commit to user
KLA membentuk Forum Anak Surakarta FAS. FAS merupakan aspirasi anak- anak. Sekretaris Pusat Penelitian dan Pengembangan Gender P3G UNS N11 :
“…partisipasi anak di Surakarta sudah lumayan ya mbak, anak sudah mulai dilibatkan oleh pemerintah, kami juga terlibat dalam FAS...” Wawancara
tanggal 17 Maret 2009. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui kemampuan pemerintah
menyusun agenda dan prioritas pelayanan perlindungan anak sudah sesuai dengan kebutuhan anak. Namun sesungguhnya kebutuhan-kebutuhan anak di Kota
Surakarta tidak hanya mencakup kebutuhan perlindungan atas ESKA, gizi buruk, anak putus sekolah, dan partisipasi anak. Masih ada persoalan-persoalan penting
yang belum tertangani oleh Pemerintah Kota Surakarta seperti pendidikan untuk anak jalananterlantar. Untuk mengetahui lebih lanjut perkembangan program
pemerintah, apakah berjalan sesuai harapan anak dan pihak-pihak terkait, akan dijelaskan pada pembahasan selanjutnya mengenai kemampuan mengembangkan
program perlindungan anak.
3. Kemampuan mengembangkan program perlindungan anak
Kemampuan pemerintah dalam mengembangkan program perlindungan anak akan dijelaskan sesuai dengan bidang-bidang perlindungan anak yang meliputi: bidang
perlindungan anak, bidang kesehatan, bidang pendidikan, dan bidang partisipasi anak. a. Bidang Perlindungan Anak
Kasus ESKA pada anak di Kota Surakarta harus mendapat perhatian yang serius oleh semua pihak. Melihat keadaan ini, maka lahirlah gagasan untuk
membangun jaringan kerjasama antar institusi lintas sektor untuk mengembangkan Pelayanan Terpadu bagi korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kota
commit to user
Surakarta. Kebutuhan ini juga didukung oleh berbagai kebijakan, salah satunya Surat Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan,
Menteri Sosial, Menteri Kesehatan dan KAPOLRI SKB 3 Menteri dan KAPOLRI yang ditandatangani sebagai langkah awal untuk menjadi dasar adanya pelayanan
terpadu untuk korban Kekerasan. Setelah melalui serangkaian aktivitas, maka disepakati adanya dokumen
Kesepakatan Dasar Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Kota Surakarta yang bernama Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Kota Surakarta
PTPAS. PTPAS berbentuk konsorsium
1
, yaitu gabungan dari beberapa institusilembagaorganisasi yang mempunyai kepedulian terhadap persoalan
perempuan dan anak, serta melakukan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. DKRPPKB selaku
koordinator umum PTPAS bertugas mengkoordinasikan seluruh divisi yang ada di PTPAS. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan Seksi Pemberdayaan Masyarakat
DKRPPKB N1 : ”Untuk mengatasi kekerasan perempuan dan anak atau pelanggaran hak anak,
di kota Surakarta ada PTPAS. PTPAS ini berupa konsorsium yang terdiri atas 16 unsur diantaranya pemerintah kota Surakarta dalam hal ini DKRPPKB,
rumah sakit, LSM, organisasi pemerintah, poltabes dan lain-lain. PTPAS ini terbentuk pada tahun 2004 dan bertugas menangani korban kekerasan
perempuan dan anak-anak” wawancara 16 Februari 2009
PTPAS juga melakukan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak sesuai tugas masing-masing, selaku dinas yang mewakili Pemeritah Kota Surakarta dalam
penanganan masalah tersebut ditunjuklah DKRPPKB sebagai koordinator umum
1
Konsorsium adalah gabungan berbagai organisasi sosial, kepemudaan, dsb untuk mengadakan aktivitasgerakan bersama biasanya secara tetap, namun masing-masing tetap berdiri sendiri-sendiri. Kamus Besar Bahasa
Indonesia - Edisi Baru, disusun oleh Team Pustaka Phoenix. http:id.wikipedia.orgwikiKonsorsium
commit to user
yang bertugas mengkoordinir setiap institusilembagaorganisasi yag tergabung dalam PTPAS tersebut. Tugas lembagaorganisasi yang tergabung dalam PTPAS
dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.2 Data Tugas LembagaOrganisasi
commit to user
Yang tergabung dalam PTPAS
No Nama
LembagaOrganisasi Divisi
Tugas
1 2
3 4
1 DKRPPKB Kota
Surakarta Koordiator Umum
Koordiator Umum Tugas:
Mengkoordinasikan seluruh divisi yang ada di PTPAS, memastikan kerja seluruh
divisi sesuai dengan job description-nya masing-masing, mengkoordinasikan
monitoring dan evaluasi PTPAS, pelaksanaan koordinasi, penyelenggaraan
pusat informasi dan dokumentasi, koordinasi sarana-prasarana, koordinasi
pengembangan jaringan. Co. Divisi Pendidikan Publik
Tugas: Melakukan sosialisasi program dan
layanan PTPAS, melakukan pengorganisasian masyarakat agar mampu
melakukan pencegahan terhadap KtPA, menyediakan dan menyebarluaskan
informasi tentang KtPA bagi masyarakat, melaksanakan fungsi kehumasan,
mengupayakan perubahan kurikulum pendidikan formal dengan jalan
memberikan masukan tentang materi KtPA.
Co. Divisi Advokasi Tugas:
Mengakses, mengumpulkan dan menganalisa data dari Pusat Data PTPAS
atau sumber data lain, melakukan study kebijakan dan isu KtPA, melakukan lobby
dan negosiasi kepada pengambil kebijakan.
Co. Divisi Pelayanan Tugas:
Menjadi pos layanan PTPAS, memberikan layanan medis-non medis, menyediakan
fasilitas yang mendukung pelayanan korban, mengupayakan shelter.
