commit to user
menyebabkan mereka mudah terpengaruh untuk terjun ke dunia pelacuran. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ketua PPAP Seroja N10 :
”...kondisi keluarga anak yang tidak harmonis bisa menjadi faktor anak-anak terjerumus pada prostitusi. Itu merupakan faktor intern yang kadang menjadi
bomerang...” wawancara tanggal 14 Maret 2009
Culture of silence budaya menyembunyikan pada masyarakat. Masyarakat sering menganggap bahwa permasalahan anak terutama kasus ESKA adalah hal
yang tabu dan merupakan aib keluarga. Hal ini sangat merugikan masa depan anak sendiri karena kasus mereka tidak diketahui oleh pemerintah dan pihak-pihak yang
peduli akan kasus ESKA. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Staf Yayasan Kakak N8 :
“…kalo dari korban kekerasan terhadap anak untuk yang di ESKA dari pertengahan 2005 sampai pertengahan 2008 kita berhasil menjangkau ada
sekitar 111 anak korban ESKA, ini sekupnya X Karisidenan Surakarta, tapi kebanyakan mereka datang dari luar Kota Surakarta lalu datang ke
Surakarta. Kalo dulu, kasus kekerasan pada anak terutama kekerasan seksual pada anak ini tidak diungkap karena merupakan hal yang tabu merupakan
aib bagi keluarga. Jadi banyak kasus yang disembunyikan. Nah ini perlu kita ubah pemikiran masyarakat semacam ini. Karena ini bukan aib tapi ini
tindak kejahatan agar pelaku ada efek jera...” Wawancara tanggal 16 Maret 2009
Oleh karena itu, culture of silence ini menjadi kendala bagi pemerintah dan
pihak terkait untuk penanganan secara dini mewujudkan perlindungan anak.
C. Upaya Pemerintah dalam Melaksanakan Perlindungan Anak Menuju Solo Kota
Layak Anak KLA
a. Meningkatkan pemahaman tentang perlindungan anak dari aparat pemerintah Kurangnya pemahaman dari aparat pemerintah tentang hak dan
perlindungan anak menyebabkan sulitnya mengintegrasikan perspektif anak dalam setiap pengambilan kebijakan. Untuk mengatasi hal ini, dalam setiap pertemuan,
commit to user
pemerintah membekali pengetahuan tentang hak-hak anak dan hal-hal yang menyangkut perlindungan anak. Diharapkan agar aparat pemerintah paham akan
makna perlindungan anak. Hal ini sebagaimana dikemuakan oleh Seksi Pemberdayaan Masyarakat DKRPPKB N1:
“…dalam setiap rapat mengenai permasalahan anak, pemerintah berusaha menekankan pemahaman akan perlindungan anak kepada aparatur-aparatur
pemerintah…” Wawancara tanggal 12 Februari 2009 Dari penjelasan di atas, dapat diketahui upaya pemerintah untuk
meningkatkan pemahaman kepada aparatur pemerintah. b. Meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait
Ego sektoral memberikan kesan bahwa para stakeholder dalam perlindungan anak berjalan sendiri-sendiri. Sebagai upaya peningkatan pelayanan, Pemerintah
Kota Surakarta berusaha meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait. Contoh upaya pemerintah tersebut yaitu dalam hal dana. Sumber dana diperoleh
dari pemerintah dan swadaya dari beberapa lembaga yang terkait. Dana dari pemerintah diperoleh melalui APBD baik APBD tingkat propinsi maupun APBD
kota Surakarta sendiri. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh staf Seksi Pemberdayaan Masyarakat DKRPPKB N1 :
“Dana diperoleh dengan cara beragumentasi dan memberikan penjelasan pada Dewan anggaran dan DPR untuk bisa mengabulkan program-program yang
sudah kita sepakati bersama, dana APBD juga terbatas. Jika tidak bisa dilaksanakan tahun ini, ya dilaksanakan tahun depan”
Advokasi anggaran menjadi kebutuhan penting bagi PTPAS untuk bisa menjalankan fungsi dan perannya dalam penanganan kasus kekerasan. PTPAS
memulai proses advokasi dengan cara melakukan audiensi bersama dengan masing- masing Kepala Dinas terkait dan Bapeda, setelah terlebih dahulu melakukan
commit to user
workshop untuk menyusun program dan kebutuhan anggaran. Upaya lobby juga dilakukan melalui audiensi dengan Walikota Surakarta. Dalam proses tersebut,
PTPAS juga mengusulkan adanya kebijakan peraturan daerah yang memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak, sekaligus menjadi landasan yang kuat bagi
bekerjanya PTPAS. Proses lobby ini juga diperkuat melalui kunjungan serta audiensi kepada partai politik dan calon anggota legislatif pada tahun 2004.
