pemerintah dalam mengambil inisiatif mengajukan RUU amatlah dominan: ”Selama Orde Baru ini. Bahkan selama ada DPR hasil Pemilu pada Orde Baru
tidak ada inisiatif usul RUU yang berasal dari kalangan DPR sehingga merisaukan berbagai kalangan dalam masyarakat Alfian, 1990: 48.