Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran

commit to user kondisi tersebut, diperlukan responsivitas pemerintah agar memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Responsivitas Pemerintah Kota Surakarta terhadap Perlindungan Anak Menuju Solo Kota Layak Anak KLA .

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana responsivitas Pemerintah Kota Surakarta terhadap perlindungan anak menuju Solo Kota Layak Anak KLA? 2. Kendala dan upaya apa yang dihadapi Pemerintah Kota Surakarta terhadap perlindungan anak menuju Solo Kota Layak Anak KLA?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk: 1. Mengetahui bagaimana responsivitas Pemerintah Kota Surakarta terhadap perlindungan anak menuju Solo sebagai Kota Layak Anak KLA. 2. Mengetahui kendala dan upaya yang dihadapi Pemerintah Kota Surakarta terhadap perlindungan anak menuju Solo sebagai Kota Layak Anak KLA.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: commit to user 1. Masukan bagi Pemerintah Kota Surakarta terhadap upaya perlindungan anak menuju Solo sebagai Kota Layak Anak KLA. 2. Peningkatan wawasan dan pengetahuan terhadap permasalahan dan upaya perlindungan anak menuju Solo sebagai Kota Layak Anak KLA. 3. Sebagai referensi bagi peneliti lain.

E. Tinjauan Pustaka

1. Responsivitas

UNDP 1997 dalam Sedarmayanti 2004:247 mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, meliputi participation, rule of law, transparency, responsiveness, consensus orientation, equity, effectiveness and efficiency, accountability, strategic vision. Atas dasar uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan Negara yang bertanggung jawab serta efisien dan efektif. Menurut Joni Rahman n.d yang mengutip karakteristik good governance dari jurnal internasional Pubic Administration Journal: Good governance has 8 major characteristics. It is parcipatory, consensus oriented, accountable, transparent, responsive, effective and efficient, equitable and inclusive and follows the rule of law. Karakteristik good governance tersebut digambarkan sebagai berikut: Gambar 1.1 Karakteristik good governance commit to user Dengan demikian, responsivitas merupakan salah satu karakteristik good governance. Lenvine dalam Agus Dwiyanto 2005:147, produk dari pelayanan publik di dalam Negara demokratis paling tidak harus memenuhi tiga indikator, yakni responsiveness, responsibility, dan accountability. Responsivitas yang merupakan salah satu karakteristik good governance adalah kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan, dan mengembangkan ke dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas mengukur daya tanggap organisasi terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi, serta tuntutan warga pengguna layanan. Tujuan utama pelayanan publik adalah memenuhi kebutuhan warga pengguna agar dapat memperoleh pelayanan yang diinginkan dan memuaskan. Agus Dwiyanto, 2005:152 Pengertian responsivitas dapat dipahami dari beberapa pendapat para ahli berikut ini: Dilulio dalam Agus Dwiyanto 2002:60, menekankan bahwa responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Agus Dwiyanto 2002:62 menjelaskan bahwa responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk commit to user mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Wyer PC 2007menyatakan bahwa: “Responsiveness can be defined as the ability of research, education, quality improvement, and electronic system to adapt to and incorporate the changes in knowledge that produce changes in practice” Smith dalam Joko Widodo 2001:152 mengartikan responsivitas responsiveness adalah “ability to provide what people demand. In this sense it is an efficient way of managing local affairs and providing local services”. Dapat dipahami bahwa responsivitas merupakan kemampuan untuk menyediakan apa yang menjadi tuntutan rakyat. Indikator responsivitas pelayanan publik adalah keluhan pengguna jasa, sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan pengguna jasa, penggunaan keluhan pengguna