ditakuti sangat membatasi keterbukaan klien hanya sesaat, dan waktu ini tidak untuk memungkinkan menghilangkan kecemasan yang dialami Wilson, 1973.
Rachman 1971, 1976 berpendapat bahwa obsesif-kompulsif mirip dengan fobia, dan teori dua-faktor berlaku untuk keduanya. Pikiran obsesif mirip
dengan fobia dalam menjadi rangsangan yang menimbulkan kecemasan yang terkondisi. Perilaku ritual klien atau perilaku kompulsif berfungsi sebagai respon
pelarian yang membuat obsesi sulit untuk menghilang. Argument Seligman 1971 yang menyatakan bahwa walaupun seseorang
memiliki rasa takut akan beberapa hal lebih dari hal yang lain, pengkondisian klasik masih bisa beroperasi ketika fobia muncul. Ia mengemukakan konsep
kesiapan biologis yang menunjukkan bahwa rangsangan yang menonjol dalam fobia dan obsesi adalah hal-hal yang selalu akan berpotensi mengancam manusia.
Koneksi stimulus-respon yang disiapkan secara biologis adalah penting, mudah dikondisikan, dan lama untuk dihilangkan.
Marks 1981a berhasil mengembangkan perawatan untuk agoraphobia dan gangguan obsesif kompulsif dengan menggunakan studi blocking dari gambar
Baum, atau pencegahan respon response prevention, pada hewan. Teknik ini sangat sukses dalam mempromosikan teknik untuk menghilangkan kecemasan
yang dikondisikan. Prosedur blocking yang setara secara klinis adalah metode paparan exposure method, exposure in vivo dalam kehidupan nyata dan
paparan dengan respon pencegahan exposure with response prevention--klien tetap dalam kontak dengan rangsangan yang sangat ditakuti tanpa melarikan diri,
untuk waktu yang lama jika diperlukan, sampai pada tahapan penurunan kecemasan.
5. Teori Kognitif-Kecemasan
Pada gangguan panik panic disorder, klien mengalami pengalaman yang mengejutkan dan yang terjadi secara tiba-tiba yang tidak dapat menjelaskan dari
kecemasan yang cepat memuncak dalam serangan panik yang menakutkan. Hal ini dimulai dengan sensasi tubuh yang dalam keadaan normal. Interpretasi ini
membangkitkan kecemasan lebih lanjut dan menghasilkan sebuah lingkaran setan di mana sensasi normal, akhirnya berkembang menjadi serangan panik.
Perkembangan kesalahan interpretasi katastropik catastrophic misinterpretations
22
pada sensasi tubuh biasa merupakan pusat teori kognitif dari gangguan panik Clark, 1986.
Hipotesis terapi kognitif juga telah diterapkan pada gangguan obsesif- kompulsif Salkovskis, 1985; Salkovkis, Richards, Forrester, 1995. Salah satu
klien memiliki pikiran obsesif tentang memiliki hal-hal yang tersisa dalam kondisi rapi atau berbahaya. Dia bisa mengendarai mobilnya, misalnya. Dan tiba-tiba
memiliki pikiran bahwa ia mungkin telah melihat sebuah paku di sisi jalan beberapa mil sebelumnya dan kemudian ia berbalik. Jika saya tidak kembali dan
mengecek, dan -kalau memang ada paku- lalu menyingkirkannya, maka ban mobil seseorang bisa kempes, lalu kehilangan kendali atas mobil mereka, dan
mati. Jadi, dia akan berbelok dan terdorong kembali untuk mencari paku tersebut. Pikiran obsesif dalam hal ini adalah gagasan mengganggu tentang paku,
dan secara otomatis ia akan berpikiran bahwa ia disalahkan ketika bencana yang mengerikan terjadi jika ia tidak memeriksa situasi sekitarnya. Menurut Rachman
1978, adalah hal biasa ketika klien sesekali memiliki pikiran mengganggu yang mengganggu akan suatu benda atau gambar, karena semua orang bisa
mengalaminya sesekali. Dan yang tidak biasa adalah ketika klien terus memiliki pikiran otomatis, seperti Saya harus memeriksa, yang berhubungan dengan
kepercayaan berlebihan tentang tanggung jawab pribadi. Keyakinan ini, bukan penggangu bagi mereka, dan hal ini mengarahkan klien untuk memeriksa lagi atau
melakukan ritual. Hal ini menyiratkan bahwa terapi kognitif dari gangguan obsesif-kompulsif tidak akan berkonsentrasi pada pikiran mengganggu, tetapi
pada pikiran-pikiran otomatis dihasilkan oleh intrusi pikiran atau hal yang mengganggu, dan keyakinan umum disfungsional skema kognitif yang
mendasari pikiran-pikiran otomatis.
6. Intervensi Kognitif-Perilaku a Fobia