Gambaran Permasalahan Anak di Surakarta

commit to user pelayanan bidang kesehatan dan pengendalian penyakit dan monitoring evaluasi, DINSONAKERTRANS berperan melaksanakan pelayanan di bidang pelayanan umum dan monitoring evaluasi, dan DISDIKPORA berperan Melaksanakan pelayanan di bidang pendidikan dasar dan menengah dan monitoring evaluasi. Bagan organisasi pada masing-masing institusi internal lihat lampiran 1-4.

B. Gambaran Permasalahan Anak di Surakarta

Permasalahan anak di Surakarta mencakup masalah anak putus sekolah, masalah kekerasan anak, masalah anak terlantar, dan masalah pekerja anak. Tabel 2.6 berikut ini menggambarkan berbagai persoalan tentang pendidikan anak di Kota Surakarta. Tabel 2.6 Jumlah Lulusan, Siswa Mengulang, dan Putus Sekolah di Kota Surakarta Tahun 20062007 Tingkat Pendidikan Lulusan 20062007 Siswa 20052006 Mengulang 20062007 Putus Sekolah Siswa Tk VI 20052006 1 2 3 4 5 6 SD 9.940 64.340 1.650 23 10.773 MI 76 259 14 45 SMP 9.347 34.445 327 169 10.825 MTs 700 2.587 21 13 790 SMA 6.583 20.442 157 100 6.876 MA 667 2.243 9 741 SMK 6.590 20.897 142 242 7.095 JUMLAH 33.903 145.213 2.320 547 37.145 Sumber : Profil Pendidikan DKRPPKB Surakarta Tahun 20062007 Berdasarkan tabel 2.6 dapat dilihat kondisi pendidikan dasar dan menengah di Kota Surakarta di mana masih banyak jumlah anak putus sekolah di Kota Surakarta termasuk dalam usia wajar 9 tahun. Angka putus sekolah di jenjang SMK sebesar 242 anak, SMP sebesar 169 anak, dam SD sebesar 23 anak. commit to user Masalah anak yang juga terjadi di Surakarta yaitu masalah kekerasan anak. Anak yang menjadi korban kekerasan adalah anak yang mengalami penderitaan fisik, psikis, ekonomi, dan seksual. Ada beberapa faktor penyebab anak terjebak dalam ESKA, yaitu 1 pengalaman seksual dini terutama pengalaman menjadi korban kekerasan seksual. Akibatnya, anak merasa tidak berharga lagi dan tidak memiliki masa depan. Situasi ini sering dimanfaatkan oleh orang lain untuk membujuk anak masuk dunia prostitusi. 2 Keluarga. Keluarga merupakan lingkungan terdekat dengan anak. Di banyak kasus dijumpai anak dilacurkan memiliki latar belakang keluarga yang tidak harmonis. Ini menyebabkan anak mencari sosok tempat perlindungan alternatif dari teman maupun lingkungan yang mau menerima mereka. Dua faktor tersebut merupakan faktor utama yang menyebabkan anak terjebak dalam ESKA. Anak korban ESKA sangat rentan memperoleh kekerasan fisik seperti dipukul, ditendang, dan ditampar. Tabel 2.7 berikut ini menggambarkan kekerasan anak yang dibagi ke dalam beberapa kategori. Tabel 2.7 Kategori Kekerasan yang Dialami Anak No Kategori Kekerasan Jumlah Persentase 1 2 3 4 1 Kekerasan Seksual 26 53,06 2 Penganiayaan 4 8,16 3 Pelarian 2 4,08 4 ESKA 17 34,69 Jumlah 49 100 Sumber Data : PTPAS Tahun 2007 Berdasarkan tabel 2.7 dapat diketahui bahwa kategori kekerasan yang paling banyak dialami anak yaitu kekerasan seksual dengan persentase 53,06. Sedangkan persentase kekerasan anak yang terendah yaitu pelarian pada anak dengan persentase 4,08. commit to user Selain masalah anak putus sekolah dan masalah kekerasan anak, masalah anak terlantar juga terjadi di Surakarta. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan data Kota Surakarta pada tahun 2006 tercatat jumlah anak terlantar sebanyak 1.048 anak. Adapun gambaran banyaknya anak terlantar di Surakarta dapat dilihat pada tabel 2.8 berikut ini: Tabel 2.8 Jumlah Anak Terlantar di Kota Surakarta Tahun 2006 Kategori Jenis Kelamin Jumlah L P 1 2 3 4 Usia 5 tahun 199 167 366 Usia - 18 tahun 378 304 682 Jumlah 577 471 1.048 Sumber : Data PMKS dan PSKS DKRPPKB Kota Surakarta tahun 2006 Masalah anak yang juga terjadi di Surakarta yaitu masalah anak terlantar. Faktor utama yang menyebabkan anak menjadi pekerja anak yakni persoalan ekonomi, sehingga anak-anak dengan sukarela atau terpaksa harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Permasalahannya adalah semakin banyak anak yang bekerja di sektor pekerjaan terburuk anak. Sebetulnya anak tidak boleh bekerja. Kalaupun anak menjadi pekerja anak, maka mereka harus mendapatkan perlindungan yang sesuai dengan haknya. Tabel 2.9 menunjukkan jenis pekerjaan dan jumlah anak yang bekerja menurut jenis kelamin tahun 2005, 2006, dan 2007. Tabel 2.9 Pekerja Terburuk Anak Menurut Jenis Kelamin Tahun 2005, 2006, dan 2007 No Jenis Pekerjaan L P Jumlah 1 2 3 4 5 1 Pedagang asongan - - - 2 Pemulung 5 3 8 3 Pedagang di tempat - - - commit to user 4 Tetap 1 1 2 5 Sektor industri kecilRT 25 20 45 6 Besarsedang - - - 7 Sektor Pertanian - - - 8 Sektor Angkutan - - - 9 Sektor Jasa 16 38 54 10 Pengamen - - - 47 62 109 Sumber : Data LSM Kapas, LSM PPAP Seroja, LSM SARI Surakarta, Disnakertrans Kota Surakarta Tabel 2.9 diketahui dari tahun 2005-2007 jumlah anak yang bekerja sebesar 109 anak. Anak yang bekerja di sektor jasa menunjukkan angka tertinggi sebesar 54 anak sedangkan anak yang bekerja tetap menunjukkan angka terendah sebesar 2 anak. Hal ini menjadi keprihatinan kita bersama karena hak-hak anak kurang terpenuhi karena dia dituntut untuk bekerja.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Responsivitas Pemerintah Kota Surakarta