Pengaturan Hak Komunal dalam Aturan WIPO dan TRIP’s

6. WIPO Performers and Phonograms Treaty, melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2004

B. Pengaturan Hak Komunal dalam Aturan WIPO dan TRIP’s

Pembentukan WIPO yang dibentuk berdasarkan atas Convention Establishing the World Intellectual Property Organization. Adapun tugas-tugas WIPO dalam bidang HKI, antara lain seperti yang tercantum dalam Pasal 4 akta Konstitutif: 32 1. Mengurus kerja sama administrasi pembentukan perjanjian atau traktat internasional dalam rangka perlindungan hak kekayaan intelektual; 2. Mengembangkan dan melindungi hak kekayaan intelektual di seluruh dunia; 3. Mengadakan kerja sama dengan organisasi internasional lainnya, mendorong dibentuknya perjanjian atau traktat internasional yang baru dan memodernisasi legislasi nasional, 4. Memberikan bantuan teknik kepada negara-negara berkembang, 5. Mengumpulkan dan menyebarluaskan informasi, serta 6. Mengembangkan kerja sama administratif di antara negara-negara anggota. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan tersebut, WIPO melaksanakan program kerja untuk harmonisasi sistem penegakan hukum hak kekayaan intelektual untuk seluruh negara-negara anggota secara bertahap serta asistensi lainnya yang diperlukan Negara berkembang. Beberapa program kerja WIPO berupa: 33 1. Mengharmonisasikan prosedur dan legislasi hukum nasional di bidang HKI; 32 Op. Cit., Rachmadi Usman, hlm.. 4 33 Ibid. Universitas Sumatera Utara 2. Menyediakan pelayanan bagi aplikasi internasional untuk hak hak industrial 3. Pertukaran informasi di bidang HKI 4. Menyediakan bantuan hukum dan teknis bagi negara-negara berkembang dan Negara lainnya; 5. Memfasilitasi suatu resolusi dalam sengketa HKI di bidang hukum privat. Kiprah WIPO dalam kaitannya untuk merespons masyarakat digital juga, memiliki beberapa program seperti: 34 1. Mengintegrasikan negara berkembang ke dalam atmosfer digital; 2. Memfokuskan perhatian kepada penyesuaian aplikasi kekayaan intelektual dalam transaksi internet termasuk penyiapan norma hukumnya; 3. Melayani penyelesaian sengketa melalui fasilitas digital seefektif mungkin dan aksesibel dari manapun dan kapan pun 4. Dalam bidang pembangunan secara akademis secara internasional, WIPO menyelenggarakan pelatihan dan pengajaran, distance learning centre using internet facilities 5. Menyediakan materi dan modul untuk clien secara spesifik dan menggunakan akses publik secara modern untuk diseminasi pengetahuan di bidang kekayaan intelektual. Pengaturan komunal berdasarkan aturan WIPO, dalam WIPO menyebutkan hak komunal ini dengan tradisional knowledge pengetahuan tradisional, yang mana pengetahuan tradisional yang dimaksud diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki oleh suatu masyarakat selama turun-temurun, yang 34 Ibid. Universitas Sumatera Utara meliputi pengetahuan yang dimiliki masyarakat adat tentang pengelolaan kekayaan hayati semisal untuk makanan dan obat-obatan; lagu, cerita, legenda, serta kesenian dan kebudayaan masyarakat lainnya. Hal yang membedakan antara pengetahuan traadisional dengan hasil karya intelektual lain adalah bahwa satu pengetahuan tradisional merupakan satu bentuk karya intelektual yang tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat komunal. WIPO juga memberikan batasan. Menurut WIPO pengetahuan tradisional adalah: The categories of traditional knowledge include...expressions of folklore in the form of music, dance, song, handcraft, design, stories and artwork ................. 35 Berdasarkan uraian tersebut diatas dikatakan suatu karya intelektual dapat dikatakan sebagai pengetahuan tradisional apabila tumbuh dan secara komunal dimiliki oleh satu kelompok masyarakat atau komunitas tertentu. Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai pengetahuan tradisional manakala pengetahuan tersebut: 1. Diajarkan dan dilaksanakan dari generasi ke generasi 2. Merupakan pengetahuan yang meliputi pengetahuan tentang lingkungan dan hubungannya dengan segala sesuatu 3. Bersifat holistik, sehingga tidak dapat dipisahkan dari masyarakat yang membangunnya; 35 Hak Komunal Dalam Kaitannya Dengan Hak Cipta file:C:UsersDocumentshtm., diakses tanggal 5 Januari 2014. Universitas Sumatera Utara 4. Merupakan jalan hidup way of life, yang digunakan secara bersama-sama oleh komunitas masyarakat, dan karenanya di sana terdapat nilai-nilai masyarakat. Pengetahuan tradisional di Indonesia, merupakan suatu kekayaan intelektual yang semestinya layak untuk dilindungi. Oleh karena itu, saat ini bergulir wacana tentang pentingnya perlindungan pengetahuan tradisional melalui pendekatan hukum tentang HKI. Namun, pengaturan hukum tentang HKI terkait dengan pengetahuan tradisional tersebut belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan atas pengetahuan tradisional ini. Ada beberapa alasan pengetahuan tradisional tidak mampu diberikan perlindungan melalui pengaturan hukum tentang HKI, yaitu: 1. Pengetahuan tradisional merupakan kreasi yang dihasilkan secara komunal dan bersifat turun temurun, sedangkan hak kekayaan intelektual merupakan kreasi yang dihasilkan secara individual. Atas dasar ini, sangat sulit pengetahuan tradisional dilindungi berdasarkan pengaturan tentang HKI. 2. Pengetahuan tradisional merupakan kreasi yang umumnya telah terpublikasikan, sehingga aspek kebaruan novelty yang semestinya dipenuhi dalam beberapa persyaratan pengaturan hukum tentang HKI seperti paten dan desain industri tidak terpenuhi. 3. Pengetahuan tradisional yang saat ini dapat dilindungi oleh ketentuan hukum HKI seperti hak cipta ternyata tidak memberikan suatu pengaturan yang tuntas. Sehingga pengetahuan tradisional tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Universitas Sumatera Utara Dari uraian yang disebutkan diatas, sudah jelas terlihat pengetahuan tradisional di Indonesia belum mendapatkan perlindungan dalam HKI dan agak sulit untuk dapat dilindungi mengingat adanya paradigma dan filosofi yang berbeda atas objek pengetahuan tradisional dengan HKI itu sendiri. Maka, apapun langkah yang diambil saat ini oleh pemerintah ataupun oleh lembaga swasta yang berupaya melindungi pengetahuan tradisional melalui pendekatan melalui pengaturan hukum HKI merupakan suatu kekeliruan dan sekaligus merupakan pengingkaran atas penerapan sistem HKI. Lebih tegasnya lagi, perlindungan pengetahuan tradisional melalui pendekatan pengaturan hukum tentang HKI merupakan tindakan yang sia-sia, untuk itu semestinya yang harus dilakukan guna memberikan perlindungan hukum atas pengetahuan tradisional. Perlindungan hak kekayaan intelektual oleh WIPO dianggap lemah bagi negara-negara berkembang seperti perlindungan HKI di Indonesia yang kemudian dilakukan pembahasan permasalahan hak kekayaan intelektual dalam agenda sidang di Uruguay Uruguay Round pada tahun 1986, yang mana hasil agenda sidang tersebut salah satunya ialah persetujuan mengenai hak kekayaan intelektual yaitu Trade Related Intellectual Property Rights TRIP’s Agreement. Tujuan Persetujuan TRIP’s antara lain: 36 1. Mengurangi penyimpangan dan hambatan bagi perdagangan internasional 2. Menjamin bahwa tindakan dan prosedur untuk menegakkan hak kekayaan intelektual tidak menjadi kendala bagi perdagangan yang sah 36 Organisasi Pedagangan Dunia, http:www.wto.org. diakses tanggal 30 November 2013 Universitas Sumatera Utara 3. Mendukung inovasi, alih dan teknologi untuk keuntungan bersama antara produsen dan pengguna pengetahuan teknologi dengan cara yang kondusif bagi kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta keseimbangan hak dan kewajiban. Menurut Afrillyanna Purba, Persetujuan TRIP’s ini bertujuan untuk melindungi dan menegakan hukum Hak