Evaluasi Kegiatan Audit Maternal Perinatal (AMP) dalam Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi ( AKB) di Kabupaten Langkat tahun 2014
EVALUASI KEGIATAN AUDIT MATERNAL PERINATAL (AMP) DALAM PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)
DAN ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) DI KABUPATEN LANGKAT
TAHUN 2014
TESIS
Oleh NIRWANI 127032110/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
2014
EVALUASI KEGIATAN AUDIT MATERNAL PERINATAL (AMP) DALAM PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)
DAN ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) DI KABUPATEN LANGKAT
TAHUN 2014
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh NIRWANI NIM 127032110
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
(4)
Telah Diuji
pada Tanggal : 26 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Dr. Juanita, S.E, M.Kes
Anggota : 1. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si 2. dr. Fauzi, S.K.M
(5)
PERNYATAAN
EVALUASI KEGIATAN AUDIT MATERNAL PERINATAL (AMP) DALAM PENURUNAN ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)
DAN ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB) DI KABUPATEN LANGKAT
TAHUN 2014
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalah tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2014
Nirwani 127032110/IKM
(6)
ABSTRAK
Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari harapan ditandai masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka Kematian Bayi (AKB). Kabupaten LangkatpadaTahun 2013 AKI 41.03/100.000 kelahiranhidup dan AKB 2.46/1.000 kelahiranhidup tergolong masih tinggi Salah satu upaya percepatan penurunan AKI dan AKB dengan mengembangkan konsep Audit Maternal Perinatal (AMP) tingkat Kabupaten/Kota yang dapat dimanfaatkan untuk menggali permasalahan yang berperan atas kejadian kesakitan dan kematian ibu dan anak. AMP adalah serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu dan perinatal guna mencegah kesakitan atau kematian serupa dimasa yang akan datang.
Tujuan Penelitian adalah untuk mengevaluasi kegiatan AMP dalam penurunan AKI dan AKB di Kabupaten Langkat. Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif . Penelitian dilakukan di Kabupaten Langkat pada bulan Januari sampai Agustus 2014 dengan jumlah informan 11 orang. Data diperoleh melalui proses wawancara mendalam (indepth interview) .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan AMP di Kabupaten Langkat tidak begitu baik, hal ini terlihat kurangnya frekuensi kegiatan AMP yang dilakukan dalam setahun dua kali, metoda yang digunakan belum sepenuhnya mengacu pada pedoman AMP, kurang nya sarana dan prasarana dalam kegiatan AMP, kuranngnya koordinasi antara RSUD Tanjung Pura dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat serta minimnya dana yang berasal dari APBD untuk kegiatan AMP.
Bagi Dinas Kesehatan dan puskesmas agar melaksanakan AMP sesuai dengan pedoman AMP 2010, bagi RS agar meningkatkan komitmen untuk melaporkan kasus kematian ibu dan anak ke Dinas Kesehatan serta Dinas Kesehatan agar mensosialisasi kan program AMP dan SK AMP yang sudah disetujui oleh Pemda Kabupaten Langkat.
(7)
ABSTRACT
Nowadays, the health status of mothers and children in Indonesia is far from what has been expected; it can be seen from the high rate of Maternal Mortality Rate (MMR) and Infant Mortality Rate (IMR). In Langkat District itself, MMR and IMR were still high; there were 41.03/100,000 life births of MMR and 2.46/1000 lifebirths of IMR in 2013. One of the attempt is to accelerate the decrease in MMR and IMR is by developing Perinatal Maternal Audit (AMP) concept in the level of districts/towns which can be used to dig out the problem of the incidence of illness and death of mothers and children. AMP is a series of tracing activities in the mothers’ and perinatal illness and death in order to prevent from the same problem in the future.
The objective of the research was to evaluate the activities of AMP in decreasing MMR and IMR in Langkat District. The research used descriptive qualitative approach. It was conducted in Langkat District from January to August, 2014 with 11 informants. The data were processed by conducting in-depth interviews.
The result of the research showed that the implementation of AMP activities in Langkat District was bad since it was conducted only twice a year, and the method was not fully referred to AMP guidance. Besides that, there were the lack of facility and infrastructure in AMP activity, lack of the coordination between RSUD Tanjung Pura and the Health Office of Langkat District, and lack of the funds which came from APBD (Regional Generated Revenues) for AMP activities.
It is recommended to the management of the Health Office and Public Health Center implement AMP 2010, to management hospital in order increase commitment by reportedt the death of mothers and children to the Health Office, and to the Health Office socialize the AMP and letter of decision of AMP which has been approved by Langkat District .
(8)
KATA PENGANTAR
Segala puji kepada Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat kesehatan lahir batin, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis dengan judul Evaluasi Kegiatan Audit Maternal Perinatal (AMP) dalam Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi ( AKB) di Kabupaten Langkat tahun 2014.
Penyusunan tesis ini diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program studi S2 Ilmu Kesehatan masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan tesis ini, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga serta penghargaan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selakuRektor Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M,Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Juanita, S.E, M.Kes selaku dosen pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
(9)
5. dr. Ria Masniari Lubis, M,Si selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
6. dr. Fauzi, S.K.M selaku dosen penguji I yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan arahan dalam penulisan tesis ini.
7. Siti Khadijah, S.K.M, M.Kes selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan arahan dalam penulisan tesis ini.
8. Seluruh dosen minat studi Administrasi Kebijakan dan Kesehatan program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, semoga ilmu pengetahuan yang diberikan menjadi amal ibadah dan mendapat rahmat dari Allah SWT.
9. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, bapak dr. H. Gunawan, M.Kes yang telah memberikan izin penelitian serta dukungan dan motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
10. Rekan-rekan seksi Pelayanan Kesehatan Ibu dan anak, Kesehatan Lingkungan dan Kepala Puskesmas se Kabupaten Langkat beserta staf yang telah bersedia memberikan informasi dan data sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
11. Suami tercinta Ir. Basuki Rahmad yang telah banyak memberikan motivasi, kasih sayang dan pengorbanan baik dari waktu dan materi serta buah hati tersayang Nikita Nabila, Naufal Hadi dan M. Fadhil Hariri sebagai penyemangat demi suksesnya pendidikan ini
(10)
12. Ayahanda dan ibunda tercinta Alm. Suratmin dan Saini serta seluruh saudara dan saudari ku yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat untuk penyelesaikan pendidikan ini.
13. Seluruh rekan-rekan seperjuangan di S2 IKM peminatan AKK angkatan 2012 atas segala dukungan, motivasi dan kebersamaanya.
14. Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukunganya dalam penyusunan tesis ini.
Peneliti menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu segala saran yang membangun senantiasa diharapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata semoga tesis ini dapat bermanfaat dan semoga Allah SWT meridhai kita semua.
Medan, Oktober 2014 Penulis
Nirwani 127032110/IKM
(11)
RIWAYAT HIDUP
Nirwani, lahir di Sei Rampah pada tanggal 21 Desember 1971, beragama Islam, merupakan anak ke 7 dari 10 bersaudara dengan ayah (Alm) Suratmin dan ibu Saini. Mempunyai anak yakni Nikita Nabila, Naufal Hadi dan M. Fadhil Hariri dari suami Ir. Basuki Rahmad . Penulis tinggal dan menetap di Jalan Terusan Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat.
Pendidikan formal diawali dari SDN 1021017 Sei Rampah yang lulus pada Tahun 1984 Kemudian melanjutkan ke SMPN Sei Rampah yang diselesaikan pada Tahun 1987, setelah itu melanjutkan pendidikan ke SPK Pemko Tebing Tinggi dan lulus Tahun 1990 kemudian melanjutkan Pendidikan Program Bidan (PPB) lulus Tahun 1991, Kemudian penulis melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi yakni Akademi Keperawatan Wijayakususma di Jakarta lulus Tahun 1999, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat STIKes Sari mutiara Medan Lulus Tahun 2004 dan pada tahun 2008 mengambil pendidikan D3 Bidan di Politeknik Kesehatan Negeri Medan. Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan Strata 2 di program Studi S2 Ilmu kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan minat Studi Administrasi dan Kebijakan kesehatan yang berlangsung hingga saat ini.
Riwayat pekerjaan penulis diawali sebagai Bidan Desa pada tahun 1992 sampai 1996, kemudian menjadi Staf Puskesmas Pantai Cermin Kec. Tanjung Pura sampai Tahun 2010 dan menjadi Kepala Puskesmas Pantai Cermin sampai Tahun 2012 dan sekarang penulis berpindah tugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat sebagai Plt. Ka.Sie Kesehatan lingkungan masyarakat.
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1 Audit Maternal Perinatal (AMP) ... 10
2.1.1 Pengertian AMP Kabupaten / Kota ... 10
2.1.2 TujuanUmum ... 10
2.1.3 TujuanKhusus ... 10
2.1.4 Azas ... 12
2.1.5 Langkah-langkahdanKegiatan ... 13
2.1.6 Manajemen AMP Kabupaten/Kota ... 15
2.1.7 PencatatandanPelaporan ... 20
2.1.8 PersiapandanPelaksanaan AMP Kabupaten/Kota ... 24
2.2 Evaluasi ... 27
2.2.1Tujuan Evaluasi ... 30
2.2.2IndikatorEvaluasi ... 31
2.3 Pendekatan Sistem dalam Evaluasi Kegiatan ... 31
2.4 Kerangka Pikir Penelitian ... 34
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 35
3.1 Jenis Penelitian ... 35
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35
3.2.1 Lokasi ... 35
3.2.2 Waktu Penelitian... 35
3.3 Pemilihan Inforrman ... 36
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 36
(13)
3.4.2 Data Skunder ... 37
3.5 Metode Analisa Data ... 37
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 38
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Langkat. ... 38
4.1.1 Letak Geografis Kabupaten Langkat ... 38
4.1.2 Pertumbuhan Penduduk ... 41
4.1.3 Agama ... 43
4.1.4 Sarana dan Tenaga Kesehatan ... 43
4.1.5 SituasiDerajatKesehatan ... 48
4.2 Hasil ... 53
4.2.1 Karakteristik Informan ... 53
4.2.2 Pendekatan Sistem dalam Evaluasi Kegiatan AMP ... 55
4.2.3 PendekatanSistemdalamEvaluasiKegiatan AMP ... 60
4.2.4PendekatanSistemdalamEvaluasiKegiatan AMP ... 64
BAB 5. PEMBAHASAN ... 67
5.1 Input ... 67
5.1.1 Pengetahuan ... 67
5.1.2 Struktur Organisasi ... 69
5.1.3 Sarana ... 73
5.1.4 Anggaran ... 75
5.2 Proses ... 77
5.1.1Koordinasi ... 77
5.1.2Metoda ... 79
5.1.3 Bimbingan teknis dan supervisi ... 80
5.3 Output ... 83
5.1.1 Rekomendasi ... 83
5.1.2 Tindak Lanjut ... 85
BAB6. KESIMPULAN ... 87
6.1 Kesimpulan ... 87
6.2 Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA ... 90 LAMPIRAN
(14)
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
4.1 Luas daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Langkat
Tahun 2013.... ... 39
4.2 Jumlah Desa/Kelurahan Per Puskesmas di Kabupaten Langkat Tahun 2013.... ... 40
4.3 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur... 42
4.4 Jarak Puskesmas ke Stabat di Kabupaten Langkat Tahun 2013.. ... 44
4.5 Jumlah Bidan PTT Per Puskesmas di Kabuapaten Langkat Tahun 2013... ... 45
4.6 Jumlah Pos Yandu Per Puskesmas di Kabupaten Langkat Tahun 2013.. ... 47
4.7 Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Balita danAngka Kematian Ibu Di Kabupaten Langkat... .. 49
4.8 Jumlah Kunjungan K1 dan K4 pada Ibu Hamil Kabupaten Langkat Tahun 2013... 50
4.9 Jumlah Pertolongan Persalinan yang Ditolong Oleh Nakes Tahun 2013. ... 53
4.10 Karakteristik Informan ... 54
4.11 Pengetahuan Petugas Mengenai Pengertian AMP.... ... 55
4.12 Pengetahuan Petugas Mengenai Pernah Mengikuti Pelatihan OVM dan OVP... ... 56
4.13 Struktur Organisasi... ... 57
4.14 Sarana ... 59
(15)
4.16 Koordinasi Antar Petugas... 60
4.17 Metoda... ... 62
4.18 Bimbingan Teknis dan Supervisi ... 64
4.19 Rekomendasi ... 65
(16)
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Flow/AlurFormulirdan Data ... 23
2.2 Pendekatan Sistem dalam EvaluasiKegiatan ... 32
2.3 Kerangkap Pikir Penelitian ... 34
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. PedomanWawancara ... 91
2. SuratSurveiPendahuluan ... 95
3. SuratIzinPenelitan ... 96
4. SuratbalasanIzinPenelitian ... 97
(18)
ABSTRAK
Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari harapan ditandai masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka Kematian Bayi (AKB). Kabupaten LangkatpadaTahun 2013 AKI 41.03/100.000 kelahiranhidup dan AKB 2.46/1.000 kelahiranhidup tergolong masih tinggi Salah satu upaya percepatan penurunan AKI dan AKB dengan mengembangkan konsep Audit Maternal Perinatal (AMP) tingkat Kabupaten/Kota yang dapat dimanfaatkan untuk menggali permasalahan yang berperan atas kejadian kesakitan dan kematian ibu dan anak. AMP adalah serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu dan perinatal guna mencegah kesakitan atau kematian serupa dimasa yang akan datang.
