Faktor-Faktor Penyebab PernikahanUsia Muda (Studi Kasus Pada Suku Jawa di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar A, 2001. Perkawinan Dan Kehamilan Pada Wanita Muda Usia. Jakarta : IAKMI.

Al-Gifari, A. 2008. Pernikahan Dini Dilema Generasi Ekstravaganza. Bandung : Mujahid Press.

Al-Mighwar, M., 2011. Psikologi Remaja, Petunjuk Bagi Guru Dan Orang Tua. Bandung : Pustaka Setia.

Bachtiar, A, 2004. Menikahlah, Maka Engkau Akan bahagia.Jogjakarta: Saujana Bagong, Suyanto.2005. Metode Penelitian Sosial. Jakarta : Kencana Perdana Media

Group.

Bungin, B. 2011. Metedologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Dariyo, A., 2004. Psikologi Perkembangan Remaja.Bogor : Ghalia Indonesia.

Effendy, N. 2004. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:EGC.

Goode, W., 2007. Sosiologi Keluarga. Jakarta : Bumi Aksara.

Kertamuda, Fatchia E, 2009. Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia. Jakarta: Salemba Humanika.

Moleong, L.J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Sarwono, Sarlito Wirawan.2007. Psikologi Remaja. Jakarta: Manajemen PT Raja Grafindo Persada.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan: PT.Grasindo Monoratama. Setiono, 2011. Psikologi Keluarga. Bandung : PT Alumni.

Widyasih.2009. Psikologi Ibu dan Anak. Yogyakarta:Citramaya

Sumber Lain:

Aisyah, ST. 2010,.Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Tingkat Agresivitas Anak, Jurnal MEDTEK, Volume 2, Nomor 1, Jurusan PKK Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar.


(2)

Eka Khaparistia.2015.Faktor-faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda, Pemberdayaan Komunitas, Volume 14, Nomor 1, Jurusan Ilmi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara.

Luthfiyati D, 2008. Pernikahan Dini pada Kalangan Remaja.(15-19 tahun).

Diakses pada 15 September 2008 dengan situs http:// nyna0626. blogspot. com/ 2008/10/ pernikahan-dini-pada-kalangan-remaja-15.html.

Landung, J. 2009. Studi Kasus Kebiasaan Pernikahan Usia Dini Pada

Masyarakat Kecamatan Sanggalangi Kabupaten Tana Toraja. Jurnal MKMI, Vol 5 No.4.Makassar : Universitas Hasanuddin Makassar.

Naibaho, F, 2011, Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Kesehatan Remaja Pada Keluarga Batak Toba Di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Thesis. Medan : Universitas Sumatera Utara

Rohmahwati. dkk., 2008. Pengaruh Pergaulan Bebas Dan Vcd Porno Terhadap

Perilaku Remaja Di Masyarakat.http://kbi.gemari.or.id Setiono,2011.Psikologi Keluarga.Bandung:PT Alumni

Suparyanto, 2011. Konsep Orang Tua. http:// dr-suparyanto. blogspot. co. id/ 2011/02/ konsep-orang-tua.html. Diperoleh pada tanggal 27 Maret 2016. Setiono,2011.Psikologi Keluarga.Bandung:PT Alumni

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Tipe penulisan ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan dan mendeskripsikan objek dan fenomena yang diteliti. Termasuk di dalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011).

Penelitian deskriptif bersifat menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian menarik ke permukaan sebagai suatu ciri atau gambaran tentang kondisi, situasi ataupun variabel tertentu (Bungin, 2001). Melalui penelitiandeskriptif, penulis ingin menggambarkan secara jelas dan mendalam tentang Faktor – Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda dengan Studi Kasus PadaSuku Jawa di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang, Propinsi Aceh. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di lokasi ini dikarenakan banyaknya remaja di Desa Jamur Jelatang ini yang memilih untuk melakukan pernikahan di usia muda. Selain itu, adanya ketertarikan penulis untuk mengetahui apa yang menjadi faktor utama pernikahan usia muda pada suku jawa di Desa Jamur Jelatang.


(4)

3.3. Informan

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian. Penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Subjek penelitian disebut informan. Informan adalah orang-orang yang dipilih untuk diobservasi dan diwawancarai sesuai dengan tujuan peneliti untuk memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Suyanto & Sutinah, 2005). Orang-orang yang dapat dijadikan sebagai informan adalah orang-orang yang memiliki pengalaman sesuai dengan penelitian. Penelitian yang digunakan peneliti yaitu penelitian tunggal.

1. Informan Kunci

Informan kunci adalah orang yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian (Suyanto & Sutinah, 2005: 171-171). Informan kunci dalam penelitian ini adalah 1 orang Imam Desa Jamur Jelatang dan KUA Kecamatan Rantau.

2. Informan Utama

Informan utama adalah orang yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial dengan memberikan dampak terhadap permasalahan tersebut (Suyanto & Sutinah, 2005: 171-171). Informan utama dalam penelitian ini adalah 4 orang yang telah melangsungkan pernikahan di bawah usia 20 Tahun.

3. Informan Tambahan

Informan tambahan adalah orang yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlihat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti (Hendarso, dalam Sutinah, 2005: 171-172). Adapun yang menjadi informan tambahan dalam penelitian ini adalah 4 orang tua atau keluarga terdekat dari


(5)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data-data dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Data Sekunder.

Studi kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data atau informan menyangkut masalah yang akan di teliti dengan mempelajari dan menelaah buku serta tuisan yang ada kaitannya terhadap masalah yang diteliti.

2. Data Primer.

Studi lapangan yaitu pengumpulan data atau informasi yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui : a. Observasi yaitu mengumpulkan data atau informasi yang dilakukan

dengan pengamatan, mendengar serta mencatat objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian.

b. Wawancara yaitu mengumpulkan data atau informasi dengan melakukan tanya jawab secara tatap muka yang dilakukan pengumpul data dengan informan, sehingga informan memberikan data atau infomasi yang diperlukan dalam penelitian (Siagian, 2011).

3.5 Teknik Analisis data

Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyususn dalam satu satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan data serta


(6)

mendefenisikannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian (Moleong, 2004). Setiap data dari informasi yang telah dikumpulkan dalam penelitian berupa catatan lapangan berupa data utama dari hasil wawancara maupun data penunjang lainnya dilakukan analisis data, sehingga pada akhirnya dapat menghasilkan suatu analisis data yang baik dan dapat ditarik kesimpulan dari hasil penelitian ini.


(7)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Batas Wilayah Desa Jamur Jelatang

Batas wilayah Desa Jamur Jelatang adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan perkebunan PT. BETAMI 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Jamur Labu

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Suka Rakyat 4. Sebelah Barat berbatasan dengan PT. BETAMI

4.2 Keadaan Demografi

Dilihat dari segi keadaan Demografi dapat kita uraikan keadaan Desa Jamur Jelatang berdasarkan luas dan wilayah penggunaan lahan, Pembagian wilayah dalam Desa Jamur Jelatang tersebut. Komposisi penduduk berdasarkan usia, jenis kelamin, agama yang dianut, etnis dan suku, dan yang terakhir dilihat berdasarkan Organisasi sosial budayanya.

4.2.1 Luas dan Wilayah Penggunaan Lahan

Luas wilayah Desa Jamur Jelatang adalah 295,00 Ha, adapun potensi lahan yang dimiliki oleh Desa Jamur Jelatang adalah sebagai berikut:


(8)

Tabel 4.1

No. Penggunaan Lahan Luas (Ha)

1. 2. 3. 4. 5.

Tadah Hujan Perhutanan Kolam Tambak Lahan Sawah Lainnya

145,00 118,00 2,00 145,00

5,00

Total 295,00

Sumber: Data Pokok Kecamatan Rantau Tahun 2015

4.2.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia

Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan secara keseluruhan di Desa Jamur Jelatang terdiri dari 1.134 Jiwa yang terdiri dari berbagai kelompok usia, yaitu sebagai berikut:


(9)

Tabel 4.2

No. Kelompok Usia Jumlah (Jiwa)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 0-4 Tahun 5-9 Tahun 10-14 Tahun 15-19 Tahun 20-24 Tahun 25-29 Tahun 30-34 Tahun 35-39 Tahun 40-44 Tahun 45-49 Tahun 50-54 Tahun 55-59 Tahun 60-64 Tahun 65+ 134 97 107 88 87 95 107 106 59 52 62 43 20 77

Total 1134

Sumber: Data Pokok Kecamatan Rantau Tahun 2015

Berdasarkan tabel diatas, kelompok usia yang dominan di Desa Jamur Jelatang adalah usia 0 – 4 tahun yang berjumlah 134 jiwa. Sedangkan kelompok usia 60-64 tahun ke atas merupakan kelompok usia yang terkecil jumlahnya 20 jiwa.


(10)

4.2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Adapun Komposisi Penduduk Desa Jamur Jelatang berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.3

No. Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa)

1. 2.

Laki-Laki Perempuan

565 569

Total 1134

Sumber: Data Pokok Kecamatan Rantau Tahun 2015

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa Desa Jamur Jelatang di dominasi oleh kaum perempuan dengan jumlah 569 jiwa yang terdiri dari berbagai usia.

4.2.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama dan Suku

Penduduk Desa Jamur Jelatang, mayoritas penduduknya adalah beragama Islam. Adapun Komposisi Penduduk Desa Jamur Jelatang berdasarkan Etnis atau Suku yang sangat mendominasi di Desa Jamur Jelatang yaitu suku jawa. Masyarakat Desa Jamur Jelatang walaupun terletak di Provinsi Aceh suku jawalah yang mendominasi kawasan ini, hanya beberapa kepala keluargalah yang suku aceh asli. Hal ini terjadi karena Desa Jamur Jelatang memiliki banyak penduduk yang berasal dari luar yaitu dari pulau Jawa, maka dari itu hingga sekarang suku Jawalah yang mendominasi di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau. Banyaknya masyarakat yang bersuku jawa karena dari hasil migrasi dari pulau jawa pada masa pemerintakan


(11)

4.2.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berikut penduduk Desa Jamur Jelatang berdasarkan tingkat pendidikannya

Tabel 4.4

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)

1. 2. 3. 4.

Tidak tamat SD SD

SMP

SMA – Kuliah

357 461 192 124

Total 1134

Sumber: Data Pokok Kecamatan Rantau Tahun 2015

4.3 Sarana dan Prasarana Desa Jamur Jelatang

Adapun yang menjadi sarana dan prasarana di Desa Jamur Jelatang dapat dilihat melalui tabel berikut:


(12)

Tabel 4.5

No. Fasilitas Jumlah (Unit)

1.

2.

3.

