Pengertian dan Dasar Hukum

17                                        . ةﺮﻘﺒﻟا 2 : 144 Artinya :“Sungguh Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang -orang Yahudi dan Nasrani yang diberi Al kitab Taurat dan Injil memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali -kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” Q.S Al Baqarah2: 144                    .                                 . ةﺮﻘﺒﻟا 2 : 149-150 Artinya : “Dan dari mana saja kamu keluar datang, Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar -benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali -kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan. Dan dari mana saja kamu keluar, Maka Palingkanl ah wajahmu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu sekalian berada, Maka Palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang -orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takut lah kepada- Ku saja. dan agar Ku -sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.” Q.S Al Baqarah2: 149 -150 18 Dalam ayat-ayat tersebut Allah firman -Nya ماﺮﺤﻟا ﺪﺠﺴﻤﻟا ﺮﻄﺷ ﻚﮭﺟو لﻮﻓ sampai tiga kali. Menurut Ibn Abbas, pengulangan tersebu t berfungsi sebagai penegasan pentingnya menghadap kilbat ta’kîd. Sementara itu, menurut Fakhruddin al -Razi, pengulangan tersebut menujukkan fungsi yang berbeda -beda. Pada ayat yang pertama al-Baqarah : 144 ungkapan tersebut ditujukan kepada orang -orang yang dapat melihat ka’bah, sedangkan pada ayat yang kedua al -Baqarah : 149 ungkapan tersebut ditujukan kepada o rang-orang yang berada di luar M asjidil Haram. Sementara itu, pada ayat yang ketiga al -Baqarah : 150 ungkapan tersebut ditujukan kepada orang-orang yang berada di negeri -negeri yang jauh. 23 Berdasarkan kedua pendapat tersebut jelaslah bahwa perintah menghadap ki blat itu tidak hanya ditujukan pada mereka yang berada di Makkah dan sekitarnya, tetapi juga bagi semua umat Islam di manapun mereka berada. Didalam ayat ini terdapat persyaratan untuk menghadap kiblat dalam menjalankan setiap shalat, baik yan g wajib maupun yang sunnah. Apabila memungkinkan menghadap kepada dzat Ka’bah tersebut, namun bila tidak memungkinkan maka kepada arahnya saja, da n juga menunjukkan bahwa berpaling dengan badan itu membatalkan shalat karena perintah kepada sesuatu itu berarti larangan dari perkara yang berlawanan dengannya. 24 23 Al Imam Ibnu Kasir Ad Dimasyqi, Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, Penerjemah Bahrun Abu Bakar, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2000, Jilid II, h. 37 24 Syaikh Abdurahman bin Nashir As -Sa’di, Tafsir as-Sa’d. Penerjemah Muhammad Iqbal, Jakarta: Pustaka Sahifa, 2006, h. 223 19 Sementara kaum sufi menggarisbawahi bahwa ayat ini memerintahkan mengalihkan wajah, bukan ha ti dan pikiran. Karena hati dan pikiran hendaklah mengarah kepada Allah Swt. Hati dan isinya adalah sesuatu yang gaib, maka sesuai dengan sifatnya itu, ia pun harus mengarah kepada Yang Maha Gaib sedang wajah adalah sesuatu yang nyata, maka ia pun diarahka n kepada sesuatu yang sifatnya nyata, yaitu bangunan berbentuk kubus yang berada di Masjid al Haram itu. 25 Dalam suatu riwayat diceritakan ada seorang laki -laki masuk ke masjid kemudian ia shalat dan saat itu ada Rasulullah sedang duduk di salah satu sudut masjid. Setelah shalat orang itu mendatangi Rasulullah