2 Poliklinik
Bhayangkara Polwil Surakarta
Co. Divisi Pelayanan 3
Yayasan Kakak Co. Divisi Dokumentasi
dan Informasi 4
GOWS Co. Divisi Pendidikan
Publik 5
SPEK-HAM Co. Divisi Advokasi
6 RPK Poltabes
Surakarta Divisi Pelayanan
7 Dinas Kesehatan
Kota DKK Surakarta
Divisi Pelayanan
8 ATMA Advokasi
Transformasi Masyrakat
Divisi Pelayanan dan Divisi Advokasi
9 SARI Social
Analysis Research Institute
Divisi Pelayanan dan Divisi Advokasi
10 Yayasan Talenta
Divisi Pelayanan 11
LEHAMAS Aisyiah Jawa Tengah
Divisi Pelayanan dan Divisi Pendidikan
Publik
12 Yayasan Krida
Paramitha Divisi Pelayanan dan
Divisi Dokumentasi dan Informasi
13 Kaukus Perempuan
Surakarta Divisi Dokumentasi dan
Informasi 14
Bappeda Surakarta Divisi Advokasi
15 PKK Kota
Divisi Pendidikan Publik
16 RSUD Dr. Moewardi
Surakarta Divisi Pelayanan
Sumber: PTPAS PTPAS terdiri dari 16 lembagaorganisasi pemerintah maupun NGO Non
Government Organisation yang memiliki peran dan fungsi masing-masing dalam penanganan persoalan perempuan dan anak yang tergabung didalam jaringan
commit to user
PTPAS. Misalnya pihak Rumah sakit melakukan visum dan perawatan kesehatan, Poltabes melakukan penyidikan dan penyelidikan, dan LSM melakukan tugasnya
sebagai pendamping korban. Pertanggungjawaban dari masing-masing divisi bukan kepada DKRPPKB melainkan bersama-sama. Disini peran DKRPPKB yaitu
sebagai koordinator dari masing-masing divisi saja. Penanganan ESKA
2
di Surakarta sendiri telah diusahakan beberapa pihak, salah satunya Pemerintah Kota Surakarta. Berdasarkan SK Walikota Nomor
4627812006, Pemkot menyusun kegiatan bertajuk Rencana Aksi Kota Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak RAK PESKA Kota Surakarta.
Program lima tahunan ini dilaksanakan sebuah tim yang bernama Gugus Tugas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Seksi Pemberdayaan Masyarakat
DKRPPKB N1 : “Ada lima bidang konsentrasi program dalam Gugus Tugas, yakni Koordinasi
dan Kerjasama, Pencegahan, Perlindungan, Pemulihan dan Rehabilitasi, serta Perlindungan Anak. Sedangkan ketua umumnya dipegang oleh Sekretaris
Daerah Kota Surakarta. Anggota Gugus Tugas ini adalah kumpulan dari berbagai elemen masyarakat yang konsen terhadap perlindungan anak”
Wawancara 16 Februari 2009
Dalam menangani masalah kekerasan anak, DKRPPKB melakukan tindakan-tindakan. Yang pertama adalah tindakan preventif atau pencegahan agar
masyarakat bisa menyikapi permasalahan tersebut sebagai persoalan serius yang perlu dicegah sebelum tindakan kekerasan pada anak terjadi di lingkungan
sekitarnya. Selain itu pendampingan pada anak sekolah dan anak yang rentan menjadi korban kekerasan seksual diharapkan dapat membekali anak-anak dengan
2
ESKA adalah Sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak. Pelanggaran tersebut terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberian imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap anak, atau orang
ketiga, atau orang-orang lainnya. Anak tersebut diperlakukan sebagai sebuah objek seksual dan sebagai objek komersial. www.gugustugastrafficking.org
commit to user
pengetahuan untuk mengantisipasi lingkungan di sekitarnya serta melindungi dirinya sendiri dari bahaya kekerasan seksual pada anak. Kedua, yaitu penanganan.
Tindakan penanganan dilakukan apabila telah terjadi kekerasan seksual pada anak. Biasanya dilihat dari korban yang melapor. Tindakan penanganan ini dilakukan
oleh beberapa lembaga terkait seperti Ruang Pelayanan Khusus RPK Poltabes Surakarta selaku penyidik dari kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi,
LSM terkait, dalam hal ini Yayasan Kakak yang memberikan pendampingan pada korban kekerasan seksual pada anak serta DKRPPKB sendiri yang membuat
kebijakan dalam penanganan tersebut. Korban yang mengalami kekerasan seksual diarahkan untuk melaporkan
kejadian yang dialaminya ke RPK Poltabes Surakarta untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan proses penyidikan sampai dengan proses pelimpahan berkas
kasus ke kejaksaan untuk selanjutnya dijalankan proses hukum bagi tersangka. Sedangkan Yayasan Kakak bertugas untuk mendampingi korban, memberikan
dukungan secara moral untuk terus menjalankan proses hukum hingga vonis dijatuhkan pada tersangka.
Mekanisme penanganan kekerasan seksual pada anak di Surakarta yang dilakukan oleh DKRPPKB adalah memberikan pelayanan langsung pada korban
melalui Divisi Pelayanan PTPAS dalam hal ini adalah RPK Poltabes Surakarta. RPK bertugas untuk menerima semua bentuk laporan pertama dari korban
kekerasan seksual pada anak di Surakarta serta menyidik kasus yang dilaporkan korban tersebut untuk ditindaklanjuti prosesnya secara hukum. Sedangkan untuk
pelayanan visum dan kesehatan korban diserahkan kepada poliklinik Polwil
commit to user
Surakarta selaku koordinator dari divisi pelayanan PTPAS dan RSUD Dr Moewardi Surakarta. Kemudian untuk pendampingannya korban diserahkan pada lembaga
terkait dalam hal ini kepada Yayasan Kakak. Tindakan nyata yang telah dilakukan PTPAS sebagai berikut:
Box 1 Pencegahan dan penanganan ESKA di Karesidenan Surakarta
3 Juni 2008 News
Catatan Kegiatan Yayasan Kakak, periode Maret sd Mei 2008. Untuk kegiatan pencegahan ESKA di tingkat masyarakat, hal-hal
yang dilakukan oleh Yayasan Kakak adalah sebagai berikut: 1.
Sosialisasi tentang persoalan yang terkait dengan ESKA di tingkat SMP kerjasama dengan Terres des Homes. Dalam
waktu 3 bulan ini Maret-Mei 2008 Yayasan Kakak masuk ke dua sekolah yang anak-anaknya rentan menjadi korban ESKA.
2. Pendampingan anak dan orang tua di wilayah yang rentan.
Dalam waktu 3 bulan ini, Yayasan Kakak melakukan pendampingan. Wilayah rentan yang didampingi adalah salah
satu wilayah di mana tempat tersebut menjadi pusat prostitusi. 3.