Tujuan Penelitian adalah untuk mengevaluasi kegiatan AMP dalam penurunan AKI dan AKB di Kabupaten Langkat. Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif . Penelitian dilakukan di Kabupaten Langkat pada bulan Januari sampai Agustus 2014 dengan jumlah informan 11 orang. Data diperoleh melalui proses wawancara mendalam (indepth interview) .
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kegiatan AMP di Kabupaten Langkat tidak begitu baik, hal ini terlihat kurangnya frekuensi kegiatan AMP yang dilakukan dalam setahun dua kali, metoda yang digunakan belum sepenuhnya mengacu pada pedoman AMP, kurang nya sarana dan prasarana dalam kegiatan AMP, kuranngnya koordinasi antara RSUD Tanjung Pura dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat serta minimnya dana yang berasal dari APBD untuk kegiatan AMP.
Bagi Dinas Kesehatan dan puskesmas agar melaksanakan AMP sesuai dengan pedoman AMP 2010, bagi RS agar meningkatkan komitmen untuk melaporkan kasus kematian ibu dan anak ke Dinas Kesehatan serta Dinas Kesehatan agar mensosialisasi kan program AMP dan SK AMP yang sudah disetujui oleh Pemda Kabupaten Langkat.
(19)
ABSTRACT
Nowadays, the health status of mothers and children in Indonesia is far from what has been expected; it can be seen from the high rate of Maternal Mortality Rate (MMR) and Infant Mortality Rate (IMR). In Langkat District itself, MMR and IMR were still high; there were 41.03/100,000 life births of MMR and 2.46/1000 lifebirths of IMR in 2013. One of the attempt is to accelerate the decrease in MMR and IMR is by developing Perinatal Maternal Audit (AMP) concept in the level of districts/towns which can be used to dig out the problem of the incidence of illness and death of mothers and children. AMP is a series of tracing activities in the mothers’ and perinatal illness and death in order to prevent from the same problem in the future.
The objective of the research was to evaluate the activities of AMP in decreasing MMR and IMR in Langkat District. The research used descriptive qualitative approach. It was conducted in Langkat District from January to August, 2014 with 11 informants. The data were processed by conducting in-depth interviews.
The result of the research showed that the implementation of AMP activities in Langkat District was bad since it was conducted only twice a year, and the method was not fully referred to AMP guidance. Besides that, there were the lack of facility and infrastructure in AMP activity, lack of the coordination between RSUD Tanjung Pura and the Health Office of Langkat District, and lack of the funds which came from APBD (Regional Generated Revenues) for AMP activities.
It is recommended to the management of the Health Office and Public Health Center implement AMP 2010, to management hospital in order increase commitment by reportedt the death of mothers and children to the Health Office, and to the Health Office socialize the AMP and letter of decision of AMP which has been approved by Langkat District .
(20)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sehat sebagai salah satu hak dasar manusia, merupakan salah satu faktor yang sangat menetukan dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), yang bersama faktor pendidikan dan ekonomi menjadi ukuran untuk menentukan Indeks Pembangunan Manusia(IPM). Pada dasarnya pembangunan di bidang kesehatan bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan, pemerintah berupaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Dinkes Sumut, 2008)
Kesehatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan penduduk sekaligus indikator keberhasilan program pembangunan. Program pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa ini masih diprioritaskan pada upaya peningkatan derajat kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rentan kesehatan yaitu ibu hamil, bersalin dan bayi pada masa perinatal.Hal ini diakibatkan masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka kematian Bayi (AKB) (Kemenkes RI, 2012).
Saat ini status kesehatan ibu dan anak di Indonesia masih jauh dari harapan, ditandai dengan masih tingginya AKI yaitu 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup .Angka ini merupakan angka tertinggi jika dibandingkan dengan negara tetagga, seperti Malaysia (62), Srilangka (58) dan Philipina (230) (SDKI,2012) . Kondisi AKB tidak jauh berbeda, saat ini kematian bayi sebesar 32 kematian per 1000 kelahiran hidup, angka tersebut 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia, 1,2
(21)
kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan Thailand (SDKI,2012) .
Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa penurunan AKIdan AKB di Indonesia masih jauh dari yang diharapkan untuk dapat mencapai target Millenium Development Goals (MDGs), yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup AKI dan 23 per 1000 kelahiran hidup ditahun 2015. Jika tidak dilakukan intervensi yang signifikan dan efektif, maka target tersebut sulit untuk dicapai karena proyeksi SDKI 2012 berdasarkan kecenderungan penurunan, angka kematian ibu di Indonesia hanya akan turun sampai 161 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2012)
AKI di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 mencapai 231 per100.000 kelahiran hidup dan terus meningkat menjadi 249 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2010.Tingkat kematian bayi juga tidak mengalami penurunan yakni 14 per seribu kelahiran hidup pada tahun 2007 dan 22 per 1000 pada tahun 2010 .
Semaentara itu di Kabupaten Langkat jumlah kematian ibu pada tahun 2010 yakni 83,02per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2011 meningkat 112,49 per 100.000 kelahiran hidup . Pada tahun 2012 ada 76,95 per 100.000 kelahiran hidup dan pada tahun 2013 ada 41,03 per 100.000 kelahiran hidup . Sementara itu angka kematian neonatal/bayi berfluktuasi pada tahun 2010 ada 6,20 per 1000 kelahiran hidup, meningkat menjadi 6,02 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2011 dan menurun menjadi 3,17 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012 dan ada 2,46 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2013(Dinkes Langkat, 2013).
(22)
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kematian ibu maupun bayi adalah kemampuan dan keterampilan penolong persalinan. Sesuai dengan pesan pertama kunci Making Pregnancy Safer (MPS) yaitu setiap persalinan hendaknya ditolong oleh tenaga kesehatan . Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah dokter dan bidan yang telah mempunyai keterampilan dan kompetensi, karena bila tidak ditangani oleh tenaga yang berkompetensi dikhawatirkan akan timbul masalah baru yang yang bisa berbahaya atau berisiko hilangnya nyawa ibu . Pada tahun 2010 pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 82,2%. MDGs menargetkan pada tahun 2015 pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 90%. Sementara dukun terlatih dapat dijadikan relasi bidan dalam menolong persalinan atau sebagai pendamping bidan saja (Kemenkes RI, 2012)
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia(SDKI) tahun 2007, penyebab kematian ibu hampir 90% terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Lima puluh persen kematian ibu disebabkan oleh perdarahan dan eklamsi (23%), sedangkan yang lain disebabkan oleh infeksi, abortus dan komplikasi persalinan lainnya. Risiko tinggi kematian ibu juga akibat adanya faktor keterlambatan yang menjadi penyebab tidak langsung kematian.
Ada 3 risiko keterlambatan yaitu terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk, terlambat sampai ke fasilitas kesehatan dan terlambat memperoleh pelayanan memadai oleh tenaga kesehatan. Selain itu rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil, pemberdayaan perempuan yang kurang baik (gender) dan latar
(23)
belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik serta kebijakan juga merupakan faktor penentu angka kematian .
Untuk menurunkan AKI, salah satu faktor utama adalah mengatasi komplikasi persalinan.SDKI tahun 2012 menunjukkan bahwa sekitar 37% ibu mengalami persalinan tak maju ketika proses persalinan, 17% mengalami ketuban pecah dini (KPD) 6 jam sebelum melahirkan, dan 9% mengalami perdarahan hebat. Komplikasi lain yang tercatat adalah demam dan cairan vagina berbau(7%) dan kejang (2%). Sementara itu komplikasi yang tercatat dalam kehamilan, sekitar13 % ibu didiagnosa memiliki komplikasi. Diantara mereka 4% mengalami perdarahan hebat dan 2% ibu mengalami mulas sebelum 9 bulan dan masing- masing kurang dari satu persen mengalami demam dan kejang, komplikasi lain yang dilaporkan dalam laporan SDKI 8% adalah ,posisi janin sunsang, bengkak,hipertensi dan kepala pusing.
Angka Kematian Neonata (AKN) l di Indonesia menunjukkan kecenderungan penurunan yang sangat lambat dalam kurun waktu 10 tahun bila dibandingkan dengan angka kematian bayi dan balita. AKN pada tahun 1997 sebesar 26 per 1000 kelahiran hidup menurun menjadi 20 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) dan 32 per 1000 kelahiran hidup sesuai hasil SDKI 2012. Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal menjadi penting karena kematian neonatal memberikan kontribusi terhadap 56% kematian bayi (SDKI,2012). Untuk mencapai target penurunan AKB pada MDGs 2015 yaitu sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup maka peningkatan akses dan kualitas pelayanan bayi baru lahir (neonatal) menjadi
(24)
prioritas utama.Dari data tersebut juga terlihat kesenjangan yang cukup besar antar provinsi. AKB tertinggi di Provinsi Sulawesi Barat (74 dan 46/1.000) dan NTB (72 dan 34/1.000) yang mencapai 2 – 3 kali lipat dari AKB di Provinsi Yogyakarta (19 dan 15/1.000) (SDKI, 2012).