jasa sebagai referensi perbaikan layanan publik, berbagai tindakan aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan, dan penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku Agus Dwiyanto, 2002:60-61. Mengacu pada pendapat tersebut di atas, dalam penelitian ini pengukuran responsivitas Pemerintah Kota Surakarta terhadap perlindungan anak menuju Solo Kota Layak Anak KLA ditentukan dari indikator 1 kemampuan mengenali kebutuhan anak, 2 kemampuan menyusun agenda dan prioritas pelayanan perlindungan anak, 3 kemampuan mengembangkan program perlindungan anak. Di Indonesia, responsivitas pemerintah terhadap permasalahan anak sebagai dasar atas upaya pemenuhan hak anak telah dilakukan melalui : commit to user 1 UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak 2 UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak 3 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM 4 UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Implementasi program melalui penanganan permasalahan anak merupakan upaya pemerintah untuk melindungi hak anak. Konvensi Hak-Hak Anak menjadi dasar membangun Kota Layak Anak. Keberhasilan program pengembangan Kota Layak Anak akan sangat ditentukan oleh adanya saling pengertian dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan di setiap tingkatan pembangunan dengan kepemimpinan pemerintah kabupatenkota. Atas kerjasama lintas sektor dan pemangku kepentingan telah berhasil menyusun sebuah kerangka kebijakan yang bersifat umum sebagai acuan pemerintah kabupatenkota, organisasi non pemerintah, organisasi kemasyarakatan, sektor swasta, masyarakat, dan anak-anak sebagai subjek dari hak-haknya untuk bersama- sama mengembangkan Kota Layak Anak. Khususnya di Kota Surakarta, Pemerintah berusaha responsif terhadap permasalahan anak, yaitu dengan pengembangan Kota Layak Anak KLA. Program Kota Layak Anak dibagi dalam 4 bidang yaitu bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan anak, dan partisipasi anak. Akan tetapi, masih banyak permasalahan yang masih belum terselesaikan seperti anak putus sekolah, eksploitasi anak, anak jalanan, dan sebagainya. Melalui DKRPPKB Kota Surakarta yang menangani masalah perlindungan anak di Surakarta harus mempunyai strategi dan perencanaan yang baik dalam rangka commit to user mewujudkan Solo sebagai Kota Layak Anak. Hal ini dikarenakan masih banyaknya persoalan yang menjadi kewajiban Pemerintah untuk segera diselesaikan, menyangkut permasalahan anak-anak. Seperti kasus anak-anak yang dipekerjakan pada sektor industri, anak jalanan, pemulung anak, anak yang dilacurkan, anak putus sekolah, anak berkonflik dengan hukum, dan anak yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, serta permasalahan anak-anak lainnya. Dalam menghadapi dan menanggulangi masalah anak secara kompleksitas, berbagai perbuatan perlu ditangani secara lebih serius, sebagai proses untuk mengantisipasi perkembangan fisik, jiwa dan mental maupun kehidupan sosiologis yang lebih baik. UU Republik Indonesia No. 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak mengatur mengenai hak-hak anak yang dijumpai pada pasal 2 sebagai berikut: 1 Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan kembang dengan wajar. 2 Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan negara yang baik dan berguna. 3 Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. 4 Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar. Jelas dalam pasal tersebut mendorong perlu adanya perlindungan anak dalam rangka mengusahakan kesejahteraan anak dan perlakuan yang adil dalam rangka commit to user mengusahakan kesejahteraan anak dan perlakuan yang adil terhadap mereka. Hal ini penting demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diharapkan dalam upaya perlindungan anak. Dengan demikian, dituntut adanya suatu rasa tanggung jawab dalam pelaksanaan perlindungan anak dan juga rasa keadilan yang dapat mempengaruhi kelangsungan kegiatan dalam upaya pelaksanaan perlindungan anak tersebut.

