Pengantar Faktor Ekonomi ANALISIS DATA

BAB V ANALISIS DATA

5.1 Pengantar

Pada bab ini data-data yang telah didapatkan dan dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif, dimana data yang disajikan berupa deskripsi mengenai peristiwa dan pengalaman penting dari kehidupan atau bagian pokok kehidupan seseorang. Data-data yang didapatkan diperoleh peneliti dengan menggunakan teknik wawancara dengan informan. Analisis data adalah proses menjadikan data yang memberikan pesan pada pembaca. Melalui analisis data, maka data yang diperoleh tidak lagi diam melainkan berbicara. Analisis data menjadikan data itu mengeluarkan maknanya, sehingga para pembaca tidak hanya mengetahui data itu, melainkan juga mengetahui apa yang dibalik data itu Siagian, 2011:227. Informan yang digunakan dalam penelitian sebanyak 9 orang, dengan komposisi 4 orang informan utama, 4 orang informan tambahan dan 1 orang informan kunci dimana seluruh informan adalah bersuku Jawa. Pada setiap informan, peneliti melakukan wawancara mendalam untuk memperoleh data mengenai faktor-faktor penyebab pernikahan usia muda. 5.2 Hasil Temuan 5.2.1 Informan Utama I: Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda Nama : IBN Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Umur Menikah : 16 Tahun Universitas Sumatera Utara Pekerjaan : Buruh Pendidikan terakhir : SMP IBN adalah anak ke 3 dari 4 bersaudara, keseluruhan saudaranya adalah perempuan, IBN juga masih memiliki orang tua yang lengkap. Seperti halnya IBN, ibunya juga berkerja sebagai buruh tani merangkap sebagai ibu rumah tangga. Saat ini kakak IBN masih bersekolah. Kakak keduanya masih duduk dibangku SMA dan adiknya duduk dibangku SMP. Sedangkan kakak pertama sudah tidak bersekolah lagi sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dengan bekerja. Kakak pertama bekerja menjaga sebuah toko grosir yang dimiliki oleh tetangganya. Berikut penuturan IBN: “Orang tua Alhamdulillah masih lengkap kak, dan masih bekerja dua-dua bantu-bantu beladang kalau ada yang nyuruh kak. Saya empat bersaudara kak, empat-empat perempuan kami. Kakak yang kedua masih SMA, kalau kakak yang nomor dua SMP. Kakak pertama saya sudah tidak bersekolah lagi. Sekarang udah berkerja jaga toko tetangga”. Upah yang diterima yaitu Rp 800.000 Delapan ratus ribu rupiah perbulannya. Upah yang diterima oleh ayah dan ibu sebesar Rp 1.500.000 Satu juta Lima ratus ribu rupiah dari upah yang didapatkan itulah nantinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk biaya sekolah anak-anaknya. Melalui pernikahan usia muda yang dilakukannya, IBN mengaku hal tersebut justru membantu meringankan perekonomian keluarganya. Seperti yang dituturkannya: Universitas Sumatera Utara ”Kalau kebutuhan sehari-hari ayah sama mamak kerja sama dibantu kakak jugak la, sekarang tanggungan mamak berkurang satu sayakan udah berkeluarga sekarang. Bisa ngurangi beban mamak sedikit.” IBN telah mulai mengenal pacaran pada usia 15 tahun yang pada waktu itu masih duduk dibangku SMP Sekolah Menengah Pertama. “Saya mulai pacaran dulu kelas dua SMP kalau gak salah kak . Pacar saya banyak si dulu kalau berapanya gak ingat lagi saya kak adalah beberapa juga yang ingat”. Sejak IBN duduk dibangku SMP sampai akhirnya menikah, IBN kerap kali bergonta-ganti pasanagan dan tempat favorit yang sering dikunjungi responden adalah lapangan golf. Lapangan golf merupakan salah satu tempat wisata yang ada di Kecamatan Rantau. Biasanya lapangan ini hanya dipakai untuk para staff Pertamina Field Rantau untuk bermain golf, tetapi sekarang telah dibuka untuk umum. Lapangan golf juga memiliki taman yang sering sekali dikunjungi oleh para muda- mudi di Aceh Tamiang untuk berkencan. Selain lapangan golf tempat hiburan yang sering di kunjungi saat berkencan adalah “Kibot” sebuah pertunjukan musik jika ada orang yang sedang berpesta, tetapi biasanya kibot yang sering dikunjungi pada malam hari, karena jika siang masih sepi yang menontonnya. Ketika malam hari muda-mudi berkumpul untuk melihat acara kibot tersebut, seperti pengakuan IBN berikut: “Saya dulu pacaran cuma jalan-jalan aja si kak. Biasanya si di golf kalau gak pun kalau ada kibot tetep keluar kami tu ketemuan kan kalau gak hujan. Kami Universitas Sumatera Utara