Selain itu, pemerintah bekerjasama dengan stakeholder dan LSM. Seperti yang diungkapkan oleh Staf Bidang Sosial Rehabilitasi DINSONAKER TRANS
N4 : “…permasalahan sosial itu tidak ada habisnya, pemerintah tidak bisa bekerja
sendiri, kita juga bekerjasama dengan stakeholder dan LSM. Jangan semua masalah dibebankan pada pemerintah semua, karena masalah ini juga
tanggungjawab masyarakat juga…” Wawancara tanggal 25 Februari 2009
Pernyataan tersebut diperkuat oleh salah satu staf Bidang Pendidikan Dasar SD dan Anak Usia Dini DISDIKPORA N13:
“Agar anak tidak putus sekolah, pemerintah memberikan Bantuan Operasional Sekolah BOS, dana ini dari pusat. Selain itu ada juga Bantuan Pelayanan
Pendidikan BPP, dana ini berasal dari Walikota yang berasal dari APBD2. Selain itu, banyak bantuan pendidikan yang dari pengusaha swasta seperti
Jarum rokok.” Wawancara tanggal 3 Maret 2009
Dari penjelasan di atas, terlihat peningkatan kerjasama antara pemerintah dengan pihak-pihak yang peduli terhadap perlindungan anak.
c. Optimalisasi kegiatan sosialisasi Guna menangani kasus kekerasan pada anak, pemerintah melalui PTPAS
sudah melakukan kegiatan sosialisasi menyangkut kekerasan perempuan dan anak. Salah satu kegiatan sosialisasi tersebut adalah sosialisasi penghapusan kekerasan
commit to user
terhadap perempuan dan anak di sekolah-sekolah. Sosialisasi tersebut meliputi beberapa kegiatan, antara lain:
1 Pelatihan pendampingan korban kekerasan bagi guru-guru BP sekolah se Kota Surakarta.
2 Mengajak anak sekolah untuk dapat mencegah terjadinya kekerasan terhadap anak dan dapat mensosialisasikan tentang UU.
3 Perlindungan anak dan hak anak dan mengajak guru-guru BP supaya tidak terjadi kekerasan terhadap anak sekolah.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh staf Seksi Pemberdayaan Masyarakat DKRPPKB N1 :
“Untuk mengatasi hambatan, kami melakukan sosialisasi penghapusan kekerasan anak, melakukan pendampingan terhadap korban, dan memberikan
pelatihan kepada guru-guru BP tentang pendampingan anak korban kekerasan.” Wawanara tanggal 16 Februari 2009
Dalam kasus anak gizi buruk, pemerintah melakukan sosialisasi sosialisasi melalui PKK untuk memberikan informasi kepada masyarakat akan bahayanya gizi
buruk terhadap anak dan akibatnya. Dalam sosialisasi tersebut juga dijelaskan mengenai program pemerintah untuk mengatasi kasus anak gizi buruk yaitu
program Pemberian Makanan Tambahan PMT. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Sie Perbaikan Gizi Masyarakat, DINKES N2:
“...kita sosialisasi lewat PKK untuk memberikan informasi kepada masyarakat akan bahayanya gizi buruk terhadap anak dan akibatnya. Anggaran
peningkatan gizi sebesar Rp 10.000 per hari minimal selama tiga bulan. Apabila belum sembuh bisa diperpanjang lagi. Kami juga memberdayakan
kader di wilayah balita yang terkena gizi buruk untuk program PMT ini dengan pola ibu asuh…” Wawancara tanggal 10 Maret 2009
commit to user
Sosialisasi juga dilakukan pada kasus anak putus sekolah dan partisipasi anak. Sosialisasi dilakukan di setiap kecamatan dan kelurahan, agar masyarakat
kooperatif dan tumbuh kesadaran akan pentingnya perlindungan anak. Khususnya dalam program Solo Kota Layak Anak pemerintah melakukan
sosialisasi di setiap kelurahan. Sosialisasi juga dilakukan ke Sekolah TK kota Surakarta untuk melihat pengembangan sekolah yang ramah anak. Dalam hal ini
orang tua harus bekerja sama dengan guru, antara lain dengan diterapkan surat menyurat antar guru dan orang tua. Rasa aman pada anak diciptakan antara lain
dengan penyambutan guru-guru di depan sekolah ketika anak-anak tiba. Demikian pula pada waktu jam pulang sekolah; guru-guru mengantar ke gerbang sekolah dan
selanjutnya diterima orang tua. Manajemen sekolah juga menerapkan peraturan tanpa kekerasan bagi para guru dan diterapkannya sanksi bagi yang melanggar.
Dalam acara sosialisasi KLA di Kelurahan, beberapa hal yang didiskusikan dengan masyarakat langsung adalah sebagai berikut DKRPPKB:
1 Pelajaran budi pekerti di sekolah yang hilang 2 Sistem evaluasi dan pendataan masalah pekerja anak, pemerintah kota Solo
sedang menyusun mekanisme penanganan pekerja anak 3 Dalam masalah pekerja anak, permasalahan utamanya adalah bukan anak, tetapi
orang dewasa yang mengeksploitasi anak-anak tersebut. Sehingga perlu dilakukan pendekatan terhadap orang tua.
4 Seringnya dibangun prasarana, seperti taman, namun tanpa dilengkapi toilet, sehingga anak kesulitan untuk buang air.
commit to user
5 Untuk pembuatan akte kelahiran, diusulkan kerjasama dengan RStempat bersalin untuk langsung memberikan akte kelahiran bagi anak yang lahir di
tempat-tempat tersebut. 6 Tindak lanjut dari sosialisasi KLA diharapkan agar dilanjutkan dengan
pelatihan-pelatihan. 7 Untuk keberlanjutan forum anak, pendampingan bagi anak-anak di forum anak
dianggap perlu. Dalam rangka mewujudkan Kota Surakarta yang layak anak tersebut,
Pemerintah Kota juga telah mulai melakukan upaya terciptanya Lapas yang ramah anak sehingga permasalahan anak yang bersinggungan dengan hukum mendapat
tempat penanganan yang layak.
commit to user
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan