Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seperti yang tertuang didalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke IV yang menyatakan bahwa tujuan dari bangsa Indonesia adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Demi terwujudnya tujuan tersebut maka diperlukan adanya pembangunan nasional yang dilakukan secara menyeluruh terhadap segala sektor kehidupan yang meliputi kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Pembangunan nasional dimaksudkan agar dapat membangun masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. Pembangunan nasional terhadap kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang dimaksud salah satunya dapat dilaksanakan lewat sarana yang telah mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana yaitu perbankan. Seperti berbagai lembaga keuangan yang telah ada, bank merupakan lembaga yang melakukan kegiatan perekonomian dengan berbagai fasilitas yang diberikannya. Fasilitas yang diberikan dapat dalam bentuk menghimpun dana dari masyarakat, menyalurkan dana ke masyarakat dan juga jasa-jasa perbankan lainnya. Penyaluran dana-dana tersebut harus dapat dilakukan bank ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 4 Undang-Undang Perbankan yang menyebutkan bahwa perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatan pemerataan pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional dalam hal ini perbankan Indonesia mempunyai tujuan yang sangat strategis dan tidak hanya berorientasi ekonomis, tetapi juga kepada hal-hal non ekonomis seperti masalah stabilitas nasional Hermansyah, 2005 : 20. commit to user Berkaitan dengan upaya peningkatan perekonomian masyarakat, maka dilaksanakannyalah program-program yang dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Salah satu bentuk penyaluran dana yang dilakukan oleh bank adalah dalam bentuk pemberian kredit kepada masyarakat. Kredit yang diberikan oleh bank kepada pihak yang membutuhkan, merupakan dana yang diperoleh dari masyarakat. Dari ketentuan tersebut maka dapat terlihat bahwa bank berfungsi sebagai perantara antara pihak yang memiliki kelebihan dana surplus of founds dengan pihak yang kekurangan dan memerlukan dana Jamal Wiwoho, 2011: 87. Sehingga perbankan wajib menjaga dengan baik dana yang dititipkan oleh masyarakat tersebut dan menyalurkan dana tersebut kredit berdasarkan kepada prinsip kehati-hatian. Dan sepatutnya setiap kredit yang disalurkan mempertimbangkan prinsip-prinsip pemberian kredit secara benar dan hal ini dilakukan melalui prosedur penyaluran kredit secara bertanggung jawab. Sejak kredit dicairkan hingga diselesaikan oleh debitur Jurnal Ilmiah Vol 6, No 3, Oktober 2005 Sebagai salah satu fungsi dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan, kredit dapat dikatakan mencapai fungsinya, baik bagi debitur dan kreditur maupun masyarakat, apabila secara sosial ekonomis membawa pengaruh yang lebih baik. Bagi pihak debitur dan kreditur, mereka sama-sama memperoleh keuntungan, dan juga mengakibatkan tambahan penerimaan negara dari pajak, serta membawa dampak kemajuan ekonomi. Kredit dalam kehidupan perekonomian sekarang mempunyai fungsi : a Meningkatkan daya guna uang. b Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang. c Meningkatkan daya guna dan peredaran barang. d Sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi. e Meningkatkan kegairahan berusaha. f Meningkatkan pemerataan pendapatan Budi Untung, 2000 : 4 Pemberian kredit dilakukan dengan suatu perjanjian antara pihak bank kreditur dengan debitur. Perjanjian ini secara langsung memberi kepastian kepada para pihak selama berlangsungnya perjanjian kredit. Selain itu commit to user pemberian kredit yang diberikan oleh bank tentu saja mengandung risiko sehingga dalam pelaksanaannya bank harus tetap memperhatikan asas-asas hukum perjanjian dalam perjanjian kredit yang sehat dan juga untuk mengurangi risiko yang mungkin timbul. Selain itu bank juga harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal agunan, dan prospek usaha dari debitur. Dengan melakukan penilaian tersebut, setidaknya bank memperoleh keyakinan yang dapat membantunya dalam memberikan kredit. Seiring dengan pelaksanaan perjanjian tersebut terdapat debitur yang melaksanakan kewajibannya dengan baik sehingga kredit berjalan dengan lancar. Namun ada pula keadaan dimana didalam prakteknya kadang kala salah satu pihak tidak melakukan atau melanggar apa yang diperjanjikan dalam perjanjian kredit. Persoalan dalam kredit muncul, ketika para pengusaha yang memerlukan modal usaha untuk mengembangkan usahanya mengalami keterlambatan atau kesulitan dalam pembayaran angsuran kreditnya terhadap pihak bank, sebagaimana jangka waktu pengembalian kredit yang telah diperjanjikan antara debitur dengan bank. In general the information that is required to consider the nonpayment probability is the following one: 1. Characteristics of the credit and Credit attribute 2. Collateral guarantees. 