2. Perlindungan Anak

Masalah perlindungan anak adalah sesuatu yang kompleks dan menimbulkan berbagai macam permasalahan yang tidak selalu dapat diatasi secara perseorangan, tetapi harus secara bersama-sama dan penyelesaiannya menjadi tanggungjawab bersama. Untuk mengetahui terjadinya perlindungan yang baik atau buruk, tepat atau tidak tepat, maka harus memperhatikan fenomena mana yang relevan, yang mempunyai peran penting dalam terjadinya kegiatan perlindungan anak. Arif Gosita 1985:3 mengatakan bahwa perlindungan anakremaja adalah suatu kegiatan bersama yang bertujuan mengusahakan pengamanan pengadaan dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anakremaja itu dilindungi dan yang bertanggung jawab terhadap adanya dan pelaksanaan perlindungan tersebut. Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak dalam pasal 1 ayat 1 menyatakan: “Perlindungan anak adalah serangkaian kegiatan untuk melindungi anak sejak dalam kandungan, agar anak dapat terjamin kelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang serta terbebas dari perlakuan delinkuensi dan tindak kekerasan fisik, mental, rohani maupun sosial secara wajar sesuai dengan harkat dan martabatnya”. commit to user Perlindungan anak merupakan suatu usaha yang mengadakan kondisi dimana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya secara seimbang dan manusiawi. Perlindungan anak juga merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat. Dengan demikian perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak pada pasal 2 ayat 2 dan 3 menyatakan : “Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. Anak berhak atas perlindungan- perlindungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar”. Undang-undang di atas dengan jelas menyatakan perlu adanya perlindungan anak dalam rangka mengusahakan kesejahteraan anak dan perlakuan yang adil terhadap anak. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam rangka pelaksanaan perlindungan anak yang efektif, rasional positif, bertanggung jawab dan bermanfaat adalah sebagai berikut Sumber: www.kotalayakanak.org: a. Para partisipan harus mempunyai pengertian-pengertian yang tepat. b. Harus dilakukan secara bersama, kerjasama dan koordinasi. c. Perlu diteliti terlebih dahulu masalah yang merupakan faktor kriminogen atau faktor viktimogen. d. Mengutamakan perspektif yang dilindungi dan bukan yang melindungi. e. Perlindungan anak harus tercermin dan diwujudkan atau dinyatakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. commit to user f. Pihak anak harus diberikan kemampuan dan kesempatan untuk ikut serta melindungi diri sendiri. g. Tidak boleh menimbulkan rasa tidak dilindungi. h. Harus didasarkan atas pengembangan hak dan kewajiban asasinya. Perlindungan anak merupakan tanggungjawab secara individu, kolektif, dan pemerintah demi tercapainya kepentingan bersama dan nasional. Dalam rangka membuat kebijakan mengenai perlindungan anak, perlu diusahakan inventarisasi faktor-faktor yang menghambat dan mendukung kegiatan perlindungan anak. Kepastian hukum sangat dibutuhkan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan untuk mencegah akibat-akibat negatif yang tidak diinginkan. Perlindungan anak harus tercermin dan diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dalam rangka melaksanakan perlindungan anak, setiap anggota masyarakat bekerja sama dengan pemerintah, ikut serta menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan dikembangkannya perlindungan anak secara langsung atau tidak langsung. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 15 menyatakan : Ayat 1 : Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Ayat 3 : Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Ayat 4 : a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa. commit to user b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara fiktif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak serta dalam sidang tertutup untuk umum. Dengan demikian responsivitas pemerintah sebagai salah satu perwujudan good governance harus mencakup seluruh kepentingan publik termasuk perlindungan anak. Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan, sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam bab III Undang-Undang Perlindungan pasal 4 sampai 19 menjelaskan hak-hak anak sebagai berikut: hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, berhak atas suatu nama sebagai identitas diri, berhak untuk beribadah, berhak mengetahui orang tuanya, berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial, berhak memperoleh pendidikan, berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, berhak beristirahat, berhak mendapatkan perlindungan hukum. Dalam penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada empat kategori hak anak, yaitu bidang perlindungan anak, bidang kesehatan, bidang pendidikan, dan bidang partisipasi anak.

