Perlindungan Hak Komunal dalam Negara-Negara yang Meratifikasi Aturan WIPO dan TRIP’s

memberikan perlindungan atas pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan sumber daya genetik.

C. Perlindungan Hak Komunal dalam Negara-Negara yang Meratifikasi Aturan WIPO dan TRIP’s

Keberadaan Hak Kekayaan intelektual HKI dalam hubungannya dengan antar manusia dan antar negara merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri lagi. Indonesia sebagai salah satu anggota dari masyarakat internasional tidak akan terlepas dari perdagangan internasional. Sekarang ini negara sebagai pelaku perdagangan internasional terorganisasikan dalam sebuah wadah yang disebut World Trade Organization WTO. Salah satu konsekuensi dari keikutsertaan sebagai anggota WTO, maka semua negara peserta termasuk Indonesia diharuskan menyesuaikan segala peraturan di bidang Hak Kekayaan Intelektual dengan standar Trade Related Aspects of Intellectual Property Right TRIP’s. Berdasarkan pernyataan tersebut diatas dapat dilihat dari kondisi bagaimana suatu negara mengatur perlindungan traditional knowledge. Banyak negara berpendapat bahwa pengaturan Hak Kekayaan Intelektual yang ada tidak cukup dapat melindungi traditional knowledge secara kuat. Oleh karena itu, mereka membuat pengaturan khusus sebagai suatu yang sui generis dalam perlindungan terhadap traditional knowledge. Universitas Sumatera Utara Kondisi demikian juga terlihat di Indonesia dalam melakukan kerjasama dan mengikatkan diri dengan dunia internasional, baik secara bilateral maupun multilateral di bidang Hak Kekayaan Intelektual, seperti : 1. Perjanjian bilateral sebagaimana tertuang dalam: a. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1988 tentang Pengesahan Kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Masyarakat Eropa tentang Perlindungan Hak Cipta atas Rekaman Suara. b. Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1989 tentang Pengesahan Kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Amerika Serikat tentang Perlindungan Hak Cipta. c. Keputusan Presiden Nomor 38 Tahun 1988 tentang Pengesahan Kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Australia tentang Perlindungan dan Pelaksanaan Hak Cipta. d. Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988 tentang Pengesahan Kesepakatan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Kerajaan Inggris dan Irlandia Utara tentang Perlindungan Hak Cipta. 2. Perjanjian multilateral sebagaimana tertuang dalam: a. Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, sebagaimana diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997. b. Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Patent Cooperation Treaty PCT and Regulation under the PCT. Universitas Sumatera Utara c. Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trade Mark Law Treaty. d. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works. e. Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pengesahan WIPO Copyright Treaty. Hal yang perlu dikaji melalui pendekatan sistem HKI adalah aspek budaya hukum culture of law. Khusus mengenai perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual, dalam bidang hak cipta iklim budaya Indonesia telah menawarkan sesuatu yang berbeda dengan budaya hukum negara-negara maju. Keterkaitan budaya nasional dengan hak cipta sebagai bagian dari HKI mengisyaratkan bahwa HKI tidak akan terlepas dengan hak-hak yang dimiliki manusia yang bersifat mutlak. Karena para pencipta di Indonesia sangat senang dan bangga bila suatu karya ciptaannya diperbanyak atau diumumkan oleh orang lain, dan apabila karya ciptaanya ditiru oleh orang lain. Disisi lain, Indonesia sebagai negara yang terdiri beragam jenis budaya memiliki sistem perlindungan HKI yang menganut konsep komunal comunl right artinya bahwa suatu karya intelektual seseorang adalah milik bersama, artinya jika orang lain mempergunakan hasil karya intelektual tanpa seijin pemiliknya dianggap bukan suatu pelanggaran. Hal tersebut diatas tentunya sangat berbanding terbalik dengan negara- negara lain, seperti halnya negara Malaysia. Hukum HKI di Malaysia bersandar pada sistem hukum anglo saxon yang merupakan sistem hukum yang berasal Universitas Sumatera Utara negara kolonial Inggris. Hukum HKI di Inggris diawali lahirnya Statuta Act Anne 1709, Engraving Copyrght Act 1735, 1766, The Prints Copyright Act 1777, dan Schulture Copyright Act 1814. Undang-Undang tersbut diberlakukan di Malaysia pada tahun 1826. 