Kekayaan Intelektual HKI guna mendorong timbulnya inovasi, pengalihan serta penyebaran ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra, sehingga diharapkan akan bermuara pada terciptanya kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat. 37 Adapun prinsip-prinsip dari Persetujuan TRIP’s adalah sebagai berikut: 38 1. Dalam pembentukan atau perubahan hukum dan peraturan perundangundangan nasionalnya, negara-negara anggota dapat menetapkan upayaupaya yang diperlukan untuk melindungi kesehatan dan gizi masyarakat, dan untuk memajukan kepentingan masyarakat pada sektor-sektor yang sangat penting bagi pembangunan sosial-ekonomi dan teknologi, sepanjang langkah-langkah tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan ini; 2. Sepanjang konsisten dengan ketentuan-ketentuan dalam Persetujuan ini, langkah-langkah yang sesuai dapat diambil untuk mencegah penyalahgunaan hak kekayaan intelektual oleh pemegang hak atau praktik-praktik yang secara tidak wajar menghambat perdagangan atau berdampak negatif terhadap alih teknologi internasional. Disetiap negara-negara anggota WTO telah melakukan berbagai upaya dan langkah penyempurnaan terhadap pengaturan di bidang HKI. Langkah tersebut 37 Afrillyanna Purba, dkk, Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2005, Hlm..2 38 Ibid. Universitas Sumatera Utara dilakukan untuk meningkatkan pengaturan HKI yang disesuaikan dengan prinsip- prinsip dan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Persetujuan TRIP’s. yang membagi 7 tujuh jenis HKI, yaitu: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta; 2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman; 3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang; 4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri; 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu; 6. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten UU Paten; dan 7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek; Pengetahuan tradisional merupakan satu bentuk karya intelektual yang tumbuh dan berkembang dari dan dalam masyarakat komunal. Beberapa sumber hukum internasional yang hingga saat ini dijadikan sumber hukum internasional untuk mengakomodasi perlindungan pengetahuan tradisional antara lain: 39 1. Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and The Fair and Equitable Sharing of Benefits tahun 2010; 2. Cartagena Protocol on Biosafety tahun 2000; 3. United Nation Convention on Biological Diversity tahun 1992; 39 Graham Dutfield, Intellectual Property, Biogenetic Resources and Traditional Knowledge, London: Earthscan, 2004, hlm.. 91 Universitas Sumatera Utara 4. Marrakech Agreement Establishing the World Trade Organization tahun 1995; 5. International Covenant on Civil and Political Rights tahun 1966; 6. International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights tahun 1966; Secara umum, hal mencolok dari perlindungan pengetahuan tradisional dan HKI adalah sifat kepemilikan pengetahuan tradisional yang bersifat komunal dan tanpa jangka waktu tertentu, sedangkan HKI memberikan perlindungan yang bersifat individualistik dan dalam jangka waktu tertentu. 40 Sesuai dengan konvensi-konvensi internasional serta dalam rangka kewajiban TRIP’s Agreement, bahwa Indonesia sudah memperbaharui, merevisi, mengharmonisasikan sistem hukum HKI-nya, serta membentuk peraturan- peraturan baru dibidang HKI. Berdasarkan ratifikasi peraturan-peraturan dibidang HKI menurut Persetujuan TRIP’s, selain sudah mengharmonisasikan peraturan perundang- undangan nasional, ada pula peraturan HKI yang bersifat internasional yang berupa Konvensi atau Traktaat, yang mana pihak Indonesia sendiri menjadi negara peserta dan ikut meratifikasi ketentuan Konvensi atau traktat tersebut yang kesemuanya dikelola oleh WIPO yang berkantor pusat di Jenewa. Selain itu, ada pula perjanjian multilateral yang tidak dikelola oleh WIPO, misalnya Universal Copyright Convention yang dikelola UNESCO. Ada pula perjanjian internasional yang tidak secara khusus mengenai HKI, tetapi menjadikan HKI sebagai salah 40 Chigi Oguamanan, Localizing Intellectual Property in The Globalization Epoch, The Integration of Indigenous Knowledge, Baltimore: John Hopkins University Press, 2003 Hlm.. 138 Universitas Sumatera Utara satu isinya. Contohnya Konvensi tentang keragaman hayati Viodiversity convention, konvensi ini dikelola oleh UNCED. 