74 dan siswa dalam pembelajaran bisa berubah-ubah sesuai dengan fungsinya sesuai
konteksnya. Berdasarkan paparan di atas, aliran filsafat pendidikan mana yang dipakai dalam
pengembangan kurikulum di Indonesia? Kita tak bisa mengatakan bahwa dalam pengembangan kurikulum yang berlaku mengikuti salah satu dari aliran-aliran filsafat
pendidikan tersebut. Kita telah memiliki Pancasila sebagai dasar negara yang diyakini dipakai sebagai landasan ideal dalam mengembangkan pendidikan. Aliran-aliran filsafat
pendidikan di atas merupakan referensi bagi kita, ketika hendak mengembangkan aspek- aspek kurikulum dengan tetap memposisikan Pancasila sebagai landasan filosofi dalam
mengembangkan langkah-langkah dan aspek-spek kurikulum.
C. Pengembangan Kurikulum di Sekolah Dasar dan Menengah
Berkaitan dengan pengembangan kurikulum di sekolah, menurut teori rekonstruksi sosial, terdapat dua konsep penting, yaitu: 1 kurikulum tersembunyi
hidden curriculum, dan 2 kotak hitam black box. Hakekat kurikulum tidak terbatas pada rencana program yang tertulis secara formal written curriculum, melainkan
meliputi segala pengalaman belajar yang dilalui peserta didik. Dalam pandangan teori Rekonstruksi Sosial dibedakan antara kurikulum dalam teori dan kurikulum dalam
praktek. Kurikulum dalam teori harus disusun untuk mengatasi apa yang disebut hegemoni budaya. Di sisi lain, pendidikan dapat menimbulkan akibat-akibat tertentu yang
merupakan hidden curriculum. Dalam pandangan Henry A. Giroux Tasman Hamami: 2008: 40, hidden curriculum dapat difungsikan untuk meninjau secara kritis muatan
hegemoni budaya dalam kurikulum formal. Konsep kotak hitam yang dimaksud dalam teori Rekonstruksi Sosial ialah bahwa pendidikan di sekolah atau di kelas sering kali
terlepas dari aspek sosiologis, terutama berkaitan dengan kebutuhan anak. Michael W Apple dan Lois Weis Tasman Hamami: 2008: 40, mengkritik kurikulum pendidikan
yang tidak mencerminkan kepentingan siswa, melainkan justru berorientasi pada kepentingan kelompok pemegang peran dalam pengembangan masyarakat. Kurikulum
yang tidak relevan dengan kebutuhan siswa dan upaya merekonstruksi masyarakat, akan menimbulkan kesenjangan-kesenjangan dalam masyarakat yang merupakan “kotak
hitam”. Kurikulum harus dapat mengembangkan berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah dan berbuat secara realistik. Konsep ini, sesuai dengan teori belajar
75 dari Gagne yang menyatakan bahwa puncak dari kemampuan belajar yang diharapkan
adalah kemampuan memecahkan masalah problem solving. Pengetahuan dan keterampilan
dalam kurikulum
bukan hanya
“ditransferkan” melainkan
“ditransformasikan”, sehingga dikuasai siswa serta membangkitkan sikap kritis dan kreatif.
Pembaharuan kurikulum merupakan keharusan dalam suatu sistem pendidikan agar pendidikan tetap relevan dengan tuntuan zaman. Sedemikian pentingnya
pembaharuan kurikulum, sehingga ada pemeo mengatakan bahwa suatu kurikulum disusun untuk diubah dan terus disempurnakan. Hanya dengan demikian, maka
kurikulum akan selalu dinamis dan mengikuti perkembangan zaman. Di Indonesia, dalam hampir 30 tahun terakhir telah dilakukan beberapa kali
pembaharuan kurikulum sekolah, yaitu tahun 1975, 1984, 1994, dan terakhir tahun 2004 untuk pemberlakuan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK. Dalam sejarah penerapan
kurikulum pendidikan di Indonesia, model perubahan atau pembaharuan kurikulum yang terjadi lebih banyak bersifat komprehensif dan berskala luas. Pengalaman selama 30
tahun terakhir menunjukkan bahwa Pemerintah dan sistem pendidikan secara keseluruhan amat mudah tergoda untuk mengubah dan memperbaharui kurikulum dalam skala luas,
dengan kurang memperhitungkan apa akibat dan dampaknya bagi peserta didik, sekolah, dan masyarakat. Dari pengalaman selama ini yang terungkap bahwa letak kelemahan
kurikulum di Indonesia terutama pada bagaimana kurikulum tersebut diimplementasikan secara sungguh-sungguh sehingga memberikan nilai tambah yang nyata bagi
peningkatan mutu pendidikan. Hal ini berlaku pada semua tingkatan mulai SD hingga SLTA, baik umum maupun kejuruan Dedi Supriadi, 2005: 176.