Failitas Keagamaan

a. Masjid b. Mushola

1 3

Fasilitas Pendidikan

a. PAUD b. TK c. SD d. SMP

- 1 1 1

Fasilitas Kesehatan

a. Posyandu

1

Total 8

Sumber: Data Pokok Kecamatan Rantau Tahun 2015

4.3.1 Fasilitas Kelayakan Jalan

Penjelasan terkait kelayakan jalan dan kondisi jalan yang telah dibangun dan yang menghubungkan antara Desa Jamur Jelatang dengan desa-desa lain saat ini keadaan dilapangan masih jalan bebatuan belum ada aspal untuk memasuki Desa Jamur Jelatang. Jalan aspal hanya untuk menghubungkan satu kecamatan dengan kecamatan lain, namun untuk Desa Jamur Jelatang sendiri belum ada pengaspalan hingga kini.


(13)

Ka. Perekonomian Ka. Kesra

Sekretaris Desa Kepala Desa

Ka. Umum Ka.

Pembangun an

4.3.2 Sistem Pemerintahan Desa Jamur Jelatang

Kepala Desa dalam menjalankan tugasnya, Kepala Desa juga dibantu oleh Sekretaris Desa, Bendahara Desa dan juga kepala-kepala bagian yang menangani bidang masing-masing, seperti Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Umum, Kepala Urusan Kesra, dan Kepala Urusan Perekonomian. Sedangkan posisi struktur pemerintahan Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau yang paling bawah adalah Kepala Dusun. Berikut ini dapat dilihat dalam bagan struktur kepemerintahan Desa Jamur Jelatang.

Gambar 4.1

Struktur Pemerintahan Desa Jamur Jelatang

Sumber: Data Pokok Kecamatan Rantau Tahun 2015

Setiap Desa memiliki Sistem Pemerintahan yang diduduki oleh seorang Kepala Desa, dimana Kepala Desa bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas-tugas pemerintah guna memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakatnya. Untuk

Bendahara Desa


(14)

Desa dan dibantu juga oleh beberapa orang staff kepala urusan masing-masing yang menangani bidang urusannya seperti ada Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Umum, Kepala Urusan Kesra, dan yang terakhir ada Kepala Urusan Perekonomian.

4.3.3 Organisasi Sosial Budaya

Organisasi sosial budaya yang ada di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau ini terdiri dari Organisasi PKK, Organisasi Pemuda seperti Remaja Masjid, Organisasi Keagamaan seperti Perwiritan. Masyarakat Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau memiliki berbagai organisasi ini yang di bentuk sebagai wadah untuk bersosialisasi, baik itu organisasi pemuda ataupun organisasi yang berhubungan dengan keagamaan. Organisasi-organisasi yang terbentuk ini diharapkan dapat meningkatkan rasa kebersamaan, rasa kekeluargaan, dan rasakepedulian antar sesama masyarakat di Desa Jamur Jelatang.


(15)

BAB V ANALISIS DATA

5.1 Pengantar

Pada bab ini data-data yang telah didapatkan dan dikumpulkan akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif, dimana data yang disajikan berupa deskripsi mengenai peristiwa dan pengalaman penting dari kehidupan atau bagian pokok kehidupan seseorang. Data-data yang didapatkan diperoleh peneliti dengan menggunakan teknik wawancara dengan informan.

Analisis data adalah proses menjadikan data yang memberikan pesan pada pembaca. Melalui analisis data, maka data yang diperoleh tidak lagi diam melainkan berbicara. Analisis data menjadikan data itu mengeluarkan maknanya, sehingga para pembaca tidak hanya mengetahui data itu, melainkan juga mengetahui apa yang dibalik data itu (Siagian, 2011:227).

Informan yang digunakan dalam penelitian sebanyak 9 orang, dengan komposisi 4 orang informan utama, 4 orang informan tambahan dan 1 orang informan kunci dimana seluruh informan adalah bersuku Jawa. Pada setiap informan, peneliti melakukan wawancara mendalam untuk memperoleh data mengenai faktor-faktor penyebab pernikahan usia muda.

5.2 Hasil Temuan

5.2.1 Informan Utama I: Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : IBN

Jenis Kelamin : Perempuan


(16)

Pekerjaan : Buruh Pendidikan terakhir : SMP

IBN adalah anak ke 3 dari 4 bersaudara, keseluruhan saudaranya adalah perempuan, IBN juga masih memiliki orang tua yang lengkap. Seperti halnya IBN, ibunya juga berkerja sebagai buruh tani merangkap sebagai ibu rumah tangga. Saat ini kakak IBN masih bersekolah. Kakak keduanya masih duduk dibangku SMA dan adiknya duduk dibangku SMP. Sedangkan kakak pertama sudah tidak bersekolah lagi sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dengan bekerja. Kakak pertama bekerja menjaga sebuah toko grosir yang dimiliki oleh tetangganya. Berikut penuturan IBN:

“Orang tua Alhamdulillah masih lengkap kak, dan masih bekerja dua-dua bantu-bantu beladang kalau ada yang nyuruh kak. Saya empat bersaudara kak, empat-empat perempuan kami. Kakak yang kedua masih SMA, kalau kakak yang nomor dua SMP. Kakak pertama saya sudah tidak bersekolah lagi. Sekarang udah berkerja jaga toko tetangga”.

Upah yang diterima yaitu Rp 800.000 (Delapan ratus ribu rupiah) perbulannya. Upah yang diterima oleh ayah dan ibu sebesar Rp 1.500.000 (Satu juta Lima ratus ribu rupiah) dari upah yang didapatkan itulah nantinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk biaya sekolah anak-anaknya. Melalui pernikahan usia muda yang dilakukannya, IBN mengaku hal tersebut justru membantu meringankan perekonomian keluarganya. Seperti yang dituturkannya:


(17)

”Kalau kebutuhan sehari-hari ayah sama mamak kerja sama dibantu kakak jugak la, sekarang tanggungan mamak berkurang satu sayakan udah berkeluarga sekarang. Bisa ngurangi beban mamak sedikit.”

IBN telah mulai mengenal pacaran pada usia 15 tahun yang pada waktu itu masih duduk dibangku SMP (Sekolah Menengah Pertama).

“Saya mulai pacaran dulu kelas dua SMP kalau gak salah kak . Pacar saya banyak si dulu kalau berapanya gak ingat lagi saya kak adalah beberapa juga yang ingat”.

Sejak IBN duduk dibangku SMP sampai akhirnya menikah, IBN kerap kali bergonta-ganti pasanagan dan tempat favorit yang sering dikunjungi responden adalah lapangan golf. Lapangan golf merupakan salah satu tempat wisata yang ada di Kecamatan Rantau. Biasanya lapangan ini hanya dipakai untuk para staff Pertamina Field Rantau untuk bermain golf, tetapi sekarang telah dibuka untuk umum. Lapangan golf juga memiliki taman yang sering sekali dikunjungi oleh para muda-mudi di Aceh Tamiang untuk berkencan. Selain lapangan golf tempat hiburan yang sering di kunjungi saat berkencan adalah “Kibot” (sebuah pertunjukan musik jika ada orang yang sedang berpesta), tetapi biasanya kibot yang sering dikunjungi pada malam hari, karena jika siang masih sepi yang menontonnya. Ketika malam hari muda-mudi berkumpul untuk melihat acara kibot tersebut, seperti pengakuan IBN berikut:

“Saya dulu pacaran cuma jalan-jalan aja si kak. Biasanya si di golf kalau gak pun kalau ada kibot tetep keluar kami tu ketemuan kan kalau gak hujan. Kami


(18)

ketemuan dua minggu sekali la wajibnya lebih mau. Malam wajibnya malam kamis sama malam minggu kak”.

Dulu dalam seminggu biasanya IBN dengan pacarnya berkencan tiap malam minggu, terkadang malam kamis juga hari-hari tertentu. Tetapi dalam keadaan tertentu bisa jadi tidak datang kerumah. Mereka biasa berkencan didepan rumah saja, atau jika bosan di rumah atau kebetulan ada hiburan malam seperti kibot, mereka biasanya pergi menonton berdua. Menikah adalah pilihan “IBN” dikarenakan sudah merasa bosan hidup sendiri dan ingin untuk hidup mandiri agar dapat mengurangi beban orangtuanya.

“Menikah sih pilihan saya sendiri kak, soalnya saya gak sekolah lagi, kerja juga gak ada jadi ngapain lagi yang ada bebanin mamak. Kalau udah nikahkan udah ada yang cari uang gak ngerepotin mamak lagi”.

Selain IBN, teman-teman sebaya dan sahabat IBN juga menikah di usia muda yaitu dibawah 20 tahun hingga dibawah 17 tahun. Kakak kedua (perempuan) IBN juga menikah diusia muda, yaitu kisaran usia 17 tahun juga.

“Saya bertiga kak, cewek semuanya. Kakak kedua aku juga nikahnya, nikah muda waktu tu masih umur 17 tahun, tapi memang dia gak sekolah lagi jadi ya nikah samalah seperti saya”.

IBN mengaku mendapatkan izin dari orangtua jika akan pergi berkencan malam minggu atau malam-malam lainnya. Biasanya dahulu ketika pacarnya datang orang tua IBN juga menyambut baik dan memberikan kepercayaan kepada anaknya.


(19)

tergantung dari IBN, kapan anaknya merasa sudah ingin dan siap untuk menikah. IBN tidak dijodohkan melainkan karena keinginan pribadi untuk menikah.

“Mamak gak ngelarang kak, mamak sama ayah oke-oke aja yang penting pulang jangan malam-malam kali. Mamak si ngijinin aja, mamak udah percaya sama aku sama cowok aku, kalau dia datang mamak senang. Malahan kalau gak dating mamak nanyain mana cowok mu kok gak datang? Gitu kata mamak yang penting bisa jaga badan aja”.

Tingkat pendidikan terakhir IBN adalah SMP (Sekolah Menengah Pertama). “Saya sekolah cuma sampai SMP kak, dulu si pengen kali bisa lanjut sekolah ke SMA tapi cemana orang tua gak ada biaya, yaudah ganggur la sampai sekarang”.

IBN tidak dapat melanjutkan pendidikan dikarenakan prekonomian keluarga yang rendah. Selain pendidikan formal seperti IBN mengaku juga tidak pernah mengenyam pendidikan non formal, seperti pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus tertentu.

“Kalau ada kursus-kursus jait gitu mau juga aku ikut tapi kan gak ada kak, yaudah lah. Kalau mau ikut yang diluar kan uang lagi mending aku kerja”.

Biaya sekolah yang terbilang mahal sudah menjadi beban bagi warga di Desa Jamur Jelatang apalagi untuk mengikuti kursus. Pelatihan-pelatihan nonformal tidak ada di Desa Jamur Jelatang hingga sekarang ini.


(20)

IBN mengaku tidak pernah mendengar maupun mengetahui tentang resiko pernikahan usia muda atau menikah di usia muda. Sedikit pemahamanya tentang hal tersebut. IBN hanya merasa takut akan adanya perceraian setelah menikah nantinya.

“Saya gak tau sama sekali kak tentang resiko pernikahan diusia muda, yang saya tau si mungkin perceraian kali kak. Kalau menikah muda tukan belum banyak bisa nerima tantangan kan maksudnya nerima masalah gitu kak konflik dalam rumah tanggakan pasti ada ya paling efeknya perceraian kalau selain itu saya gak taula kak”.