Terdapat tiga jenis area intervensi yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu dan neonatal yaitu melalui : (1) peningkatan pelayanan antenatal yang mampu mendeteksi dan menangani kasus risiko tinggi secara memadai, (2) pertolongan persalinan yang bersih dan aman oleh tenaga kesehatan terampil, pelayanan pasca persalinan dan kelahiran, serta (3) pelayanan emergensi kebidanan dan neonatal dasar (PONED) dan komprehensif (PONEK)
yang dapat dijangkau.
Salah satu upaya percepatan penurunan AKI dan AKB adalah melalui peningkatan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas dan penanganan kegawatdaruratan maternal neonatal sesuai standar dan tepat waktu yang dapat dikaji melalui Audit Maternal dan Perinatal(AMP) .Terlambat dirujuk dan terlambat memperoleh penanganan di fasilitas kesehatan merupakan faktor – faktor yang mempengaruhi tingginya kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan konsep AMP tingkat kabupaten/kota.Ruang lingkup AMP yang dikembangkan dalam pedoman ini mencakup audit untuk ibu, bayi pada masa perinatal, hingga neonatal.AMP dapat dimanfaatkan untuk mengali permasalahan yang berperan atas kejadian morbiditas maupun mortalitas yang berakar pada pasien/ keluarga, petugas kesehatan,manajemen
(25)
pelayanan,serta kebijakan pelayanan.Melaui kegiatan ini diharapkan para pengelola program KIA di kabupaten/kota dan para pemberi pelayanan di tingkat pelayanan dasar (puskesmas dan jajarannya) dan tingkat pelayanan rujukan (RS kabupaten/kota)
AMP merupakan kegiatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan melalui kegiatan pembahasan kasus kesakitan, kematian ibu dan perinatal yang bertujuan sebagai pembelajaran sehingga tidak terjadi lagi kasus yang sama di masa yang akan datang. Pembahasan ini dilakukan oleh tim AMP Kabupaten / Kota yang sudah terbentuk dengan berazaskan no Name, no Shame, no Blame dan no Pro Justicia (Kemenkes,2010) .
Data dari AMP di tingkat kabupaten/ kota diharapkan akan dapat digunakan untuk proses audit di tingkat provinsi untuk menghasilkan kebijakan tingkat tinggi melalui mekanisme Confidential Enquiries into Maternal & Neonatal Deaths(CEMD). Pada tingkat ini, dapat dilibatkan pakar dari berbagai macam bidang misalnya terkait transportasi, hambatan pembiayaan dan lain-lain) untuk menghasilkan intervensi yang berbasis bukti dan diharapkan dapat memperbaiki kualitas pelayanan maternal dan perinatal/neonatal. Dalam kaitannya dengan kegiatan CEMD di tingkat provinsi, dinas kesehatan provinsi berkepentingan untuk mengumpulkan data AMP dari seluruh kabupaten/kota di wilayahnya. Selain itu, dinas kesehatan provinsi diharapkan dapat menfasilitasi kegiatan AMP di kabupaten/kota dalam hal bila terjadi kematian lintas batas dan menyediakan pengkaji eksternal bagi kabupaten/kota yang memerlukannya.
(26)
Kegiatan pelaksanaan AMP yang dilakukan di Kabupaten Langkat setiap enam bulan sekali, 30 puskesmas yang ada di Kabupaten Langkat secara keseluruhan telah diadakan pelaksanaan AMP dan ini sudah berlangsung sejak tahun 2008.Pelaksanaan AMP dilaksanakan dimulai dengan adanya kasus kematian ibu dan bayi, setiap kasus yang dibahas ditentukan berdasarkan prioritas masalah. Pelaksanaan kegiatan melibatkan Kepala Dinas Kesehatan, petugas penanggung jawab program kesehatan ibu dan anak, tim pengkaji seperti dokter spesialis kebidanan, dokter spesialis anak, bidan senior . Selain itu diundang juga kelompok petugas kesehatan yang secara langsung memberikan pelayanan maternal perinatal seperti bidan puskesmas dan bidan desa, kelompok pimpinan fasilitas pelayanan terdiri dari kepala puskesmas dan direktur rumah sakit umum Tanjung Pura.
Kegiatan dalam menurunkan AKI dan AKB yang telah dilakukan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat ,diantaranya adalah pelaksanaan penempatan bidan di desa, desa siaga, Puskesmas dengan PONED, penjaringan atau deteksi dini ibu hamil dengan risiko tinggi (Resti), pembentukan kelas ibu hamil dan kegiatan Audit Maternal Perinatal (AMP). Pelaksanaan AMP di kabupaten/ kota memerlukan manajemen yang dikelola secara berjenjang dalam lingkup kabupaten/ kota untuk itu diperlukan adanya suatu tim yang bekerja secara legal dengan dibekali surat penugasan atau surat keputusan bupati/ walikota sebagai pelindung kegiatan AMP ini (kemenkes, 2010) tetapi pelaksanaan AMP di Kabupaten Langkat masih belum memiliki surat keputusan bupati .
(27)
Berdasarkan survei awal ketika ditanyakan kepada informan yang ada di dinas kesehatan kalau dari mulai terbentuknya tim AMP di Kabupaten Langkat masih berdasarkan surat keputusan kepala dinas kesehatan . Sekarang ini tim yang bekerja dalam AMP masih meneruskan pada SK Kepala Dinas Kabupaten Langkat meskipun anggota tim AMP sudah tidak lengkap lagi karena berbagai sebab seperti pegawai yang pensiun, meninggal ataupun pindah tugas. meskipun pelaksanaan AMP ini sudah selalu dilakukan secara kontinu tetapi AKI/AKB masih saja ada dan dikategorikan masih tinggi yakni AKI 41,03 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 2,46 per 1000 kelahiran hidup.
Menurut Penelitian Adiwidjaja di Serang (tahun 2000) selama ini kegiatan AMP telah menghasilkan banyak rekomendasi dengan tindak lanjut namun hasilnya belum memperlihatkan daya ungkit yang berarti dalam mempercepat penurunan AKI dan AKB. Hal idan ni tampak dengan masih tingginya AKI yaitu 425 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB yaitu 86,70/1000 kelahiran hidup yang merupakan angka tertinggi di Jawa Barat.
Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan dan jangkauan AMP perlu dibuat perencanaan AMP lebih baik lagi menyangkut pelatihan dan penyegaran petugas, pengadaan dana dan sarana. Selain itu tim AMP kabupaten perlu memikirkan agar rekomendasi dengan tindak lanjut lebih sederhana lagi sehingga dapat dilaksanakan oleh petugas.
Tingginya AKI / AKB yang disebabkan oleh banyak faktor sehingga menimbulkan masalah kesehatan ibu sehingga perlu menerapkan pembahasan analitik
(28)
mengenai kasus kebidanan dan perinatal secara teratur dan berkesinambungan, dengan pelaksanaan AMP di Kabupaten Langkat yang selama ini terus dilaksanakan setiap tahun tetapi tetap saja terjadi kasus kasus kematian ibu dan kematian bayi relativ tinggi maka perlu dilakukan penelitian “Evaluasi KegiatanAudit Maternal/Neonatal (AMP) dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Langkat”.
1.2Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana proses kegiatan AMP dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Langkat Tahun 2014.
1.3 Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasikegiatan AMP dalam penurunan AKI dan AKB di Kabupaten Langkat.
1.4 Manfaat Penelitian
Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat sebagai bahan masukandalam membuat kebijakan untuk menyempurnakan pelaksanaan AMP dan implementasinya sehingga dapat menurunkan AKI dan AKB.
(29)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Audit Maternal Perinatal (AMP) Kabupaten/Kota 2.1.1. Pengertian AMP Kabupaten/Kota
Audit Maternal Perinatal adalah serangkaian kegiatan penelusuran sebab kematian atau kesakitan ibu, perinatal, dan neonatal guna mencegah kesakitan atau kematian serupa di masa yang akan datang. Pengkajian yang dilakukan harus menerapkan prinsip menghormati dan melindungi semua pihak yang terkait, baik individu maupun institusi. Sebelum proses audit dilakukan, harus ditekankan kembali kepada pihak yang terkait bahwa AMP kabupaten/kota ini tidak dapat digunakan untuk kepentingan hukum (digunakan untuk bukti dalam persidangan) maupun untuk kepentingan lainnya selain hanya untuk kajian terhadap kasus. Pernyataan tersebut juga harus jelas tercantum dalam laporan AMP Kabupaten/Kota (Kemenkes,2010) 2.1.2. Tujuan Umum
Tujuan umum AMP kabupaten/kota adalah untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan KIA di tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional melalui upaya penerapan tata kelola klinik yang baik (clinical governance) dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB
2.1.3 Tujuan Khusus
Tujuan khususus AMP kabupaten /kota adalah :
1. Menerapkan pembahasan analitik mengenai kasus kebidanan dan perinatal/neonatal secara teratur dan berkesinambungan dalam wilayah kabupaten
(30)
2. Mengidentifikasi penyebab kematian dan mengkaji faktor-faktor penyebab kematian ibu dan perinatal/neonatal yang dapat dicegah meliputi:
a. Penyebab yang berhubungan dengan pasien/keluarga seperti: situasi pribadi, keluarga, lingkungan (komunitas), termasuk masalah sosial ekonomi, dan prilaku pasien.
b. Penyebab yang berhubungan dengan petugas kesehatan.
c. Penyebab yang berhubungan dengan manajemen pelayanan kesehatan d. Penyebab yang berhubungan dengan kebijakan pelayanan kesehatan.
3. Menembangkan mekanisme pembelajaran, pembinaan, pelaporan, dan perencanaan yang terpadu antatara dinas kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit pemerintah dan swasta, puskesmas, rumah bersalin, bidan praktek swasta, organisasi profesi, dan lintas sektoral.
4. Menentukan rekomendasi, intervensi, strategi pembelajaran, dan pembinaan bagi masing-masing pihak terkait dalam upaya mengatasi masalah-masalah yang ditemukan dalam pembahasan kasus.
5. Mengembangkan mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pengembangan terhadap rekomendasi yang disepakati.
6. Memperoleh kesepakatan pemecahan masalah yang paling sesuai diterapkan di masing-masing wilayah kabupaten/kota atas peneyebab timbulnya morbiditas atau mortalitas ibu, perinatal, maupun neonatal.
(31)
2.1.4. Azas
Dalam melaksanakan kegiatan AMP kabupaten/ kota ini,terdapat beberapa prinsip yang berbeda dengan kegiatan AMP terdahulu. Prinsip atau azas yang mutlak harus dipenuhi dalam kegiatan AMP ini adalah:
1. No Name (Tidak menyebutkan identitas)
Dalam kegiatan AMP ini, seluruh informasi mengenai identitas kasus maupun petugas dan institusi kesehatan yang memberikan pelayanan kepada ibu dan neonatal yang meninggal akan dianonimkan (no name) pada saat proses penelaahan kasus sehingga kemungkinan untuk menyudutkan, menyalahkan dan menghakimi seseorang atau institusi kesehatan dapat dihilangkan atau diminimalkan.