41 Berdasarkan perjanjian atau konvensi internasional yang terbaru adalah persetujuan mengenai Aspek-Aspek Dagang dari pada HKI, termasuk Perdagangan Barang-Barang Tiruan Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights including Trade in Counterfeit Goods atau TRIP’s yang dikelola oleh organisasi perdagangan dunia WTO. Badan ini dibentuk berdasarkan salah satu persetujuan dalam paket persetujuan Putaran Uruguay. Berdasarkan regulasi Persetujuan TRIP’s tersebut, bahwa pengaturan mengenai hak komunal belum diatur secara eksplisit dan belum ada mengatur perlindungan terhadap pengetahuan tradisional yang komunal secara keseluruhan. Dikarenakan, TRIP’s Agreement fokus kepada perlindungan secara individualistik yang merupakan konsepsi dari pemikiran negara-negara barat yang merupakan negara maju. Konsep HKI yang berdasarkan Persetujuan TRIP’s pada dasarnya memberikan hak monopoli didasarkan atas kemampuan individual dalam melakukan kegiatan untuk menghasilkan temuan invention. Dengan begitu, pemegang HKI mendapatkan keuntungan ekonomi dari kekayaan intelektual yang dimilikinya. Dengan begitu, sebenarnya HKI lahir dalam masyarakat di mana hak kepemilikan dimiliki oleh individu atau perusahaankapitalis. Dalam hal ini adalah masyarakat kapitalis Barat. 41 Bambang Kesowo, Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual, Makalah pada Peraturan Hukum Dagang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 21 Januari 1995, hlm.. 17 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan kaedah yang terkandung dalam Persetujuan TRIP’s tersebut, Persetujuan TRIP’s tidak mengakui nilai inovasi untuk memenuhi kebutuhan sosial dalam masyarakat yang komunal karena lebih mementingkan komersialisasi dari suatu inovasi, sesungguhnya masyarakat Indonesia tidak memahami filosofi dasar HKI, karena masyarakat adat tidak menganggap pengetahuan tradisional yang komunal tersebut sebagai miliknya secara individu. Pengaturan eksplisit atas perlindungan pengetahuan tradisional yang komunal berasal karya masyarakat lokal yang diperoleh secara turun temurun dapat ditemukan pada Protokol Nagoya 2010,yakni: Article 3, Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and The Fair and Equitable Sharing of Benefitstahun 2010: “This Protocol shall a pply to genetic resources within the scope of Article 15 of the Convention and to the benefits arising from the utilization of such resources. This Protocol shall also apply to traditional knowledge associated with genetic resources within the scope of the Convention and to the benefits arising from the utilization of such knowledge.” Berdasarkan protokol tersebut diatas, Protocol Nagoya tahun 2010 tentang Akses Terhadap Sumber Daya Hayati dan Pembagian Keuntungan Yang Adil dan Merata atas Pemanfaatannya. 42 mengatur secara eksplisit atas perlindungan pengetahuan tradisional yang komunal berasal karya masyarakat lokal yang diperoleh secara turun temurun, dan protokol tersebut juga 42 Lihat: Pasal 3 Nagoya Protocol on Access to Genetic Resources and The Fair and Equitable Sharing of Benefitstahun 2010. Universitas Sumatera Utara memberikan perlindungan atas pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan sumber daya genetik.

C. Perlindungan Hak Komunal dalam Negara-Negara yang Meratifikasi Aturan WIPO dan TRIP’s