Sosialisasi lewat media elektronik Radio kerjasama dengan Terres des Homes. Saat ini media elektronik yang rutin
melakukan talkshow adalah Radio GSM FM dan PTPN FM. 4.
Kegiatan penanganan korban kekerasan. Ada beberapa pendampingan yang dilakukan yaitu pendampingan hukum atas
kasusnya, pendampingan psikologis untuk anak dan keluarga, dan pendampingan medis.
Selain itu, untuk perbaikan ke depan, Yayasan Kakak memberikan masukan-masukan dan rekomendasi kepada pihak pemerintah
selaku koordinator
pelayanan terpadu.
http:kakak.orghome.php?page=newsid=97
Dari catatan kegiatan Yayasan Kakak, dapat diketahui upaya-upaya PTPAS untuk mencegah dan menangani ESKA di Surakarta. Penekanan bahwa anak
sebagai korban sangat dibutuhkan sehingga bisa mendukung untuk melakukan tindakan penanganan kasus ESKA yang berbasis di masyarakat. Artinya, bagaimana
ketika ada kasus di sekitar masyarakat, mereka bisa melakukan tindakan penanganan sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya masing-masing. Lewat
commit to user
media ini juga bisa memberikan gambaran kepada masyarakat tentang beberapa hal yang terkait dengan hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya kasus ESKA. Dengan
dipaparkannya penyebab di tingkat masyarakat, mereka akan lebih mengetahui bagaimana melakukan tindakan pencegahan, karena tindakan pencegahan dapat
dimulai dari tingkat masyarakat yang paling kecil, yaitu keluarga. Mekanisme penanganan korban kekerasan seksual pada anak yang dilakukan
oleh Divisi Pelayanan PTPAS dapat digambarkan secara visual dengan skema berikut ini:
Gambar 3.1 Skema penanganan korban pada Divisi Pelayanan PTPAS
Sumber: DKRPPKB Dari gambar 3.1 dapat dilihat bahwa penanganan korban kekerasan seksual
pada anak dilakukan secara bersama-sama antar lembaga yang terkait dengan permasalahan tersebut. Kemanapun korban datang untuk mengadukan persoalan
kekerasan seksual yang menimpanya, lembaga tersebut akan memberikan penanganan sesuai dengan tugasnya. Sedangkan untuk penanganan lebih lanjut,
lembaga yang menerima korban pertama kali akan merujuk korban sesuai dengan korban
RP K
Rumah sakit
LSM
commit to user
kebutuhan penanganan korban secara langsung melalui telepon kepada lembaga lainnya yang terkait dengan penanganan tersebut.
Dari uraian mengenai penanganan kekerasan seksual ada anak yang dilakukan DKRPPKB Kota Surakarta di atas, dapat dilihat bahwa peran dari DKRPPKB
tersebut adalah memfasilitasi dalam mengkoordinir lembaga-lembaga terkait dengan penangana kekerasan seksual pada anak di Surakarta sesuai dengan bidang
penganan masing-masing. Karena masalah penanganan kekerasan seksual pada anak adalah masalah penanganan yang kompleks dan melibatkan banyak
instansilembagaorganisasi yang telibat sesuai dengan bidang penanganannya masing-masing.
Ketiga yaitu tindakan pasca penanganan pemulihan. Dampak dari kekerasan seksual pada korban biasanya adalah dampak kesehatan, fisik, psikologis, dampak
sosial. Selain itu biasanya korban mengalami trauma dan beban psikologis yang cukup berat. Adanya rasa takut dan malu pada lingkungan atau masyarakat di
sekitarnya akan menjadi beban sosial yang berat bagi korban kekerasan seksual khususnya pada anak. Tindakan pasca penanganan dilakukan untuk memulihkan
kondisi psikologis dari korban. Tindakan pasca penanganan ini dilakukan oleh LSM terkait dan DKRPPKB
sendiri. Tindakan pemulihan yang dilakukan oleh DKRPPKB diselenggarakan oleh Sub Dinas Pelayanan Rehabilitasi dan Bantuan Sosial dengan membuat panti-
panti anak yang mendorong kelompok atau forum-forum anak untuk menghadapi permasalahn tersebut dengan suatu sikap yang positif agar hal tersebut tidak
terulang menimpa anak yang lain di kemudian hari.
commit to user
Sedangkan LSM yang terkait dengan permasalahan tersebut memberikan pendampingan hingga kondisi psikologis korban benar-benar telah pulih dan bebas
dari trauma dengan cara memberikan konsultasi Psikologi pada korban. Selain itu, tindakan pasca penanganan ini juga berbentuk pemberian motivasi pada korban
kekerasan seksual pada anak agar korban ini dapat kembali dalam kehidupan sosialnya tanpa ada perasaan malu, takut, ataupun minder.
Box 2 Catatan Kegiatan Yayasan Kakak, Periode Maret sd 2008
3 Juni News
Untuk pencegahan terjadinya ESKA, Yayasan Kakak melakukan beberapa aktifitas, yaitu:
1.
pendampingan keluarga. Pendampingan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada keluarga korban tentang
faktor resiko yang dapat dialami korban ESKA. Keluarga diharapkan akan dapat melakukan pengawasan terhadap
perilaku dan pergaulan anak.
2. Pendampingan psikologis anak. Korban ESKA sangat rentan
mengalami trauma akibat kekerasan yang dialaminya. 3.
Pendampingan kelompok. Pendampingan ini bertujuan untuk mencegah agar anak tidak menjadi korban ESKA.