2. No Shame (Tidak Mempermalukan)
Seperti yang telah diuraika diatas, seluruh identitas akan dihilangkan (anonim) sehingga kemungkinan kegiatan AMP berpotensi mempermalukan petugas atau institusi kesehatan dapat diminimalkan.
3. No Blame (Tidak menyalahkan)
Sebagai akibat dari tidak adanya identitas pada saat pengkajian kasus dilakukan, potensi menyalahkan dan menghakimi (blaming) petugas atau institusi kesehatan dapat dihindari. Penganoniman juga diharapkan dapat membuat petugas kesehatan yang memberikan pelayanan bersedia dan lebih terbuka dan tidak menyembunyikan iinformasi yang ditakutkan dapat menyudutkan petugas tersebut. Informasi yang mungkin disembunyikan
(32)
tersebut mungkin merupakan informasi penting yang berkaitan dengan faktor yang dapat dihindarkan. Prinsip ini harus diterapkan saat proses audit sehingga tujuan untuk memperoleh pembelajaran dan mencegah terjadinya kesalahan dimasa datang dapat tercapai.
4. No Pro Justisia (Tidak untuk keperluan peradilan)
Seluruh Informasi yang diperoleh dalam kegiatan AMP ini tidak dapat digunakan sebagai bahan bukti di persidangan (no pro justisia). Seluruh informasi adalah bersifat rahasia dan hanya dapat digunakan untuk keperluan memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan maternal dan perinatal/neonatal. 5. Pembelajaran
Salah satu upaya AMP untuk meningkatkan pelayanan kesehatan maternal dan perinatal/neonatal adalah melalui pembelajaran yang dapat bersifat: individual, kelompok terfokus, mapun massal berdasarkan rekomendasi yang dihasilkan oleh pengkaji kepada seluruh komunitas pelayanan KIA.
2.1.5. Langkah- langkah dan Kegiatan AMP
Langkah 1 Kegiatan penelusuran sebab-sebab kesakitan/kematian maternal dan perinatal dengan maksud untuk mencegah terjadinya kesakitan /kematian serupa di masa mendatang.
Langkah 2 Petugas kesehatan melakukan identifikasi faktor yang dapat di cegah pada kematian /kesakitan maternal dan perinatal / neonatal :
(33)
a. Masalah yang berhubungan dengan pasien seperti:situasi pribadi,keluarga,lingkungan(komunitas), termasuk masalah sosial ekonomi, dan perilaku keluarga.
b. Masalah manajemen pelayanan seperti transport, hambatan pembiayaan untuk mendapat layanan kesehatan, kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan untuk menangani keadaan emergensi, kurangnya petugas, ketersediaan obat,alat,dan sarana kesehatan.
c. Masalah pemberian layanan kesehatan, seperti: penegakan diagnosis, penatalaksanaan, pemantauan, rujukan, pemantauan lanjutan, serta komunikasi antara pasien dan petugas maupun antar petugas yang memberi layanan kesehatan Diperlukan :
a. Pencatatan dan pelaporan kematian dan kesakitan maternal dan perinatal/neonatal yang menyeluruh
b. Pengisian rekam medis yang lengkap, benar dan tepat di institusi pelayanan kesehatan (termasuk bidan di desa)
c. Pelacakan sebab kematian oleh petugas puskesmas dengan cara otopsi verbal d. Identifikasi faktor- faktor non medis termasuk informasi rujukan dan masalah
sosial ekonomi keluarga
2.1.6. Manajemen AMP Kabupaten/Kota
Pelaksanaan AMP di kabupaten/kota memerlukan manajemen yang dikelola secara berjenjang dalam lingkup kabupaten/kota tersebut. Untuk itu diperlukan adanya suatu tim yang bekerja secara legal dengan dibekali surat penugasan atau
(34)
surat keputusan bupati/walikota sebagai pelindung kegiatan AMP ini. Tim AMP kabupaten/kota dibentuk melalui Surat Penetapan dari bupati / walikota.Tim AMP kabupaten/kota terdiri dari dari tim manajemen, tim pengkaji, dan komunitas pelayanan. Para anggota tim manajemen dan tim pengkaji memerlukan surat penugasan/surat keputusan sebelum mulai bertugas yaitu susunannya sebagai berikut: 1. Pelindung
Pelindung kegiatan AMP adalah bupati/walikota setempat. Tugas pelindung adalah menyediakan payung hukum dan kebijakan bagi para pihak yang terkait dalam kegiatan AMP baik sebagai tim manajemen, tim pengkaji, maupun komunitas pelayanan.
2. Tim Manajemen AMPTim manajemen AMP adalah para pihak yang bertugas mengelola kegiatan AMP disuatu wilayah kabupaten/kota.
a. Penanggung jawab
Penanggung Jawab Tim AMP adalah Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Tugasnya adalah memastikan terlaksananya AMP di kabupaten/kota wilayahnya, memfasilitasi koordinator tim manajemen dalam peneyelenggaraan dan pengalokasian dana pelaksanaan AMP kabupaten/kota, serta mengupayakan tindak lanjut rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan. Disamping itu Penanggung jawab Tim AMP juga menetapkan indikator dan standar outcome kegiatan AMP yang diberlakukan di wilayahnya.
(35)
b. Koordinator Tim Manajemen
Koordinator Tim manajemen adalah petugas penanggung jawab program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) atau program Pelayanan Kesehatan (Yankes) yang ditunjuk Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/kota. Tugasnya adalah mempersiapkandan meneyelenggarakan pertemuan kajian kasus secara rutin (minimal 3 bulan sekali, sesuai dengan kemampuan masing- masing Kabupaten/Kota), mengelola data hasil kajian kasus, dan mengatur pemanfaatan hasil-hasil kajian kasus untuk keperluan pemebelajaran, pelaporan, dan perencanaan. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya, koordinator Tim Manajemen dibantu oleh Sekretariat AMP kabupaten/kota.
c. Sekretariat
Sekretariat yang berkedudukan di kabupaten/kota terdiri dari beberapa orang staf KIA dinas kesehatan kabupaten /Kota yang penunjukannya diusulkan oleh Koordinator tim manajemen. Sekretariat bertugas membantu koordinator tim manajemen dalam bidang administrasi, termasuk menjadi notulis dalam pertemuan kajian kasus maupun sesi pembelajaran dan memfasilitasi pelaksanaan pertemuan AMP.
3. Tim Pengkaji
Tim pengkaji adalah para klinisi atau para pakar yang bidang keahliannya terkait dengan pelayanan maternal-perinatal/neonatal. Dalam melakukan tugasnya, Tim Pengkaji diharapkan dapat menerapkan azas profesionalisme (professionaljudgement) dan mengedepankan etika. Diharapkan organisasi profesi
(36)
( Persatuan Obstetri Gynecologi Indonesia (POGI), Ikatan Dokter Anak Indonesi ( IDAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dapat ikut berperan serta aktif dalam proses pelaksanaan AMP untuk memperbaiki kualitas pelayanan melalui peningkatan profesionalisme, patient safety, dan clinicalgovernance dalam bidang Kesehatan Ibu dan Bayi.
a. Pengkaji Internal
Pengkaji internal adalah para pakar di kabupaten atau kota setempat yang terkait dengan proses pemberian pelayanan ibu dan anak serta aspek- aspek yang terkait dengan morbiditas dan mortalitasnya: seperti dokter spesialis kebidanan, dokter spesialis anak, bidan senior, dan pengelola program KIA. Apabila diperlukan, dapat melibatkan dokter spesialis lain seperti anastesi, penyakit dalam, dan lain-lain. Pengkaji internal bertugas melakukan pengkajian kasus, merumuskan rekomendasi, dan bila memungkinkan mengembangkan pedoman praktik (local practice guideline) bagi komunitas pelayanan di wilayahnya.
b. Pengkaji Eksternal
Pengkaji eksternal adalah dokter spesialis obstetri dan ginekologi dan spesialis anak atau para pakar yang berasal dari lua/kota yang biasanya berasal dari pusat – pusat pendidikan kedokteran atau dari kabupaten/kota tetangga yang mempunyai kemampuan untuk menjadi pengkaji. Tugas utama pengkaji internal tentang suatu kasus yang dikaji, dan menyediakan informasi tentang
(37)
bukti- bukti ilmiah (evidence-based practice). Bukti- bukti ilmiah yang diajukan oleh Pengkaji Eksternal dapat dipakai oleh pengkaji internal dalam merumuskan rekomendasi dan mengembangkan pedoman praktik lokal.
Keberadaan pengkaji eksternal tidak menjadi syarat utama dilakukannya AMP, pelibatan pengkaji eksternal menjadi keputusan koordinator AMP dengan melihatberbagai pertimbangan terhadap kasus kematian yang terjadi, misalnya pada situasi dimana disuatu kabupaten tidak didapatkan pengkaji internal, kasus rumit yang jarang terjadi di kabupaten tersebutatau kasus yang dikaji adalah kasus yang dikelola oleh pengkaji internal. Apabila di suatu kabupaten/kota belum ada pengkaji iternalnya.
4. Komunitas Pelayanan
Komunitas pelayanan adalah para pihak yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pemberian pelayanan maternal perinatal/neonatal. Dalam konteks AMP, komunitas pelayanan adalah pihak yang berugas memberikan input kepada tim manajemen dan tim pengkaji, serta berhak menerima umpan balik bagi keperluan pemebelajaran, pelaporan, dan perencanaan. Ada empat kelompok yang membentuk komunitas pelayanan maternal perinatal/neonatal dikabupaten/kota yaitu kelompok: kelompok masyarakat, kelompok petugas kesehatan, kelompok pimpinan fasilitas pelayanan, dan kelompok pembuat kebijakan.
a. Kelompok Masyarakat
Termasuk dalam kelompok ini adalah para pasien dan keluarganya serta kelompok atau organisasi kemasyarakatan. Sebagai kelompok atau organisasi
(38)
kemasyrakatan.Sebagai pihak yang mengalami pelayanan dalam bidang maternal-perinatal/neonatal, kelompok masyarakat perlu diberdayakan melalui pemberian informasi dan pelatihan yang diperlukan sehingga animo dan kualitas partisipasinya semakin meningkat.
b. Kelompok Petugas Kesehatan
Kelompok petugas kesehatan adalah pihak yang secara langsung memberikan pelayanan maternal perinatal/neonatal. Kelompok petugas kesehatan terdiri dari para petugas misalnya para bidan, perawat dan dokter. Kelompok petugas kesehatan dapat membrikan input berupa informasi atas kematian yang ditelusuri dari masyarakat atau diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya).
c. Kelompok Pimpinan Fasilitas Pelayanan
Kelompok pimpinan fasilitas pelayanan terdiri dari para kepala puskesmas, direktur rumah sakit, dan para pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tugas Kelompok ini adalah memfasilitasi kegiatan pengumpulan dan pelaporan data pelaporan data kematian, serta memfasilitasi implementasi rekomendasi- rekomendasi yang terkait dengan fasilitas yang dipimpinnya.
d. Kelompok Pembuat Kebijakan
Kelompok Pembuat kebijakan adalah pihak yang berwenang dalam pembuatan dan penetapan kebijakan- kebijakan terkait pelayanan
maternal-perinatala/neonatal di Kabupaten/Kota. Pimpinan Dinas Kesehatan, pihak pengelola asuransi kesehatan, adalah beberapa contoh komponen kelompok ini.
