33 berhubungan dengan munculnya sel apoptotik dalam endometrium yang
terlihat pada mikroskop elektron selama fase sekresi dalam siklus menstruasi.
3,7
2.3.5 Gambaran Klinis
Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala klinis paling sering yang diakibatkan oleh hiperplasia endometrium. Unopposed estrogen dari
pemakaian estrogen eksogen atau siklus anovulatori mengakibatkan hiperplastik endometrium dengan perdarahan terus-menerus. Pasien pada
usia reproduktif dengan hiperplasia endometrium khasnya sekunder akibat sindrom polikistik ovarium SPOK. SPOK mengakibatkan unopposed
estrogen sekunder dari siklus anovulatori. Pasien usia muda dapat juga mempunyai kadar estrogen lebih tinggi akibat sekunder dari konversi
androstenedione periferal dalam jaringan lemak pasien obese atau tumor ovarium yang mensekresi estrogen misalnya, tumor sel
granulosa.
3
Pasien pascamenopause dengan hiperplasia endometrium juga mengeluhkan adanya perdarahan pervaginam. pada kelompok usia ini
harus dipertimbangkan
kejadian karsinoma,
atrofi endometrium
merupakan penyebab paling sering pada perdarahan pascamenopause. Hiperplasia dan karsinoma secara khas menunjukkan gejala perdarahan
pervaginam berat, sedangkan pasien dengan atrofi biasanya datang dengan keluhan perdarahan pervaginam ringan.
3
Universitas Sumatera Utara
34
2.3.6 Diagnosis
Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala klinis yang paling sering dikeluhkan pasien hiperplasia endometrium. Wanita dengan
perdarahan pascamenopause akan dijumpai hiperplasia endometrium pada 15 kasus dan kanker pada 10 kasus. Temuan ultrasound secara
insidental yang menunjukkan penebalan endometrium untuk hiperplasia endometrium. Wanita dibawah usia 40 tahun yang mengeluhkan
perdarahan uterus abnormal khasnya memiliki gangguan hormonal yang dapat membaik tanpa harus dilakukannya pemeriksaan diagnostik,
misalnya ultrasound, atau kuretase endometrium.
3,21
1. Ultrasonografi Ultrasonografi transvaginal merupakan prosedur diagnostik dan
relatif murah untuk mendeteksi kelainan endometrium. Namun, pada wanita pascamenopause, efikasinya sebagai pemeriksaan penapisan
untuk mendeteksi hiperplasia atau karsinoma endometrium belum diketahui. Pada percobaan PEPI Postmenopausal EstrogenProgestin
Interventions, nilai batas ketebalan endometrium 5 mm memiliki nilai prediktif positif, nilai prediktif negatif, sensitivitas, dan spesivisitas untuk
hiperplasia atau karsinoma endometrium masing-masing 9, 99, 90, dan 48.
3,5,21,
Ultrasonografi dapat berperan sebagai pemandu untuk menentukan apakah wanita dengan perdarahan pascamenopause memerlukan
pemeriksaan diagnostik lebih lanjut misalnya kuretase untuk
Universitas Sumatera Utara
35 menentukan adanya hiperplasia atau karsinoma endometrium. Pada 339
wanita dengan perdarahan pascamenopause, tidak dijumpai ketebalan endometrium ≤4 mm yang berkembang menjadi karsinoma endometrium
selama 10 tahun periode follow up.
5
2. Biopsi Endometrium Pipelle Pengambilan sampel endometrium dengan Pipelle merupakan
pemeriksaan yang efektif dan relatif murah untuk mengumpulkan jaringan Studi sebelumnya menjelaskan wanita dengan bermacam-macam
penyebab perdarahan uterus abnormal; namun, yang paling penting adalah kemampuan Pipelle untuk mendiagnosis secara benar wanita
dengan hiperplasia dan karsinoma endometrium. Pada studi metaanalisis terhadap 7914 wanita, Pipelle mempunyai sensitivitas 99 dalam
mendeteksi kanker endometrium pada wanita pascamenopause, tetapi pada wanita dengan hiperplasia endometrium, sensitivitas menurun
menjadi 75.
7
3. Kuretase dan Histeroskopi atau Dilatasi Histeroskopi telah diterima secara umum sebagai baku emas dalam
mengevaluasi kavum endometrium. Namun, histeroskopi saja dalam mendeteksi hiperplasia atau karsinoma dapat menghasilkan positif palsu
yang tinggi dan harus dilakukannya dilatasi dan kuretase. Apabila dikombinasi dengan biopsi, histeroskopi memiliki sensitivitas, spesifisitas,
Universitas Sumatera Utara
36 masing-masing 98, 95, ketika dibandingkan dengan temuan histologi
pada saat dilakukan histerektomi.
3,4
2.3.7 Penatalaksanaan