3. Payment history of the analyzed entity individual or company 4.Economic background Salvador Vázquez Pérez Grovas, Journal of Banking And Finance Universidad Anáhuac del Sur, Mexico, 2000:142. Secara umum, informasi yang dibutuhkan untuk mempertimbangkan bahwa kemungkinan tidak dibayarnya pinjaman apabila memenuhi salah satu dari: 1. Karakteristik dari kredit dan pelengkap kredit 2. Jaminan 3. Sejarah pembayaran yang telah dianalisis baik milik pribadi maupun perusahaan 4. Latar belakang ekonomi Salvador Vázquez Pérez Grovas, Journal of Banking And Finance Universidad Anáhuac del Sur, Mexico, 2000:142. Dalam hal pengusaha atau debitur mengalami tunggakan dalam pelunasan kredit maka akan terjadi kredit bermasalah. commit to user Data Bank Indonesia tahun 2011 menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun, tampak indikasi kredit bermasalah Non Performing LoanNPL masih cukup tinggi. Hingga Maret 2011 jumlah kredit macet perbankan mencapai Rp 31,336 triliun, naik Rp 1 triliun lebih dari posisi Maret 2010 yang sebesar Rp 30,295 triliun. Berdasarkan data Bank Indonesia, jumlah kredit bermasalah Non Performing LoanNPL dari perbankan mencapai Rp 50,969 triliun. Jumlah NPL ini naik dari posisi Maret 2010 yang sebesar Rp 48,908 triliun. Rasio NPL perbankan di Maret 2011 mencapai 2,81. Sepanjang tiga bulan pertama di tahun 2011, jumlah kredit yang dikucurkan perbankan mencapai Rp 1.814,846 triliun. Naik dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya Rp 1.456,114 triliun. Dari total kredit di Maret 2011 tersebut, sebanyak Rp 1.676,714 masuk kategori lancer, sedangkan Rp 10,275 triliun masuk kategori kurang lancar, kemudian Rp 9,358 triliun masuk kategori diragukan, dan Rp 31,336 termasuk kedalam kategori macet http:www.vibiznews.comnewsbankinginsurance20110518kredit-macet- perbankan-mencapai-rp-31336-triliun . Untuk mengatasi situasi ini jelas pihak bank tidak akan diam saja. Karena jelas keadaan ini akan melumpuhkan dunia usaha karena debitur mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajibannya yang berkaitan dengan kredit yang diterimanya kepada dunia perbankan. Selain itu kredit bermasalah juga dapat mengganggu perekonomian nasional. Keadaan ini juga sangat dapat merugikan pihak bank. Mengingat salah satu peran penting dari perbankan yang sehat adalah sebagai financial intermediary institution yang dapat membantu kelancaran system pembayaran nasional yang mentransmisikan kebijakan moneter. Sehubung dengan adanya situasi tersebut maka pihak bank melakukan berbagai upaya penyelesaian dalam beberapa bentuk. Antara lain adalah persyaratan kembali Reconditioning, penjadwalan kembali Rescheduling dan juga restrukturisasi kredit Restructuring. Dalam restrukturisasi kredit, tindakan ini dilakukan agar pihak bank tidak menderita kerugian yang lebih besar lagi dan pihak debitur mampu mengembalikan pinjamannya kepada commit to user pihak bank sesuai dengan perjanjian yang ada. Upaya ini terutama ditujukan untuk memperbaiki kualitas kredit perbankan dan mengupayakan pemulihan kegiatan usaha debitur, sehingga diharapkan debitur mampu memenuhi kewajibannya kembali. Upaya ini dilakukan pihak bank dengan memberikan keringanan atau pengurangan syarat-syarat kredit yang telah ditentukan dalam perjanjian kredit. Dalam pelaksanaan upaya ini maka biasanya akan dihasilkan perubahan atas perjanjian pokok atau addendum yang membantu debitur dalam menjalankan kewajibannya, yang dimana dalam pelaksanaan upaya ini hendaknya tetap berdasarkan kepada asas-asas hukum perejanjian. Selain itu dalam pelaksanaan upaya restrukturisasi pihak bank maupun debitur jelas mengalami beberapa kendala. Kendala-kendala tersebut dapat menghambat jalannya restukturisasi yang dalam hal ini tentu dapat menyebabkan tingkat NPL tidak menurun. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti dari segi sudut pandang mengenai penyelesaian kredit bermasalah yang salah satu caranya adalah lewat upaya restrukturisasi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka untuk itulah penulis mengangkatnya dalam suatu penulisan skripsi dengan judul: “ UPAYA RESTRUKTURISASI DALAM PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH DITINJAU DARI ASAS-ASAS HUKUM PERJANJIAN PADA PT. BANK TABUNGAN NEGARA Persero Tbk. CABANG SURAKARTA

B. Rumusan Masalah