http:kakak.orghome.php?page=newsid=97
Dari catatan Yayasan kakak periode Maret sd Mei 2008 dapat diketahui bentuk-bentuk pendampingan yang dilakukan Yayasan Kakak sebagai salah satu
LSM yang memperhatikan masalah anak di Surakarta. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Kakak bahwa pengalaman
seksual dini dapat mendorong anak masuk dalam dunia ESKA. Penanganan kekerasan seksual pada anak di Surakarta selain melibatkan
beberapa institusi lembaga organisasi yang terkait dengan permasalahan tersebut, juga diperlukan dana guna menunjang operasional penanganan kekerasan pada anak
tersebut. Sumber dana dalam penanganan kekerasan seksual pada anak di Surakarta
commit to user
diperoleh dari pemerintah dan swadaya dari beberapa lembaga yang terkait. Staf Divisi Anak Yayasan Kakak N8 mengatakan:
“Responsivitas pemerintah terhadap kasus kekerasan terhadap anak cukup bagus. Sudah ada jaring bersamakerjasama pemerintah terhadap lembaga-
lembaga swadaya masyarakat dan stakeholder-stakeholder yang lain, sehingga bisa terbentuk PTPAS. Jika ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan
anak, pihak PTPAS sudah bisa menangani kasus ini baik secara medis, hukum dan psikologisnya, asal kasus ini dilaporkan sesuai dengan prosedur yang ada,
mulai dari kepolisian.” Wawancara tanggal 16 Maret 2009
Ia juga menambahkan: “Kalo perlindungan anak di Surakarta, jika kita bicara dari sisi kebijakan,
sudah ada kemajuan, karena memang kota Surakarta ditunjuk oleh pemerintah sebagai salah satu pilot project untuk pengembangan Kota Layak Anak
diantara beberapa kota yang lain. Kalo kita bicara lebih riil lagi, memang perlu ada upaya-upaya atau peningkatan dalam berbagai hal mengenai sistem
atau perlindungan terhadap anak. Karena kecenderungannya kita melihat kasus-kasus kekerasan terhadap anak justru menunjukkan gejala dari waktu ke
waktu menunjukkan peningkatan. Kalo kita melihat, sudah ada daya tanggap dari pemerintah, sudah ada peraturan-peraturan daerah yang mulai disusun
untuk melindungi anak. Diharapkan peran pemerintah lebih optimal, karena kekerasan pada anak dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan secara
kuantitas.” Wawancara tanggal 16 Maret 2009
Hal senada juga dikatakan oleh Ketua PPAP Seroja N10: “…responsivitas pemerintah Surakarta dalam menangani permasalahan anak
jika dibandingkan kota-kota lain, sudah bisa dikatakan renponsif. Sudah ada kebijakan-kebijakan yang menyangkut perlindungan terhadap anak.”
wawancara 14 November 2008
Menurut Yayasan Kakak dan LSM PPAP Seroja, responsivitas pemerintah terhadap kasus kekerasan terhadap anak cukup bagus. Sudah ada jaring
bersamakerjasama pemerintah terhadap lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan stakeholder-stakeholder yang lain, sehingga bisa terbentuk PTPAS. Jika dilihat dari
sisi kebijakan, sudah ada kemajuan, sudah ada peraturan-peraturan daerah yang mulai disusun untuk melindungi anak. Kebijakan tersebut diantaranya: Kebijakan
commit to user
Pengembangan Kota Layak Anak KLA, adanya Rencana Aksi untuk menangani kekerasan pada anak dan pekerja anak. Diharapkan peran pemerintah lebih optimal,
karena kekerasan pada anak dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan secara kuantitas.
Mekanisme penanganan anak jalanan dan anak terlantar hampir sama dengan mekanisme penanganan kasus ESKA. Pemerintah melakukan pendataan
bekerjasama dengan LSM dan tokoh masyarakat termasuk di dalamnya PSM Pekerja Sosial Masyarakat dan Karangtaruna. Setelah mengetahui data, lalu
dilakukan identifikasi permasalahan yang ada. Setelah diketahui permasalahannya, lalu dilakukan pembinaan terhadap mereka. Dalam pembinaan, ada kegiatan-
kegiatan yaitu pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan bakat dan minat mereka. Setelah mereka diberi ketrampilan, selanjutnya pemerintah memberikan paket
bantuan untuk sarana penunjang ketrampilan. Pada tahun 2008, DKRPPKB mempunyai alokasi anggaran sebesar Rp.
2.206.724.930,00 yang digunakan untuk anak di Surakarta. Pada tahun 2009 juga mempunyai alokasi dana sebesar Rp. 967.394.955,00. Anggaran pada tahun 2009
lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2008 karena sebagian anggaran untuk membayar hutang. Pada tahun 2010 pemerintah berencana membangun Taman
Cerdas. Advokasi anggaran menjadi kebutuhan penting bagi PTPAS untuk bisa
menjalankan fungsi dan perannya dalam penanganan kasus kekerasan. PTPAS memulai proses advokasi dengan cara melakukan audiensi bersama dengan masing-
masing Kepala Dinas terkait dan Bapeda, setelah terlebih dahulu melakukan
commit to user
workshop untuk menyusun program dan kebutuhan anggaran. Upaya lobby juga dilakukan melalui audiensi dengan Walikota Surakarta. Dalam proses tersebut,
PTPAS juga mengusulkan adanya kebijakan peraturan daerah yang memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak, sekaligus menjadi landasan yang kuat bagi
bekerjanya PTPAS. Proses lobby
3
ini juga diperkuat melalui kunjungan serta audiensi kepada partai politik dan calon anggota legislatif pada tahun 2004.
Alokasi anggaran pertama diperoleh tahun 2005 yaitu empat puluh lima juta yang dialokasikan untuk anggaran pertemuankoodinasi masing-masing divisi dan
membiayai visum yang dapat diakses dengan mekanisme re-emburstmen penggantian setelah dana digunakan. Anggaran tersebut dialokasikan melalui
dinas yang terkait dengan PTPAS, yakni DKRPPKB yang juga merupakan koordinator jaringan PTPAS.
Kekuatan MOU atau Kesepakatan Bersama antar institusi dan SK Walikota adalah hal terpenting dalam proses advokasi anggaran. Pasca legalitas formal
diperoleh, penguatan dan koordinasi lebih intensif dilakukan untuk terus-menerus memperbaiki mekanisme pelayanan karena PTPAS merupakan pelayanan terpadu
yang bukan satu atap. PTPAS dibangun untuk menguatakan masing-masing organisasi pemberi layanan dan mengarahkan kepada pelayanan terpadu berbasis
komunitas.
3
Lobby adalah suatu kegiatan dari orang-orang yang berusaha mempengaruhi orang lain untuk suatu tujuan tertentu, baik itu sebuah lembaga pemerintahan maupun sebuah organisasi tertentu.
