Hegemoni Soeharto Kebebasan Pers

90 juga istilah ”lembaga telepon” yang dianggap bertendensi penyensoran secara halus. Dengan melalui telepon, biasanya seorang pejabat minta kepada redaksi untuk tidak memuat berita-berita tertentu. Moh Mahfud MD, 2010: 232.

e. Hegemoni Soeharto

Pemerintah Orde Baru dengan ketat sebenarnya menerapkan sistem satu partai. Sejak awal tahun 1970-an hingga 1998, formalnya hanya tiga partai yang boleh hidup, yakni Golkar, PPP, dan PDI. Dua partai yang disebut belakangan itu adalah hasil ”fusi paksa” yang disponsori pemerintah terhadap sembilan partai yang eksis dalam Pemilu 1971, pemilihan umum pertama di bawah Orde Baru. Kendati Golkar resminya bukan partai politik, melainkan hanya sebuah kelompok fungsional semata, pada praktiknya, Golkar adalah satu-satunya ”partai sejati” sepanjang rezim Orde Baru. Guna memperkuat kontrol terhadap partai yang ada, Pasal 14 1 UU No. 1 Tahun 1985 tentang Partai Politik: ”Memberi kewenangan kepada Presiden untuk membubarkan partai yang tidak sesuai dengan tujuan negara. Lebih jauh lagi, masih menurut Pasal 2 1 UU yang sama, partai politik harus menerima Pancasila, falsafah negara, sebagai satu- satunya landasan, alias asas tunggal. Vatikiotis berpendapat bahwa kontrol melalui prinsip asas tunggal ini adalah pembatasan sangat efektif yang dilakukan Orde Baru terhadap ruang gerak masyarakat. Langkah ini merupakan pengebirian terhadap semua partai politik, dengan meletakkan kekuatan Islam ke dalam cengkeraman ketat kontrol negara”. Denny Indrayana, 2007: 142. Pemerintah Soeharto jelas bersikap pilih kasih, dengan membeda-bedakan bobot kontrolnya di antara ketiga partai yang ada. Terhadap PPP dan PDI, pemerintah bersikap jauh lebih ketat dan keras, ketimbang terhadap Golkar. Yang terakhir ini dengan cepat menjadi partai politik negara yang intim dengan militer Indonesia. Pemerintah Soeharto membantu kinerja Golkar, hasilnya, seperti terlihat dalam Tabel 1, Golkar tak terkalahkan dalam semua Pemilu yang digelar sepanjang sejarah Orde Baru: 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Tabel 3 Hasil Pemilu Orde Baru 1971-1997 Tahun Golkar total jumlah kursi Golkar total jumlah suara PPP total jumlah kursi PPP total jumlah suara PDI total umlah kursi PDI total jumlah suara 91 1971 66 59 27 26 8 9 1977 64 56 28 27 8 8 1982 60 64 24 28 6 8 1987 75 73 15 16 10 11 1992 70 68 16 17 14 15 1997 76 75 21 22 3 3 Sumber: Denny Indrayana, 2007: 146. Denny Indrayana. 2007. Amandemen UUD 1945, antara mitos dan pembongkaran. Bandung: Penerbit Mizan. Salah satu di antara mekanisme yang digunakan untuk membantu Golkar, agar selalu menang dalam setiap Pemilu, adalah: “Kewajiban bagi para pegawai negeri sipil untuk selalu mendukung Golkar. Semua PNS secara otomatis menjadi anggota Korpri, sebuah lembaga yang setali tiga uang dengan Golkar, dan sejak awal 1970-an semua anggota Korpri diwajibkan menandatangani sebuah surat yang menyatakan “monoloyalitas” mereka kepada Golkar. Mereka yang melanggarnya dianggap telah melakukan tindak pengkianatan dan hal demikian sudah cukup untuk menjadi alasan pemecatan”. Denny Indrayana, 2007: 144.

C. Era Reformasi