ketemuan dua minggu sekali la wajibnya lebih mau. Malam wajibnya malam kamis sama malam minggu kak”. Dulu dalam seminggu biasanya IBN dengan pacarnya berkencan tiap malam minggu, terkadang malam kamis juga hari-hari tertentu. Tetapi dalam keadaan tertentu bisa jadi tidak datang kerumah. Mereka biasa berkencan didepan rumah saja, atau jika bosan di rumah atau kebetulan ada hiburan malam seperti kibot, mereka biasanya pergi menonton berdua. Menikah adalah pilihan “IBN” dikarenakan sudah merasa bosan hidup sendiri dan ingin untuk hidup mandiri agar dapat mengurangi beban orangtuanya. “Menikah sih pilihan saya sendiri kak, soalnya saya gak sekolah lagi, kerja juga gak ada jadi ngapain lagi yang ada bebanin mamak. Kalau udah nikahkan udah ada yang cari uang gak ngerepotin mamak lagi”. Selain IBN, teman-teman sebaya dan sahabat IBN juga menikah di usia muda yaitu dibawah 20 tahun hingga dibawah 17 tahun. Kakak kedua perempuan IBN juga menikah diusia muda, yaitu kisaran usia 17 tahun juga. “Saya bertiga kak, cewek semuanya. Kakak kedua aku juga nikahnya, nikah muda waktu tu masih umur 17 tahun, tapi memang dia gak sekolah lagi jadi ya nikah samalah seperti saya”. IBN mengaku mendapatkan izin dari orangtua jika akan pergi berkencan malam minggu atau malam-malam lainnya. Biasanya dahulu ketika pacarnya datang orang tua IBN juga menyambut baik dan memberikan kepercayaan kepada anaknya. Orangtua IBN tidak menyuruh anaknya untuk cepat menikah, semua keputusan Universitas Sumatera Utara tergantung dari IBN, kapan anaknya merasa sudah ingin dan siap untuk menikah. IBN tidak dijodohkan melainkan karena keinginan pribadi untuk menikah. “Mamak gak ngelarang kak, mamak sama ayah oke-oke aja yang penting pulang jangan malam-malam kali. Mamak si ngijinin aja, mamak udah percaya sama aku sama cowok aku, kalau dia datang mamak senang. Malahan kalau gak dating mamak nanyain mana cowok mu kok gak datang? Gitu kata mamak yang penting bisa jaga badan aja”. Tingkat pendidikan terakhir IBN adalah SMP Sekolah Menengah Pertama. “Saya sekolah cuma sampai SMP kak, dulu si pengen kali bisa lanjut sekolah ke SMA tapi cemana orang tua gak ada biaya, yaudah ganggur la sampai sekarang”. IBN tidak dapat melanjutkan pendidikan dikarenakan prekonomian keluarga yang rendah. Selain pendidikan formal seperti IBN mengaku juga tidak pernah mengenyam pendidikan non formal, seperti pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus tertentu. “Kalau ada kursus-kursus jait gitu mau juga aku ikut tapi kan gak ada kak, yaudah lah. Kalau mau ikut yang diluar kan uang lagi mending aku kerja”. Biaya sekolah yang terbilang mahal sudah menjadi beban bagi warga di Desa Jamur Jelatang apalagi untuk mengikuti kursus. Pelatihan-pelatihan nonformal tidak ada di Desa Jamur Jelatang hingga sekarang ini. Universitas Sumatera Utara IBN mengaku tidak pernah mendengar maupun mengetahui tentang resiko pernikahan usia muda atau menikah di usia muda. Sedikit pemahamanya tentang hal tersebut. IBN hanya merasa takut akan adanya perceraian setelah menikah nantinya. “Saya gak tau sama sekali kak tentang resiko pernikahan diusia muda, yang saya tau si mungkin perceraian kali kak. Kalau menikah muda tukan belum banyak bisa nerima tantangan kan maksudnya nerima masalah gitu kak konflik dalam rumah tanggakan pasti ada ya paling efeknya perceraian kalau selain itu saya gak taula kak”. IBN juga tidak paham tentang resiko kesehatan dari pernikahan usia muda, terutama seorang perempuan yang hamil dibawah usia 20 tahun akan menimbulkan resiko kematian pada ibu dan bayi. IBN memang tidak pernah mengetahui akan hal tersebut, dan IBN juga tidak pernah menyangka kalau menikah dibawah usia 20 tahun memiliki resiko terhadap kematian. Seprti penuturan IBN berikut: “Saya tidak pernah mendengar kalau menikah dibawah umur 20 tahun itu beresiko, baru ini aku tau dari kakak. Tidah pernah sedikitpun kepikiran sama ku kalau nikah muda tu ada efeknya kayak gitu. Sewaktu mau nikah semalam tu ka nada cek kesehatan dulu dipukesmas malah orang pukesmas gak ada bilang apa-apa tu biasa aja, paling Cuma nanyak kok masih muda udah cepat kali nikah dek itu aja, gak ada bilang apa-apa mereka ke saya kalau nikah muda beresiko”. Universitas Sumatera Utara