Fungsi lobby : lobby ialah langkah awal dalam proses menuju negosiasi. Tujuan lobby adalah mempengaruhi orang lain untuk tujuan tertentu, baik dengan cara baik maupun kurang baik. Fungsi lobby sendiri adalah sebagai pembuka
jalan negosiasi. Sedangkan, negosiasi bisa terjadi karena adanya konflik dan lobbying ada didalamnya untuk mengurangi konflik. http:galaxy-semesta.blogspot.com200906tentang-lobby-dan-diplomasi.html
commit to user
Saat ini PTPAS telah mendapatkan alokasi anggaran tetap, bahkan selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada rekapitulasi anggaran tahun 2008,
terdapat Rp.223.118.100,- yang dialokasikan untuk memberikan pelayanan dan melakukan pencegahan terhadap korban kekerasan. Masih ada bentuk alokasi
lainnya yang bisa diakses di Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD lainnya. Bahkan pemerintah membangun sarana untuk rehabilitasi dan perlindungan bagi
korban kekerasan yang disebut Graha Yoga Pertiwi
4
. Selain alokasi anggaran dan rumah rehabilitasi, pemerintah juga secara intensif mengkoordinasikan penyusunan
Peraturan Daerah untuk Perlindungan Perempuan dan Anak. Dana dari pemerintah diperoleh melalui APBD baik APBD tingkat propinsi
maupun APBD kota Surakarta sendiri. hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Seksi Pemberdayaan Masyarakat DKRPPKB N1:
“...dana diperoleh dengan cara beragumentasi dan memberikan penjelasan pada Dewan anggaran dan DPR untuk bisa mengabulkan program-program
yang sudah kita sepakati bersama, dana APBD juga terbatas. Jika tidak bisa dilaksanakan tahun ini, ya dilaksanakan tahun depan. Walaupun ada dana
tetap, tetapi kasus kekerasan anak ini selalu meningkat, makanya sering ada kendala masalah dana...” Wawancara 16 Februari 2009
b. Bidang Kesehatan Responsivitas pemerintah di bidang kesehatan dapat dilihat melalui
penanganan anak gizi buruk di Surakarta. Posyandu biasanya memberikan informasi kepada pemerintah mengenai adanya anak gizi buruk. Lalu diadakan
pemeriksaan di Puskemas. Pemerintah juga melihat kondisi ekonomi keluarga tersebut. Apabila membutuhkan pemeriksaan klinis, maka dilakukan rujukan ke
4
Graha Yoga Pertiwi adalah tempat yang berfungsi memberikan perlindungan dan pelatihan ketrampilan bagi perempuan dan anak korban eska, perdagangan anak sehingga diharapkan korban tersebut dapat pulih secara
psikologis atau mental maupun kesehatan dan mampu bersosialisasi dengan keluarga, masyarakat serta mendapat ketrampilan yang bermanfaat bagi dirinya. http:www.kotalayakanak.org
commit to user
rumah sakit dan akan ditindaklanjuti di rumah sakit. Minggu ke 1 dan 2 anak melakukan perawatan di rumah sakit. Apabila sudah membaik, minggu ke 3 anak
dikembalikan ke Puskesmas dan Posyandu. Mekanisme penanganan anak terkena gizi buruk yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Surakarta dapat digambarkan
dengan skema berikut ini :
Gambar 3.2 Skema penanganan anak gizi buruk
Sumber: Dinas Kesehatan Dari gambar 3.2 menggambarkan bahwa anak terkena gizi buruk dibiayai
pemerintah melalui Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta PKMS. PKMS adalah pemberian pemeliharaan pelayanan kesehatan yang meliputi upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diberikan oleh pemerintah bagi masyarakat Surakarta pemegang kartu berobat berlangganan. Tujuannya adalah memberikan
jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat Kota Surakarta terutama bagi masyarakat miskin. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Sie Perbaikan
Gizi Masyarakat, DINKES N2: “Anak gizi buruk ini dibiayai pemerintah menggunakan PKMS. Jadi,
masyarakat bisa terlindungi dari masalah kesehatan dan diharapkan masalah gizi buruk ini bisa teratasi dengan baik.” Wawancara tanggal 10 Maret 2009
Anak Dirujuk
Yankes Rujukan Dilakukan
periksa klinis Anak Gizi
Buruk Pulang dan
dikembalikan ke Puskesmas
dan Posyandu Rawat Inap
commit to user
Adapun fasilitas-fasilitas dari pemerintah di bidang kesehatan Lihat lampiran. Sumber dana untuk menangani anak gizi buruk berasal dari Satuan Kerja
Perangkat Daerah SKPD. Tabel 3.3 adalah alokasi dana di Dinas Kesehatan
Surakarta: Tabel 3.3
Alokasi Dana APBD Kota Surakarta Untuk Program Perbaikan Gizi Masyarakat
Uraian Tahun
2005 2006
2007 2008
2009 1
2 3
4 5
6
Jumlah dana program gizi
165.497.000 998.000.000
1.495.693.500 1.515.658.000
912.695.000 PMT-AS
SD Sasaran
4281 4010
4000 3500
Dana 616.464.000
649.620.000 480.000.000
315.000.000 PMT-AS
TK Sasaran
3026 2148
Dana 363.120.000
193.320.000 Sumber: Dinas Kesehatan Surakarta
Dari tabel 3.3 dapat diketahui dana yang dialokasikan untuk perbaikan gizi masyarakat. Dari tahun ke tahun sasaran untuk program perbaikan gizi menurun
dari 4281 anak gizi buruk pada tahun 2006 menurun menjadi 3500 pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa ada penurunan jumlah anak gizi buruk.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Kepala Sie Perbaikan Gizi Masyarakat, DINKES N2:
“Dana dari pemerintah untuk anak terkena gizi buruk berasal dari SKPD- SKPD, dana ini tidak hanya untuk masalah anak di bidang kesehatan, tetapi
juga untuk masalah anak di bidang lain.” Wawancara tanggal 10 Maret 2009
Hal senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan Gender P3G UNS N11:
“...dana KLA ini berasal dari SKPD-SKPD, dana ini untuk semua masalah anak di semua bidang.” Wawancara tanggal 7 April 2009
Perkembangan kasus gizi buruk di Kota Surakarta dapat diihat pada tabel 3.4:
commit to user
Tabel 3.4 Perkembangan Kasus Gizi Buruk Di Kota Surakarta
Periode Tahun 2005 sd 2008
Tahun Sisa Kasus
Tahun Lalu Jumlah Kasus Tahun Ini
Sisa Kasus Tahun Ini
Baru Jumlah
Mati Sembuh
1 2
3 4
5 6
7
2005 336
496 832
647 185
2006 185
659 841
625 216
2007 216
417 633
470 161
2008 161
349 510
404 106
Sumber: Dinas Kesehatan Surakarta
Dari tabel 3.4 kasus gizi buruk dari tahun 2005-2008 menurun pada tiap tahunnya. Dari 336 anak gizi buruk di tahun 2005, menurun 106 di tahun 2008.