(39)
Tugas kelompok pembuat kebijakan bertugas memfasilitasi penyelenggaraan AMP dan mengimplementasikan rekomendasi- rekomendasi pada tingkat kebijakan
2.1.7 Pencatatan dan Pelaporan
Kasus kematian dapat terjadi di masyarakat atau di sarana kesehatan (puskesmas, rumah bersalin, bidan di desa, rumah sakit). Oleh karena itu sumber informasinya dapat berasal dari laporan masyarakat termasuk dukun, laporan puskesmas dan rumah sakit. Kematian di rumah sakit baik pemerintah maupun swasta dilaporkan ke Dinas kesehatan Kabupaten / Kota. Seluruh kematian tersebut akan dilaporkan dengan menggunakan formulir pemberitahuan kematian maternal dan perinatal/ neonatal.
Formulir selambat-lambatnya harus dikirimkan oleh bidan desa/ rumah bersalin/ puskesmas atau fasilitas kesehatan lain 3 hari setelah terjadinya kematian (untuk daerah sulit diperlukan mekanisme sendiri, mungkin dapat dilakukan melalui telepon, SMS, ataupun internet). Begitu laporan kematian diterima puskesmas kecamatan, bidan yang ditunjuk dapat segera melakukan pengumpulan data menggunakan formulir OVM/OVP serta melaporkan hal tersebut ke dinas kesehatan kabupaten/kota. Bila kematian terjadi di fasilitas kesehatan (kecuali rumah sakit), Bidan koordinator juga dapat langsung mengumpulkan data dengan menggunakan formulir Rekam Medik Maternal (RMM)/ Rekam medik Perinatal (RMP) serta langsung melaporkannya.
(40)
Terdapat dua sumber formulir daftar kematian, yaitu :
1. Formulir daftar kematian maternal dan perinatal dari puskesmas kecamatan 2. Formulir daftar kematian maternal dan perinatal dari rumah sakit
Formulir-formulir tersebut dikirim ke dinas kesehatan kabupaten /kota setiap awal bulan sebagai rekapitulasi kematian maternal dan perinatal yang terjadi pada bulan sebelumnya. Inforrmasi dari formulir-formulir tersebut diatas akan direkapitulasi menggunakan formulir daftar kematian maternal/perinatal di tingkat kabupaten/kota.
Formulir OVM dan OVP yang telah diisi untuk semua kematian akan dikirim ke Sekretariat AMP di dinas kesehatan kabupaten/kota. Formulir RMM/RMP yang telah diisi untuk semua kematian akan dikirimkan ke sekretatiat AMP di dinas kesehatan kesehatan kabupaten/kota begitu juga formulir RMMP/RMPP (formulir Rekam Medik Kematian Maternal Perantara/ Rekam medik Kematian Perinatal) yaitu formulir ini diisi untuk mendapatkan informasi layanan kesehatan pada kasus kematian yang pernah mendapat perawatan di fasilitas kesehatan lain sebelum dirawat di fasilitas kesehatan tempat ibu meninggal.
Secara berkala, berkas RMM dan RMP, RMMP dan RMPP dan OVM dan OVP yang telah lengkap, telah dianonimkan dan dipilih untuk dikaji akan dikirim kan ke tim pengkaji untuk dilakukan telaah pada pertemuan yang telah dijadwalkan sebelumnya oleh Sekretariat AMP kabupaten/kota. Jumlah kasus dan periode pertemuan telaah kasus dilakukan sesuai dengan kesepakatan masing-masing kabupaten (tergantung dari jumlah kematian serta banyaknya dan ketersediaan dari
(41)
tenaga pengkaji) . Bila pengkajian seluruh kasus kematian tidak memungkinkan misalnya karena masalah keterbatasan dan dan tenaga maka dapat dilakukan sampling yang represenatif terhadap kematian di daerah tersebut.
Hasil telaah yang tertuang dalam formulir pengkaji dan formulir ringkasan pengkaji akan diserahkan ke koordinator dan penanggung jawab AMP kabupaten/ kota sebagai dasar dirumuskannya mekanisme umpan balik (termasuk pembelajaran dan pembinaan) untuk upaya perbaikan kualitas pelayan kesehatan maternal dan perinatal.
Berikut bagan kegiatan AMP terkait pencatatan dan pelaporan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
(42)
Gambar 2.1. Flow/ Alur Formulir dan Data 2.1.8. Persiapan dan Pelaksanaan AMP Kabupaten/Kota
Pelaksanaan AMP kabupaten/kota dimulai bila teridentifikasi adanya kematian ibu atau perinatal/neonatal dalam suatu wilayah kabupaten/kota. Berikut adalah langkah langkah persiapan dan pelaksanaan kegiatan AMP.
Kematian di Rumah Sakit
Kematian di Fasilitas Kesehatan
Kematian di masyarakat Pemberitahuan
kematian
Pemberitahuan kematian
Pemberitahuan kematian
RMM & RMP/RMMP &
RMM & RMP / RMMP &
Puskesm as
Pertemuan Tim Pengkaji AMP
Daftar kematian
RMM & RMP/RMMP & Anonim dan
Kode Unik
Dinas Kesehatan Kabupaten/
Kota
OVM dan OVP seluruh Daftar kematian
(43)
1. Persiapan
a. Pembentukan Tim AMP Kabupaten/Kota
Pembentukan tim AMP kabupaten/kota yang terdiri dari : tim manajemen, tim pengkaji dan komunitas pelayanan dilakukan terlebih dahulu dan ditetapkan dengan surat keputusan dari bupati/walikota.
b. Orientasi Tim AMP kabupaten/Kota
Sebelum dilaksanakan kegiatan AMP kabupaten, perlu dilakukan orientasi terlebih dahulu untuk seluruh pelaksana kegiatan AMP ini (baik tim manajemen maupun tim pengkaji) mengenai filosofi, dan pengertian AMP, mekanisme kerja, metodologi serta tugas-tugas pelaksana.
c. Pelatihan pengumpulan dan pelaporan data
Pelatihan untuk pengisian formulir yang diperlukan untuk mengumpulkan data dalam kegiatan AMP. Pelatihan ini ditujukan kepada para bidan koordinator/bidan puskesmas/bidan rumah sakit dan dokter penanggung jawab pelayanan di RS dalam mengisi formulir.
d. Pelatihan tim pengkaji
Tim pengkaji akan mendapat pelatihan untuk menganalisa kasus kematian. 2. Pelaksanaan
Pelaksanaan AMP terdiri dari tujuh langkah berurutan yang melibatkan seluruh komponen tim AMP: Tim Manajemen, Tim Pengkaji, dan komunitas Pelayanan. a. Langkah 1. Identifikasi kasus kematian dan pelaporan data kematian
(44)
Informasi tentang kejadian kematian dapat diperoleh secara formal maupun informal. Seluruh kematian maternal, perinatal/neonatal harus dilaporkan kepada tim manajemen AMP.
b. Langkah 2. Registrasi dan Anonimasi
Sekretariat AMP Kabupaten/Kota pada waktu menerima berkas yang dikirimkan membuat bukti penerima berkas. Bukti penerimaan berkas itu juga berisi pernyataan komitmen dari tim manajemen AMP untuk menjaga kerahasiaannya. Registrasi dikuti kegiatan anonimasi, yaitu proses memberikan nomor kode kasus dan menghilangkan seluruh identitas pasien. c. Langkah 3. Pemlihan kasus dan pengkajinya, serta penjadwalan pengkajian.
Setelah kasus- kasus kematian yang akan dikaji ditetapkan, langkah selanjutnya adalah memilih pengkaji (internal dan eksternal). Sekretariat AMP Kabupaten /Kota selanjutnya menyusun jadwal pelaksanaan pertemuan pengkaji.
d. Langkah 4. Penggandaan dan pengiriman bahan kajian
Bahan kajian yang telah dinyatakan lengkap, kemudian digandakan untuk arsip dan dikirim kepada pengkaji internal dan eksternal sehingga dapat diterima beberapa hari sebelum pelaksanaan kajian.
e. Langkah 5 Pertemuan pengkajian kasus
Presentasi kasus oleh para petugas yang terlibat tidak diperkenankan lagi dilakukan. Sebagai gantinya, data mengenai kasus meninggal diwakili oleh formulir yang telah diisi selengkap mungkin. Ada tiga hal yang harus
(45)
dilakukan oleh tim pengkaji ketika melakukan pertemuan pengkajian kasus: analisis kematian, klasifikasi penyebab kematian, penyusunan rekomendasi. f. Langkah 6: Pendataan dan pengolahan hasil kajian
Pertemuan pengkajian kasus diakhiri dengan pendataan hasil kajian, agar dapat diolah(ditabulasi, dihitung, dan dibandingkan),maka harus ada kesepakatan tentang data apa saja yang dihasilkan dan dicatat dari pertemuan AMP.
g. Langkah 7: Pemanfaatan Hasil Kajian
Hasil kajian dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran/pembinaan ditujukan kepada seluruh komponen komunitas pelayanan. Untuk keperluan perencanaan, hasil kajian dan rekomendasi akan didistribusikan oleh sekretariat AMP kepada seluruh komponen komunitas pelayanan sesuai kebutuhannya. Waktu pengiriman disesuaikan dengan waktu dilakukannya penyusunan rencana kerja tahunan pihak – pihak bersangkutan (kemenkes, 2010)
2.2Evaluasi
Menurut Azwar (1996) Evaluasi (Penilaian) adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau tingkat keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan atau suatu proses yang teratur dan sistimatis yang dapat membandingkan hasil yang dicapai dengan tolok ukur atau kriteria yang telah ditetapkan , dilanjukan dengan pengambilan kesimpulan serta
(46)
memberikan saran- saran yang dapat dilakukan pada setiap tahap pelaksanaan program. Penilaian dibedakan atas tiga macam :
1. Penilaian pada tahap awal program (formative evaluation ) untuk menyakinkan bahwa rencana yang disusun benar – benar telah sesuai dengan masalah yang ditentukan
2. Penilaian pada saat pelaksanaan program (formative evaluation) untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tdak dan apakah terjadi penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari program tersebut .
3. Penilaian pada tahap akhir program (sumative evaluation) untuk mengukur keluaran (out put) serta mengukur dampak (impact) yang dihasilkan .
Evaluasi bertujuan memperbaiki efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program untuk memperbaiki fungsi manajemen dan berorientasi ke depan.