5.2.2 Informan Utama II: Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : WK Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Umur Menikah : 16 Tahun Pekerjaan : Buruh Pendidikan terakhir : SD WK adalah anak ke 5 dari 5 bersaudara. Orang tua WK masih lengkap, ayah WK bekerja sebagai petani. Ibu WK adalah ibu rumah tangga, penghasilan yang diperoleh orang tua WK pun tidak menentu. Dahulu saat WK bersekolah tanggungan orang tua berjumlah 4 orang, anak pertama tidak dihitung karena sudah menikah, jika sekarang tanggungan orangtua WK sudah tidak ada lagi. Dikarenakan semua anak- anaknya sudah menikah. Hal ini seperti penuturan dari WK: “Saya ada lima bersaudara kak, perempuan semua kami lima-lima, dulu waktu saya masih sekolah tanggungan mamak cuma 4 karena kakak pertama saya sudah menikah, jadi kami tinggal 4 lagi tanggungan mamak, kalau sekarang sudah tidak ada lagi karena sudah berkeluarga semua anak-anak mamak”. WK telah mulai mengenal pacaran pada usia 15 tahun, dan pada waktu sebelum menikah hingga menikah WK sudah 4 kali berganti pacar, seperti penuturan WK: “Saya dahulu mulai pertama kali mengenal pacaran masih sekolah SMP tu kak, seingat saya yah. Pacar ku yang bener-bener kami pacaran ada empat Universitas Sumatera Utara kak, kalau pacaran yang main-main gak ingat lagi berapa orang kak. Tempat kami pacaran di golf kak dulu”. Biasanya WK berkencan sebanyak 2 dua kali dalam seminggu terutama di saat malam minggu dan malam kamis. “Kalau pacaran kemana ya, paling nongkrong di golf, kalau tidak pun iya dirumah aja atau nonton kibot kalau ada si. Saya ketemuan iya paling satu minggu iya dua kali lah, malam minggu, malam kamis ya gitulah”. Tetangga sekitar saat melihat mereka berkencan baik itu di depan rumah maupun saat pergi jalan justru membiarkan saja dan nyaris tidak ada komentar apapun. “Tetangga iya biasa ajalah, orang anaknya juga sama kayak gitu juga. Iya sama-sama ngerti ajalah gak ada masalahla gak ada komentar kak”. Menikah adalah pilihan WK, hal yang mendorong WK untuk menikah adalah ingin membantu mengurangi beban orang tuanya, selain itu hal lain yang menyebabkan WK ingin menikah adalah sudah tidak tahu lagi harus bagaimana dan melakukan apa mengingat WK hanyalah lulusan SD. Pikiran tersebut diperparah dengan kondisi WK yang telah hamil duluan. WK mendapatkan laki-laki yang sudah bekerja. “Menikah udah pilihan hidup saya kak, kalau saya menikahkan berkurang beban mamak. Iya ini murni saya yang mau karena ada problem semalam itu jadi iya ini pilihan yang saya ambil kak udah kayak gini pulak jalannya kan, yaudah jalanin aja”. Universitas Sumatera Utara WK tidak begitu terbuka terhadap permasalahan hidupnya. Penelitian mengetahui tentang WK karena peneliti sudah kenal lama dengan informan WK kejadian yang dialaminya. Lingkungan pergaulan WK juga sangat mendukungnya untuk melakukan pernikahan di usia “Kalau kawan-kawan sebaya saya si udah banyak yang nikah kak bukan cuma saya ya kakak tau sendirilah kan. Iya kakak bisalah liat anak-anak kampong ni. Kalau udah gak sekolah pasti nikah untuk mengurangi beban orang tua terus mau ngapain lagi yakan”. WK juga diberikan izin oleh orang tuanya saat akan pergi berkencan malam minggu atau malam lainnya. Tanggapan dan sikap orang tua terhadap WK ketika melihat WK berkencan dengan pacarnya yaitu biasa saja, asalkan jangan pulang larut malam. Berikut penuturan WK: “Orang tua saya gak melarang saya pacaran, kalau jalan-jalan atau pergi- pergi saya minta izin dulu orang tua ngasi-ngasi aja kak, asalkan jangan pulang larut malam gitu ajasi gak ada ngelarang-ngelarang”. Namun orang tuanya justru tidak memerintahkan WK untuk cepat menikah. Dorongan untuk meikah di usia muda justru datang dari diri WK sendiri. WK merasa sudah terlalu menanggung beban yang besar di keluarganya, hal ini malah membuat WK menjadi enggan untuk bekerja lagi. WK juga memilih calon suaminya sendiri. “Saya mau menikah karena udah capek juga kerja kak, jadi apa lagi yang ditunggu kan. Menikah memang kemauan aku sendiri kak, aku milih calon suami pun aku sendiri yang milih gak ada dijodoh-jodohin sama orang tua Universitas Sumatera Utara memang udah pilihan hati aku kak. Lagi pun suami aku memang mau bertanggung jawab yaudah kan gak ada beban lagi yaudah nikah la lagi mau nunggu apa lagi ya kan”. Pendidikan terakhir WK adalah SD Sekolah Dasar. Salah satu hal yang menyebabkan WK hanya mengenyam pendidikan terakhir sampai Sekolah Dasar adalah kemauan informan untuk bersekolah yang tergolong rendah, bukan hanya hal itu saja, masalah ekonomi keluarga juga sebagai pemicu WK tidak dapat meneruskan pendidikannya sampai kebangku SMP Sekolah Menengah Pertama atau tingkat akhir yaitu tingkat SMA. “Pendidikan terakhir saya SD kak, saya gak mau lanjut lagi karena gimana ya, kemauan sekolah dulu gak ada kak tau lah kenapa, orang tua gak ada dana jadi gimana mau niat sekolah ada kalau dananya gak cukup makanya nikah ajalah”. Selain pendidikan formal seperti sekolah responden juga tidak pernah mengenyam pendidikan non formal, seperti pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus tertentu. “Mau ngikutin kegiatan apa di kampung ni mana ada, kalau ada pun ya uang lagi bagus aku kerja kak. Kalau ada pelatihan-pelatian ya lumayan ada ilmu tambahan tapi gak ada apa yang mau diikutin”. WK sebelumnya juga tidak pernah mendengar maupun mengetahui tentang resiko pernikahan usia muda. Universitas Sumatera Utara “Menurut aku kak, resiko pernikahan itu pasti ada namanya berkeluarga pasti adalah selisih faham kalau bisa diatasi ya bisa baik-baik aja, kalu gak bisa teratasi ya cerailah jalannya apalagi kak. Perceraian gak Cuma untuk nikah muda udah tua juga bisa cerai ya setau saya si paling resiko nikah ini ya perceraian si mana ada yang lain”. WK sendiri tidak pernah mendengar bahwa menikah muda memiliki resiko fisik maupun psikis. WK hanya mengetahui bahwa kebanyakan anak yang menikah di usia muda mudah untuk bercerai. “Saya gak pernah dengar kak, kalau nikah muda beresiko ke kesehatan ibu hamil, setau aku cuma perceraian aja. Lagi pula kalau emang beresiko pasti gak diizininlah sama orang pukesmas tapi ini sah-sah aja gak ada masalah”.