3. Kota Layak Anak

Menurut Nirwono Joga 2007 Kota Layak Anak adalah suatu kota yang di dalamnya telah diramu semangat untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap anak dan hak-haknya dalam proses pembangunan kota yang berkelanjutan. Kota yang commit to user menciptakan lingkungan yang kondusif bagi anak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, mendapat perlindungan dari kekerasan fisik dan nonfisik serta diskriminasi. Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia mendefinisikan Kota Layak Anak sebagai kota yang menjamin hak setiap anak sebagai warga kota. Berdasarkan Kebijakan Pengembangan Kota Layak Anak 2007, anak sebagai warga kota berarti : a. Memiliki kebebasan dalam mengemukakan pendapat baik secara pribadi maupun terwakilkan, terkait dengan kebijakan pengembangan kota, fasilitas kota, dan pelayanan kota. b. Mempunyai kesempatan untuk berperan serta dalam kehidupan keluarga, komuniti sosial lainnya. c. Menerima pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan. d. Memiliki akses untuk mendapatkan pelayanan sarana kota yang berkualitas sarana air bersih, ruang bermain, jalur sekolah. Persyaratan keselamatan, persyaratan kesehatan, persyaratan kemudahan, dan persyaratan kenyamanan. e. Setiap warga secara seimbang dapat mengakses setiap pelayanan, tanpa memperhatikan suku bangsa, agama, kekayaan, gender, dan kecacatan. Empat prinsip kunci Konvensi Hak Anak yang menjadi dasar membangun Kota Layak Anak adalah: Kebijakan Pengembangan KLA, 2007 a. Non-diskriminasi: Kota Layak anak adalah kabupatenkota yang layak dan inklusif untuk semua anak. KabupatenKota yang memenuhi kebutuhan dan commit to user memberikan perhatian khusus pada anak yang mengalami diskriminasi dalam mengakses hak-hak mereka dalam beberapa cara berbeda. b. Kepentingan terbaik untuk anak: Kota Layak anak menjamin kepentingan terbaik untuk anak dan menjadikan anak sebagai pertimbangan utama dalam semua tindakan yang terkait dengan urusan anak. c. Setiap anak mempunyai hak hidup, kelangsungan hidup, dan berkembang maksimal: Kota Layak Anak berusaha memberikan jaminan untuk hidup dan kelangsungan hidup kepada anak untuk berkembang optimal dengan menciptakan kondisi-kondisi yang mendukung pada masa anak-anak, perkembangan dalam konteks Konvensi Hak-hak Anak berarti perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan perkembangan psikologi dan sosial anak. d. Mendengar dan menghormati pandangan anak: Anak-anak dilibatkan dan didengar fikiran dan pendapatnya di dalam Kota Layak Anak. Mereka aktif berperan serta sebagai warga kota dan pemegang hak untuk mempromosikan dan mendorong kebebasan mengekspresikan pendapat pada semua persoalan yang mempengaruhi mereka. Upaya mewujudkan KLA tidak bisa dilakukan sendiri atau hanya oleh pemerintah saja. Kementerian dengan berbagai pihak merupakan pilihan utama yang harus dilakukan. Kemitraan yang terbangun dapat saling berintegrasi dan bersinergi menjadi suatu kesatuan yang saling mengisi dan membutuhkan satu dengan lainnya. Peran dari masing-masing harus sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh setiap individu dan atau institusi. Menurut YKAI, peran dari pemerintah dan pihak terkait dalam upaya mewujudkan KLA meliputi: www.ykai.net commit to user 1 Pemerintah : Pemerintah bertanggung jawab dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional dan memfasilitasi kebijakan KLA. Selain itu pemerintah juga melakukan koordinasi dalam pelaksanaan kebijakan KLA. 2 Asosiasi Pemerintahan KabupatenKota Seluruh Indonesia : APKSIAPEKSI sebagai jaringan komunikasi antar kabupatenkota mempunyai posisi strategis untuk wadah bertukar pengalaman dan informasi antar anggota untuk memperkuat pelaksanaan KLA di masing-masing kabupatenkota. 3 Pemerintah KabupatenKota : Pemerintah kabupatenkota bertanggung jawab dalam membuat kebijakan dan menyusun perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan memobilisasi potensi sumber daya untuk pengembangan KLA. 4 Organisasi Non Pemerintah dan Organisasi Kemasyarakatan : Organisasi Non Pemerintah dan Organisasi Kemasyarakatan mempunyai peran penting dalam menggerakkan masyarakat untuk mendukung pelaksanaan KLA. 5 Sektor Swasta dan Dunia Usaha : Sektor swasta dan dunia usaha merupakan kelompok potensial dalam masyarakat yang memfasilitasi dukungan pendanaan yang bersumber dari alokasi Corporate Social Responsibility untuk mendukung terwujudnya KLA. 6 Lembaga Internasional : Lembaga internasional sebagai lembaga memfasilitasi dukungan sumber daya internasional dalam rangka mempercepat terwujudnya KLA. commit to user 7 Komuniti Masyarakat : Masyarakat bertanggung jawab mengefektifkan pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi program KLA dengan memberikan masukan berupa informasi yang objektif dalam proses monitoring dan evaluasi. 8 Keluarga : Keluarga merupakan wahana pertama dan utama memberikan pengasuhan, perawatan, bimbingan, dan pendidikan dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak. 9 Anak : anak merupakan unsur utama dalam pengembangan KLA perlu diberi peran dan tanggung jawab sebagai agen perubah. Perlindungan anak harus tercermin dan diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Dalam rangka melaksanakan perlindungan anak, setiap anggota masyarakat bekerja sama dengan pemerintah, ikut serta menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan dikembangkannya perlindungan anak secara langsung atau tidak langsung. UU Perlindungan Anak pada pasal 15 menyatakan : Ayat 1 : Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Ayat 3 : Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Ayat4 : a. Mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa. b. Memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara fiktif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku. commit to user c. Membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak serta dalam sidang tertutup untuk umum.