Penurunan angka penderita dikarenakan adanya Program Makanan Tambahan PMT serta gencarnya penyuluhan yang dilakukan kepada masyarakat. Pemberian
makanan tambahan bagi balita terkena gizi buruk meliputi pemberian susu, biskuit, serta makanan pengganti air susu ibu MP Asi.
Pencapaian Dinas Kesehatan Surakarta dalam Program Perbaikan Gizi Kota Surakarta tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 3.5:
Tabel 3.5 Pencapaian Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal Program Perbaikan Gizi
Kota Surakarta Tahun 2008
No Kewenangan
Wajib Jenis Pelayanan
Standar Pelayanan Minimal
Capaian 2008
Target IS 2010
Indikator Kinerja
1 2
3
4
5 6
1 Penyelenggaraan
Perbaikan Gizi 1. Pemantauan
Pertumbuhan balita yang naik
berat badannya ND 72,2
80
commit to user
Balita balita BGM
1,2 15
2. Pelayanan Gizi cakupan
balita mendapat Vit.A 2X
per tahun cakupan Ibu hamil
mendapat 90 tablet Fe cakupan pemberian
makanan pendamping ASI pada bayi BGM
dari keluarga miskin balita gizi buruk
mendapat perawatan 96,7
93,8 100
100 90
90 100
100 3. Penyulihan
perilaku sehat bayi mendapat ASI
Eksklusif Desa dengan garam
beryodium baik 27,6
84 80
90 4. Penyelenggaraan
penyelidikan epidemiologi
dan penanggulangan
KLB dan gizi buruk
desakel. Dengan gizi
buruk yang
ditangani kecamatan bebas
rawan gizi 100
100 100
80
Sumber: Dinas Kesehatan Surakarta Capaian balita yang naik berat badannya sebesar 72,2. Hal ini merupakan
hasil yang baik karena target di tahun 2010 sebesar 80. Cakupan balita mendapat Vit.A 2X per tahun justru melebihi target. Target tahun 2010 sebesar 90
sedangkan capaian di tahun 2008 sebesar 96,7. Hal yang sama pada cakupan Ibu hamil mendapat 90 tablet Fe yang melebihi target di tahun 2010. Target 2010
cakupan Ibu hamil mendapat 90 tablet Fe sebesar 90 sedangkan capaian di taun 2008 sebesar 93,8. Selain itu, kecamatan bebas rawan gizi juga melebihi target,
karena target di tahun 2010 hanya 80, sedangkan capaian di tahun 2008 sebesar 100.
Pencapaian Dinas Kesehatan tersebut diakui oleh Sekretaris Lembaga P3G UNS N11 sebagai berikut:
commit to user
“Kalo bidang kesehatan, sudah lumayan mbak, pendataannya juga sudah baik. Penanganan masalah anak bidang kesehatan juga sudah baik.” Wawancara
tanggal 7 April 2009
Hal senada juga dikatakan oleh salah satu staf Yayasan Kakak N8: “Pelayanan di bidang kesehatan sudah lumayan ya mbak, kasus anak gizi
buruk juga sudah menurun.” Wawancara tanggal 16 Maret 2009
Berdasarkan penjelasan tersebut, pemerintah sudah lebih responsif dalam menangani masalah anak di bidang kesehatan. Pendataan akan adanya masalah
kesehatan terutama pada anak juga sudah baik. c. Bidang Pendidikan
Anak putus sekolah diarahkan pada pendidikan non-formal yaitu Kejar Paket A, Kejar Paket B, dan Kejar Paket C. Anak-anak tersebut harus terdaftar di
kelompok belajar Paket B dan Paket C Paket A masih akan dilaksanakan tahun 2009. Untuk bisa terdaftar pada kelompok belajar, mereka harus melengkapi
administrasi yang dibutuhkan seperti ijazah yang lebih rendah. Di masing-masing kelompok belajar ada peraturan mengikuti pelajaran sampai selesai dan
melaksanakan 75 persen kehadiran. Setelah itu, dilakukan evaluasi hasil belajar dan berhak mengikuti Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan UNPK.
Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Bidang Pendidikan Non Formal DISDIKPORA N6:
“Anak putus sekolah diarahkan pada pendidikan kesetaraan yaitu Kejar Paket A, Paket B, dan Paket C. Paket A setara dengan SD, Paket B setara dengan
SMP, Paket C setara dengan SMA.” Wawancara tanggal 5 Maret 2009
Salah satu staf Bidang Pendidikan Non Formal juga mengatakan N7: ”Pada tahun 2007 ada kebijakan pemerintah mengenai Ujian Nasional
Pendidikan Kesetaraan UNPK bagi anak-anak sekolah formal yang tidak
commit to user
lulus. Kebijakan ini ada karena tidak ada ujian susulan. Pada tahun 2009 disusun juga kurikulum KTSP” Wawancara tanggal 5 Maret 2009
Program Kejar Paket B dan C untuk anak putus sekolah hanya mencapai hasil 50 persen. Hal ini dikarenakan banyak anak-anak yang tidak meneruskan sekolah
non formal ini. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kepala Bidang Pendidikan Non Formal DISDIKPORA N6:
”Hasil yang kita capai dalam program Kejar Paket ini cuma 50 persen. Banyak anak-anak yang tidak lagi datang ke sekolah non formal. Mereka
kembali ke jalan dengan alasan mencari uang membantu orang tua. Orang tua juga tidak memberi dorongan supaya anak-anaknya sekolah” Wawancara
tanggal 5 Maret 2009 Sumber dana untuk anak putus sekolah berasal dari Satuan Kerja Perangkat
Daerah SKPD. Selain itu, ada pula sumber dana dari pihak luar seperti dari Jarum untuk beasiswa anak. Dana tersebut dialokasikan untuk:
1 Agar anak tidak putus sekolah, pemerintah memberikan Bantuan Operasional Sekolah BOS, Bantuan Pelayanan Pendidikan BPP, bantuan pendidikan dari
pihak swasta, dan sebagainya. 2 Adanya Sekolah Plus untuk anak tingkat SD.