5.2.3 Informan Utama III: Orang yang Melakuakan Pernikahan Usia Muda

Nama : EN Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Umur Menikah : 15 Tahun Pekerjaan : Tidak Bekerja Pendidikan terakhir : SMP EN adalah anak pertama dari 3 bersaudara. EN masih memiliki orang tua yang lengkap. Pekerjaan orang tua EN adalah petani, dengan penghasilan perbulan lebih kurang adalah Rp 800.000 Delapan Ratus Ribu Rupiah. Universitas Sumatera Utara “Alhamdulillah orang tua ku dua-dua masih lengkap kak, mamak gak kerja si, ayah yang kerja, ayah petani ngurusin sawah”. Jumlah tanggungan orang tua EN dahulu adalah sebanyak 3 orang, tetapi sekarang tinggal 2 orang dikarenakan EN sudah menikah, sehingga biaya kehidupan EN sudah menjadi tanggung jawab suaminya. EN telah mulai mengenal pacaran pada usia 14 tahun, dan pada waktu yang lalu hingga menikah EN sudah berkali-kali berganti pacar. “Saya mulai pacaran SMP kak. Banyak dulu pacar ku tapi gak ingat lagi la berapa-berapanya. Pokoknya suami ku yang ini pacar yang kesekian la kak”. Sama seperti kedua informan sebelumnya, tempat favorit yang sering di kunjungi EN saat berkencan adalah lapangan golf saat sore hari dan biasanya jika berkencan pada malam hari EN cukup berada di rumah saja, jikalau harus keluar rumah, biasanya Karena EN memiliki kebutuhan tertentu saja atau jika ada hiburan kibot atau hiburan yang lainnya. Seminggu dua kali EN berkencan atau biasa anak muda-mudi menyebutnya dengan ngapel. Kencan tersebut biasanya terjadi pada malam-malam tertentu namun keseringan adalah pada malam minggu dan malam kamis. “Kalau pacaran si biasanya aku ke golf kak, dimana lagi kak selain golf yang dekat dari sisni. Saya si kalau ketemuan ya dua kali kak dalam seminggu malam kamis sama malam minggu lah. Tetapi kalau ada kibot ya keluar juga kak.” Universitas Sumatera Utara Dahulu biasanya pada saat berkencan menurut informan tetangganya juga tidak begitu peduli dan mereka bersikap biasa saja dan sebagaimana mestinya. “Tetangga ya biasalah namanya juga anak muda, tidak begitu ikut campur udah masing-masing ajalah, orang itu juga punya anak kak gak ada simasalah aman-aman aja”. Melalui penuturan EN dapat diketahui bahwa menikah adalah keinginannya sendiri, dengan alasan bahwa orang tuanya juga mengizinkan. Menurut orang tua EN apabila sudah ada yang cocok atau dengan kata lain sudah saling mencintai dan dari pihak laki-laki juga sudah punya pekerjaan, EN diizinkan untuk menikah. “Saya menikah udah pilihan saya kak agar dapat membantu orang tua untuk mengurangi bebannya. Saya menikah iya tanyak juga lah sama mamak kan gak main nikah-nikah aja, eh… rupanya mamak juga setuju yaudah cowok aku juga mau yaudah nikah la kami sampek sekarang ini lah”. Hal lain yang mendorong EN untuk menikah yaitu karena EN juga sudah tidak dapat melanjutkan studi nya kejenjang SMA Sekolah Menengah Atas, dikarenakan faktor ekonomi keluarga yang tidak memadai. “Saya sekolah cuma tamat SMP kak, mau nyambong lagi orang tua udah gak sanggop lagi cemana kan gak mungkin dipaksain yaudah sampek SMP aja lah”. Tujuan EN menikah salah satunya adalah untuk mengurangi beban tanggungan orang tua, selain itu EN beranggapan jika menikah di usia muda, kelak jika anak- anak telah tumbuh dewasa maka usia orang tua juga masih muda, berikut penuturannya: Universitas Sumatera Utara “Kalau sekarang udah nikah, jadi nanti kalau anak-anak udah besar kami belum pada tua kali kak, orang tuanya masih pada muda-muda kak”. Kemudian selain EN, diketahui bahwa beberapa teman-teman informn ternyata juga ada yang melakukan pernikahan usia muda pernikahan dibawah umur 19 tahun atau masih usia sekolah. “Kawan-kawan aku banyak juga kak yang udah nikah, ada yang nikak memang mereka udah pada siap, ada juga kawan ku yang nikah udah hamil deluan macam la kak pokoknya umurnya rata-rata sama sama aku adapun yang dibawah ku udah nikah juga”. Saat berpacaran EN juga diberikan izin oleh orang tuanya jika akan pergi berkencan malam minggu atau malam-malam lainya. Tanggapan dan sikap orangtua EN juga baik-baik saja jika pacarnya datang kerumah atau dengan kata lain melihat EN dengan kekasihnya, kalaupun jika saat itu informan harus pergi kencan keluar rumah seperti jalan-jalan, orangtua EN tetap mengizinkan asalkan jika hendak pergi pamit dahulu kepada orangtua. “Mamak sama ayah biasa aja si, gak ada ngelarang kalau saya pacaran, mamak sama ayah ngasi izin ke aku yang penting kalau mau pergi jalan- jalanpamit sama orang tua. Orang tua ngizinin asalkan izin terlebih dahulu kalau mau pergi-pergi”. Orang tua EN juga mengizinkan informan menikah di usia muda, asalkan keduanya sudah saling cocok. Dalam hal ini EN tidak di jodohkan, calon suami adalah murni pilihan informan sendiri, berikut penuturan EN: Universitas Sumatera Utara “Orang tua ngizinin waktu aku bilang aku mau nikah, dan respon mereka biasa aja. Mereka ngijinin aja kalau udah merasa cocok sama pasangan aku. Pasangan aku ini murni pilihan aku sendiri gak ada dijodohin sama orang tua, memang udah dari hati aku untuk nikah sama dia”. EN pernah mendengar resiko pernikahan usia muda yang paling utama yaitu resiko terjadinya perceraian. “Saya tidak begitu memahami akan resiko dari pernikahan muda, setau saya mungkin kalau anak-anak nikah muda belum mampu untuk mengatasi permasalahan yang ada mungkin ya akan menimbulkan perceraian aja”. Resiko perceraian yang disebabkan oleh terganggunya keberfungsian keluarga sehingga menyebabkan keharmonisan keluarga juga terganggu dimana dampak negatifnya adalah mengarah ke perceraian. EN tidak pernah mengetahui bahwa jika menikah di usia muda atau di bawah umur akan memungkinan terjadinya gangguan kehamilan “Kalau berdampak pada kehamilan saya kurang tau karena emang kurang la pemahaman saya kalau saya bilang gak ada nanti ada tapi setau saya cuma itu lah resikonya mungkin perceraian aja”.