IBN juga tidak paham tentang resiko kesehatan dari pernikahan usia muda, terutama seorang perempuan yang hamil dibawah usia 20 tahun akan menimbulkan resiko kematian pada ibu dan bayi. IBN memang tidak pernah mengetahui akan hal tersebut, dan IBN juga tidak pernah menyangka kalau menikah dibawah usia 20 tahun memiliki resiko terhadap kematian. Seprti penuturan IBN berikut:

“Saya tidak pernah mendengar kalau menikah dibawah umur 20 tahun itu beresiko, baru ini aku tau dari kakak. Tidah pernah sedikitpun kepikiran sama ku kalau nikah muda tu ada efeknya kayak gitu. Sewaktu mau nikah semalam tu ka nada cek kesehatan dulu dipukesmas malah orang pukesmas gak ada bilang apa-apa tu biasa aja, paling Cuma nanyak kok masih muda udah cepat kali nikah dek itu aja, gak ada bilang apa-apa mereka ke saya kalau nikah muda beresiko”.


(21)

5.2.2 Informan Utama II: Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : WK

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Umur Menikah : 16 Tahun Pekerjaan : Buruh Pendidikan terakhir : SD

WK adalah anak ke 5 dari 5 bersaudara. Orang tua WK masih lengkap, ayah WK bekerja sebagai petani. Ibu WK adalah ibu rumah tangga, penghasilan yang diperoleh orang tua WK pun tidak menentu. Dahulu saat WK bersekolah tanggungan orang tua berjumlah 4 orang, anak pertama tidak dihitung karena sudah menikah, jika sekarang tanggungan orangtua WK sudah tidak ada lagi. Dikarenakan semua anak-anaknya sudah menikah. Hal ini seperti penuturan dari WK:

“Saya ada lima bersaudara kak, perempuan semua kami lima-lima, dulu waktu saya masih sekolah tanggungan mamak cuma 4 karena kakak pertama saya sudah menikah, jadi kami tinggal 4 lagi tanggungan mamak, kalau sekarang sudah tidak ada lagi karena sudah berkeluarga semua anak-anak mamak”.

WK telah mulai mengenal pacaran pada usia 15 tahun, dan pada waktu sebelum menikah hingga menikah WK sudah 4 kali berganti pacar, seperti penuturan WK:

“Saya dahulu mulai pertama kali mengenal pacaran masih sekolah SMP tu kak, seingat saya yah. Pacar ku yang bener-bener kami pacaran ada empat


(22)

kak, kalau pacaran yang main-main gak ingat lagi berapa orang kak. Tempat kami pacaran di golf kak dulu”.

Biasanya WK berkencan sebanyak 2 (dua) kali dalam seminggu terutama di saat malam minggu dan malam kamis.

“Kalau pacaran kemana ya, paling nongkrong di golf, kalau tidak pun iya dirumah aja atau nonton kibot kalau ada si. Saya ketemuan iya paling satu minggu iya dua kali lah, malam minggu, malam kamis ya gitulah”.

Tetangga sekitar saat melihat mereka berkencan baik itu di depan rumah maupun saat pergi jalan justru membiarkan saja dan nyaris tidak ada komentar apapun.

“Tetangga iya biasa ajalah, orang anaknya juga sama kayak gitu juga. Iya sama-sama ngerti ajalah gak ada masalahla gak ada komentar kak”.

Menikah adalah pilihan WK, hal yang mendorong WK untuk menikah adalah ingin membantu mengurangi beban orang tuanya, selain itu hal lain yang menyebabkan WK ingin menikah adalah sudah tidak tahu lagi harus bagaimana dan melakukan apa mengingat WK hanyalah lulusan SD. Pikiran tersebut diperparah dengan kondisi WK yang telah hamil duluan. WK mendapatkan laki-laki yang sudah bekerja.

“Menikah udah pilihan hidup saya kak, kalau saya menikahkan berkurang beban mamak. Iya ini murni saya yang mau karena ada problem semalam itu jadi iya ini pilihan yang saya ambil kak udah kayak gini pulak jalannya kan,


(23)

WK tidak begitu terbuka terhadap permasalahan hidupnya. Penelitian mengetahui tentang WK karena peneliti sudah kenal lama dengan informan WK kejadian yang dialaminya. Lingkungan pergaulan WK juga sangat mendukungnya untuk melakukan pernikahan di usia

“Kalau kawan-kawan sebaya saya si udah banyak yang nikah kak bukan cuma saya ya kakak tau sendirilah kan. Iya kakak bisalah liat anak-anak kampong ni. Kalau udah gak sekolah pasti nikah untuk mengurangi beban orang tua terus mau ngapain lagi yakan”.

WK juga diberikan izin oleh orang tuanya saat akan pergi berkencan malam minggu atau malam lainnya. Tanggapan dan sikap orang tua terhadap WK ketika melihat WK berkencan dengan pacarnya yaitu biasa saja, asalkan jangan pulang larut malam. Berikut penuturan WK:

“Orang tua saya gak melarang saya pacaran, kalau jalan-jalan atau pergi-pergi saya minta izin dulu orang tua ngasi-ngasi aja kak, asalkan jangan pulang larut malam gitu ajasi gak ada ngelarang-ngelarang”.

Namun orang tuanya justru tidak memerintahkan WK untuk cepat menikah. Dorongan untuk meikah di usia muda justru datang dari diri WK sendiri. WK merasa sudah terlalu menanggung beban yang besar di keluarganya, hal ini malah membuat WK menjadi enggan untuk bekerja lagi. WK juga memilih calon suaminya sendiri.

“Saya mau menikah karena udah capek juga kerja kak, jadi apa lagi yang ditunggu kan. Menikah memang kemauan aku sendiri kak, aku milih calon suami pun aku sendiri yang milih gak ada dijodoh-jodohin sama orang tua


(24)

memang udah pilihan hati aku kak. Lagi pun suami aku memang mau bertanggung jawab yaudah kan gak ada beban lagi yaudah nikah la lagi mau nunggu apa lagi ya kan”.

Pendidikan terakhir WK adalah SD (Sekolah Dasar). Salah satu hal yang menyebabkan WK hanya mengenyam pendidikan terakhir sampai Sekolah Dasar adalah kemauan informan untuk bersekolah yang tergolong rendah, bukan hanya hal itu saja, masalah ekonomi keluarga juga sebagai pemicu WK tidak dapat meneruskan pendidikannya sampai kebangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) atau tingkat akhir yaitu tingkat SMA.

“Pendidikan terakhir saya SD kak, saya gak mau lanjut lagi karena gimana ya, kemauan sekolah dulu gak ada kak tau lah kenapa, orang tua gak ada dana jadi gimana mau niat sekolah ada kalau dananya gak cukup makanya nikah ajalah”.

Selain pendidikan formal seperti sekolah responden juga tidak pernah mengenyam pendidikan non formal, seperti pelatihan-pelatihan atau kursus-kursus tertentu.

“Mau ngikutin kegiatan apa di kampung ni mana ada, kalau ada pun ya uang lagi bagus aku kerja kak. Kalau ada pelatihan-pelatian ya lumayan ada ilmu tambahan tapi gak ada apa yang mau diikutin”.

WK sebelumnya juga tidak pernah mendengar maupun mengetahui tentang resiko pernikahan usia muda.


(25)

“Menurut aku kak, resiko pernikahan itu pasti ada namanya berkeluarga pasti adalah selisih faham kalau bisa diatasi ya bisa baik-baik aja, kalu gak bisa teratasi ya cerailah jalannya apalagi kak. Perceraian gak Cuma untuk nikah muda udah tua juga bisa cerai ya setau saya si paling resiko nikah ini ya perceraian si mana ada yang lain”.

WK sendiri tidak pernah mendengar bahwa menikah muda memiliki resiko fisik maupun psikis. WK hanya mengetahui bahwa kebanyakan anak yang menikah di usia muda mudah untuk bercerai.

“Saya gak pernah dengar kak, kalau nikah muda beresiko ke kesehatan ibu hamil, setau aku cuma perceraian aja. Lagi pula kalau emang beresiko pasti gak diizininlah sama orang pukesmas tapi ini sah-sah aja gak ada masalah”.

5.2.3 Informan Utama III: Orang yang Melakuakan Pernikahan Usia Muda

Nama : EN

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Umur Menikah : 15 Tahun Pekerjaan : Tidak Bekerja Pendidikan terakhir : SMP

EN adalah anak pertama dari 3 bersaudara. EN masih memiliki orang tua yang lengkap. Pekerjaan orang tua EN adalah petani, dengan penghasilan perbulan lebih kurang adalah Rp 800.000 (Delapan Ratus Ribu Rupiah).


(26)

“Alhamdulillah orang tua ku dua-dua masih lengkap kak, mamak gak kerja si, ayah yang kerja, ayah petani ngurusin sawah”.

Jumlah tanggungan orang tua EN dahulu adalah sebanyak 3 orang, tetapi sekarang tinggal 2 orang dikarenakan (EN) sudah menikah, sehingga biaya kehidupan EN sudah menjadi tanggung jawab suaminya.

EN telah mulai mengenal pacaran pada usia 14 tahun, dan pada waktu yang lalu hingga menikah EN sudah berkali-kali berganti pacar.

“Saya mulai pacaran SMP kak. Banyak dulu pacar ku tapi gak ingat lagi la berapa-berapanya. Pokoknya suami ku yang ini pacar yang kesekian la kak”.

Sama seperti kedua informan sebelumnya, tempat favorit yang sering di kunjungi EN saat berkencan adalah lapangan golf saat sore hari dan biasanya jika berkencan pada malam hari EN cukup berada di rumah saja, jikalau harus keluar rumah, biasanya Karena EN memiliki kebutuhan tertentu saja atau jika ada hiburan kibot atau hiburan yang lainnya. Seminggu dua kali EN berkencan atau biasa anak muda-mudi menyebutnya dengan ngapel. Kencan tersebut biasanya terjadi pada malam-malam tertentu namun keseringan adalah pada malam minggu dan malam kamis.

“Kalau pacaran si biasanya aku ke golf kak, dimana lagi kak selain golf yang dekat dari sisni. Saya si kalau ketemuan ya dua kali kak dalam seminggu malam kamis sama malam minggu lah. Tetapi kalau ada kibot ya keluar juga kak.”


(27)

Dahulu biasanya pada saat berkencan menurut informan tetangganya juga tidak begitu peduli dan mereka bersikap biasa saja dan sebagaimana mestinya.

“Tetangga ya biasalah namanya juga anak muda, tidak begitu ikut campur udah masing-masing ajalah, orang itu juga punya anak kak gak ada simasalah aman-aman aja”.

Melalui penuturan EN dapat diketahui bahwa menikah adalah keinginannya sendiri, dengan alasan bahwa orang tuanya juga mengizinkan. Menurut orang tua EN apabila sudah ada yang cocok atau dengan kata lain sudah saling mencintai dan dari pihak laki-laki juga sudah punya pekerjaan, EN diizinkan untuk menikah.

