commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam rangka mewujudkan good governance di Indonesia maka perlu dikembangkan penyelenggaraan pelayanan publik yang mencirikan karakteristik yang selama ini melekat
dalam good governance. Karakteristik tersebut seperti efisiensi, transparansi, akuntabilitas, responsibilitas dan responsivitas dapat diterjemahkan secara relatif mudah dalam
penyelenggaraan pelayanan publik Agus Dwiyanto, 2005:147. Responsivitas sebagai salah satu karakteristik good governance sangat diperlukan
dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat Dilulio dalam Agus Dwiyanto, 2002:62. Dengan demikian birokrasi publik
dapat dikatakan bertanggung jawab jika mereka dinilai mempunyai responsivitas yang tinggi terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan, keluhan, dan aspirasi
masyarakat yang diwakilinya. Melalui penyelenggaraan pelayanan publik, pemerintah, warga sipil, dan para stakeholder melakukan interaksi secara intensif sehingga apabila
pemerintah dapat memperbaiki kualitas pelayanan publik, maka manfaatnya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat dan para stakeholder. Tujuan pelayanan publik
adalah memenuhi kebutuhan warga pengguna agar dapat memperoleh pelayanan yang diinginkan dan memuaskan. Oleh karena itu, penyedia layanan harus bersikap responsif
commit to user
sehingga mampu memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat.
Dengan demikian responsivitas pemerintah sebagai salah satu perwujudan good governance harus mencakup seluruh kepentingan publik termasuk perlindungan anak.
Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan, sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Anak Indonesia merupakan generasi penerus bangsa, yang mempunyai hak dan kewajiban ikut serta membangun Negara dan Bangsa Indonesia. Anak merupakan subjek
dan objek pembangunan nasional Indonesia dalam usaha mencapai aspirasi Bangsa Indonesia, masyarakat yang adil dan makmur spiritual dan materiil. Anak adalah modal
pembangunan, yang akan memelihara dan mempertahankan serta mengembangkan hasil pembangunan fisik mental dan sosial Indonesia.
Oleh sebab itu, setiap anak memerlukan perlindungan dan dalam hal ini kita telah memiliki Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dengan
Undang-Undang tersebut maka Negara menjamin hak-hak anak yaitu memiliki tingkat kebebasan yang optimal, memperoleh pendidikan, mendapatkan perlindungan dan
kesempatan berpartisipasi. Anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial.
Salah satu bentuk nyata upaya pemerintah dalam perlindungan anak adalah diwujudkan melalui pengembangan Kota Layak Anak yaitu kota yang menjamin hak setiap
anak sebagai warga kota. Indikator Kota Layak Anak menurut Nirwono Joga 2007 adalah tersedianya pemenuhan atas hak anak di segala bidang sebagai warga kota, berperan dan
berpartisipasi aktif dalam perencanaan dan pembangunan kota sesuai dengan kemampuan
commit to user
dan kebutuhan anak. Di Indonesia target jumlah KLA pada tahun 2015 adalah 15 Kota, termasuk Kota Solo.
Menyandang predikat sebagai Kota Layak Anak KLA merupakan suatu kebanggaan bagi Kota Solo, sekaligus menjadi tantangan bagi pemerintah Kota Solo. Hal ini karena
permasalahan anak di Kota Solo masih cukup tinggi dan beragam. Dari berbagai informasi yang disarikan dari berbagai sumber, permasalahan anak di Kota Solo meliputi anak putus
sekolah, Anak yang dilacurkantrafficking dan ESKA, Kekerasan Anak perkosaan, pencabulan, penganiayaan, persetubuhan, pelarian, anak terlantar, anak terkena gizi buruk,
pekerja terburuk anak, anak jalanan, pekerja anak. Secara lebih terperinci ragam permasalahan anak tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini :
Tabel 1.1 Ragam Permasalahan Anak di Kota Solo
Kasus Jumlah
Keterangan
1 2
3 Anak putus sekolah
547 anak Sumber : Profil Pendidikan
DKRPPKB Surakarta Tahun 20062007
Anak yang dilacurkantraficking dan ESKA
164 anak Radar Solo Data PPK LPPM