dan memberi salam kepada beliau dan Rasulpun menjawabnya dan memerintahkan orang tersebut mengulangi shalatnya, lalu laki-laki tersebut mengulangi shalatnya dan kembali mendatangi Rasul dengan memberi salam, namun Rasul memerintahkan orang tersebut untuk mengulangi shalatnya lagi. Kemudian setelah pengulangan yang kedua, orang tersebut meminta diajari oleh Rasul. Rasul lalu bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim : ھ ﻰﺑا ﻦﻋ ر ةﺮﯾﺮ . ع . لﺎﻗ : ص ﻰﺒﻨﻟا لﺎﻗ . م : . ﺮﺒﻛو ﺔﻠﺒﻘﻟا ﻞﺒﻘﺘﺳا ﻢﺛ ءﻮﺿﻮﻟا ﻎﺒﺳﺎﻓ ةﻼﺼﻟا ﻰﻟا ﺖﻤﻗ اذا 26 . ﻢﻠﺴﻣ و يرﺎﺨﺒﻟا هاور 25 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al -Qur’an Vol. 1, Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 350 26 Ash-Shon’ani, Subulus Salam, Bandung: Ad-Dahlan,t.th, Juz I, h. 133 20 Artinya : “Dari Abu Hurairah r.a. Nabi saw bersabda: Apabila engkau hendak menunaikan shalat maka sempurnakanlah wudu, lalu menghadaplah ke ki blat kemudian bertakbirlah” HR. Bukhari dan Muslim Rasulpun mengajari orang tersebut tata cara shalat yang benar yakni setelah takbir kemudian membaca Al Fatihah dan ayat Al Qur’an yang dihafal, lalu ruku’ dengan thuma’ninah, berdiri sempurna, sujud deng an thuma’ninah, lalu duduk dengan thuma’ninah, lalu sujud dengan thuma’ninah, kemudian bangun dan duduk dengan thuma’ninah. Rasulullah telah mengajarkan tatacara shalat yang sempurna, setelah sebelumnya beliau menyaksikan ada seorang laki -laki yang melakukan shalat secara sembarangan di dekat beliau. Rasulullah mengajarkan tatacara shalat setelah lelaki itu meminta kepada beliau mengajarkannya. Ini sebagai bukti betapa bijaknya Rasulullah dalam menuntun umatnya kea rah kesempurnaan beribadah. 27 Hadis ini memperkuat perintah menghadap kiblat yang terdapat dalam Al- Qur’an, meskipun para ulama sepakat tentang Ka’bah sebagai kiblat seluruh umat Islam dalam melaksanakan shalat, akan tetapi dalam tataran teknis dan taata laksana menghadap kiblat terdapat varian per bedaan pendapat terutama pada territorial daerah yang jauh dari Ka’bah. 27 Ahmad Mujab Mahalli, Hadis-hadis Ahkam Riwayat Asy -Syafi’i, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, h. 172 21

B. Sejarah Ka’bah dan Menghadap Kiblat

Ada sejumlah pandangan seputar bangunan Ka’bah dan awal pembangunannya. Dikatakan bahwa cipataan pertama Allah Swt. di Bumi ialah Ka’bah, baru kemudian bumi yang dibentangkan di bawahnya. Jadi, Ka’bah merupakan perut bumi dan titik awal penciptaan. Dikatakan pula bahwa pembangunan Ka’bah dilakukan sebanyak lima kali, atau sepuluh kali. Yang jelas, kalangan sejarawan, ahli tafsir, dan ahli hadis sepakat bahwa Ka’bahlah rumah ibadah pertama yang didirikan untuk menyembah Allah Swt. 28 Satu pendapat menyatakan bahwa Ka’bah pertama kali dibangun oleh para malaikat selang 2000 tahun sebelum Nabi Adam diciptakan. Mereka berhaji ke sana yang kemudian juga diikuti Nabi Adam. Sepeninggal Nabi Adam, Ka’bah dibangun kembali oleh putranya yang bernama Nabi Syis. Belakangan Ka’bah ini dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim bersama putranya, Ismail. Ka’bah dibangun tanpa atap, namun dilengkapi dengan pintu yang terlet ak pada sisi sebelah barat dan timur. Ketika selesai membangun Ka’bah, Ibrahim diperintahkan Tuhan agar mendekati gunung Thabir untuk menyeru kepada manusia akan kewajiban haji kepada Bait Al - ‘Atiq rumah kuno ini. 29 28 Ablah Muhammad al-Kahlawi, Buku Induk Haji dan Umrah untuk Wanita, Jakarta: Zaman, 2009, h. 43 29 “Ka’bah”, Cyril Glasse penerjemah Ghufron A. Mas’adi, Ensiklopedi Islam ringkas Cyril Glasse Ed. 1., Cet. 2, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999, h. 199 22 Cerita tentang siapa yang membangun Ka ’bah secara otentik dijelaskan sendiri oleh Allah di dalam Al Qur’an, bahwa yang membangunnya adalah Nabi Ibrahim bersama putranya, Nabi Ismail. 