5.2.4 Informan Utama IV: Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : RK Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Umur Menikah : 14 Tahun Universitas Sumatera Utara Pekerjaan : Tidak Bekerja Pendidikan terakhir : SD RK adalah anak pertama dari dua bersaudara. RK sendiri masih memiliki orang tua yang lengkap. Ayah dan ibu RK masih hidup. Penghasilan orang tua RK tidak menentu, karena RK juga tidak mengetahui persis berapa penghasilan ayahnya perbulan. “Saya cuma dua bersaudara kak, saya dan adik saya. Adik saya laki-laki, sekarang masih sekolah SD. Alhamdulillah orang tua masih lengkap kak, mamak sama ayah masih dua-dua. Pekerjaan ayah buruh bangunan kak, gak tau gajinya berapa. Gaji-gaji tukang bagunan lah, kalau mamak gak kerja kak sebagai ibu rumah tangga aja”. Tanggungan orang tua RK sebelumnya hanya dua orang yaitu RK dan adiknya. Tetapi sekarang informan sudah menjadi tanggungan suaminya. Jumlah tanggungan orang tua RK sekarang tinggal adik RK sendiri. RK telah mulai mengenal pacaran pada saat duduk dibangku SD, dan telah 5 lima kali berganti pacar. Dahulu tempat favorit yang sering di kunjungi informan ketika berkencan adalah di lapangan golf ketika sore hari, dan jika malam minggu atau malam lainnya informan lebih sering di rumah. Berikut penuturannya: “Kalau mau pacaran iya di golf la kak, kemana lagi disitulah tempat nongkrong yang enak sambil jalan-jalan sore. Lihat-lihat pemandangan, tengok-tengok yang bisa bisa ditengok lah kalau gak pun ya di rumah ajalah duduk-duduk dirumah aja. Kami ketemuan ya biasanya seminggu dua kali kak, lebih pun bahkan”. Universitas Sumatera Utara Tidak ada yang melarang atau menegur baik keluarga maupun tetangganya ketia RK sedang berkencan dengan pacarnya. Menurut RK tanggapan tetangga juga biasa saja. “Kalau tetangga biasa aja si kak responya gak ada pun yang negur ya biasa ajalah, kan mereka juga mengerti. Kalau yang pacaran dikampung ini kan bukan cuma aku kak banyak yang lain gak mungkinla dia negor aku aja anak- anak yang lain kan banyak juga”. Menikah adalah pilihan RK karena RK merasa tidak memiliki jalan keluar lagi, tidak dapat melanjutkan sekolah, pekerjaan juga tidak ada justru bagi RK hanya menambah beban orang tua saja. “Gak ada uang kak, untuk lanjut sekolah yaudahlah, nikah aja apalagi yang ditunggu kasian mamak kan. Kalau sekarang mau sekolah yaudah gak mungkin lagi la kak yaudah dari pada ngerepotin mamak nikah la lagi”. RK diberikan izin terhadap orangtua jika akan pergi berkencan malam minggu atau malam-malam lainya. Ibu RK sudah percaya pada pacarnya. Biasanya dahulu ketika pacarnya datang orang tua RK juga menyambut baik dan memberikan kepercayaan kepada anaknya. “Mamak gak ngelarang kak, mamak biasa aja yang penting pulang jangan malam-malam kali. Mamak si ngijinin aja, mamak udah percaya sama aku sama cowok aku, kalau dia datang mamak senang, berarti dia menghargai keluarga aku sebagai pacar dia”. Universitas Sumatera Utara Orang tua RK tidak menyuruh RK untuk cepat menikah, karena semua hal diserahkan kepada RK, kapan RK merasa sudah ingin dan siap, RK diperbolehkan dan diizinkan untuk menikah. Pernikahan RK tidak melalui perjodohan melainkan karena keinginan pribadi serta merasa sudah mampu untuk berkeluarga. “Kalau orang tua gak ada yang nyuruh cepat menikah, tapi gak ngelarang juga kalau kami mau nikah. Tapi saya yang jalanin dan saya rasa, saya dan pasangan saya sudah mampu untuk berkeluarga yaudah mereka juga pada akhirnya ya diizinin juga lah, gak mungkin la mamak ngelarang kalau aku sama pasangan aku udah siap, semua tergantung aku si karena mamak udah nyerahin ke aku mau kayak gimana”. Tingkat pendidikan terakhir informan adalah SD Sekolah Dasar. Hal ini dikarenakan RK tidak sempat menamatkan pendidikan dibangku SMP nya Sekolah Menengah Pertama. RK sudah merasa bosan untuk sekolah. Selain pendidikan formal, informan juga tidak pernah mengikuti pendidikan nonformal seperti les atau kursus tertentu hal ini dikarenakan memang niat pada diri RK untuk yang namanya bersekolah sudah tidak ada lagi. “Saya gak ada ikut-ikut les udah malas kak, udah capek gak tau si kenapa udah malas aja rasanya, kalau ada kegiatan kursus dikampung ni pun percuma ajakak, memang aku gak mau lagi capek kalau ditanya kenapa gak tau kenapa, yang pasti uang kurang aku cuma bisa bilang itu la kak”. RK sebelumnya memang tidak pernah mendengar adanya resiko pernikahan usia muda. Baik itu resiko fisik maupun psikologi yang kemungkinan besar dialami dalam pernikahan pada pasangan usia muda. Universitas Sumatera Utara “Saya kurang tau juga ya terhadap resiko pernikahan usia muda, gak ada juga tuh saya dengar kalau nikah muda tu ada resikonya. Gak pernah pun dengar ada yang bilang-bilang kalau nikah muda tu beresiko. Kalau memang beresiko pun ya aku bakalan tetap nikah kak, soalnya mau gimanapun utu takdir nikah nantipun kalau udah takdirnya seperti itu yaudah jadi sama aja kalau mau nikah muda atau nikah umur normal”.