43 Sampai saat ini undang-undang HKI yang diberlakukan di Malaysia adalah : 44 1. Copyright Act of 1987, Copyright Act Amandement 1997, dan Copyright Act Amandement 2003. 2. Patent Act 1983, Patent Act Amandement of 1986, Patent Act Amandement 1993, Patent Act Amandement 2000, Patent Act Amandement 2002, Patent Act Amandement 2003, Patent Act Amandement 2006. 3. Trade Mark Act 1976, Trade Mark Act Amadement 1994, Trade Mark Act Amadement 1997, Trade Mark Act Amadement 2000, Trade Mark Act Amadement 2002 4. Industrial Design Act 1996, berlaku pada tahun 1999 5. Geographical Indication Act 2000, Geographical Indication Act Amandement 2002 6. The Malaysian Franchise Act 1998, berlaku pada tahun 1999 7. Layout Design of Integrated Circuits Act 2000 8. Intelectual Property Corporation of Malaysia Act 2002. 43 Candra Irawan, Politik Hukum Hak Kekayan Intelektual Indonesia, Bandung: CV Bandar Maju, 2011, hlm.. 172 44 Ibid. Universitas Sumatera Utara Pengaturan dalam perlindungan suatu karya di Malaysia di lindungi dalam UU Hak Cipta. Berdasarkan UU Hak Cipta di Malaysia memberlakukan pasal- pasal tertentu dalam memberikan perlindungan kepentingan nasional, 45 yaitu: 1. Disebutkan suatu karya telah dipublikasi jika diterbitkan pertama kali atau dipertunjukkan di Malaysia dan tidak ditempat lainyang kemudian diterbitkan di Malaysia dalam waktu 30 hri sejak dipublikasi ditempat lain tersebut. Pasal 4 Copyryght Act Amandement 2000. 2. Pengguna memiliki akses untuk menggunakan karya yang dilindungi hak cipta tanpa harus meminta ijin dari pemilik hak cipta, dan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. Hal tersebut berlaku, antara lain panggunaan untuk tujuan nirlaba, untuk dipelajari sendiri, kritik atau laporan suatu peristiwa dengan menyebut sumbernya, pengungkapan dalam bentuk parodi, bungan rampai atau karikatur, untuk kepentingan pendidikan, untuk kepentingan pemerintah pada arsip nasional, perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan lembaga pendidikan, kepentingan ilmiah dan lembaga profesional. Menteri dapat menentukan penggunaan hak cipta untuk kepentingan umum sesuai dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku Pasal 9 Ayat 4 dan 5, Pasal 13 Copyryght Act Amandement 1990. Sedangkan di negara Cina 46 , awal keterlibatan Cina dalam pengaturan HKI secara internasional dimulai sejak tahun 1980, Cina telah melakukan penyempurnaan undan-undang tentang HKI agar lebih sesuai dengan perjanjian 45 Ibid., hlm.. 175 46 Ibid., hlm.. 154. Universitas Sumatera Utara internasional, seperti: konvensi Bern, konvensi Paris, Konvensi Roma. Cina membuat UU Hak Cipta tahun 1990 diamandemen tahun 2001 dan terakhir diamandemen tahun 2006, UU Paten diberlakukan pada tahun 1984, diamandemen dua kali tahun 1992 dan 2000, UU Merek pertama kali diberlakukan tahun 1982, direvisi dua kali, tahun 1993 dan 2001. Dan beberapa konvensi internasional lainnya yang telah disetujui dan diratifikasi Cina. Konsep perlindungan hukum HKI dari dunia barat sangat bertentangan dengan budaya di negara Cina. Dalam memberikan perlindungan dalan hak cipta atas suatu karya sebagaimana dimaksud antara lain 47 : 1. UU Hak Cipta disamping untuk melindungi hak-hak pencipta juga ditujukan untuk memberi keseimbangan bagi kepentingan masyarakat umum dan untuk mendorong pengembangan kebudayaan nasional Pasal 1. 2. Perlindungan hak cipta asing tidak secara otomatis, namun berdasarkan ketentuan apabila diterbitkan pertama kalinya di Cina atau didaftarkan di Cina paling lambat 30 hari sejak pertama dipublikasikan diluar Cina. Disamping itu juga negara asal dari pencipta harus memiliki perjanjian tertentu dengan Cina mengenai perlidungan hak cipta dan hak cipta warga negara Cina juga mendapatkan perlindungan serupa dinegara yang bersangkutan Pasal 4. 3. Hak ekonomi pencipta dibatasi dalam kondisi tertentu, misalnya pemerintah diperbolehkan mereproduksi ciptaan untuk referensi internal bersifat administratif, kepentingan dalam persidangan di pengadilan, kepentingan pendidikan, dan pengajaran di sekolah Pasal 44 – Pasal 46. Badang-badan pendidikan resmi juga diperbolehkan mereproduksi ciptaan dengan caatan harus memberitahukan kepada pencipta atau pemegang hak cipta dengan kompensasi yang ditetapkan pemerintah Pasal 47. 47 Ibid. hlm.. 157 Universitas Sumatera Utara 51

BAB IV HAK KOMUNAL DALAM PERLINDUNGAN HAK CIPTA DI