Terdapat bebrapa tahap evaluasi yakni :(1) Evaluasi terhadap input, dilaksanakan sebelum program dijalankan dengan tujuan bahwa pemanfaatan sumber daya sudah sesuai dengan standar dengan kebutuhan atau tidak ; (2) Evaluasi terhadap proses, dilaksanakan pada saat kegiatan berlangsung untuk mengetahui efektivitas , metode, motivasi dan komunikasi antara staf dan sebagainya; dan (3) Evaluasi terhadap out put (summative evaluation, impact evaluation) dilaksanakan setelah kegiatan selesai , untuk mengetahui kesesuaian out put, effect atau outcome program dengan target yang ditetapkan sebelumnya (Muninjaya , 2004). Sedangkan
(47)
Rienke (1994) mengatakan evaluasi harus dipandang sebagai suatu cara perbaikan pembuatan keputusan guna tindakan – tindakan dimasa yang akan datang .
Menurut Dunn (2003) mengatakan bahwa evaluasi kebijakan merupakan hal yang bekenaan dengan informasi mengenai nilai atau manfaat dari hasil mengenai nilai atau manfaat dari hasil kebijakan yang mana jika mempunyai nilai akan memberikan sumbangan pada tujuan atau sasaran. Ada tiga pendekatan dalam evaluasi implementasi kebijakan yaitu evaluasi semu, evaluasi formal dan evaluasi keputusan teoritis.
Menurut Cole dan Parston (2006) untuk menilai kinerja program pelayanan publik melalui tahapan- tahapan yang cukup panjang dimulai dari input sampai outcome sebagai berikut :
1) Input yaitu sumber daya berupa keuangan , tenaga yang dipergunakan , untuk menghasilkan produk atau layanan suatu program atau organisasi.
2) Proses yaitu serangkaian kegiatan yang dilaksanakan program atau organisasi untuk mencapai tujuan.
3) Output yaitu keluaran berupa produk atu layanan yang dihasilkan suatu program atau organisasi
4) Outcome yaitu dampak , manfaat atau konsekuensi yang dihasilkan dari output suatu program atau organisasi terdiri dari hasil awal , hasil jangka menengah maupun hasil jangka panjang.
(48)
Menurut WHO,1990 (Zubaidah, 2006) Evaluasi adalah suatu cara yang sistematis untuk memperbaiki kegiatan- kegiatan yang sedang berjalan serta untuk meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan menyeleksi secara seksama alternatif - alternatif tindakan yang akan datang.
Evaluasi dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu : (1) Evaluasi terhadap masukan (input) meliputi pemanfaatan berbagai sumber daya , baik sumber dana , tenaga dan sumber sarana ; 2) evaluasi terhadap proses (process) lebih dititik beratkan pada pelaksanaan program , apakah sesuai rencana , mulai dari perencanaan pengorganisasian dan pelaksanaan (3) Evaluasi terhadap keluaran (output) evaluasi terhadap dampak (outcame) Azwar (2004).
Evaluasi secara umum dapat dibagi atas tiga jenis yakni : pertama adalah evaluasi pada tahap awal (formative evaluation). Tujuan utamanya ialah untuk menyakinkan bahwa rencana yang akan disusun benar- benar telah sesuai dengan maslah yang ditemukan, dalam arti dapat menyelesaikan masalah. Evaluasi dimaksud mengukur kesesuaian program dengan masalah yang ditemukan dan atau kebutuhan masyarakat, dalam arti dapat menyelesaikan masalah disebut pula dengan study penjajakan kebutuahan (need assesment study). Kedua adalah evaluasi tahap pelaksanaan (promotive evaluation) tujuan utama ialah untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan tersebut telah sesuai dengan rencana atau tidak , atau apakah terjadi penyimpangan- penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian tujuan dari program tersebut. Ketiga adalah evaluasi tahap akhir (sumative evaluation) ialah saat program telah selesai dilaksanakan. Tujuan utama secara
(49)
umum dapat dibedakan atas dua macam yakni untuk mengukur keluaran (out put) serta mengukur terhadap dampak (out come) yang dihasilkan Azwar (1996 )
2.2.1 Tujuan Evaluasi
Menurut Subarsono (2005), evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat dirinci sebagai berikut:
1) Menentukan tingkat kinerja (efektifitas) suatu kebijakan . Melalui evaluasi dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan
2) Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Melalui evaluasi dapat diketahui beberapa biaya dan manfaat dari sutu kebijakan
3) Mengukur tingkat keluaran (outcme) suatu kebijakan
4) Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif. 5) Untuk mengetahui adanya penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk
mengetahui adanya penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target
6) Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan datang. Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.
7) Untuk mengetahui adanya penyimpangan . Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.
(50)
2.2.2 Indikator Evaluasi
Untuk menilai keberhasilan suatu kebijakan perlu dikembangkan beberapa indikator atau kriteria evaluasi yang dikembangkan oleh Dunn (2003) yaitu: (1) efektifitas , apakah hasil yang diinginkan telah tercapai; (2) kecukupan, seberapa jauh hasil yang telah tercapai dapat memecahkan masalah; (3) pemerataan, apakah biaya dan manfaat didistribusikan merata kepada kelompok masyarakat yang berbeda; (4) responsivitas, apakah hasil kebijakan memuat nilai kelompok dan dapat memuaskan; (5) apakah hasil yang dicapai bermanfaat.
2.3 Pendekatan Sistem dalam Evaluasi Kegiatan
Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur atau berfungsi satu kesatuan organisasasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan ( Azwar, 1996)
Stoner james A. F (1996) dalam Adiwidjaja mengemukakan bahwa komponen sistem meliputi komponen masukan (input), proses transformasi (proses), keluaran (out put) dan umpan balik seperti yang tercantum dalam gambar 2.3.
(51)
Gambar 2.2 Pendekatan Sistem dalam Evaluasi Kegiatan menurut Stoner James A.F 1996 (Adiwijaja,2000)
Penjelasan lebih lanjut dari komponen diatas adalah : 1. Masukan
Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut. Masukan merupakan kumpulan sumber daya dan energi yang akan ditransformasi sehingga akan menghasilkan keluaran tertentu.
2. Proses
Yang dimaksud dengan proses adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Transformasi masukan menjadi keluaran dapat dilihat sebagai
(52)
proses pelaksanaan fungsi tertentu. Transformasi masukan menjadi keluaran dipengaruhi oleh lingkungan eksternal yang merupakan unsur diluar organisasi dan relevan dengan kegiatan organisasi
3. Keluaran
Yang dimaksud dengan keluaran adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut. Keluaran merupakan merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi baik berupa barang dan tujuan atau jasa seperti pelayanan atau produk lain (kepuasan)
4. Umpan Balik
Yang dimaksud umpan balik (feed Back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut. Umpan balik menggambarkan informasi yang dikumpulkan sepanjang proses sehingga dimungkinkan dilakukan pengambilan keputusan tentang perlu tidaknya suatu keputusan dilakukan perubahan.
5. Lingkungan
Yang dimaksud lingkungan (enviroment) adalah dunia luar sistem yang dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. Menurut Stoner James A.F (Adiwidjaja, 2000) lingkungan eksternal mempengaruhi masukan serta proses transformasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan eksternal mencakup faktor- faktor seperti peraturan pemerintah, kebijakan
(53)
ekonomi, penyediaan tenaga kerja, kondisi geografis atau hal-hal lain yang mempengaruhi sumber daya dan proses pelaksanaan.
2.4 Kerangka Pikir
Berdasarkan rumusan masalah dan landasan teori, maka dapat dirumuskan kerangka pikir penelitian seperti pada gambar 2.3
(54)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang menggunakan metode wawancara mendalam (indepth interview) untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan AMP dalam penurunan AKI dan AKB di Kabupaten Langkat Tahun 2014
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi
Penelitian dilakukan di Kabupaten Langkat, dengan alasan merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang masih memiliki masalah kesehatan ibu dan anak, khususnya kematian ibu dan neonatal, serta masih tingginya proporsi ibu bersalin dengan komplikasi.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini diawali dari persetujuan judul penelitian, konsultasi, seminar kolokium, penelitian lapangan dan seminar hasil membutuhkan waktu selama 8 (delapan bulan) dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Agustus 2014
3.3 Pemilihan Informan
Informan dalam penelitian ini adalah tim AMP kabupaten yang berjumlah 11 orang terdiri dari 1 orang Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 1 orang
(55)
dokter spesialis kandungan dari RSUD Tanjung Pura, 1 orang Kepala Bidang Pelayanan medis RSUD Tanjung Pura, 1 orang Kepala Bidang Kesehatan Keluarga, dan 1 orang kepala seksi KIA, 3 orang kepala puskesmas , dan 3 orang bidan koordinator puskesmas.
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Pengumpulan data yang dilakukan yaitu melalui data primer dengan cara wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan berdasarkan pedoman wawancara yang telah disusun. Dalam wawancara peneliti menggunakan alat perekam, alat tulis dan kamera. Alat bantu ini tidak digunakan sekaligus namun disesuaikan dengan kebutuhan yang dirasakan pada saat pengumpulan data. Wawancara dilakukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten langkat, dokter spesialis kandungan, Kepala bidang pelayanan medik, kepala bidang kesehatan Keluarga dan kepala seksi KIA, Kepala puskesmas dan Bidan Koordinator Puskesmas. Serta peneliti melakukan observasi terhadap pelaksanaan AMP yang dilakukan di Kabupaten Langkat.
3.4.2 Data Skunder
Data diperoleh dari telaah dokumen berupa laporan tertulis dari puskesmas maupun data yang ada di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat.
Uji keabsahan dilakukan dengan teknik trianggulasi data. Proses trianggulasi data dilakukan terus menerus sepanjang proses mengumpulkan data dan analisis
(56)
data, sampai suatu saat peneliti yakin bahwa sudah tidak ada lagi perbedaan-perbedaan dan tidak ada lagi yang perlu dikonfirmasi kepada informan.
3.5 Metode Analisa Data
Analisis data penelitian ini berasal dari berbagai sumber informasi yang didapat dari primer maupun data sekunder. Proses analisa data dimulai dengan menelaah data maka langkah dalam pengolahan data dilakukan dengan mencatat, membuat matriks yang selanjutnya diinterprestasikan dalam bentuk deskriptif sesuai dengan variabel yang ada, selanjutnya menarik kesimpulan.
Berdasarkan metode tersebut, maka langkah- langkah yang ditempuh dalam menganalisa isi yaitu:
a. Mengolah seluruh data wawancara mendalam .
b. Mengelola, membaca dan mempelajari secara menyeluruh jenis data yang sudah dikumpulkan untuk persiapan penyusunan uraian dasar dalam penyajian data. c. Menyajikan data ke dalam bentuk deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian,
dengan menjaga kerahasiaan dalam penelitian tersebut d. Membuat kesimpulan dari hasil analisa data.