5.2.5 Informan Tambahan I: Keluarga Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : MH Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 60 Tahun Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SD MH merupakan ibu kandung dari IBN. MH mengaku memberikan izin jika IBN ingin berkencan di malam hari. MH mengatakan bahwa sikap dan prilaku anaknya selama ini terbilang baik, penurut, pendiam, ramah, dan tidak begitu lasak. MH mengaku jarang mendengarkan curahan anaknya dikarenakan IBN merupakan anak yang sedikit tertutup untuk urusan pribadinya terutama sebelum menikah, masalah-masalah tertentu lebih sering diutarakannya kepada temannya. Tetapi kadang kala jika IBN memiliki masalah yang serius, MH kerap kali memberikan masukan-masukan dan solusi agar masalah tersebut memiliki jalan keluarnya. Universitas Sumatera Utara IBN bebas memilih apa yang menjadi kemauannya karena MH mengaku jarang mengatur atau memberikan batasan-batasan terhadap anaknya untuk melakukan sesuatu. IBN di berikan kebebasan selagi dalam batas kewajaran. MH juga tidak pernah membatasi kepada siapa anaknya harus bergaul, asalkan temannya itu berteman dengan baik. Berikut pengakuannya: “Namanya juga anak, saya sebagai orang tua cuma mau yang terbaik aja lah, mamak maunya anak-anak mamak senang semua gak ada mamak ngelarang mau nikah-nikah dari pada terjadi yang bukan-bukan yakan”. MH juga mengijinkan anaknya untuk menikah di usia 16 tahun, karena pada saat itu IBN sudah memutuskan untuk berhenti sekolah. MH merasa calon pasangan anaknya sudah mapan dan sudah dianggap bisa menafkahi anak perempuannya itu. Menurut MH menikah muda tidak masalah asalkan keduanya sudah saling suka dan siap. “Mau nikah muda, nikah tua kalau suaminya udah mapan ada kerjanya, ada duitnya pasti senang gak harus nunggu nikah umur tua kan”. MH mengaku tidak pernah mendengar tentang kemungkinan resiko pernikahan di usia muda. “Saya gak pernah dengar tuh kalau nikah muda beresiko, gak taupun saya gak tau sama sekali iya, yang penting udah siap mau berkeluarga yaudah nikah nanti itu kan bisa belajar dengan sendirinya kalau udah dijalani, kalau ada apa-apa ya atasi lah kan udah bekeluarga atasi sama suami gimana- gimananya”. Universitas Sumatera Utara MH juga tidak pernah mengetahui resiko yang muncul dari pernikahan di usia muda baik yang dilihat dari sudut pandang psikologi, keharmonisan keluaraga, maupun resiko kesehatan. Padahal resiko kesehatan tertinggi yang kemungkinan besar akan muncul adalah menyerang pihak perempuan, hal ini yang umumnya terjadi pada kebanyakan pasangan pernikahan usia muda. “Saya tidak mengetahui resiko yang muncul akibat pernikahan usia muda maka dari itu kalau anak saya mau nikah ya sah-sah saja asal anaknya udah mau apalagi, kalau resiko itu mau nikah muda, mau nikah tua pasti beresiko, palagi orang bekeluarga biasa itu maaf cakapnya kalau ibu atau anaknya meninggal itu emang udah resiko untuk semua perempuan gak harus muda tau tua. Gak ada resiko nikah muda, gak pernahpun saya dengar dari siapapun. Orang-orang dulu juga nikah umur masih muda-muda saya nikah umur 14 tahun dulu, ya sampai sekarang sehat-sehat saja”.

5.2.6 Informan Tambahan II: Keluarga Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : NEM Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 56 Tahun Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : Tidak Pernah Bersekolah NEM adalah ibu kandung dari WK. NEM tidak mengenyam pendidikan sejak dahulu tetapi NEM cukup mengetahui baca dan tulis. Universitas Sumatera Utara “Saya gak ada sekolah dulu, tidak ada mengenyam pendidikan tapi kalau baca tulis tau lah, apalagi kalau ngitung uang tau kali saya. Karena dulu susah kali mau sekolah, orang tua saya juga gak ada niat buat nyekolahin saya, dulu si untuk apa anak perempuan sekolah toh di rumah juga ngurusin anak-anak yaudahlah mau gimana lagi”. Menurut NEM, WK merupakan anak yang baik, WK juga sering bercerita kepada ibunya ketika sedang ada masalah . Masukan-masukan, nasehat dan solusi juga sering diberikan NEM kepada WK. Berikut penuturannya: “Namanya juga anak ya pastilah cerita sama orang tua. Nasehat atau apapun yang jadi keluh kesah anak pasti orang tua bantu lah, siapa orang tua yang mau liat anaknya susah ya gak adalah. Apa yang bisa dibantu ya dibantu semana mampunya la, kalau gak bisa dibantu pasti anak-anak juga paham mereka juga mengerti keadaan orang tuanya”. NEM juga tidak pernah membatasi tentang apa yang seharusnya dilakukan seperti aktivitas-aktivitas WK, sikap yang harus diambil dan lain sebagainya karena menurutnya WK sudah cukup dewasa. NEM memberikan kebebasan kepada WK asalkan tujuan dan niatnya baik. NEM juga tidak pernah membatasi dengan siapa anaknya harus bergaul selagi temannya itu adalah orang baik. “Kalau saya gak begitu ngekang anak-anak, kalau anak-anak mau buat apa ya buat lah, yang penting masih dalam batas kewajaran, tujuan sama niatnya baik gak yang macam-macam. Bekawan juga kayak gitu gak ada saya melarang sama siapa dia harus bekawan yang penting orangnya baik gak yang macam-macam”. Universitas Sumatera Utara NEM menikah pada usia 14 tahun. NEM juga mengizinkan WK untuk menikah pada usia muda. Menurut NEM jika anak sudah saling senang dan sudah saling suka namun tidak dinikahkan justru akan menimbulkan dosa. Menurut NEM jika anak sudah saling mencintai pasangannya dan dari pihak laki-laki juga sudah mapan, tidak ada salahnya jika mereka dinikahkan. Karena bagi NEM menikah adalah tujuan akhir dari setiap orang, jadi tidak harus memandang dari usia kapan harus melakukannya. “Kalau masalah menikah sih, siapa aja pasti akan akan menikah pada akhirnya, semua itu tergantung kepada anaknya kalau udah siap dan yang lakik juga udah siap, udah mapan yaudah apa lagi. Lagipun kan gak mungkin dilarang kalau anak mau nikah dosa la kita, kan sama aja berarti kita ngalangin kebahagiaan anak”. NEM diketahui juga tidak pernah mendengar tentang kemungkinan resiko pernikahan usia muda, baik resiko yang dilihat dari sudut pandang psikolog, maupun kesehatan. “Saya gak ada dengar tentang resiko nikah muda ini, karena menurut saya baik itu nikah muda dan nikah tua juga pasti beresiko gak harus karena nikahnya usia muda”. Namun NEM tidak memungkiri bahwa sebenarnya dia memiliki rasa ketakutan dari pernikahan usia muda, yang akan berdampak pada masalah keharmonisan keluarga. Masalah keharmonisan keluarga yang muncul dari pasangan-suami istri tersebut, dikarenakan belum mampu untuk mengatasi permasalahan dalam keluarga dan akan berujung pada perceraian. Universitas Sumatera Utara “Setau saya resiko nikah muda gak ada tapi saya sebagai orang tua ada kecemasan tersendiri kalau ana saya nikah muda karena kalau ada cek-cok dalam rumah tangga kalau anak saya tidak bisa mengatasinya takutnya kejadian yang gak-gak aja itu aja si menurut saya, mana ada orang tua yang mau liat anaknya gagal dalam berumah tangga”.

