serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya Effendy, 2004.
Orang tua ikut berperan dalam menentukan arah pemilihan karier pada anak remajanya; walaupun pada akhirnya keberhasilan dalam menjalankan karier
selanjutnya sangat tergantung pada kecakapan dan keprofesional-an pada orang anak yang menjalaninya. Karena hal ini berkaitan dengan masalah pembiayaan
pendidikan, masa depan anaknyaagar terarah dengan baik, maka seringkali orang tua turut campur tanganagar anaknya memilih program studi yang mampu menjamin
kehidupan kariernya. Biasanya orang tua yang berkecukupan secara ekonomi, menghendaki anaknya untuk memilih program studi yang cepat menghasilkan nilai
materi, misalnya fakultas ekonomi, teknik, farmasi, kedokteran. Anggapan orang tua, anak yang mampu memasuki program ini, tentu akan terjamin masa depannya.
Dalam kenyataannya, tak selamanya apa yang menjadi pilihan orang tua akan berhasil dijalankan oleh anaknya, kalau tidak disertai oleh minat bakat, kemampuan,
kecerdasan, motivasi internal dari anak yang bersangkutan Dariyo,2004.
2.2.1 Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh dapat diartikan sebagai gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan
pengasuhan Naibaho, 2011. Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta
tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar
atau tidak sadar akan diresapi, kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya Naibaho, 2011. Dalam mengasuh anak, orang tua tidak hanya mampu untuk
Universitas Sumatera Utara
mengkomunikasikan fakta, gagasan, dan pengetahuan saja, melainkan membantu untuk menumbuhkembangkan kepribadian pada anak Naibaho, 2011.
Pendampingan orang tua diwujudkan melalui pendidikan cara-cara orang tua dalam mendidik anaknya. Cara orang tua mendidik anaknya disebut sebagai pola
pengasuhan. Dalam interaksinya dengan orang tua anak cenderung menggunakan cara-cara tertentu yang dianggap paling baik bagi anak. Disinilah letaknya terjadi
beberapa perbedaan dalam pola asuh. Di suatu sisi orang tua harus bisa menentukan pola asuh apa yang tepat dalam mempertimbangkan kebutuhan dan disuatua sisi
anak, disisi sebagai orang tua juga mempunyai keinginan dan harapan untuk membentuk anak menjadi seseorang yang dicita-citakan yang tentunya lebih baik
dari orang tuanya. Individu dalam melakukan tugas-tugas perkembangannya banyak dipengaruhi oleh peranan orang tua dan lingkungan lainnya. Peranan orang tua
tersebut akan memberikan lingkungan yang memungkinkan anak dapat menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya.
Dariyo 2004 dalam bukunya menyebutkan bahwa pola asuh orang tua sangat mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak. Baumrind, ahli psikologi
perkembangan membagi pola asuh orang tua menjadi 3 yakni otoriter, permisif, dan permisif.
a. Pola Asuh Otoriter
Dalam pola asuh ini orang tua berperan sebagai arsitek,cenderung menggunakan pendekatan yang bersifat diktator, menonjolkan wibawa,
menghendaki ketaatan mutlak. Anak harus tunduk dan patuh terhadap kemauan orang tua. Apapun yang dilakukan oleh kegiatan yang ia inginkan,
karena semua sudah ditentukan oleh orang tua Aisyah, 2010. Ciri-ciri dari pola asuh ini, menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak.
Universitas Sumatera Utara
Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh
orang tua Dariyo, 2004. Orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri antara lain: kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih
sayang serta simpatik. Orang tua memaksa anak-anak untuk patuh pada nilai- nilai mereka, serta mencoba membentuk lingkah laku sesuai dengan tingkah
lakunya serta cenderung mengekang keinginan anak. Orang tua tidak mendorong serta memberi kesempatan kepada anak untuk mandiri dan jarang
memberi pujian. Hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti anak dewasa. Orang tua yang otoriter cenderung memberi hukuman terutama
hukuman fisik Aisyah, 2010.
b. Pola Asuh Permisif
Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan oleh
orang tua. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung menjadi semena-mena, tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan apa
saja yang diinginkan. Dari sisi negatif lain, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku Dariyo, 2004.Tipe orang tua yang
mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali. Anak sedikit sekali dituntut
untuk suatu tangung jawab, tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. Anak diberi kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri dan orang tua
tidak banyak mengatur anaknya. Orang tua permisif memberikan kepada anak untuk berbuat sekehendaknya dan lemah sekali dalam melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
disiplin pada anak. Hurlock mengatakan bahwa pola asuhan permisif bercirikan adanya kontrol yang kurang, orang tua bersikap longgar atau
bebas, bimbingan terhadap anak kurang. Ciri pola asuh ini adalah semua keputusan lebih banyak dibuat oleh anak daripada orang tuanyaAisyah,
2010. Pola asuh seperti ini tentu akan menimbulkan serangkaian dampak
buruk. Di antaranya anak akan mempunyai harga diri yang rendah, tidak punya kontrol diri yang baik, kemampuan sosialnya buruk, dan merasa bukan
bagian yang penting untuk orang tuanya. Bukan tidak mungkin serangkaian dampak buruk ini akan terbawa sampai ia dewasa. Tidak tertutup
kemungkinan pula anak akan melakukan hal yang sama terhadap anaknya kelak. Akibatnya, masalah menyerupai lingkaran setan yang tidak pernah
putus. Secara teroritik hubungan pola asuh permisif dengan agresifitas mestinya lebih rendah dibandingkan dengan hubungan pola asuh otoriter
dengan agresifitas. Namun, kenyataan di lapangan mengatakan lain, yakni pola permisif justru mempunyai hubungan yang lebih besar bagi munculnya
agresifitas. Mengapa demikian? Beberapa kemungkinan dapat kita tampilkan; salah satu di antaranya adalah bahwa manusia semakin direndahkan
martabatnya dengan tidak menggubris seluruh perbuatannya maka ia akan mencari perhatian dengan cara menampilkan perbuatan yang negatif yang
langsung dapat mencemarkan nama baik keluarganya. Jika cara yang ditempuh individu itu mendapat reinforcement maka ia akan lebih sering
melakukan tindakan yang negatif, dalam konteks ini adalah perilaku agresif Aisyah, 2010.
Universitas Sumatera Utara
c. Pola Asuh Demokratis
Kedudukan antara orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersma dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi
kekebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung
jawabkan secara moral Dariyo, 2004. Stewart dan Koch 1983 menyatakan bahwa orang tua yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak
antara orang tua dan anak. Secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai
mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anakanaknya,saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat
anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara
obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian Aisyah, 2010.
d. Pola Asuh Situasional
Pola asuh dalam kenyataannya tidak diterapkan secara kaku, artinya orang tua tidak menerapkan salah satu tipe pola asuh tersebut. Ada kemungkinan orang
tua menerapkan secara fleksibel, luwes, dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu. Sehingga seringkali muncullah, tipe pola
asuh situasional. Orang yang menerapkan pola asuh ini, tidak berdasarkan pada pola asuh tertentu, tetapi semua tipe tersebut diterapkan secara luwes
Dariyo, 2004.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Konsep Pernikahan 2.3.1 Defenisi Pernikahan