“Saya menikah udah pilihan saya kak agar dapat membantu orang tua untuk mengurangi bebannya. Saya menikah iya tanyak juga lah sama mamak kan gak main nikah-nikah aja, eh… rupanya mamak juga setuju yaudah cowok aku juga mau yaudah nikah la kami sampek sekarang ini lah”.

Hal lain yang mendorong EN untuk menikah yaitu karena EN juga sudah tidak dapat melanjutkan studi nya kejenjang SMA (Sekolah Menengah Atas), dikarenakan faktor ekonomi keluarga yang tidak memadai.

“Saya sekolah cuma tamat SMP kak, mau nyambong lagi orang tua udah gak sanggop lagi cemana kan gak mungkin dipaksain yaudah sampek SMP aja lah”.

Tujuan EN menikah salah satunya adalah untuk mengurangi beban tanggungan orang tua, selain itu EN beranggapan jika menikah di usia muda, kelak jika anak-anak telah tumbuh dewasa maka usia orang tua juga masih muda, berikut penuturannya:


(28)

“Kalau sekarang udah nikah, jadi nanti kalau anak-anak udah besar kami belum pada tua kali kak, orang tuanya masih pada muda-muda kak”.

Kemudian selain EN, diketahui bahwa beberapa teman-teman informn ternyata juga ada yang melakukan pernikahan usia muda (pernikahan dibawah umur 19 tahun atau masih usia sekolah).

“Kawan-kawan aku banyak juga kak yang udah nikah, ada yang nikak memang mereka udah pada siap, ada juga kawan ku yang nikah udah hamil deluan macam la kak pokoknya umurnya rata-rata sama sama aku adapun yang dibawah ku udah nikah juga”.

Saat berpacaran EN juga diberikan izin oleh orang tuanya jika akan pergi berkencan malam minggu atau malam-malam lainya. Tanggapan dan sikap orangtua EN juga baik-baik saja jika pacarnya datang kerumah atau dengan kata lain melihat EN dengan kekasihnya, kalaupun jika saat itu informan harus pergi kencan keluar rumah seperti jalan-jalan, orangtua EN tetap mengizinkan asalkan jika hendak pergi pamit dahulu kepada orangtua.

“Mamak sama ayah biasa aja si, gak ada ngelarang kalau saya pacaran, mamak sama ayah ngasi izin ke aku yang penting kalau mau pergi jalan-jalanpamit sama orang tua. Orang tua ngizinin asalkan izin terlebih dahulu kalau mau pergi-pergi”.

Orang tua EN juga mengizinkan informan menikah di usia muda, asalkan keduanya sudah saling cocok. Dalam hal ini EN tidak di jodohkan, calon suami adalah murni pilihan informan sendiri, berikut penuturan EN:


(29)

“Orang tua ngizinin waktu aku bilang aku mau nikah, dan respon mereka biasa aja. Mereka ngijinin aja kalau udah merasa cocok sama pasangan aku. Pasangan aku ini murni pilihan aku sendiri gak ada dijodohin sama orang tua, memang udah dari hati aku untuk nikah sama dia”.

EN pernah mendengar resiko pernikahan usia muda yang paling utama yaitu resiko terjadinya perceraian.

“Saya tidak begitu memahami akan resiko dari pernikahan muda, setau saya mungkin kalau anak-anak nikah muda belum mampu untuk mengatasi permasalahan yang ada mungkin ya akan menimbulkan perceraian aja”.

Resiko perceraian yang disebabkan oleh terganggunya keberfungsian keluarga sehingga menyebabkan keharmonisan keluarga juga terganggu dimana dampak negatifnya adalah mengarah ke perceraian. EN tidak pernah mengetahui bahwa jika menikah di usia muda atau di bawah umur akan memungkinan terjadinya gangguan kehamilan

“Kalau berdampak pada kehamilan saya kurang tau karena emang kurang la pemahaman saya kalau saya bilang gak ada nanti ada tapi setau saya cuma itu lah resikonya mungkin perceraian aja”.

5.2.4 Informan Utama IV: Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : RK

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam


(30)

Pekerjaan : Tidak Bekerja Pendidikan terakhir : SD

RK adalah anak pertama dari dua bersaudara. RK sendiri masih memiliki orang tua yang lengkap. Ayah dan ibu RK masih hidup. Penghasilan orang tua RK tidak menentu, karena (RK) juga tidak mengetahui persis berapa penghasilan ayahnya perbulan.

“Saya cuma dua bersaudara kak, saya dan adik saya. Adik saya laki-laki, sekarang masih sekolah SD. Alhamdulillah orang tua masih lengkap kak, mamak sama ayah masih dua-dua. Pekerjaan ayah buruh bangunan kak, gak tau gajinya berapa. Gaji-gaji tukang bagunan lah, kalau mamak gak kerja kak sebagai ibu rumah tangga aja”.

Tanggungan orang tua RK sebelumnya hanya dua orang yaitu RK dan adiknya. Tetapi sekarang informan sudah menjadi tanggungan suaminya. Jumlah tanggungan orang tua RK sekarang tinggal adik RK sendiri.

RK telah mulai mengenal pacaran pada saat duduk dibangku SD, dan telah 5 (lima) kali berganti pacar. Dahulu tempat favorit yang sering di kunjungi informan ketika berkencan adalah di lapangan golf ketika sore hari, dan jika malam minggu atau malam lainnya informan lebih sering di rumah. Berikut penuturannya:

“Kalau mau pacaran iya di golf la kak, kemana lagi disitulah tempat nongkrong yang enak sambil jalan-jalan sore. Lihat-lihat pemandangan, tengok-tengok yang bisa bisa ditengok lah kalau gak pun ya di rumah ajalah duduk-duduk dirumah aja. Kami ketemuan ya biasanya seminggu dua kali kak, lebih pun bahkan”.


(31)

Tidak ada yang melarang atau menegur baik keluarga maupun tetangganya ketia RK sedang berkencan dengan pacarnya. Menurut RK tanggapan tetangga juga biasa saja.

“Kalau tetangga biasa aja si kak responya gak ada pun yang negur ya biasa ajalah, kan mereka juga mengerti. Kalau yang pacaran dikampung ini kan bukan cuma aku kak banyak yang lain gak mungkinla dia negor aku aja anak-anak yang lain kan banyak juga”.

Menikah adalah pilihan RK karena RK merasa tidak memiliki jalan keluar lagi, tidak dapat melanjutkan sekolah, pekerjaan juga tidak ada justru bagi RK hanya menambah beban orang tua saja.

“Gak ada uang kak, untuk lanjut sekolah yaudahlah, nikah aja apalagi yang ditunggu kasian mamak kan. Kalau sekarang mau sekolah yaudah gak mungkin lagi la kak yaudah dari pada ngerepotin mamak nikah la lagi”.

RK diberikan izin terhadap orangtua jika akan pergi berkencan malam minggu atau malam-malam lainya. Ibu RK sudah percaya pada pacarnya. Biasanya dahulu ketika pacarnya datang orang tua RK juga menyambut baik dan memberikan kepercayaan kepada anaknya.

“Mamak gak ngelarang kak, mamak biasa aja yang penting pulang jangan malam-malam kali. Mamak si ngijinin aja, mamak udah percaya sama aku sama cowok aku, kalau dia datang mamak senang, berarti dia menghargai keluarga aku sebagai pacar dia”.


(32)

Orang tua RK tidak menyuruh RK untuk cepat menikah, karena semua hal diserahkan kepada RK, kapan RK merasa sudah ingin dan siap, RK diperbolehkan dan diizinkan untuk menikah. Pernikahan RK tidak melalui perjodohan melainkan karena keinginan pribadi serta merasa sudah mampu untuk berkeluarga.

“Kalau orang tua gak ada yang nyuruh cepat menikah, tapi gak ngelarang juga kalau kami mau nikah. Tapi saya yang jalanin dan saya rasa, saya dan pasangan saya sudah mampu untuk berkeluarga yaudah mereka juga pada akhirnya ya diizinin juga lah, gak mungkin la mamak ngelarang kalau aku sama pasangan aku udah siap, semua tergantung aku si karena mamak udah nyerahin ke aku mau kayak gimana”.

Tingkat pendidikan terakhir informan adalah SD (Sekolah Dasar). Hal ini dikarenakan RK tidak sempat menamatkan pendidikan dibangku SMP nya (Sekolah Menengah Pertama). RK sudah merasa bosan untuk sekolah. Selain pendidikan formal, informan juga tidak pernah mengikuti pendidikan nonformal seperti les atau kursus tertentu hal ini dikarenakan memang niat pada diri RK untuk yang namanya bersekolah sudah tidak ada lagi.

“Saya gak ada ikut-ikut les udah malas kak, udah capek gak tau si kenapa udah malas aja rasanya, kalau ada kegiatan kursus dikampung ni pun percuma ajakak, memang aku gak mau lagi capek kalau ditanya kenapa gak tau kenapa, yang pasti uang kurang aku cuma bisa bilang itu la kak”.

RK sebelumnya memang tidak pernah mendengar adanya resiko pernikahan usia muda. Baik itu resiko fisik maupun psikologi yang kemungkinan besar dialami


(33)

“Saya kurang tau juga ya terhadap resiko pernikahan usia muda, gak ada juga tuh saya dengar kalau nikah muda tu ada resikonya. Gak pernah pun dengar ada yang bilang-bilang kalau nikah muda tu beresiko. Kalau memang beresiko pun ya aku bakalan tetap nikah kak, soalnya mau gimanapun utu takdir nikah nantipun kalau udah takdirnya seperti itu yaudah jadi sama aja kalau mau nikah muda atau nikah umur normal”.

5.2.5 Informan Tambahan I: Keluarga Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : MH

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 60 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SD

MH merupakan ibu kandung dari IBN. MH mengaku memberikan izin jika IBN ingin berkencan di malam hari. MH mengatakan bahwa sikap dan prilaku anaknya selama ini terbilang baik, penurut, pendiam, ramah, dan tidak begitu lasak. MH mengaku jarang mendengarkan curahan anaknya dikarenakan IBN merupakan anak yang sedikit tertutup untuk urusan pribadinya terutama sebelum menikah, masalah-masalah tertentu lebih sering diutarakannya kepada temannya. Tetapi kadang kala jika IBN memiliki masalah yang serius, MH kerap kali memberikan masukan-masukan dan solusi agar masalah tersebut memiliki jalan keluarnya.


(34)

IBN bebas memilih apa yang menjadi kemauannya karena MH mengaku jarang mengatur atau memberikan batasan-batasan terhadap anaknya untuk melakukan sesuatu. IBN di berikan kebebasan selagi dalam batas kewajaran. MH juga tidak pernah membatasi kepada siapa anaknya harus bergaul, asalkan temannya itu berteman dengan baik. Berikut pengakuannya:

“Namanya juga anak, saya sebagai orang tua cuma mau yang terbaik aja lah, mamak maunya anak-anak mamak senang semua gak ada mamak ngelarang mau nikah-nikah dari pada terjadi yang bukan-bukan yakan”.