5.2.7 Informan Tambahan III: Kelurga Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : WN Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 48 Tahun Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SD WN merupakan ibu kandung dari EN. Menurut WN, EN adalah anak yang baik, ramah dan mudah bergaul seperti anak-anak yang lain. Menurut WN anaknya EN tergolong jarang bercertia kepadanya, tetapi WN tetap sering memberikan masukan-masukan dan solusi terhadap masalah yang sedang dihadapi anaknya. “Kalau si EN ini memang anaknya jarang cerita-cerita sama mamak, tapi dia anaknya baik kok, ramah biasalah kayak anak-anak yang lain juga. Tetapi mau gimanapun walaupun dia kurang bicara sama mamak tetap aja mamak selalu nasehatin dia, ya mamak pantau juga gimana keseharian dia, namanya anak gak mungkinla dibiarin aja ya pasti mamak nasehati, mamak kasi la masukan-masukan untuk anak mamak namanya juga untuk kebaikan anak”. Universitas Sumatera Utara Walaupun terbilang jarang bercertia tentang kehidupan pribadinya, WN selalu memantau tingkah dan laku anaknya, dan selalu mengawasi setiap pergaulannya. WN sering mengingatkan EN agar tidak bergaul dengan sembarangan orang. Tetapi dalam hal ini EN juga tetap diberikan kebebasan dalam memilih teman. “Mamak gak ngelarang dia mau bekawan sama siapa yang penting bagus- bagus ajalah, Cuma ya mamak ingatkan juga bekawan boleh tapi jangan sembarangan yang wajar-wajar ajalah”. EN menikah pada usia 15 tahun, menurut WN pada usianya itu anaknya sudah sangat siap untuk berkeluarga dan WN juga telah mengijinkan, alhasil EN pun menikah pada usia 15 tahun. Memang WN sendiri yang mengizinkan anaknya EN menikah diusia yang tergolong masih sangat muda. “Saya setuju saja kalau anak saya mau menikah, apa lagi kalau sudah ada yang mau yaudah tunggu apalagi walaupun harus nikah muda yaudah nikah aja”. Menurut WN pernikahan di usia muda sah-sah saja asal calon suami sudah mapan, baik dengan anaknya dan sudah mampu untuk benar-benar membina suatu rumah tangga. “Kalau menurut mamak gak ada masalah si nikah muda, asalkan yang lakik udah siap ada duitnya siap berumah tangga yaudah apalagi yang ditunggu, gak mungkinkan dilarang namanya jodohnya udah nyampek apalagi yang ditunggu”. Universitas Sumatera Utara WN diketahui juga sama sekali tidak pernah mendengar tentang kemungkinan resiko pernikahan usia muda. “Saya pribadi kurang memahami tentang resiko pernikahan anak yang dibawah umur, gak pernah si saya dengar kayak-kayak gitu setau saya namanya orang berumah tangga kalau gak bagus-bagus ya paling ya bercerai la, ya mudah-mudahan ya jangan. cuma itulah yang saya tau”.

5.2.8 Informan Tambahan IV: Keluarga Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : ID Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 46 Tahun Agama : Islam Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMP ID adalah ibu kandung dari RK. ID menuturkan bahwa anaknya selama ini adalah anak yang baik, pendiam, dan tidak terlalu lasak sama halnya seperti anak- anak yang lain. ID sangat sering mendengarkan curhatan anaknya di karenakan RK sangat suka berbagi cerita ke orangtuanya, sehingga sangat mudah bagi ID untuk memberikan masukan-masukan serta solusi ketika RK sedang ada masalah. Pengawasan yang diberikan terhadap pergaulan anaknya juga cukup baik. “Ya RK itu anaknya baik, pendiam trus gak lasak. Dia suka cerita sama ibu masalahnya jadi ibu suka kasih nasehat juga. Ibu sering tanya kawan- kawannya siapa aja, supaya tau dia kemana aja kalau pergi keluar.” Universitas Sumatera Utara ID juga memberikan kebebasan untuk RK melakukan pernikahan usia muda dengan alasan demi kebahagiaan anaknya. Demikian penuturan ID: “Kalau RK memilih menikah cepat ya ibu setuju aja ya. Kalau dia nya senangnya gitu ya gapapa. Asal suami nya kerja aja juga udah cukup sama ibu. Dia juga udah bisa ngurus rumah tangga kok, bisa nyuci, masak, ngepel. Itu aja udah cukup ibu rasa”. ID juga mengaku sama sekali tidak pernah mendengar bahkan mengetahui tentang kemungkinan resiko pernikahan usia muda. Baik itu resiko yang dilihat dari sudut pandang psikologi, keharmonisan keluaraga, maupun resiko kesehatan. “Saya tidak mengetahui resiko dari pernikahan usia muda, setau saya resikonya mungkin hanya konflik-konflik dalam keluarga yang muncul itu aja si, ya tau lah kalau kita gak bisa ngatasi masalah dalam keluarga kita ya siap- siap ajalah bakalan berantam terus dirumah kalau udah kayak gitu ya ujung- ujungnya ya pisah, tapi ya insyaallah anak-anak saya jangan sampai seperti itu”. ID sendiri mengaku pasrah sekalipun pernikahan usia muda yang dilakukan anaknya benar-benar memiliki resiko yang besar. Berikut penuturannya: “Ya kalaupun beresiko ya saya terserah anak aja kalau dia udah siap sama semua resikonya yaudah jalanin aja, saya sebagai orang tua hanya ingin yang terbaik aja untuk anak-anak saya”. Universitas Sumatera Utara