3 Adanya Sekolah Kesetaraan yang tidak dipungut biaya. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Staf Bidang Pendidikan Dasar SD dan
Anak Usia Dini DISDIKPORA N13: “Agar anak tidak putus sekolah, pemerintah memberikan Bantuan Operasional
Sekolah BOS, dana ini dari pusat. Selain itu ada juga Bantuan Pelayanan Pendidikan BPP, dana ini berasal dari Walikota yang berasal dari APBD2.
Selain itu, banyak bantuan pendidikan yang dari pengusaha swasta seperti Jarum rokok.” Wawancara tanggal 3 Maret 2009
Hal serupa juga disampaikan oleh Kepala Bidang Pendidikan Non Formal DISDIKPORA N6:
commit to user
“Anak-anak dalam mengikuti sekolah kesetaraan tidak dipungut biaya. Jadi seharusnya mereka bisa rajin bersekolah. Tapi semua itu kembali lagi pada
anaknya.” Wawancara tanggal 5 Maret 2009
Adapun fasilitas-fasilitas dari pemerintah di bidang pendidikan Lihat lampiran. Untuk mewujudkan keadaan yang diinginkan lima tahun ke depan
dilakukan strategi sebagai berikut : a. Bidang peningkatan iman dan takwa dengan mengoptimalkan peran serta
seluruh warga sekolah dengan membiasakan pengamalan agama, seperti berdoa sebelum dan sesudah proses pembelajaran, optimalisasi pemanfaatan sarana
ibadah yang dimiliki, pemanfaatan moment peringatan hari besar agama untuk lebih memahami makna dan penerapan kehidupan beragama serta menjalin
kerjasama dengan lingkungan seperti ulama dan lembaga – lembaga keagamaan dalam rangka pembinaan dan peningkatan keimanan dan ketakwaan seluruh
warga sekolah. Dalam proses pembelajaran lebih ditekankan praktik dibandingkan dengan penyampaian materi pembelajaran yang bersifat
pengetahuan. b. Bidang kecerdasan ditanamkan proses pembelajaran yang mengacu pada empat
pilar pendidikan, yakni belajar untuk mengetahui, belajar untuk berbuat, belajar agar menjadi milik dirinya sendiri, dan belajar dapat menerapkan dalam
kehidupan sehari – hari. Akibat dari penekanan pola pembelajaran tersebut perlu peningkatan profesionalitas guru lewat Kelompok Kegiatan Guru, Musyawarah
Guru Mata Pelajaran, Musyawarah Guru Program Diklat, Musyawarah Kerja Kepala Sekolah, dan Kelompok Kerja Pengawas Sekolah. Kegiatan lain yang
perlu dipacu adalah penelitian tindakan kelas, guna mencari alternatif model
commit to user
pembelajaran agar menghasilkan hasil belajar yang optimal. Peda kegiatan siswa, diposisikan sebagai subjek belajar pada proses pembelajaran, disediakan
wadah kompetitif berupa lomba akademik, lomba karya ilmiah pupuler, lomba siswa berprestasi, dan lomba – lomba kreativitas lainnya yang memacu berfikir
kritis dan kreatif. c. Bidang olahraga dititikberatkan pada proses pembelajaran praktik dibandingkan
pelajaran teori. Guna menciptakan situasi belajar tersebut diperlukan ketrampilan guru dalam meproses pembelajaran, sehingga peningkatan
kualifikasi, sertifikasi, dan pembinaan rutin lewat Kelompok Kegiatan Guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran , mutlak diperlukan. Pemenuhan peralatan
praktik olahraga dan tempat untuk berolahraga perlu ditingkatkan dan diupayakan. Guna mendukung peningkatan pendidikan olahraga disediakan
wadah untuk kompetisi berupa pekan olahraga, pertandingan, dan festifal untuk melihat sejauh mana hasil pendidikan dan pembinaan olahraga disekolah,
sekaligus memberikan umpan balik kepada guru untuk membenahi kekurangan – kekurangan yang mungkin terjadi.
d. Pada bidang pembinaan ketrampilan ditingkatkan kegiatan extra kurikuler baik pembinaan kepramukaankepanduan, pengembangan olahraga, seni, serta
ketrampilan lewat kegiatan life skill untuk seluruh sekolah. Khususnya Sekolah Menengah Kejuruan ditingkatkan pengelolaannya dengan sertifikat ISO, yang
diharapkan siswa keluarannya memiliki kompetensi keahlian yang dibutuhkan masyarakat.
commit to user
e. Bidang sosial budaya dikembangkan pelajaran muatan lokal dan pengembangan seni, baik seni tari, karawitan, musik, teater, maupun olah vokal lewat kegiatan
intra maupun extra kurikuler. Dalam rangka mengevaluasi hasil binaan seni, diadakan pentas seni, lomba seni, maupun festival seni. Guna mepercepat dan
meningkatkan proses pembinaan seni dan budaya amat diperlukan pemenuhan peralatan yang meliputi berbagai cabang seni.
f. Untuk menjabarkan strategi tersebut di dalam program kegiatan diperlukan kebijakan – kebijakan sebagai berikut :
a. perluasan dan pemerataan pendidikan. Kebijakan ini berkaitan erat dengan
pemberian beasiswa pembangunan ruang kelas yang rusak, perluasan tempat penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pemenuhan alat peraga proses
pembelajaran, alat praktik, penyediaan laboratorium, alat praktik olah raga, dan pembinaan ke semua pemberian beasiswa dan pemenuhan dari sarana ini
diharapakan mendorong untuk memasuki jenjang sekolah, sehingga warga masyarakat dapat memilih sekolah sesuai dengan keinginannya dan yang belum
sempat bersekolah dapat segera memasuki sekolah, dengan demikian semakin dapat ditekan angka tidak melanjutkan.Dengan tersediannya beasiswa
diharapkan keluarga yang kurang berkemampuan dapat menikmati sekolah sesuai dengan keinginannya, karena terbantu segi pembayarannya.
b. peningkatan mutu dan relevansi. Kegiatan Kelompok Kerja Guru dan
sejenisnya, perbaikan proses pembelajaran lewat hasil penelitian tindakan kelas, peningkatan hasil kualifikasidan sertifikasi bagi guru adalah upaya untuk
peningkatan mutu. Penekanan empat pilar pendidikan adalah upaya perbaikan
commit to user
mutu keluaran sekolah. Demikian pula berbagai lomba yang disediakan untuk siswa, semuanya difokuskan untuk peningkatan mutu siswa. Sedangkan
penyediaan alat – alat praktik dan pemberian life skill adalah untuk mengupayakan relevansi keluaran dengan kebutuhan di masyarakat.