Persoalan kurikulum tidak hanya bersifat teknis, karena dalam kurikulum selalu tersembunyi ide serta nilai-nilai yang sebenarnya dipaksakan oleh penguasa.
Perkembangan dan perubahan kurikulum biasanya tidak terlepas dari keinginan penguasa dan juga ditentukan hegemoni yang ada dalam masyarakat pada saat kurikulum itu lahir.
Hal ini juga disebut hidden curriculum di mana kurikulum yang berlaku ditentukan oleh birokrasi pemerintahan yang dikuasai oleh golongan elit Tilaar, 2003: 232. Berikut ini
adalah tabel kurikulum dalam perspektif teori:
76 Tabel 1
Kurikulum dalam Perspektif Teori
Teori Ide Sentral Pendidikan
Kurikulum Proses Belajar
Sumber Daya Manusia
Didasarkan pada konsep rasionalitas, kebebasan, dan
kesamaan. Pendidikan harus demokratis dan rasional, dengan
perlakuan yang berimbang antara kebebasan dan kesamaan pada
subyek didik. Berimbang yang dimaksud adalah antara hak dan
kewajiban. Pemberian materi menurut
kemampuan dan bakat subyek didik. Ruang lingkup:
membaca, menulis, dan aritmatika. Cirinya: luwes,
eksperimental, ada keterkaitan aspek-aspek akademik dan
vokasional. Guru berperan untuk
mencapai kemandirian anak dengan cara yang
demokratis. Proses pembelajaran berpusat
pada siswa.
Revitalisasi Budaya Didasarkan pada dua aliran,
yakni esensialisme yang menghendaki agar pendidikan
bersendikan atas norma dan nilai yang telah teruji oleh waktu.
Sedangkan parinialisme menghendaki pendidikan
kembali pada pandangan kefilsafatan pada abad
pertengahan. Wahana perkembangan subyek
didik yang meterinya ditentukan lebih dahulu.
Cirinya: ada kelompok penting dan kurang penting.
Memberikan pengetahuan dasar seperti halnya:
matematika, pengetahuan alam, pengetahuan sosial, bahasa,
sastra, logika, seni dan musik yang secara fungsional untuk
meningkatkan kecakapan membaca, menulis, berpikir,
dan berimajinasi. Siswa diarahkan untuk
penguasaan terhadap pengetahuan, ilmu dan
kecakapan yang sangat diperlukan. Guru sangat
dominan dalam proses pembelajaran.
Rekonstruksianisme Didasarkan pada pemikiran
bahwa nilai tertinggi yang dimiliki manusia adalah
memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi secara
alami dan secara penuh. Pendidikan sebagai transformasi
nilai-nilai budaya mengantarkan subyek memahami sebagian
segmen kehidupan kebudayaan dan kemasyarakatan. Pendidikan
perlu mengeliminasi pengaruh dari kurikulum semu dan
Wahana pengembangan kepribadian dan percaya diri.
Kurikulum didesain untuk dapat menghindari budaya
hegemoni. Pengetahuan yang diberikan tidak hanya
ditransferkan, tetapi ditransformasikan. Kurikulum
yang diberikan meliputi pengetahuan dasar, fisika,
kimia, sosiologi, dan juga tentang industrialisasi, media
massa, teknologi, dan ekologi. Guru perlu memiliki
kemampuan yang transformatif yakni
dengan cara dapat menjalankan materi
kurikulum yang relevan dengan kebutuhan
masyarakat. Siswa dengan bekal
pengetahuan dasar dan kemampuannya menjadi
individu yang aktif dan kreatif.
77
menaruh perhatian adanya kotak hitam. Ide-ide asasi agar siswa
dapat mengembangkan potensinya secara penuh dapat
direalisasikan Cirinya: perlu dicegah budaya
hegemoni bercorak teknologi dan industri.
Sumber: Imam Barnadib dalam Siti Irine Astuti, 2009: 58.
78
BAB VI SETTING KEHIDUPAN SOSIAL POLITIK TIGA REZIM