MH juga mengijinkan anaknya untuk menikah di usia 16 tahun, karena pada saat itu IBN sudah memutuskan untuk berhenti sekolah. MH merasa calon pasangan anaknya sudah mapan dan sudah dianggap bisa menafkahi anak perempuannya itu. Menurut MH menikah muda tidak masalah asalkan keduanya sudah saling suka dan siap.

“Mau nikah muda, nikah tua kalau suaminya udah mapan ada kerjanya, ada duitnya pasti senang gak harus nunggu nikah umur tua kan”.

MH mengaku tidak pernah mendengar tentang kemungkinan resiko pernikahan di usia muda.

“Saya gak pernah dengar tuh kalau nikah muda beresiko, gak taupun saya gak tau sama sekali iya, yang penting udah siap mau berkeluarga yaudah nikah nanti itu kan bisa belajar dengan sendirinya kalau udah dijalani, kalau ada apa-apa ya atasi lah kan udah bekeluarga atasi sama suami gimana-gimananya”.


(35)

MH juga tidak pernah mengetahui resiko yang muncul dari pernikahan di usia muda baik yang dilihat dari sudut pandang psikologi, keharmonisan keluaraga, maupun resiko kesehatan. Padahal resiko kesehatan tertinggi yang kemungkinan besar akan muncul adalah menyerang pihak perempuan, hal ini yang umumnya terjadi pada kebanyakan pasangan pernikahan usia muda.

“Saya tidak mengetahui resiko yang muncul akibat pernikahan usia muda maka dari itu kalau anak saya mau nikah ya sah-sah saja asal anaknya udah mau apalagi, kalau resiko itu mau nikah muda, mau nikah tua pasti beresiko, palagi orang bekeluarga biasa itu maaf cakapnya kalau ibu atau anaknya meninggal itu emang udah resiko untuk semua perempuan gak harus muda tau tua. Gak ada resiko nikah muda, gak pernahpun saya dengar dari siapapun. Orang-orang dulu juga nikah umur masih muda-muda saya nikah umur 14 tahun dulu, ya sampai sekarang sehat-sehat saja”.

5.2.6 Informan Tambahan II: Keluarga Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : NEM

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 56 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : Tidak Pernah Bersekolah

NEM adalah ibu kandung dari WK. NEM tidak mengenyam pendidikan sejak dahulu tetapi NEM cukup mengetahui baca dan tulis.


(36)

“Saya gak ada sekolah dulu, tidak ada mengenyam pendidikan tapi kalau baca tulis tau lah, apalagi kalau ngitung uang tau kali saya. Karena dulu susah kali mau sekolah, orang tua saya juga gak ada niat buat nyekolahin saya, dulu si untuk apa anak perempuan sekolah toh di rumah juga ngurusin anak-anak yaudahlah mau gimana lagi”.

Menurut NEM, WK merupakan anak yang baik, WK juga sering bercerita kepada ibunya ketika sedang ada masalah . Masukan-masukan, nasehat dan solusi juga sering diberikan NEM kepada WK. Berikut penuturannya:

“Namanya juga anak ya pastilah cerita sama orang tua. Nasehat atau apapun yang jadi keluh kesah anak pasti orang tua bantu lah, siapa orang tua yang mau liat anaknya susah ya gak adalah. Apa yang bisa dibantu ya dibantu semana mampunya la, kalau gak bisa dibantu pasti anak-anak juga paham mereka juga mengerti keadaan orang tuanya”.

NEM juga tidak pernah membatasi tentang apa yang seharusnya dilakukan seperti aktivitas-aktivitas WK, sikap yang harus diambil dan lain sebagainya karena menurutnya WK sudah cukup dewasa. NEM memberikan kebebasan kepada WK asalkan tujuan dan niatnya baik. NEM juga tidak pernah membatasi dengan siapa anaknya harus bergaul selagi temannya itu adalah orang baik.

“Kalau saya gak begitu ngekang anak-anak, kalau anak-anak mau buat apa ya buat lah, yang penting masih dalam batas kewajaran, tujuan sama niatnya baik gak yang macam-macam. Bekawan juga kayak gitu gak ada saya melarang sama siapa dia harus bekawan yang penting orangnya baik gak yang macam-macam”.


(37)

NEM menikah pada usia 14 tahun. NEM juga mengizinkan WK untuk menikah pada usia muda. Menurut NEM jika anak sudah saling senang dan sudah saling suka namun tidak dinikahkan justru akan menimbulkan dosa. Menurut NEM jika anak sudah saling mencintai pasangannya dan dari pihak laki-laki juga sudah mapan, tidak ada salahnya jika mereka dinikahkan. Karena bagi NEM menikah adalah tujuan akhir dari setiap orang, jadi tidak harus memandang dari usia kapan harus melakukannya.

“Kalau masalah menikah sih, siapa aja pasti akan akan menikah pada akhirnya, semua itu tergantung kepada anaknya kalau udah siap dan yang lakik juga udah siap, udah mapan yaudah apa lagi. Lagipun kan gak mungkin dilarang kalau anak mau nikah dosa la kita, kan sama aja berarti kita ngalangin kebahagiaan anak”.

NEM diketahui juga tidak pernah mendengar tentang kemungkinan resiko pernikahan usia muda, baik resiko yang dilihat dari sudut pandang psikolog, maupun kesehatan.

“Saya gak ada dengar tentang resiko nikah muda ini, karena menurut saya baik itu nikah muda dan nikah tua juga pasti beresiko gak harus karena nikahnya usia muda”.

Namun NEM tidak memungkiri bahwa sebenarnya dia memiliki rasa ketakutan dari pernikahan usia muda, yang akan berdampak pada masalah keharmonisan keluarga. Masalah keharmonisan keluarga yang muncul dari pasangan-suami istri tersebut, dikarenakan belum mampu untuk mengatasi permasalahan dalam keluarga dan akan berujung pada perceraian.


(38)

“Setau saya resiko nikah muda gak ada tapi saya sebagai orang tua ada kecemasan tersendiri kalau ana saya nikah muda karena kalau ada cek-cok dalam rumah tangga kalau anak saya tidak bisa mengatasinya takutnya kejadian yang gak-gak aja itu aja si menurut saya, mana ada orang tua yang mau liat anaknya gagal dalam berumah tangga”.

5.2.7 Informan Tambahan III: Kelurga Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : WN

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 48 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SD

WN merupakan ibu kandung dari EN. Menurut WN, EN adalah anak yang baik, ramah dan mudah bergaul seperti anak-anak yang lain. Menurut WN anaknya EN tergolong jarang bercertia kepadanya, tetapi WN tetap sering memberikan masukan-masukan dan solusi terhadap masalah yang sedang dihadapi anaknya.

“Kalau si EN ini memang anaknya jarang cerita-cerita sama mamak, tapi dia anaknya baik kok, ramah biasalah kayak anak-anak yang lain juga. Tetapi mau gimanapun walaupun dia kurang bicara sama mamak tetap aja mamak selalu nasehatin dia, ya mamak pantau juga gimana keseharian dia, namanya anak gak mungkinla dibiarin aja ya pasti mamak nasehati, mamak kasi la


(39)

Walaupun terbilang jarang bercertia tentang kehidupan pribadinya, WN selalu memantau tingkah dan laku anaknya, dan selalu mengawasi setiap pergaulannya. WN sering mengingatkan EN agar tidak bergaul dengan sembarangan orang. Tetapi dalam hal ini EN juga tetap diberikan kebebasan dalam memilih teman.

“Mamak gak ngelarang dia mau bekawan sama siapa yang penting bagus-bagus ajalah, Cuma ya mamak ingatkan juga bekawan boleh tapi jangan sembarangan yang wajar-wajar ajalah”.

EN menikah pada usia 15 tahun, menurut WN pada usianya itu anaknya sudah sangat siap untuk berkeluarga dan WN juga telah mengijinkan, alhasil EN pun menikah pada usia 15 tahun. Memang WN sendiri yang mengizinkan anaknya (EN) menikah diusia yang tergolong masih sangat muda.

“Saya setuju saja kalau anak saya mau menikah, apa lagi kalau sudah ada yang mau yaudah tunggu apalagi walaupun harus nikah muda yaudah nikah aja”.

Menurut WN pernikahan di usia muda sah-sah saja asal calon suami sudah mapan, baik dengan anaknya dan sudah mampu untuk benar-benar membina suatu rumah tangga.

“Kalau menurut mamak gak ada masalah si nikah muda, asalkan yang lakik udah siap ada duitnya siap berumah tangga yaudah apalagi yang ditunggu, gak mungkinkan dilarang namanya jodohnya udah nyampek apalagi yang ditunggu”.


(40)

WN diketahui juga sama sekali tidak pernah mendengar tentang kemungkinan resiko pernikahan usia muda.

“Saya pribadi kurang memahami tentang resiko pernikahan anak yang dibawah umur, gak pernah si saya dengar kayak-kayak gitu setau saya namanya orang berumah tangga kalau gak bagus-bagus ya paling ya bercerai la, ya mudah-mudahan ya jangan. cuma itulah yang saya tau”.

5.2.8 Informan Tambahan IV: Keluarga Orang yang Melakukan Pernikahan Usia Muda

Nama : ID

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 46 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMP

ID adalah ibu kandung dari RK. ID menuturkan bahwa anaknya selama ini adalah anak yang baik, pendiam, dan tidak terlalu lasak sama halnya seperti anak-anak yang lain. ID sangat sering mendengarkan curhatan anak-anaknya di karenakan RK sangat suka berbagi cerita ke orangtuanya, sehingga sangat mudah bagi ID untuk memberikan masukan-masukan serta solusi ketika RK sedang ada masalah. Pengawasan yang diberikan terhadap pergaulan anaknya juga cukup baik.

“Ya RK itu anaknya baik, pendiam trus gak lasak. Dia suka cerita sama ibu masalahnya jadi ibu suka kasih nasehat juga. Ibu sering tanya


(41)

kawan-ID juga memberikan kebebasan untuk RK melakukan pernikahan usia muda dengan alasan demi kebahagiaan anaknya. Demikian penuturan ID:

“Kalau RK memilih menikah cepat ya ibu setuju aja ya. Kalau dia nya senangnya gitu ya gapapa. Asal suami nya kerja aja juga udah cukup sama ibu. Dia juga udah bisa ngurus rumah tangga kok, bisa nyuci, masak, ngepel. Itu aja udah cukup ibu rasa”.

ID juga mengaku sama sekali tidak pernah mendengar bahkan mengetahui tentang kemungkinan resiko pernikahan usia muda. Baik itu resiko yang dilihat dari sudut pandang psikologi, keharmonisan keluaraga, maupun resiko kesehatan.

