C. Pengaturan Hak Cipta Menurut UU No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 mengenai hak cipta, tertulis “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perUndang-
Undangan yang berlaku.Pasal 1 ayat 1 “ Pasal ini sudah sangat jelas mengatakan bahwa semua hasil karya seseorang pencipta diberikan hak untuk
memperbanyak ciptaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 1 angka 3 UU Hak Cipta, menyatakan bahwa, ciptaan adalah hasil
karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta mengumumkan berarti pembacaan, penyiaran pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu
Ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar,
atau dilihat orang lain. Berdasarkan Pasal 1 angka 6 UU Hak Cipta pengertian memperbanyak
adalah penambahan jumlah suatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substantial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama atau
pun tidak sama, termasuk pengalihwujudkan secara permanen atau temporer. Pasal 2 UU Hak Cipta menyatakan bahwa :
Universitas Sumatera Utara
1 Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul
secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2 Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain
yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU Hak Cipta tersebut, bahwa Indonesia secara tegas menyatakan dalam mengumumkan atau memperbanyak ciptaan, itu
harus memperhatikan pembatasan-pembatasan menurut peraturan perUndang- Undangan yang berlaku. Pembatasan yang dimaksud sudah tentu bertujuan agar
dalam setiap menggunakan atau memfungsikan hak cipta harus sesuai dengan tujuannya.
Karya-karya seni yang penciptanya tidak diketahui dan sudah berlangsung secara turun temurun. Jika dikaitkan dengan ketentuan UU Hak Cipta, maka dapat
merujuk pada Pasal 10 ayat 2 yang menyatakan Negara memegang Hak Cipta atas Folklor, dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama, seperti
cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
Pasal 10 dalam UU Hak Cipta menyatakan bahwa : 1
Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.
2 Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan
rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng,
Universitas Sumatera Utara
legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.
3 Untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaan tersebut pada
ayat 2, orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapat izin dari instansi yang terkait dalam masalah
tersebut.
4 Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh
Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut Hutauruk,
61
ada beberapa unsur penting yang terkandung dari rumusan pengertian hak cipta yang termuat dalam ketentuan UU Hak Cipta, hak-
hak yang melekat dalam Hak Cipta, yaitu: 1. Hak ekonomi,
merupakan hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain. 2. Hak moral,
yang dalam keadaan bagaimanapun, dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya,
mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas ceritanya.
Yang dimaksud dengan pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta atau pihak
lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut sebagaimana yang dimaksudkan oleh Pasal 1 angka 4 UU Hak Cipta.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta 2002 membedakan penggolongan Pencipta Hak Cipta dalam beberapa kualifikasi
sebagai berikut :
61
Hutauruk, Pengaturan Hak Cipta Nasional, Jakarta, Erlanga, 1982, hlm.. 11
Universitas Sumatera Utara
1. Seseorang, yakni: a. Orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum Ciptaan pada direktorat
Jendral HKI, b. Orang yang namanya tersebut dalam Ciptaan atau diumumkan sebagai
pencipta pada suatu ciptaan, c. Seseorang yang beceramah tidak menggunakan bahan atau secara tidak
tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa Penciptanya. d. Seseorang yang membuat ciptaan dalam hubungan dinas dengan pihak lain
dalam lingkungan pekerjaanya atau hubungan dinas berdasarkan pesanan atau hubungan kerja atau berdasarkan atau pesanan.
62
Hal tersebut diatas sesuai dengan ketentuan yang disebutkan Pasal 5 UU Hak Cipta menyatakan :
1 Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta adalah :
a. Orang namanya tercantum dalam daftar umum ciptaan pada Direktorat Jendral atau:
b. Orang yang namanya tersebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai Pencipta pada suatu ciptaan.
2 Kecuali terbukti sebaliknya, pada ceramah yang tidak menggunakan
bahan tertulis dan tidak ada pemberitahuan siapa penciptanya, maka orang yang beceramah dianggap sebagai pencipta ceramahnya.