30 Dalam surat Al Baqarah 2 ayat 127, Allah Swt. berfirman:                . ةﺮﻘﺒﻟا 2 : 127 Artinya : “Dan ingatlah, ketika Ibrahim meninggikan membina dasar -dasar Baitullah bersama Ismail seraya berdoa: Ya Tuhan Kami terimalah daripa da Kami amalan kami, Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. QS. Al Baqarah2 : 127 Pada waktu membangun Ka’bah itu, usia Nabi Ibrahim diperkirakan sekitar 100 tahun. Setelah memperoleh perintah dari Allah, maka Ibrahim datan g ke cikal bakal kota Mekkah, di mana Ibrahim pernah meninggalkan Siti Hajar dan Ismail sewaktu bayi. Mekkah pada waktu itu telah menjadi kota yang cukup ramai, dan menjadi tempat persinggahan para kafilah dan pedagang, karena di dekatnya ada sumur zam - zam. Kalau kita membaca ayat tersebut, kita mendapat kesan bahwa dasar -dasar Baitullah itu sudah ada. Nabi Ibrahim dan Ismail tinggal meninggikannya saja. Bahkan, banyak penafsir yang menyimpulkan bahwa Nabi Ibrahim memang telah mendapat perintah yang detil tentang pembangunan Ka’bah itu. Sehingga bentuk dan lokasi Baitullah itu memang telah menjadi pilihan Allah. Dikisahkan juga bahwa 30 Agus Mustofa, Pusaran Energi Ka’bah, Surabaya: PADMA Press, 2003, h. 93 23 lokasi sumur zam-zam maupun baitullah itu ditunjukkan oleh Malaikat Jibril atas perintah Allah. 31 Setelah Nabi Ismail as wafa t, pemeliharaan Ka’bah dipegang oleh keturunannya, lalu Bani Jurhum, dan Bani Khuza’ah yang memperkenalkan penyembahan berhala. Selanjutnya pemeliharaan Ka’bah dipegang oleh kabilah -kabilah Quraisy yang merupakan generasi penerus garis keturunan Nabi Ismai l as. Menjelang kedatangan Islam, Ka’bah dipelihara oleh Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad Saw. Ia menghiasi pintunya dengan emas yang ditemukan ketika menggali sumur zam -zam. 32 Dikala kaum muslimin mengerjakan shalat fardhu atau sunnah, dimana saja mereka berada semua menghadap ke arah yang satu, inilah yang dinamakan kiblat. 33 Semula umat Islam shalat dengan Baitulmakdis di Palestina sebagai kiblat, namun setelah datang perintah Allah untuk mengalihkan kiblat ke Baitullah di Mekah, maka berpindahlah kiblat umat Islam sejak turunnya ayat untuk berkiblat ke Ka’bah . 34 Pada masa masih di Mekkah atau sebelum hijrah ke Madinah Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin dalam shalatnya menghadap ke Baitullah. Setelah hijrah ke Madinah kiblat dipindahkan ke arah Baitulma kdis di Yerussalem. Perpindahan arah kiblat ini dengan tujuan agar kaum Yahudi Bani Israil bisa tertarik kepada ajaran 31 Agus Mustofa, Pusaran Energi Ka’bah, h. 94 32 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis, Malang: UIN-Malang Press, 2008, h. 137 33 H. Fachruddin Hs., Ensiklopedia Al Qur’an, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992, h. 608 -609 34 “Kiblat”, dalam Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia , Jakarta: Djambatan, 1992, h. 563