“Saya tidak mengetahui resiko dari pernikahan usia muda, setau saya resikonya mungkin hanya konflik-konflik dalam keluarga yang muncul itu aja si, ya tau lah kalau kita gak bisa ngatasi masalah dalam keluarga kita ya siap-siap ajalah bakalan berantam terus dirumah kalau udah kayak gitu ya ujung-ujungnya ya pisah, tapi ya insyaallah anak-anak saya jangan sampai seperti itu”.

ID sendiri mengaku pasrah sekalipun pernikahan usia muda yang dilakukan anaknya benar-benar memiliki resiko yang besar. Berikut penuturannya:

“Ya kalaupun beresiko ya saya terserah anak aja kalau dia udah siap sama semua resikonya yaudah jalanin aja, saya sebagai orang tua hanya ingin yang terbaik aja untuk anak-anak saya”.


(42)

5.2.9 Informan Kunci: Imam Desa Jamur Jelatang

Nama : S

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Usia : 36 Tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Imam Desa Pendidikan Terakhir : SMA

S merupakan seorang Imam Desa yang bertugas mengurusi segaka hal yang menyangkut dengan agama di Desa Jamur Jelatang. Tidak hanya mengurus soal perwiritan tetapi juga pernikahan, jika warga desa memutuskan untuk menikah, maka mereka diwajibkan untuk mendatangi S agar mendapatkan bimbingan dan arahan. S juga memiliki wewenang untuk menentukan layak atau tidak pasangan tersebut untuk melangsungkan pernikahan.

“Saya memang diamanahkan oleh warga desa untuk mengurusi perihal urusan agama disini. Ya soal kalau ada yang meninggal, pengajian, bahkan urusan pernikahan. Itu semua harus dilaporkan dulu kepada saya.”

Informan mengaku sangat tidak setuju dengan pernikahan usia muda yaitu pasangan suami istri yang masih berusia belasan tahun, karena dianggap belum matang dan penalaran juga masih kurang. S menyadari akan kemungkinan resiko-resiko yang dapat terjadi pada pasangan usia muda tersebut. Tetapi jika didapati kasus yang mengharuskan pasangan tersebut untuk menikah seperti seseorang yang hamil duluan, agar tidak timbul rasa malu yang lebih besar maka pasangan tersebut


(43)

orang tua juga sudah memberikan restu, hal tersebut dapat dijadikan alasan agar pasangan tersebut dapat segera melangsungkan pernikahan. Berikut penuturan S:

“Saya tidak setuju dengan pernikahan usia muda. Anak-anak belasan tahun seperti mereka kan harusnya belajar dulu, sekolah yang bagus. Tapi ya itu, terkadang karena pergaulan dan terjadi hal yang tidak diinginkan, mau gak mau harus kita nikahkan. Ada juga yang orang tuanya datang ke saya meminta untuk agar anaknya dinikahkan”.

Berdasarkan penuturan S, pernikahan usia muda memang sering terjadi di Desa Jamur Jelatang, tetapi jumlahnya tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Aktivitas dan pergaulan remaja di lingkungan desa pada dasarnya baik selama pergaulannya tidak melanggar aturan yang berlaku di desa. Pengawasan orangtua juga sangat penting dan harus ditingkatkan guna mencegah terjadinya pernikahan usia muda. Orang tua juga harus memberikan pendidikan yang efektif agar anak-anaknya lebih memahami aturan desa dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

“Pergaulan mereka sebenarnya bagus, semuanya akrab, sering buat kegiatan seperti gotong royong. Ya tapi itu, suka ada yang kebablasan. Orang tua harusnya lebih mengawasi anaknya ya, walaupun saya tahu orang tua mereka sibuk bekerja. Jadi terkadang sering membebaskan anaknya karena merasa sudah besar.”

5.3 Analisis Data

Pernikahan usia muda banyak terjadi dari dahulu sampai sekarang. Kebanyakan para pelaku pernikahan usia muda tersebut adalah remaja desa yang memiliki tingkat pendidikan kurang. Remaja desa kebanyakan malu untuk menikah


(44)

pada umur 20 tahun keatas. Anggapan remaja desa lebih memungkinkan untuk menikah di usia muda karena disana ada anggapan atau mitos bahwa perempuan yang berumur 20 tahun keatas yang belum menikah berarti “Perawan Tua”.

Persoalan mendasar dari seorang anak perempuan yaitu ketika dia memasuki usia dewasa, banyak orang tua menginginkan anaknya untuk tidak menjadi perawan tua. Menjadi perawan tua bagi kebanyakan masyarakat dianggap sebagai bentuk kekurangan yang terjadi pada diri perempuan. Untuk itu, dalam bayangan ketakutan yang tidak beralasan banyak orang tua yang akhirnya menikahkan anaknya pada usia muda. Kondisi itulah yang menjadikan timbulnya persepsi bahwa remaja desa akan lebih dulu menikah dari pada remaja kota. Anggapan-anggapan tersebut muncul karena kurangnya pengetahuan dari masyarakat mengenai pentingnya pendidikan bagi remaja.

Menurut Dadang (2005), banyak kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan bercerai ketika memutuskan untuk menikah. “Kebanyakan yang gagal itu karena kawin muda”. Dalam alasan perceraian tentu saja bukan karena alasan menikah muda, melainkan alasan ketidak cocokan dan sebagainya. Tetapi masalah tersebut tentu saja sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang dilakukan tanpa kematangan usia.

Pernikahan usia muda akan berdampak pada kualitas anak, keluarga, keharmonisan keluarga dan perceraian. Karena pada masa tersebut, ego remaja masih tinggi. Dilihat dari aspek pendidikan, remaja di Desa Jamur Jelatang mayoritas lulusan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kebanyakan dari mereka tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dikarenakan faktor


(45)

ekonomi dan tingkat pendidikan rata-rata orang tua mereka juga rendah, sehingga kurang mendukung anak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Selain itu, minimnya pengetahuan tentang bahaya atau resiko dari pernikahan usia muda menjadi alasan kuat bagi remaja di Desa Jamur Jelatang untuk menikah di usia belasan tahun. Padahal begitu banyak resiko yang akan terjadi tidak hanya dari segi psikologi tetapi juga kesehatan. Hal ini tentu akan meningkatkan angka kematian bagi bayi dan juga ibu muda. Masalah kesehatan juga akan timbul bagi pasangan yang menikah di usia muda, khususnya bagi perempuan seperti kanker leher rahim, kesehatan maternal dan bayi serta neuritis depresi.

5.3.1 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda

Berdasarkan wawancara mendalam yang telah peneliti lakukan, maka didapati faktor-faktor penyebab pernikahan usia muda suku Jawa di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang sebagai berikut:

a. Faktor Ekonomi

Adanya pernikahan usia muda di Desa Jamur Jelatang sebagian besar disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga yang berada di kelas menengah kebawah. Para orang tua yang menikahkan anaknya beranggapan beban ekonomi keluarga akan berkurang satu. Hal ini disebabkan karena jika anak sudah menikah, maka akan menjadi tanggung jawab suaminya.

Di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang. Kondisi ekonomi setiap keluarganya antara satu keluarga dengan keluarga lainnya pada umumnya sama. Hampir semua keluarga di Desa Jamur Jelatang tidak bisa


(46)

memenuhi semua keperluan sehari-harinya karena penghasilan yang mereka peroleh sangat pas-pasan.

Masyarakat di Desa Jamur Jelatang mempunyai mata pencaharian yang hampir sama yaitu sebagai buruh tani. Ada yang sudah bekerja sebagai buruh tetap dan ada juga yang masih buruh harian lepas. Oleh karena itu penghasilan mereka hampir tidak menentu setiap bulannya.

b. Faktor Diri Sendiri

Selain faktor ekonomi, pernikahan usia muda di Desa Jamur Jelatang disebabkan karena adanya kemauan sendiri dari pasangan. Hal ini disebabkan karena merasa dirinya telah dewasa, merasa sudah mampu untuk membina sebuah rumah tangga, dan karena mengikuti terman yang sudah menikah duluan, juga karena ingin meringankan beban orang tuanya tanpa memikirkan bahkan mencari tahu resiko dari menikah di usia muda.

c. Faktor Pendidikan

Rendahnya pendidikan juga merupakan faktor pendorong terjadinya pernikahan usia muda. Para orang tua yang hanya bersekolah hingga tamat SD merasa senang jika anaknya sudah menemukan pasangan yang sudah bekerja, dan orang tua tidak pernah mengetahui dampak dari pernikahan usia muda ini.

Pendidikan yang rendah dapat mempersempit pola pandang atau pola pikir, sehingga sangat besar pengaruhnya untuk segera menikahkan anaknya. Pernikahan usia muda yang terjadi di Desa Jamur Jelatang sebagian besar disebabkan karena kurangnya pengetahuan orang tua dan anak yang tidak memiliki kesempatan untuk


(47)

perempuan di Desa Jamur Jelatang memilih untuk menikah dengan lelaki yang memintanya untuk dijadikan istri.

d. Faktor Orang Tua

Sebagian besar orang tua remaja di Desa Jamur Jelatang memberikan izin kepada anaknya untuk melakukan pernikahan usia muda. Hal ini disebabkan karena orang tua remaja tersebut juga menikah di usia yang relatif muda. Orang tua juga merasa berkurang tanggungannya jika anaknya segera dinikahkan. Tidak jarang orang tua berpikir bahwa menikah adalah salah satu hal yang dapat membuat anaknya merasa lebih bahagia dan terhindar dari perbuatan dosa.

Ada beberapa kutipan wawancara yang peneliti lakukan untuk memperkuat analisis data, yaitu:

Informan Utama I:”Kalau kebutuhan sehari-hari ayah sama mamak kerja sama dibantu kakak jugak la, sekarang tanggungan mamak berkurang satu saya kan udah berkeluarga sekarang. Bisa ngurangi beban mamak sedikit.”

Informan Utama III: “Saya sekolah cuma tamat SMP kak, mau nyambong lagi orang tua udah gak sanggop lagi cemana kan gak mungkin dipaksain yaudah sampek SMP aja lah”.

Pernyataan tersebut membuktikan bahwa sebagian besar penduduk Desa Jamur Jelatang menikahkan anaknya untuk mengurangi beban perekonomian keluarga, juga karena merasa tidak bisa melakukan apapun karena tidak memiliki pengetahuan sehingga lebih baik untuk menikah saja.


(48)

Informan Utama III “Orang tua ngizinin waktu aku bilang aku mau nikah, dan respon mereka biasa aja. Mereka ngijinin aja kalau udah merasa cocok sama pasangan aku. Pasangan aku ini murni pilihan aku sendiri gak ada dijodohin sama orang tua, memang udah dari hati aku untuk nikah sama dia”.

Informan Utama II: “Saya mau menikah karena udah capek juga kerja kak, jadi apa lagi yang ditunggu kan. Menikah memang kemauan aku sendiri kak, aku milih calon suami pun aku sendiri yang milih gak ada dijodoh-jodohin sama orang tua memang udah pilihan hati aku kak. Lagi pun suami aku memang mau bertanggung jawab yaudah kan gak ada beban lagi yaudah nikah la lagi mau nunggu apa lagi ya kan”.