(57)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Langkat 4.1.1. Letak Geografis Kabupaten Langkat
Kabupaten Langkat terletak diantara 3º4’ dan 4º3’ Lintang Utara serta antara 97º52’ dan 98º45’ Bujur Timur dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumatra dan Kabupaten Aceh Timur (Propinsi Nangroe Aceh Darussalam)
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang c. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Karo
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sumatra dan Kabupaten Aceh Tenggara (Propinsi Nangroe Aceh Darussalam)
Luas wilayah Kabupaten Langkat adalah 6.263.29 km² yang secara topografi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :
a. Pesisir Pantai ketinggian 0-4 meter dari permukaan laut
b. Dataran rendah dengan ketinggian 4-30 meter dari permukaan laut. c. Dataran tinggi ketinggian 30-1200 meter dari permukaan.
Secara administrasi Kabupaten Langkat dibagi atas 23 kecamatan, 37 kelurahan dan 240 desa. Dalam melaksanakan pembangunan Kabupaten Langkat dibagi menjadi 3(tiga) wilayah pembangunan, yaitu antara lain :
(58)
1. wilayah pembangunan i, yaitu wilayah Langkat Hulu, yang terdiri dari Kecamatan Bahorok, Salapian, Kuala, Selesai, Binjai dan Sei Bingei.
2. Wilayah pembangunan II, yaitu Wilayah Langkat Hilir, yang terdiri dari Kecamatan Stabat, Secanggang, Hinai, Padang Tualang dan Tanjung Pura
3. Wilayah pembangunan III, yaitu Wilayah Teluk Haru, yang terdiri dari Kecamatan Gebang, Berandan Barat, Sei Lepan, Babalan, Pangkalan Susu, Besitang dan Pematang Jaya
Tabel 4.1 Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Langkat Tahun 2013 No Nama Kecamatan Luas Area (KM²) Persentase
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Bahorok Serapit Salapian Kutambaru Sei Bingei Kuala Selesai Binjai Stabat Wampu Secanggang Hinai Padang Tualang Batang Serangan Sawit Seberang Tanjung Pura Gebang Babalan Sei Lepan Berandan Barat Pangkalan Susu Besitang Pematang Jaya 1.101,84 98,5 221,73 236,84 333,17 206,23 167,72 42,05 108,85 194,21 231,19 105,26 221,14 899,38 209,10 179,61 178,49 76,41 280,68 89,80 151,35 720,75 209 17,59 1,57 3,54 3,78 5,32 3,29 2,68 0,67 1,74 3,10 3,69 1,68 3,53 14,36 3,34 2,87 2,85 1,22 4,48 1,43 2,42 11,51 3,34
Jumlah Kabupaten Kota 6263,30 100,00
(59)
Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan di Kabupaten Langkat, luas daerah terbesar adalah Kecamatan Bahorok dengan luas 1.101,84 km² (17,59%), diikuti Kecamatan Batang Serangan dengan luas 899,38 km² (14,36%), sedangkan luas daerah terkecil adalah Kecamatan Binjai dengan Luas 42,5 km² (0,67%) dan Kecamatan Gebang dengan Luas 76,41 km² (1,22%) dari total Kabupaten Langkat.
Tabel 4.2 Jumlah Desa/Kelurahan Per Puskesmas di Kabupaten Langkat Tahun 2013
No Nama Kecamatan Puskesmas Desa/Kelurahan
1 Bahorok Bahorok 14
Bukit Lawang 6
2 Serapit Serapit 10
3 Salapian Tanjung Langkat 16
4 Kutambaru Marike 8
5 Sei Bingei Namu Ukur 8
Namu Trasi 8
6 Kuala Kuala 16
7 Selesai Selesai 14
8 Binjai Sambi Rejo 7
9 Stabat Stabat 6
Kareng Rejo 6
10 Wampu Stabat Lama 14
11 Secanggang Hinai Kiri 5
Desa Teluk 9
Secanggang 3
12 Hinai Tanjung Beringin 13
13 Padang Tualang Tanjung Selamat 12
14 Batang Serangan Sei Bamban 8
15 Sawit Seberang Sawit Seberang 7
16 Tanjung Pura Pantai Cermin 19
17 Gerbang Gerbang 11
18 Babalan Securai 4
Pangkalan 4
Berandan
19 Sei Lepan Desa Lama 14
(60)
Tabel 4.2 (Lanjutan)
No Nama Kecamatan Puskesmas Desa/Kelurahan
21 Pangkalan Susu Pangkalan Susu 6
Beras Basah 5
22 Besitang Besitang 9
23 Peamatang Jaya Peamatang Jaya 8
Jumlah 277
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2013
Dari tabel di atas terlihat bahwa Kecamatan yang memiliki desa/kelurahan terbanyak adalah Kecamatan Bahorok yaitu sebanyak 20 desa/kelurahan, disusul Kecamatan Tanjung Pura yaitu 19 desa/kelurahan, Kecamatan Secanggang 17 desa/kelurahan dan kecamatan Sei Bingei dan Kuala yaitu masing-masing sebanyak 16 desa/kelurahan. Sementara untuk jumlah desa/kelurahan terkecil terdapat di Kecamatan Binjai, Sawit Seberang dan Berandan Barat yakni masing-masing berjumlah 7 desa/kelurahan.
4.1.2. Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan hasil sensus penduduk oleh BPS pada tahun 2013 jumlah penduduk Kabupaten Langkat adalah sebesar 976.885 jiwa dengan jumlah laki-laki sebanyak 492.424 jiwa dan perempuan sebanyak 484.461 jiwa, dengan jumlah rata-rata jiwa / rumah tangga sebesar 4,01% sedangkan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,14%.
Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten langkat sebesar 155,92% jiwa/km². Secara keseluruhan wilayah Kabupaten Langkat mempunyai tingkat kepadatan yang tidak sama antara satu Kecamatan dengan kecamatan lainya, pada umumnya daerah
(61)
perkotaan (Kecamatan Binjai dan Stabat) mempunyai kepadatan yang dapat menimbulkan permasalahan kesehatan jika tidak dilakukan intervensi terutama dalam masalah lingkungan, kepadatan yang dimaksud adalah jumlah penduduk, perumahan/tempat tinggal, susunan pertokoan, tempat pembuangan sampah atau limbah baik rumah tangga dan pertokoan.Demikianjuga halnya dengan yang mempunyai kepadatan rendah (Kecamatan Bahorok, Batang Serangan dan Sawit Seberang) karena biasanya mempunyai wilayah-wilayah yang sulit dijangkau oleh kendaraan karena penduduknya mempunyai akses yang kecil terhadap pelayanan kesehatan sehingga dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah kesehatan di lingkungan dan masyarakat.
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
No Kelompok Umur (tahun) Jumlah Penduduk Laki - laki
Jumlah Penduduk Perempuan Jumlah Penduduk Laki-laki & Perempuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
0 - 4 5 - 9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 40 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 – 59 60 - 64 65 - 69 70 - 74 75 + 53.037 50.251 51.877 47.934 40.672 39.841 38.493 35.446 32.790 29.334 24.891 18.665 10.864 6.917 5.514 5.898 50.482 47.923 48.964 45.157 40.498 39.880 38.614 36.091 32.778 29.355 24.061 17.583 10.911 8.000 6.452 7.757 103.519 9.817 100.841 93.091 81.170 79.721 77.107 71.537 65.568 58.689 48.907 36.248 21.775 14.917 11.966 13.655
Jumlah 492,424 484,461 976,885
(62)
Dari tabel diatas menunjukkan kelompok umur 0 – 4 tahun merupakan proporsi yang paling banyak yakni 103.519 jiwa, disusul kelompok umur 10 – 14 tahun yakni 100.841 jiwa dan yang terendah adalah kelompok umur 70 – 74 tahun yakni 11.966 jiwa.
4.1.3 Agama
Agama di Kabupaten Langkat mayoritas Islam, agama yang lain adalah Protestan,Katolik, Budha dan Hindu. rumah ibadah bagi umat beragama di Kabupaten Langkat cukup memadai.jumlah mesjid 1.041 buah, mushalla dan langgar sebanyak 988 buah, gereja 292 buah, kuil 8 buah dan vihara sebanyak 22 buah.
4.1.4. Sarana dan Tenaga Kesehatan
Sarana Kesehatan di Kabupaten Langkat terdiri atas 1 (satu)rumah sakit umum milik pemerintah, 3 (tiga) rumah sakit umum milik swasta dan 2 (dua) rumah sakit milik BUMN, 30 (tiga puluh) puskesmas yang terdiri atas Puskesmas Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergency Komprehensif (PONEK) dan 20 (dua puluh) Puskesmas Pelayanan Obstetrik Emergency Dasar (PONED), 219 Pos Kesehatan Desa, 1308 Posyandu dan 33 Apotik.
Sementara untuk tenaga Kesehatan Kabupaten Langkat memiliki 14 orang Dokter Spesialis, 181 orang Dokter Umum, 52 orang Dokter Gigi,513 orang Bidan (belum termasuk Bidan PTT), 481 orang Perawat, 44 orang tenaga Farmasi, 45 orang tenaga Gizi, 54 orang Tenaga Kesehatan Masyarakat, 28 orang Tenaga Sanitasi dan 22 orang tenaga Tekhnisi Medis.
(63)
Tabel 4.4. Jarak Puskesmas ke Stabat di Kabupaten Langkat Tahun 2013
No Nama Kecamatan Puskesmas Jarak (KM²)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Bahorok Serapit Salapian Kutambaru Sei Bingei Kuala Selesai Binjai Stabat Wampu Secanggang Hinai Padang Tualang Batang Serangan Sawit Seberang Tanjung Pura Gebang Babalan Sei Lepan Brandan Barat Pangkalan Susu Besitang Pematang Jaya Bahorok Bukit Lawang Serapit Tanjung Langkat Marike Namu Ukur Namu Trasi Kuala Selesai Sambi Rejo Stabat Karang Rejo Stabat Lama Hinai Kiri Desa Teluk Secanggang Tanjung Beringin Tanjung Selamat Sei Bamban Sawit Seberang Pantai Cermin Gebang Securai Pangkalan Brandan Desa Lama Tangkahan Durian Pangkalan Susu Beras Basah Besitang Pematang jaya 70 73 60 55 65 45 43 40 30 23 0 3 5 23 28 30 14 36 31 28 18 32 40 43 40 45 63 65 61 75 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat Tahun 2013
Dari tabel di atas terlihat bahwa jarak terjauh dari Kecamatan ke Stabat adalah Kecamatan Pematang Jaya yakni 75 km, disusul oleh kecamatan Bahorok yang terbagi atas 2 (dua) bagian yakni Puskesmas Bukit Lawang 73 km dan Bahorok 70
(64)
km, sementara Puskesmas terdekat adalah Kecamatan Stabat yakni 0 -3 km dan Kecamatan Wampu yakni 5 km.