c. governance dan akuntabilitas. Perumusan kembali untuk mengelola sekolah amat diperlukan seiring dengan era otonomi daerah. Tiga pilar yang perlu
mendapatkan perhatian dalam hal ini, yakni kepemimpinan yang demokrasi dengan ciri pemanfaatan keputusan partisipasif, perbaikan mutu proses
pembelajaran dengan ciri pembelajaran dengan metode variatif sehingga mengaktifkan,
memancing inovatif,
mengembangkan kreatifitas
dan menyenangkan siswa, serta peningkatan peranserta masyarakat sebagai salah
satu pihak
yang ikut
bertanggungjawab tehadap
pendidikan. Sumber:DISDIKPORA Surakarta
d. Bidang Partisipasi Anak Ada banyak bentuk partisipasi anak, di antaranya adalah hak untuk
mengutarakan pendapat, hak bertanya untuk memperoleh informasi yang benar, hak mengajukan ide, hak berekspresi melalui kegiatan seni, dan banyak lainnya.
Partisipasi anak selayaknya tidak dibatasi oleh orang dewasa dan kemampuan anak. Setiap anak berhak mendapatkan kesempatan, sedangkan orang dewasa
berkewajiban menyediakan ruang bagi anak untuk berpartisipasi, baik di lingkungan rumah, sekolah, maupun masyarakat.
Box 3 Artikel Yayasan Kakak, 25-04-2007
Berkaitan dengan partisipasi anak menjadi menarik bila dapat diimplementasikan di dalam semua ruang yang ada tanpa kecuali
commit to user
dalam tingkatan pengambian kebijakan atau forum-forum yang ada di pemerintah. Selanjutnya terkait dengan permasalahan tersebut,
masuk di Kota Surakarta sendiri sebenarnya masih banyak kendala terkait dengan penanganan permasalahan anak, mulai dari
rancangan program yang belum sepenuhnya mendukung dan berspektif pada anak sampai pada tingkatan implementasi dari
pembangunan yang diakukan pemerintah. Di sisi lain sebenarnya informasi dan kampanye mengenai hak-hak anak sudah banyak
dilakukan oleh banyak pihak diantaranya Ormas, LSM, RS, Akademisi, dll, tetapi memang dalam pelaksanaannya belum
maksimal karena banyak kendala dalam pelaksanaannya di lapangan.
http:kakak.orghome.php?page=newsid=97
Dari artikel Yayasan Kakak Tahun 2007, dapat diketahui partisipasi anak di Tahun 2007 belum terlihat. Masih banyak kendala terkait dengan penanganan
permasalahan anak, mulai dari rancangan program yang belum sepenuhnya mendukung dan berspektif pada anak, sampai pada tingkatan implementasi dari
pembangunan yang diakukan pemerintah. Tetapi, untuk Tahun 2009 khususnya, partisipasi anak dalam pengambilan
program oleh pemerintah. Di Kota Surakarta, saat ini ada Forum Anak Surakarta FAS yang dibentuk dengan tujuan menjadi ruang dan sarana bagi anak-anak di
Kota Surakarta untuk berpartisipasi. Dalam beberapa forum yang diadakan oleh Pemerintah Kota Surakarta, FAS sudah terlibat dan dimintai masukan, terutama
untuk permasalahan yang berkaitan dengan anak. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Seksi Pemberdayaan Masyarakat
DKRPPKB N1 : “...di Surakarta sudah ada Forum Anak Surakarta FAS mbak, di sini ada
anak sekolah, ada anak jalanan juga...” Wawancara 16 Februari 2009 Ia juga menambahkan :
commit to user
“...program KLA yang meliputi bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan, dan partisipasi anak, ini sudah dilaksanakan semua mbak, yang ditulis ini
sudah dilaksanakan semuanya. Taman Anak Cerdas juga sudah ada di lima Kelurahan mbak, yaitu Kelurahan Sumber, Kadipiro, Gandekan, Joyotakan,
Pajang, dan Mojosongo...” Wawancara 16 Februari 2009
Staf Yayasan Kakak mengatakan N8: “…beberapa sahabat Yayasan Kakak sudah terlibat dalam Forum Anak
Surakarta. Keterlibatan sejumlah sahabat Yayasan Kakak ini merupakan langkah strategis bagi Yayasan Kakak untuk lebih memperjuangkan hak-hak
anak, terutama anak korban kekerasan dan eksploitasi seksual...” Wawancara tanggal 16 Maret 2009
Hal senada juga dikatakan oleh Ketua PPAP Seroja N10 dan Sekretaris Lembaga Pusat Penelitian dan Pengembangan Gender P3G UNS N11:
N10: “…partisipasi anak di Surakarta sudah lumayan ya mbak, anak sudah mulai
dilibatkan oleh pemerintah, kami juga terlibat dalam FAS...” Wawancara tanggal 17 Maret 2009.
N11: “…partisipasi anak di Surakarta sudah lumayan, dari yang tidak ada menjadi
ada. Anak juga dilibatkan dalam pengambilan program oleh pemerintah. Di Surakarta ada Forum Anak Surakarta juga untuk menampung aspirasi
mereka…” Wawancara tanggal 7 April 2009
Berdasarkan pernyataan yang diungkapkan oleh beberapa informan, dapat diketahui bahwa partisipasi anak di Surakarta sudah mengalami peningkatan. Di
Surakarta, anak sudah dilibatkan dalam pengambilan program-program oleh pemerintah. Untuk menampung aspirasi anak, Pemerintah Surakarta juga
membentuk Forum Anak Surakarta FAS. Mekanisme penanganan partisipasi anak yaitu pertama, anak-anak diajak
bergabung di Forum Anak Surakarta FAS. Kedua, melalui Forum Anak Surakarta anak-anak sudah dilibatkan dalam setiap kegiatan, salah satunya pengambilan
commit to user
program pemerintah. Sumber dana dalam bidang partisipasi anak berasal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD
B. Kendala Pemerintah dalam Melaksanakan Perlindungan Anak Menuju Solo Kota