Dorongan yang datang dari hati menjadi salah satu faktor penyebab pernikahan usia muda di Desa Jamur Jelatang. Hal ini dikarenakan remaja tersebut sudah memilih sendiri pasangannya dan tidak dikekang oleh orang tuanya.

Informan Utama IV: “Gak ada uang kak, untuk lanjut sekolah yaudahlah, nikah aja apalagi yang ditunggu kasian mamak kan. Kalau sekarang mau sekolah yaudah gak mungkin lagi la kak yaudah dari pada ngerepotin mamak nikah la lagi”.

Informan Utama II: “Pendidikan terakhir saya SD kak, saya gak mau lanjut lagi karena gimana ya, kemauan sekolah dulu gak ada kak tau lah kenapa, orang tua gak ada dana jadi gimana mau niat sekolah ada kalau dananya gak


(49)

Informan Tambahan II: “Saya gak ada sekolah dulu, tidak ada mengenyam pendidikan tapi kalau baca tulis tau lah, apalagi kalau ngitung uang tau kali saya. Karena dulu susah kali mau sekolah, orang tua saya juga gak ada niat buat nyekolahin saya, dulu si untuk apa anak perempuan sekolah toh di rumah juga ngurusin anak-anak yaudahlah mau gimana lagi”.

Rendahnya kualitas pendidikan serta minimnya pengetahuan tentang pernikahan muda menjadi warga Desa Jamur Jelatang berpikiran sempit mengenai pernikahan usia muda. Orang tua remaja beranggapan bahwa setiap anak perempuan tidak perlu memiliki pendidikan yang tinggi karena kelak kehidupannya akan berakhir di dapur dan mengurusi suami serta anak-anaknya nanti.

Informan Utama IV: “Kalau orang tua gak ada yang nyuruh cepat menikah, tapi gak ngelarang juga kalau kami mau nikah. Tapi saya yang jalanin dan saya rasa, saya dan pasangan saya sudah mampu untuk berkeluarga yaudah mereka juga pada akhirnya ya diizinin juga lah, gak mungkin la mamak ngelarang kalau aku sama pasangan aku udah siap, semua tergantung aku si karena mamak udah nyerahin ke aku mau kayak gimana”.

Informan Tambahan III: “Kalau menurut mamak gak ada masalah si nikah muda, asalkan yang lakik udah siap ada duitnya siap berumah tangga yaudah apalagi yang ditunggu, gak mungkinkan dilarang namanya jodohnya udah nyampek apalagi yang ditunggu”.


(50)

Informan Tambahan IV: “Kalau RK memilih menikah cepat ya ibu setuju aja ya. Kalau dia nya senangnya gitu ya gapapa. Asal suami nya kerja aja juga udah cukup sama ibu. Dia juga udah bisa ngurus rumah tangga kok, bisa nyuci, masak, ngepel. Itu aja udah cukup ibu rasa”.

Informan Kunci: “Pergaulan mereka sebenarnya bagus, semuanya akrab, sering buat kegiatan seperti gotong royong. Ya tapi itu, suka ada yang kebablasan. Orang tua harusnya lebih mengawasi anaknya ya, walaupun saya tahu orang tua mereka sibuk bekerja. Jadi terkadang sering membebaskan anaknya karena merasa sudah besar.”

Sebagian besar orang tua remaja di Desa Jamur Jelatang mendukung anaknya untuk melakukan pernikahan usia muda karena merasa anaknya sudah tepat dalam memilih dan menentukan hidupnya. Asal lelaki nya bekerja, bagi orang tua hal itu saja sudah cukup untuk anaknya melakukan pernikahan. Usia tidak harus menjadi penghambat bagi anak melakukan pernikahan karena pernikahan adalah tujuan hidup bagi setiap orang.

Rendahnya pengawasan orang tua dalam mengawasi pergaulan anaknya menjadikan remaja di Desa Jamur Jelatang merasa bebas untuk pergi dan melakukan apapun dengan siapa saja. Orang tua kurang memberikan perhatian yang efektif kepada anaknya dikarenakan sibuk bekerja.


(51)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, penulis merumuskan kesimpulan bahwa faktor-faktor penyebab pernikahan usia muda pada suku Jawa di Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang adalah:

1. Ekonomi yang rendah merupakan penyebab dari pernikahan usia muda khususnya pada suku jawa yang ada di Desa Jamur Jelatang.

2. Kemauan diri sendiri yang disebabkan oleh dorongan hati dan perasaan sudah mampu untuk membina rumah tangga.

3. Pendidikan yang rendah sehingga menjadikan warga desa memiliki pola pikir yang sempit sehingga memutuskan untuk melakukan pernikahan usia muda. 4. Dorongan orang tua, hal ini disebabkan orang tua memberikan izin dan

wewenang penuh kepada anaknya untuk melakukan apa saja asal demi kebahagian, orang tua juga berpikir bahwa menikah adalah tujuan akhir bagi setiap orang.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka penulis memberikan saran kepada: 1. Disarankan kepada keluarga, peran dan fungsi keluarga juga disadari dapat

memberikan kontribusi positif dalam mengurangi terjadinya pernikahan usia muda. Melalui adanya pola asuh orangtua serta peran dan fungsi keluarga yang baik, semoga hal ini diharapkan dapat mengurangi angka pernikahan usia mudas. Fungsi keluarga dalam hal ini adalah fungsi


(52)

pemenuhan kebutuhan ekonomi, pendidikan, dan kontrol yang baik dalam mendidik anak.

2. Disarankan kepada Pemerintah agar lebih peka terhadap maraknya pernikahan usia muda, yakni dengan kembali menghidupkan kontrol sosial terhadap pergaulan remaja melalui pengadaan sosialiasi di desa-desa serta melakukan penyuluhan dan melakukan tindakan-tindakan pencegahan atas pengaruh negatif lingkungan.


(53)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Remaja dan Keluarga 2.1.1 Defenisi Remaja

Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Al-Mighwar, 2011). Remaja (Adolescence) adalah masa transisi/ peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut Adolescence, berasal dari bahasa Latin Adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan.

Anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Golongan remaja muda adalah para gadis berusia 13 sampai 17 tahun, inipun sangat tergantung pada kematangan secara seksual, sehingga penyimpangan-penyimpangan secara kasuistik pasti ada. Laki-laki yang disebut remaja muda berusia 14 tahun sampai 17 tahun. Remaja muda sudah menginjak 17 sampai dengan 18 tahun mereka lajim disebut golongan muda/anak muda. Sebab sikap mereka sudah mendekati pola sikap tindak orang dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental belum matang sepenuhnya (Naibaho, 2013).


(54)

2.1.2 Batasan Usia Masa Remaja

Masa pubertas berada dalam usia antara 15 – 18 tahun, dan masa adolescence (masa remaja) dalam usia antara 15 - 21 tahun, namun demikian ada petunjuk bahwa usia antara 15 – 21 tahun disebut pula sebagai masa pubertas. Hal ini berarti bahwa menurutnya, rentang usia 15 – 21 tahun adalah usia remaja (Al-Mighwar, 2011). Dariyo (2004) menyebutkan bahwa penggolongan remaja menurut Thornburg terbagi menjadi 3 tahap, yaitu : remaja awal (usia 13-14 tahun), remaja tengah (usia 15-17 tahun), dan remaja akhir (usia 18-21tahun). Masa remaja awal, umumnya individu telah memasuki pendidikan di bangku sekolah menengah tingkat pertama (SLTP),sedangkan masa remaja tengah, individu sudah duduk di sekolah menengah atas (SMU). Kemudian, mereka yang tergolong remaja akhir, umumnya sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin saja sudah bekerja.

Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri. Masa mecari jati diri ini terjadi karena masa remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Ditinjau dari segi fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa, ini ditunjukkan oleh sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja. Sifat remaja yang pada umumnya memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sehingga seringkali ingin mencoba-coba, menghayal dan merasa gelisah, serta berani melakukan pertentangan jika dirinya disepelekan atau tidak dianggap. Untuk itu, mereka sangat memerlukan keteladanan konsistensi, serta komunikasi yang tulus dan empatik dari orang dewasa.


(55)

dilakukan oleh orang dewasa/orang tua; antara apa-apa yang sering dikatakan dalam berbagai forum dengan kenyataan nyata di lapangan. Kata-kata moral ini didengungkan dimana-mana, tetapi kemaksiatan juga disaksikan dimana-mana oleh ramaja. Proses perkembangan yang dialami remaja akan menimbulkan permasalahan bagi mereka sendiri dan mereka yang berada dekat dengan lingkungan hidupnya (Al Gifari,2002).

Sejak di dalam kandungan hingga lahir, seorang individu tumbuh menjadi anak, remaja, atau dewasa. Hal ini berarti terjadi proses perubahan pada diri setiap individu. Aspek-aspek perubahan yang dialami oleh setiap individu meliputi fisik, kognitif maupun psikososialnya(Dariyo, 2004). Lebih lanjut Dariyo (2004) dalam bukunya menyebutkan bahwa menurut pandangan Gunarsa dan Gunarsa bahwa secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan individu (bersifat dichotomi), yakni :

a. Faktor Endogen (Nature). Dalam pandangan ini dinyatakan bahwa perubahan - perubahan fisik maupun psikis dipengaruhi oleh faktor internal yang bersifat herediter yaitu yang diturunkan oleh orang taunya, misalkanpostur tubuh(tinggi badan), bakat minat, kecerdasan, kepribadian, dan sebagainya. b. Faktor Exogen (Nurture). Pandangan faktor exogen menyatakan bahwa

perubahan dan perkembangan individu sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu itu sendiri. Faktor ini diantaranya berupa lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

c. Interaksi antra endogen dan exogen. Dalam kenyataannya, masingmasing faktor tersebut tidak dapat dipisahkan. Kedua faktor itu saling berpengaruh, sehingga terjadi interaksi antara faktor internal maupun eksternal, yang kemudian membentuk dan mempengaruhi perkembangan individu.


(56)

2.2 Peran Orang Tua

Orang tua adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membimbing anak-anaknya untuk mencapai tahapan tertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Sedangkan pengertian orang tua di atas, tidak terlepas dari pengertian keluarga,karena orang tua merupakan bagian besar yang sebagian besar telah tergantikan oleh keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Secara tradisional, keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian darah, perkawinan atau adopsi (hukum) yang memiliki tempat tinggal bersama (Suparyanto, 2011).

Pengertian emosional yang sangat mendalam mengenai hubungan keluarga bagi hampir semua anggota masyarakat telah diobservasi sepanjang sejarah peradaban umat manusia. Para ahli filsafat dan analis sosial sosial telah melihat bahwa masyarakat adalah struktur yang terdiri dari keluarga, dan bahwa keanehan-keanehan suatu masyarakat tertentu dapat digambarkan dengan menjelaskan hubungan kekeluargaan yang berlangsung didalamnya (Goode, 2007).

Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperanan sebagai pencari nafkah,pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Ayah juga berperan sebagai pengambil kepu tusan dalam keluarga. Demikian juga halnya peranan ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya


(57)

serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya (Effendy, 2004). Orang tua ikut berperan dalam menentukan arah pemilihan karier pada anak remajanya; walaupun pada akhirnya keberhasilan dalam menjalankan karier selanjutnya sangat tergantung pada kecakapan dan keprofesional-an pada orang (anak) yang menjalaninya. Karena hal ini berkaitan dengan masalah pembiayaan pendidikan, masa depan anaknyaagar terarah dengan baik, maka seringkali orang tua turut campur tanganagar anaknya memilih program studi yang mampu menjamin kehidupan kariernya. Biasanya orang tua yang berkecukupan secara ekonomi, menghendaki anaknya untuk memilih program studi yang cepat menghasilkan nilai materi, misalnya fakultas ekonomi, teknik, farmasi, kedokteran. Anggapan orang tua, anak yang mampu memasuki program ini, tentu akan terjamin masa depannya. Dalam kenyataannya, tak selamanya apa yang menjadi pilihan orang tua akan berhasil dijalankan oleh anaknya, kalau tidak disertai oleh minat bakat, kemampuan, kecerdasan, motivasi internal dari anak yang bersangkutan (Dariyo,2004).

2.2.1 Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh dapat diartikan sebagai gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan (Naibaho, 2011). Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi, kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya (Naibaho, 2011). Dalam mengasuh anak, orang tua tidak hanya mampu untuk


(58)

mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan membantu untuk menumbuhkembangkan kepribadian pada anak (Naibaho, 2011).

Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara orang tua dalam mendidik anaknya. Cara orang tua mendidik anaknya disebut sebagai pola pengasuhan. Dalam interaksinya dengan orang tua anak cenderung menggunakan cara-cara tertentu yang dianggap paling baik bagi anak. Disinilah letaknya terjadi beberapa perbedaan dalam pola asuh. Di suatu sisi orang tua harus bisa menentukan pola asuh apa yang tepat dalam mempertimbangkan kebutuhan dan disuatua sisi anak, disisi sebagai orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk anak menjadi seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik dari orang tuanya. Individu dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya banyak dipengaruhi oleh peranan orang tua dan lingkungan lainnya. Peranan orang tua tersebut akan memberikan lingkungan yang memungkinkan anak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya.

Dariyo (2004) dalam bukunya menyebutkan bahwa pola asuh orang tua sangat mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak. Baumrind, ahli psikologi perkembangan membagi pola asuh orang tua menjadi 3 yakni otoriter, permisif, dan permisif.

a. Pola Asuh Otoriter

Dalam pola asuh ini orang tua berperan sebagai arsitek,cenderung menggunakan pendekatan yang bersifat diktator, menonjolkan wibawa, menghendaki ketaatan mutlak. Anak harus tunduk dan patuh terhadap kemauan orang tua. Apapun yang dilakukan oleh kegiatan yang ia inginkan, karena semua sudah ditentukan oleh orang tua (Aisyah, 2010). Ciri-ciri dari


(59)

Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua (Dariyo, 2004). Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri antara lain: kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang serta simpatik. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai-nilai mereka, serta mencoba membentuk lingkah laku sesuai dengan tingkah lakunya serta cenderung mengekang keinginan anak. Orang tua tidak mendorong serta memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri dan jarang memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti anak dewasa. Orang tua yang otoriter cenderung memberi hukuman terutama hukuman fisik (Aisyah, 2010).

b. Pola Asuh Permisif

Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan oleh orang tua. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung menjadi semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Dari sisi negatif lain, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku (Dariyo, 2004).Tipe orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali. Anak sedikit sekali dituntut untuk suatu tangung jawab, tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya. Orang tua permisif memberikan kepada anak untuk berbuat sekehendaknya dan lemah sekali dalam melaksanakan


(60)

disiplin pada anak. Hurlock mengatakan bahwa pola asuhan permisif bercirikan adanya kontrol yang kurang, orang tua bersikap longgar atau bebas, bimbingan terhadap anak kurang. Ciri pola asuh ini adalah semua keputusan lebih banyak dibuat oleh anak daripada orang tuanya(Aisyah, 2010).

Pola asuh seperti ini tentu akan menimbulkan serangkaian dampak buruk. Di antaranya anak akan mempunyai harga diri yang rendah, tidak punya kontrol diri yang baik, kemampuan sosialnya buruk, dan merasa bukan bagian yang penting untuk orang tuanya. Bukan tidak mungkin serangkaian dampak buruk ini akan terbawa sampai ia dewasa. Tidak tertutup kemungkinan pula anak akan melakukan hal yang sama terhadap anaknya kelak. Akibatnya, masalah menyerupai lingkaran setan yang tidak pernah putus. Secara teroritik hubungan pola asuh permisif dengan agresifitas mestinya lebih rendah dibandingkan dengan hubungan pola asuh otoriter dengan agresifitas. Namun, kenyataan di lapangan mengatakan lain, yakni pola permisif justru mempunyai hubungan yang lebih besar bagi munculnya agresifitas. Mengapa demikian? Beberapa kemungkinan dapat kita tampilkan; salah satu di antaranya adalah bahwa manusia semakin direndahkan martabatnya dengan tidak menggubris seluruh perbuatannya maka ia akan mencari perhatian dengan cara menampilkan perbuatan yang negatif yang langsung dapat mencemarkan nama baik keluarganya. Jika cara yang ditempuh individu itu mendapat reinforcement maka ia akan lebih sering melakukan tindakan yang negatif, dalam konteks ini adalah perilaku agresif (Aisyah, 2010).


(61)

c. Pola Asuh Demokratis

Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersma dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kekebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral (Dariyo, 2004). Stewart dan Koch (1983) menyatakan bahwa orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anakanaknya,saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian (Aisyah, 2010).

d. Pola Asuh Situasional

Pola asuh dalam kenyataannya tidak diterapkan secara kaku, artinya orang tua tidak menerapkan salah satu tipe pola asuh tersebut. Ada kemungkinan orang tua menerapkan secara fleksibel, luwes, dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu. Sehingga seringkali muncullah, tipe pola asuh situasional. Orang yang menerapkan pola asuh ini, tidak berdasarkan pada pola asuh tertentu, tetapi semua tipe tersebut diterapkan secara luwes (Dariyo, 2004).


(62)

2.3 Konsep Pernikahan 2.3.1 Defenisi Pernikahan

Pernikahan adalah awal dari pembentukan keluarga. Dari sudut pandang psikologis, keluarga dapat dilihat dari individu-individu yang ada dalam satu keluarga, dan bagaimana relasi antar individu-individu tersebut. Dengan demikian, persiapan psikologis individu/tokoh utama yang di soroti adalah muda-mudi calon pengantin, sedang dalam pasca nikah yang di soroti adalah pasangan suami isteri. Adapun individu-individu lain di pandang sebagai lingkungan sosial yang berkaitan dengan fase pra nikah maupun pasca nikah. Pada fase pra nikah lingkungan sosial terdekat adalah orang tua, sanak saudara, teman sejenis maupun lawan jenis. Pada fase pasca nikah lingkungan terdekat adalah orang tua/mertua, sanak saudara dari kedua belah pihak, teman sebaya sejenis maupun lawan jenis (Setiono, 2011).

Pasal 1 Undang - Undang No 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan, mendefinisikan pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Undang-Undang No 1 Tahun 1974). Pernikahan adalah pintu bagi bertemunya dua hati dalam naungan pergaulan hidup yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, yang di dalamnya terdapat berbagai hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pihak untuk mendapatkan kehidupan yang layak, bahagia, harmonis, serta mendapat keturunan. Pernikahan itu merupakan ikatan yang kuat yang didasari oleh perasaan cinta yang sangat mendalam dari masing-masing pihak untuk hidup bergaul guna memelihara kelangsungan manusia di bumi (Bachtiar, 2004).


(1)

11. Kepada teman seperjuangan Elsa Risqiqa Yati, Harum Tri Junuta, Khairunnisa, Susilawati, Suci Sariayati terimakasih atas do’a, dukungan, dan waktu kalian selama ini.

12. Kepada Bapak Kepala Desa Jamur Jelatang Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang dan para Staf di Kantor Balai Desa, terima kasih karena telah mengizinkan saya melakukan penelitian di Desa Jamur Jelatang. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dengan harapan semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi Departemen Ilmu Kesajahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Medan, Juli 2016

120902008 Siti Nurlela


(2)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 5

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 5

1.4 Sistematika Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Konsep Remaja dan Keluarga ... 7

2.1.1 Definisi Remaja ... 7

2.1.2 Batasan Usia Masa Remaja ... 8

2.2 Peran Orang Tua ... 10

2.2.1 Pola Asuh Orang Tua ... 11

2.3 Konsep Pernikahan... 16

2.3.1 Definisi Pernikahan ... 16


(3)

2.4 Pernikahan Usia Muda ... 21

2.4.1 Definisi Pernikahan Usia Muda ... 21

2.4.2 Risiko Pernikahan Usia Muda ... 22

2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda ... 24

2.4.4 Dampak Pernikahan Usia Muda ... 28

2.5 Kerangka Pemikiran ... 31

2.5.1 Bagan Alur Pikir ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Tipe Penelitian ... 34

3.2 Lokasi Penelitian ... 34

3.3 Informan ... 35

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 36

3.5 Teknik Analisa Data ... 36

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 38

4.1 Letak dan Batas Wilayah Desa Jamur Jelatang... 38

4.2 Keadaan Demografi ... 38

4.2.1 Luas dan Wilayah Penggunaan Lahan ... 38

4.2.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia ... 39

4.2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 41

4.2.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama dan Suku ... 41

4.2.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 42

4.3 Sarana dan Prasarana Desa Jamur Jelatang ... 42

4.3.1 Fasilitas Kelayakan Jalan ... 43

4.3.2 Sistem Pemerintahan Desa Jamur Jelatang ... 44


(4)

BAB V ANALISIS DATA ... 46

5.1 Pengantar ... 46

5.2 Hasil Temuan ... 46

5.2.1 Informan Utama I ... 46

5.2.2 Informan Utama II ... 52

5.2.3 Informan Utama III ... 56

5.2.4 Informan Utama IV ... 60

5.2.5 Informan Tambahan I ... 64

5.2.6 Informan Tambahan II ... 66

5.2.7 Informan Tambahan III ... 69

5.2.8 Informan Tambahan IV ... 71

5.2.9 Informan Kunci ... 73

5.3 Analisis Data ... 74

5.3.1 Faktor-Faktor Penyebab Pernikahan Usia Muda ... 76

BAB VI PENUTUP ... 82

6.1 Kesimpulan ... 82

6.2 Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(5)

DAFTAR GAMBAR

1. Bagan Alur Pikir ... 33 2. Struktur Pemerintahan Desa Jamur Jelatang ... 37


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 ... 39

Tabel 4.2 ... 40

Tabel 4.3 ... 41

Tabel 4.4 ... 42