F. Kerangka Pemikiran

Salah satu karakteristik good governance adalah responsivitas, yaitu kemampuan organisasi untuk mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, menyusun prioritas kebutuhan, dan mengembangkan ke dalam berbagai program pelayanan. Responsivitas mengukur daya tanggap organisasi terhadap harapan, keinginan, dan aspirasi, serta tuntutan warga pengguna layanan Agus Dwiyanto, 2005:152. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjelaskan tentang hak-hak anak yang secara garis besar diklasifikasikan ke dalam empat bidang yaitu: bidang perlindungan anak, bidang kesehatan, bidang pendidikan, dan bidang partisipasi anak. Terkait hal tersebut, Pemerintah Surakarta dalam pelaksanaan perlindungan anak harus responsif apabila ingin tercipta perlindungan anak yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Pemerintah harus mempunyai kemampuan untuk: 1 Mengenali kebutuhan anak 2 Menyusun agenda dan prioritas pelayanan terhadap perlindungan anak 3 Mengembangkan program perlindungan anak Namun, upaya untuk mewujudkan Kota Layak Anak bukanlah pekerjaan yang mudah. Pemerintah dalam memberikan perlindungan anak menghadapi berbagai kendala. Kendala tersebut berasal dari internal pemerintah dan eksternal pemerintah. Kendala internal pemerintah yaitu sumber daya manusia, sumber dana, dan ego sektoral. Kendala commit to user eksternal pemerintah yaitu culture of silence, pengaruh lingkungan, dan rendahnya kesadaran orang tua dan anak. Apabila pemerintah mempunyai kemampuan untuk mengenali kebutuhan anak, menyusun agenda dan prioritas pelayanan terhadap perlindungan anak, mengembangkan program perlindungan anak, serta mampu mengatasi kendala-kendala yang dihadapi, maka upaya mewujudkan Kota Layak Anak akan dapat terwujud. Sebaliknya, jika pemerintah tidak mempunyai kemampuan untuk mengenali kebutuhan anak, menyusun agenda dan prioritas pelayanan terhadap perlindungan anak, mengembangkan program perlindungan anak, serta mampu mengatasi kendala-kendala yang dihadapi, maka tidak akan terwujud Kota Layak Anak. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut: Gambar 1.2 Bagan Kerangka Pemikiran Responsivitas terhadap perlindungan anak. a. Kemampuan mengenali kebutuhan anak b.Kemampuan menyusun agenda proritas pelayanan terhadap perlindungan anak c. Kemampuan mengembangkan program perlindungan anak Kota Layak Anak a. Jaminan hak-hak bidang perlindungan anak b.Jaminan hak-hak bidang kesehatan c. Jaminan hak-hak bidang pendidikan d.Jaminan hak-hak bidang partisipasi anak Good Governance UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak commit to user

G. Metodelogi Penelitian