Dua orang atau lebih jika suatu ciptaan oleh beberapa orang, maka yang dianggap sebagai Penciptanya :
1. Orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan yang bersangkutan atau penghimpunnya:
2. Perancang ciptaan yang bersangkutan
62
Rachmdi Usman Op Cit, hlm..114
Universitas Sumatera Utara
Pernyataan diatas sesuai dengan ketentuan Pasal 6 dan Pasal 7 UU Hak Cipta. Pasal 6 UU Hak Cipta menyatakan jika suatu ciptaan terdiri dari beberapa
bagian tersendiri yang diciptakan oleh dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian
seluruh ciptaan itu, atau dalam hal tidak ada orang tersebut yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang menghimpunnya, dengan tidak mengurangihak cipta
masing-masing baagian ciptaannya. Sedangkan Pasal 7 UU Hak Cipta menyatakan jika suatu ciptaan dirancang
seseorang, diwujudkan dan dikerjakan oleh orang lain dibawah pimpinan dan pengawasan orang yang merancang, penciptanya adalah orang yang merancang
ciptaan itu. Namun praktiknya, kini banyak penggelapan hasil karya pencipta yang di
ambil atau di bajak tanpa persetujuan sang pencipta. Hal itu sudah jelas melanggar pasal ini. Hal ini tertera dalam Pasal 3 ayat 2 UU Hak Cipta yaitu Hak Cipta dapat
beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena: 1. Pewarisan;
2. Hibah; 3. Wasiat;
4. Perjanjian tertulis; atau 5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Hak PenciptaPemegang Hak Cipta dibagi menjadi hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh seorang Pencipta untuk
mendapatkan keuntungan atas ciptaannnya. Hal tersebut sebagaimana yang
Universitas Sumatera Utara
dimaksud dalam Pasal 1 ayat 2 UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas Karya sinematografi dan Programm Komputer
memiliki hak untuk memberkan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat
komersil. Perlindungan hak cipta pada umumnya berarti bahwa penggunaan atau
pemakaian dari hasil karya tertentu hanya dapat dilakukan dengan ijin dari pemilik hak tersebut. Yang dimaksud menggunakan atau memakai di sini adalah
mengumumkan, memperbanyak ciptaan atau memberikan ijin untuk itu. Berdasarkan Pasal 12 ayat 1 maka ciptaan yang dapat dilindungi dalam
UU Hak Cipta ialah ilmu pengetahuan, kesenian. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 12 ayat 1 UU Hak Cipta ciptaan yang dilindungi adalah:
1. Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan lay out karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain. Yang dimaksud dengan
perwajahan karya tulis adalah karya cipta yang lazim dikenal dengan typholographical arrangement, yaitu aspek seni pada susunan dan bentuk
penulisan karya tulis. Hal ini mencakup antara lain format, hiasan, warna dan susunan atau tata letak huruf indah yang secara keseluruhan menampilkan
wujud yang khas. 2. Ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu. Yang
dimaksud dengan ciptaan lain yang sejenis adalah ciptaan-ciptaan yang belum disebutkan, tetapi dapat disamakan dengan ciptaan-ciptaan seperti ceramah,
kuliah, dan pidato.
Universitas Sumatera Utara
3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan. Yang dimaksud dengan alat peraga adalah ciptaan yang berbentuk dua
ataupun tiga dimensi yang berkaitan dengan geografi, topografi, arsitektur, biologi atau ilmu pengetahuan lain.
4. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks. Lagu atau musik dalam Undang- Undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh, sekalipun terdiri atas
unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut
merupakan satu kesatuan karya cipta. 5. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim.
6. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan. Yang dimaksud
dengan gambar antara lain meliputi: motif, diagram, sketsa, logo dan bentuk huruf indah, dan gambar tersebut dibuat bukan untuk tujuan desain industri.
Yang dimaksud dengan kolase adalah komposisi artistik yang dibuat dari berbagai bahan misalnya dari kain, kertas, kayu yang ditempelkan pada
permukaan gambar. Seni terapan yang berupa kerajinan tangan sejauh tujuan pembuatannya bukan untuk diproduksi secara massal merupakan suatu
ciptaan. 7. Arsitektur. Yang dimaksud dengan arsitektur antara lain meliputi: seni gambar
bangunan, seni gambar miniatur, dan seni gambar maket bangunan. 8. Peta. Yang dimaksud dengan peta adalah suatu gambaran dari unsur-unsur
alam danatau buatan manusia yang berada di atas ataupun di bawah
Universitas Sumatera Utara
permukaan bumi yang digambarkan pada suatu bidang datar dengan skala tertentu.
9. Seni batik. Batik yang dibuat secara konvensional dilindungi dalam Undang- undang ini sebagai bentuk ciptaan tersendiri. Karya-karya seperti itu
memperoleh perlindungan karena mempunyai nilai seni, baik pada ciptaan motif atau gambar maupun komposisi warnanya. Disamakan dengan
pengertian seni batik adalah karya tradisional lainnya yang merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang terdapat di berbagai daerah, seperti seni
songket, ikat, dan lain-lain yang dewasa ini terus dikembangkan. 10. Fotografi.
11. Sinematografi. Karya sinematografi yang merupakan media komunikasi massa gambar gerak moving images antara lain meliputi: film dokumenter, film
iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan
video, cakram optik danatau media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukan di bioskop, di layar lebar atau ditayangkan di televisi atau di
media lainnya. Karya serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun televisi atau perorangan.
12. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan. Yang dimaksud dengan bunga rampai meliputi: ciptaan
dalam bentuk buku yang berisi kumpulan karya tulis pilihan, himpunan lagu- lagu pilihan yang direkam dalam satu kaset, cakram optik atau media lain,
serta komposisi berbagai karya tari pilihan. Yang dimaksud dengan database
Universitas Sumatera Utara
adalah kompilasi data dalam bentuk apapun yang dapat dibaca oleh mesin komputer atau dalam bentuk lain, yang karena alasan pemilihan atau
pengaturan atas isi data itu merupakan kreasi intelektual. Perlindungan terhadap database diberikan dengan tidak mengurangi hak pencipta lain yang
ciptaannya dimasukkan dalam database tersebut. Yang dimaksud dengan pengalihwujudan adalah pengubahan bentuk, misalnya dari bentuk patung
menjadi lukisan, cerita roman menjadi drama, drama menjadi sandiwara radio, dan novel menjadi film.
63
Meski hak cipta berada pada bidang seni sastra dan ilmu pengetahuan, namun ada beberapa ciptaan yang tidak ada hak ciptanya atau tidak mempunyai
hak cipta, diantaranya adalah: 1. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara.
2. Peraturan perundang-undangan. 3. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah.
4. Putusan pengadilan atau penetapan Hakim. 5. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya. Yang
dimaksud dengan keputusan badan-badan sejenis lain, misalnya keputusan- keputusan yang memutuskan suatu sengketa, termasuk keputusan-keputusan
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan Mahkamah Pelayaran.
64
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 disebutkan bahwa jangka waktu pemilikan hak cipta 50 tahun.
63
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal 12 ayat 1 beserta Penjelasannya.
64
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal 13 beserta Penjelasannya.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 29 ayat 1 dan ayat 2 dalam UU Hak Cipta menyatakan bahwa: 1 Hak Cipta atas Ciptaan :
a. buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lain; b. drama, atau drama musical, tari, koreografi;
c. segala bentuk seni rupa, seperti seni lukis, seni pahat, dan seni
patung; d. seni batik;
e. lagu atau musik dengan atau tanpa teks; f.
arsitektur; g. ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis;
h. alat peraga; i.
peta; j.
terjemahan, tafsir, saduran, dan bunga rampai, berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung hingga 50 lima puluh tahun
setelah Pencipta meninggal dunia.
2 Untuk Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang dimiliki oleh 2 dua orang atau lebih, Hak Cipta berlaku selama hidup Pencipta
yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung hingga 50 lima puluh tahun sesudahnya.
Pasal 30 ayat 1, 2 dan 3 dalam UU Hak Cipta menyatakan bahwa: 1 Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program Komputer; b. Sinematografi;
c. Fotografi; d. Database; dan
e. Karya hasil pengalih wujudan, berlaku selama 50 lima puluh
tahun sejak pertama kali diumumkan. 2 Hak Cipta atas perwajahan karya tulis yang diterbitkan berlaku selama
50 lima puluh tahun sejak pertama kali diterbitkan. 3 Hak Cipta atas Ciptaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat
2 Pasal ini yang dimiliki atau dipegang oleh suatu badan hukum berlaku selama 50 lima puluh tahun sejak pertama kali diumumkan.
Di Indonesia tidak ada ketentuan yang mewajibkan pendaftaran ciptaan untuk mendapatkan hak cipta. Meskipun demikian, pendaftaran dapat dilakukan
secara sukarela. Bagi pencipta maupun pemegang hak cipta yang mendaftarkan ciptaannya, sebagai alat bukti awal di pengadilan bila di kemudian hari timbul
Universitas Sumatera Utara
sengketa mengenai ciptaan tersebut. Anggota TRIPs dan negara-negara peserta Konvensi Bern, termasuk Indonesia harus secara otomatis memberikan
perlindungan terhadap Ciptaan yang dilindungi Hak Cipta. Guna memenuhi ketentuan TRIPs ditetapkan bahwa untuk memperoleh perlindungan atas Hak
Cipta, pendaftaran tersebut haruslah bersifat sukarela dan tidak dianggap sebagai suatu kewajiban, Prinsip ini tercantum dalam Undang-Undang Hak Cipta. Simbol
Hak Cipta - © - biasanya digunakan untuk mengidentifikasi pemegang Hak Cipta dan mengingatkan masyarakat bahwa karya tersebut memperoleh perlindungan
Hak Cipta. Pemegang Hak Cipta dapat mencantumkan tanda ini pada karya cipta mereka walaupun sama sekali tidak ada kewajiban mengenai hal ini.
65
Sesuai dengan Pasal 35 ayat 4 dan Pasal 36 UU Hak Cipta, Ketentuan tentang pendaftaran tidak merupakan kewajiban untuk mendapatkan hak cipta.
Walaupun pendaftaran ciptaan bukan suatu keharusan, pendaftaran hak cipta tetap memiliki manfaat. Dengan terdaftarnya hak cipta, itu merupakan suatu bukti awal
pemilikan hak cipta.
66
Merupakan tindakan yang bijak mendaftarkan ciptaan bernilai komersil atau penting dalam situasi tertentu karena seringkali muncul
kesulitan untuk membuktikan kepemilikan secara meyakinkan sangat menentukan dalam kasus-kasus hak cipta di Indonesia.
67
Aturan hukum tentang hak cipta tidak hanya sekedar mengatur, namun juga memberi sanksi secara perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 56 UU Hak
Cipta, yaitu:
65
Tim Lindsey, Blitt, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual, Bandung: PT. Alumni, 2006, hlm. 107-108.
66
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring rights, dan Collecting Society, Bandung: PT Alumni, 2008, hlm. 123.
67
Tim Lindsey, dkk., Loc.cit.
Universitas Sumatera Utara
1. Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptanya dan meminta penyitaan
terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu. 2. Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar
memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran
karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. 3. Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih
besar pada pihak yang haknya dilanggar, hukum dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman danatau Perbanyakan
Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. Aturan hukum tentang hak cipta juga memberi sanksi pidana untuk
memberikan kejeraan bagi pihak yang melakukan yang melakukan pelanggaran terhadap Hak Cipta sebagaimana diatur dalam Pasal 72 UU Hak Cipta yaitu:
1 Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 49 ayat 1 dan ayat2 dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 satu bulan danatau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 satu juta rupiah, atau pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun
danatau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 lima miliar rupiah.
2 Barangsiapa
dengan sengaja
menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus
juta rupiah.
3 Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak
penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah.
Universitas Sumatera Utara
4 Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
5 Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal
49 ayat 3 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun danatau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 seratus lima puluh
juta rupiah.
6 Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau
Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun danatau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 seratus lima puluh
juta rupiah.
7 Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun danatau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 seratus lima puluh juta
rupiah.
8 Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun danatau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 seratus lima puluh juta
rupiah.
9 Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 lima tahun danatau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 satu miliar lima ratus juta rupiah.
Adanya sanksi pidana di atas menunjukkan bahwa baik UU Hak Cipta merupakan jenis hukum yang bersifat represif, artinya dengan adanya sanksi-
sanksi tersebut diharapkan akan menimbulkan rasa takut terhadap pelaku pelanggaran hak cipta sebagaimana didefenisikan oleh Achmad Ali bahwa
”hukum adalah aturan-aturan dan mode-mode tingkah laku yang dibuat menjadi kewajiban melalui sanksi-sanksi yang dijatuhkan terhadap setiap pelanggaran dan
kejahatan melalui suatu otoritas pengendalian”.
68
Klasifikasi tindak pidana hak cipta yang dianut oleh UU Hak Cipta telah diubah menjadi dari tindak pidana biasa dari tindak pidana aduan yang dianut oleh
Undang-Undang Hak Cipta sebelumnya. Dalam hal ini berkaitan dengan
68
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, edisi ke- 2, Jakarta: Gunung Agung, 2002, hlm. 24.
Universitas Sumatera Utara
penegakan hukum atas hak penyewaan atas karya sinematografi, diharapkan bahwa aparat penegak hukum dapat bertindak proaktif dalam arti tidak terpaku
kepada adanya pengaduan saja.
D. Hak Komunal dalam Perlindungan Hak Cipta di Indonesia