Tabel 4.5 Jumlah Bidan PTT per Puskesmas di Kabupaten Langkat Tahun 2013
No Nama Kecamatan Puskesmas Bidan PTT
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Bahorok Serapit Salapian Kutambaru Sei Bingei Kuala Selesai Binjai Stabat Wampu Secanggang Hinai Padang Tualang Batang Serangan Sawit Seberang Tanjung Pura Gebang Babalan Sei Lepan Brandan Barat Pangkalan Susu Besitang Pematang Jaya Bahorok Bukit Lawang Serapit Tanjung Langkat Marike Namu Ukur Namu Trasi Kuala Selesai Sambi Rejo Stabat Karang Rejo Stabat Lama Hinai Kiri Desa Teluk Secanggang Tanjung Beringin Tanjung Selamat Sei Bamban Sawit Seberang Pantai Cermin Gebang Securai Pangkalan Brandan Desa Lama Tangkahan Durian Pangkalan Susu Beras Basah Besitang Pematang jaya 17 9 17 18 14 25 20 26 36 17 7 10 30 9 21 5 16 16 14 7 26 12 4 1 10 18 2 4 12 4
Jumlah 427
(65)
Tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah bidan PTT secara keseluruhan di Kabupaten Langkat adalah sebanyak 427 orang. Jumlah terbanyak terdapat di wilayah puskesmas Selesai sebanyak 36 orang dan Stabat lama 30 orang. Sementara untuk jumlah terkecil berada di wilayah puskesmas Pangkalan Berandan dan Pangkalan Susu. Namun bila disesuaikan dengan jumlah desa di tiap puskesmas maka sebenarnya jumlah PTT terbanyak berada di puskesmas Selesai dengan jumlah desa yang hanya berjumlah 14 desa dan bidan PTT sebanyak 36 orang, Puskesmas Namu Ukur dengan jumlah desa/ kelurahan sebnayak 8 (delapan) dan jumlah bidan PTT sebanyak 25 orang serta puskesmas Desa Teluk diman desa /kelurahannya berjumlah 9 (sembilan) desa dan bidan PTT berjumlah 21 orang.jumlah tersebut menunjukkan bahwa tiap 1 (satu) desa mempunyai lebih dari 1(satu) bidan PTT dan hal ini berbanding terbalik dengan jumlah desa yang ada di puskesmas Pematang Jaya yang berjumlah 8 (delapan) desa dan bidan PTT hanya 4 (empat) orang, puskesmas Pangkalan Susu yang jumlah desa sebanyak 6 (enam) desa dan bidan PTT berjumlah 2 (dua) orang serta puskesmas desa lama yang jumlah desanya 14 dan bidan PTT berjumlah 10 orang.selain itu masih ada puskesmas yang masih membutuhkan bidan PTT di desa wilayah kerjanya.
(66)
Tabel 4.6 Jumlah Posyandu per Puskesmas di Kabupaten Langkat Tahun 2013
No Nama Kecamatan Puskesmas Posyandu
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Bahorok Serapit Salapian Kutambaru Sei Bingei Kuala Selesai Binjai Stabat Wampu Secanggang Hinai Padang Tualang Batang Serangan Sawit Seberang Tanjung Pura Gebang Babalan Sei Lepan Brandan Barat Pangkalan Susu Besitang Pematang Jaya Bahorok Bukit Lawang Serapit Tanjung Langkat Marike Namu Ukur Namu Trasi Kuala Selesai Sambi Rejo Stabat Karang Rejo Stabat Lama Hinai Kiri Desa Teluk Secanggang Tanjung Beringin Tanjung Selamat Sei Bamban Sawit Seberang Pantai Cermin Gebang Securai Pangkalan Brandan Desa Lama Tangkahan Durian Pangkalan Susu Beras Basah Besitang Pematang jaya 56 58 22 51 34 39 35 70 77 51 40 47 60 27 37 25 51 56 46 39 89 49 36 27 60 25 30 26 47 28
Jumlah 1308
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah posyandu terbanyak terdapat di kecamatan Tanjung Pura dan kecamatan Secanggang sebanyak 89 posyandu, menyusul kecamatan Stabat sebanyak 87 Posyandu dan Kecamatan Bahorok
(67)
sebanyak 84 posyandu. Sementara untuk jumlah Posyandu terkecil terdapat di kecamatan Serapit yakni 22 Posyandu, disusul Kecamatan Berandan Barat 25 Posyandu dan Pematang jaya 28 Posyandu.
4.1.5 Situasi Derajat Kesehatan
Unsur kualitas hidup dan unsur mortalitas sangat mempengaruhi Derajat Kesehatan yang optimal, dalam hal ini unsur kualitas hidup yang digunakan sebaga indikator adalah Umur Harapan Hidup (UHH), Angka Kematian Balita per 1000 Kelahiran Hidup dan Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran Hidup . Untuk Kabupaten Langkat pada tahun 2013 UHH yakni 70 tahun.
Angka kematian merupakan indikator yang paling baik untuk dijadikan sebagai standart keberhasilan pembangunan kesehatan di satu wilayah. Dalam bidang kesehatan angka kematian dimaksud adalah angka kematian ibu, bayi dan balita, dengan adanya angka kematian ini dapat dilihat bagaimana sebenarnya proses pelaksanaan pelayanan dan fasilitas kesehatan telah dirasakan dan diterima oleh ibu dan bayi. Namun yang menjadi kendala adalah untuk menghitung angka-angka tersebut diperlukan data yang sangat lengkap sehingga diperlukan suatu kegiatan khusus seperti survey atau penelitian. Hal ini dikarenakan pengumpulan data di Kabupaten Langkat belum tercatat dengan baik karena tidak banyaknya bidan yang melaporkan kejadian kematian, padahal seharusnya kejadian tersebut dilaporkan oleh para bidan di desa, baik bidan desa atau bidan praktek swasta di tempat mereka bekerja. Namun demikian berikut ini akan disajikan angka kematian yang dihitung berdasarkan hasil perhitungan rutin yaitu :
(68)
Tabel 4.7 Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Balita dan Angka Kematian Ibu di Kabupaten Langkat Tahun 2008 – 2013
Angka Kematian No Tahun
Jumlah Kelahiran Hidup Bayi (orang) Per 1000 KH Balita (orang) Per 1000 KH Ibu (orang) Per 100.000 KH 1 2 3 4 5 6 2008 2009 2010 2011 2012 2013 23.086 25.991 20.477 20.477 22.091 21.932 78 187 127 123 70 54 3,38 7,19 6,20 6,02 3,17 2,46 - - 139 103 76 31 - - 6.79 5.04 3.44 1,41 14 20 17 23 17 9 60,64 76,95 83,02 112,49 76,95 41,03 Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat
Tabel diatas terlihat bahwa terjadi penurunan angka kematian dari bayi, balita dan ibu pada tahun 2013. Namun demikan angka tersebut tidak dapat dijadikan standart karena kemungkinan masih banyak kemungkin yang tidak dilaporkan.oleh karena itu diperlukan pencatatan dan pelaporan yang lebih teliti dari sarana yang paling dasar seperti posyandu dan bidan desa. Tabel di atas dapat di perjelas dengan grafik dibawah ini :
Gambar 4.1 Grafik Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita tahun 2008-2013 di Kabupaten Langkat
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
2008 2009 2010 2011 2012 2013
bayi AKI Balita
(69)
Gambar diatas menunjukkan bahwa terjadi kenaikan angka kematian dari tahun 2009 untuk ibu dan bayi sementara untuk balita tidak ada yang masuk sehingga tidak dapat tergambarkan, namun kesemuaanya terlihat semakin menurun sampai tahun 2013,meskipun untuk AKI pada tahun 2011 mengalami peningkatan jumlah kematian.
Tabel 4.8 Jumlah Kunjungan K1 dan K4 pada Ibu Hamil Kabupaten Langkat Tahun 2013
No Kecamatan Puskesmas Ibu Hamil
Jumlah Kl % K4 %
1 Bahorok Bahorok 672 623 92,71 560 83,33 Bukit Lawang 401 388 96,76 231 57,61 2 Serapit Serapit 419 393 93,79 307 73,27 3 Salapian Tanjung Langkat 890 657 73,82 654 73,48 4 Kutambaru Marike 309 302 97,73 348 112,62 5 Sei Bingei Namu Ukur 658 613 93,16 504 76,60
Namu Nasi 580 543 53,62 401 69,14
6 Kuala Kuala 941 944 100,32 754 80,13
7 Selesai Selesai 1663 1556 93,57 1297 77,99 8 Binjai Sambi Rejo 967 917 94,83 791 81,80
9 Stabat Stabat 958 779 81,32 791 82,57
Karang Rejo 941 791 84,06 717 76,20 10 Wampu Stabat Lama 968 993 102,58 798 82,44 11 Secanggang Hinai Kiri 399 309 77,44 281 70,43 Desa Teluk 932 759 81,44 551 59,12 Secanggang 336 336 100,00 422 125,60 12 Hinai Tanjung 1141 1150 100,79 1021 89,48
Beringin
13 Padang Tanjung Selamat 1199 1143 95,33 1107 92,33 Tualang
14 Batang Serangan Sei Bamban 913 930 101,86 787 86,20 15 Sawit Seberang Sawit Seberang 678 706 104,13 622 91,74 16 Tanjung Pura Pantai Cermin 1609 1556 96,71 1459 90,68 17 Gebang Gebang 1192 1261 105,79 876 73,49 18 Babalan Securai 854 811 94,96 542 63,47 PangkalanBerandan 571 690 120,84 698 122,24 19 Sei Lepan Desa Lama 1211 1247 102,97 1106 91,33
(70)
Tabel 4.8 (Lanjutan)
No Kecamatan Puskesmas Ibu Hamil
Jumlah Kl % K4 %
20 Berandan Barat TangkahanDurian 599 460 76,79 462 77,13 21 PangkalanSusu Pangkalan Susu 583 573 98,28 535
Beras Basah 594 683 114,98 382 64,31 22 Besitang Besitang 1375 1251 90,98 1255 91,27 23 Pematang Jaya Pematang Jaya 360 358 99,44 284 78,89
Jumlah 24.913 23.722 95,22 20,543 82,46
Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Langkat Tahun 2013
Tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah kunjungan K1 terbanyak terdapat di Puskesmas Pangkalan Berandan yakni 690 kunjungan (120.84%) dari 571 ibu hamil, disusul oleh Puskesmas Beras Basah yakni 683 kunjungan (114.98%) dari 594 ibu hamil dan menyusul 6 puskesmas lain. Jumlah ini melebihi target yang telah ditetapkan oleh puskesmas, hal ini terjadi karena banyaknya ibu hamil atau pendatang baru pada awal pembuatan target pencapaian ibu hamil belum termasuk menjadi penduduk di wilayah puskesmas tersebut. Target yang ingin dicapai pada tahun 2013 untuk kunjungan K1 di Kabupaten Langkat adalah 95% dari seluruh jumlah ibu hamil pada masing-masing puskesmas.
Pada kunjungan K4 didapati jumlah terbanyak di Puskesmas Secanggang yakni sebesar 422 kunjungan (125.60%) dari ibu hamil, menyusul Puskesmas Pangkalan Berandan sebanyak 698 kunjungan (122.24%) dari 571 ibu hamil. Tidak jauh berbeda dengan K1 pencapaian kunjungan K4 juga melewati target yang ingin dicapai, hal ini terjadi karena banyaknya pendatang baru yang bukan merupakan penduduk di wilayah puskesmas tersebut. Sementara untuk kunjungan terendah terdapat di puskesmas Bukit Lawang yakni sebanyak 231 kunjungan (57.61%) dari
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)