5.2.9 Informan Kunci: Imam Desa Jamur Jelatang

Nama : S Jenis Kelamin : Laki-Laki Usia : 36 Tahun Agama : Islam Pekerjaan : Imam Desa Pendidikan Terakhir : SMA S merupakan seorang Imam Desa yang bertugas mengurusi segaka hal yang menyangkut dengan agama di Desa Jamur Jelatang. Tidak hanya mengurus soal perwiritan tetapi juga pernikahan, jika warga desa memutuskan untuk menikah, maka mereka diwajibkan untuk mendatangi S agar mendapatkan bimbingan dan arahan. S juga memiliki wewenang untuk menentukan layak atau tidak pasangan tersebut untuk melangsungkan pernikahan. “Saya memang diamanahkan oleh warga desa untuk mengurusi perihal urusan agama disini. Ya soal kalau ada yang meninggal, pengajian, bahkan urusan pernikahan. Itu semua harus dilaporkan dulu kepada saya.” Informan mengaku sangat tidak setuju dengan pernikahan usia muda yaitu pasangan suami istri yang masih berusia belasan tahun, karena dianggap belum matang dan penalaran juga masih kurang. S menyadari akan kemungkinan resiko- resiko yang dapat terjadi pada pasangan usia muda tersebut. Tetapi jika didapati kasus yang mengharuskan pasangan tersebut untuk menikah seperti seseorang yang hamil duluan, agar tidak timbul rasa malu yang lebih besar maka pasangan tersebut harus segera dinikahkan. Selain itu jika pasangan mempelai sudah saling cocok dan Universitas Sumatera Utara orang tua juga sudah memberikan restu, hal tersebut dapat dijadikan alasan agar pasangan tersebut dapat segera melangsungkan pernikahan. Berikut penuturan S: “Saya tidak setuju dengan pernikahan usia muda. Anak-anak belasan tahun seperti mereka kan harusnya belajar dulu, sekolah yang bagus. Tapi ya itu, terkadang karena pergaulan dan terjadi hal yang tidak diinginkan, mau gak mau harus kita nikahkan. Ada juga yang orang tuanya datang ke saya meminta untuk agar anaknya dinikahkan”. Berdasarkan penuturan S, pernikahan usia muda memang sering terjadi di Desa Jamur Jelatang, tetapi jumlahnya tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Aktivitas dan pergaulan remaja di lingkungan desa pada dasarnya baik selama pergaulannya tidak melanggar aturan yang berlaku di desa. Pengawasan orangtua juga sangat penting dan harus ditingkatkan guna mencegah terjadinya pernikahan usia muda. Orang tua juga harus memberikan pendidikan yang efektif agar anak-anaknya lebih memahami aturan desa dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. “Pergaulan mereka sebenarnya bagus, semuanya akrab, sering buat kegiatan seperti gotong royong. Ya tapi itu, suka ada yang kebablasan. Orang tua harusnya lebih mengawasi anaknya ya, walaupun saya tahu orang tua mereka sibuk bekerja. Jadi terkadang sering membebaskan anaknya karena merasa sudah besar.”

5.3 Analisis Data

Pernikahan usia muda banyak terjadi dari dahulu sampai sekarang. Kebanyakan para pelaku pernikahan usia muda tersebut adalah remaja desa yang memiliki tingkat pendidikan kurang. Remaja desa kebanyakan malu untuk menikah Universitas Sumatera Utara pada umur 20 tahun keatas. Anggapan remaja desa lebih memungkinkan untuk menikah di usia muda karena disana ada anggapan atau mitos bahwa perempuan yang berumur 20 tahun keatas yang belum menikah berarti “Perawan Tua”. Persoalan mendasar dari seorang anak perempuan yaitu ketika dia memasuki usia dewasa, banyak orang tua menginginkan anaknya untuk tidak menjadi perawan tua. Menjadi perawan tua bagi kebanyakan masyarakat dianggap sebagai bentuk kekurangan yang terjadi pada diri perempuan. Untuk itu, dalam bayangan ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang akhirnya menikahkan anaknya pada usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa akan lebih dulu menikah dari pada remaja kota. Anggapan-anggapan tersebut muncul karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi remaja. Menurut Dadang 2005, banyak kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan bercerai ketika memutuskan untuk menikah. “Kebanyakan yang gagal itu karena kawin muda”. Dalam alasan perceraian tentu saja bukan karena alasan menikah muda, melainkan alasan ketidak cocokan dan sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang dilakukan tanpa kematangan usia. Pernikahan usia muda akan berdampak pada kualitas anak, keluarga, keharmonisan keluarga dan perceraian. Karena pada masa tersebut, ego remaja masih tinggi. Dilihat dari aspek pendidikan, remaja di Desa Jamur Jelatang mayoritas lulusan Sekolah Dasar SD dan Sekolah Menengah Pertama SMP. Kebanyakan dari mereka tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dikarenakan faktor Universitas Sumatera Utara ekonomi dan tingkat pendidikan rata-rata orang tua mereka juga rendah, sehingga kurang mendukung anak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, minimnya pengetahuan tentang bahaya atau resiko dari pernikahan usia muda menjadi alasan kuat bagi remaja di Desa Jamur Jelatang untuk menikah di usia belasan tahun. Padahal begitu banyak resiko yang akan terjadi tidak hanya dari segi psikologi tetapi juga kesehatan. Hal ini tentu akan meningkatkan angka kematian bagi bayi dan juga ibu muda. Masalah kesehatan juga akan timbul bagi pasangan yang menikah di usia muda, khususnya bagi perempuan seperti kanker leher rahim, kesehatan maternal dan bayi serta neuritis depresi.

5.3.1 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda

Berdasarkan wawancara mendalam yang telah peneliti lakukan, maka didapati faktor-faktor penyebab pernikahan usia muda suku Jawa di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang sebagai berikut:

a. Faktor Ekonomi

Adanya pernikahan usia muda di Desa Jamur Jelatang sebagian besar disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga yang berada di kelas menengah kebawah. Para orang tua yang menikahkan anaknya beranggapan beban ekonomi keluarga akan berkurang satu. Hal ini disebabkan karena jika anak sudah menikah, maka akan menjadi tanggung jawab suaminya. Di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang. Kondisi ekonomi setiap keluarganya antara satu keluarga dengan keluarga lainnya pada umumnya sama. Hampir semua keluarga di Desa Jamur Jelatang tidak bisa Universitas Sumatera Utara memenuhi semua keperluan sehari-harinya karena penghasilan yang mereka peroleh sangat pas-pasan. Masyarakat di Desa Jamur Jelatang mempunyai mata pencaharian yang hampir sama yaitu sebagai buruh tani. Ada yang sudah bekerja sebagai buruh tetap dan ada juga yang masih buruh harian lepas. Oleh karena itu penghasilan mereka hampir tidak menentu setiap bulannya.

b. Faktor Diri Sendiri