UNS Tahun 2008 Kekerasan Anak perkosaan,
pencabulan, penganiayaan, persetubuhan, pelarian
49 anak Profil Anak Kota Surakarta
Data PTPAS Tahun 2007 Anak Terlantar
682 anak Profil Anak Kota Surakarta
Data PMKS
dan PSKS
DKRPPKB Tahun 2006 Anak yang terkena gizi buruk
98 anak Dinas
Kesehatan Surakarta
commit to user
Tahun 2008 Pekerja terburuk anak
109 anak Sumber : Data LSM Kapas,
LSM PPAP Seroja, LSM SARI Surakarta, Disnakertrans Kota
Surakarta Tahun 2005, 2006, dan 2007
Anak jalanan 1.168 anak
Sumber : Surakarta belum butuh peraturan anak jalanan,
www.korantempo.com 2007 Sumber : Disarikan dari berbagai data
Pemerintah dapat dikatakan bertanggung jawab jika mereka dinilai mempunyai responsivitas daya tanggap yang tinggi terhadap apa yang menjadi permasalahan,
kebutuhan, keluhan, dan aspirasi masyarakat yang diwakilinya; mereka cepat memahami apa yang menjadi tuntutan publik, dan berusaha semaksimal mungkin memenuhinya; ia
dapat menangkap masalah yang dihadapi publik dan berusaha untuk mencari solusinya; mereka tidak suka menunda-nunda waktu, memperpanjang jalur pelayanan, atau
mengutamakan prosedur tetapi mengabaikan subtansi Widodo, 2001 : 152. Untuk mentransformasikan hak anak ke dalam proses pembangunan, pemerintah
mengembangkan kebijakan Kota Layak Anak KLA. KLA merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005
melalui Kebijakan KLA. Tahun 2006 konsep KLA diujicobakan di lima kabupatenkota, yaitu Jambi, Surakarta, Sidoarjo, Kutai Kartanegara, dan Gorontalo. Sedangkan pada tahun
2007 ditunjuk sepuluh kabupatenkota lagi. Menurut Hamid Patilima dalam www.ykai.net untuk mewujudkan KLA, bukanlah hal yang mudah dan bukanlah hal yang
sulit. Akan tetapi, ada semacam suatu prasyarat untuk mencapainya. Prasyarat yang dimaksud adalah: 1 adanya kemauan dan komitmen pimpinan daerah, 2tersedia sistem
data dan data dasar yang digunakan untuk perencanaan, penyusunan program, pemantauan, dan evaluasi, 3 sosialisasi hak anak, 4produk hukum yang ramah anak, 5 partisipasi
commit to user
anak, 6 pemberdayaan keluarga, 7 adanya kemitraan dan jaringan dalam pemenuhan hak dan perlindungan anak, 8 instititusi perlindungan anak.
KLA menjamin setiap hak anak sebagai warga kota. Menurut Nirmono Joga dalam Membangun Kota Layak Anak www.kompas.com, indikator KLA adalah tersedianya
pemenuhan atas hak anak di segala bidang sebagai warga kota, berperan dan berpartisipasi aktif dalam perencanaan dan pembangunan kota sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan
anak. Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kesejahteraan Rakyat Pemeberdayaan
Perempun dan Keluarga Berencana DKRPPKB banyak melakukan sosialisasi menyangkut ditunjukkannya Kota Solo sebagai proyek percontohan oleh Kementrian
Pemberdayaan Perempuan, sebagai Kota Layak Anak KLA. Pertimbangan Kota Solo sebagai KLA oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan tersebut didasarkan pada: 1
Pertimbangan adanya beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Solo, seperti kebijakan pembebasan biaya untuk pencatatan akta kelahiran. 2 Peraturan
daerah Perda tentang penanggulangan eksploitasi seksual komersial Perda No. 3 tahun 2006. 3 Peraturan Gubernur Jawa Tengah tentang pembentukan organisasi tata kerja
komite aksi Provinsi Jawa Tengah penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 94 tahun 2006.
Mengingat anak sebagai aset bangsa, maka Pemerintah Kota Surakarta berkewajiban menjamin kualitas tumbuh kembang dan memberikan perlindungan kepada mereka dan
hak-haknya sesuai dengan konstitusi dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai pelaksanaan Konvensi PBB Hak Anak. Untuk mewujudkan
commit to user
kondisi tersebut, diperlukan responsivitas pemerintah agar memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak.
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Responsivitas Pemerintah Kota Surakarta terhadap Perlindungan Anak Menuju Solo Kota Layak Anak KLA
.
B. Rumusan Masalah