Rahasia Bank Berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang

commit to user 24

b. Rahasia Bank Berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang

Salah satu faktor penghalang bagi penegak hukum untuk dapat berhasil mengungkapkan tindak pidana pencucian uang adalah ketentuan rahasia bank yang terlalu ketat di Negara yang bersangkutan. Menyadari hal tersebut maka Tim yang merancang Undang-undang No. 25 Tahun 2003 telah memberikan pengecualian kepada penyidik, penuntut umum, dan hakim untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya dengan cara menyimpang dari ketentuan rahasia bank yang ditentukan dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Menurut Pasal 33 ayat 1 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang, untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK, tersangka, atau terdakwa Pasal 33 ayat 2 Undang-undang tersebut menentukan bahwa dalam meminta keterangan sebagaimana dimaksud ayat 1 terhadap penyidik, penuntut umum atau hakim tidak berlaku ketentuan Undang-undang yang mengatur tentang rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya. Yang dimaksud dengan Penyedia Jasa Keuangan dalam Pasal 33 ayat 1 adalah Penyedia Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga penyimpanan dan penyelesaian pedagang valuta asing, dana pensiun perusahaan asuransi dan kantor pos. Sedangkan yang dimaksud dengan Harta Kekayaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 ayat 1 adalah Harta Kekayaan sabagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 4 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu commit to user 25 semua benda bergerak atau tidak bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Dengan demikian ketentuan Pasal 33 ayat 1 Undang- undang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut merupakan tambahan pengecualian terhadap berlakunya ketentuan rahasia bank yang telah ditentukan dalam Undang-undang Perbankan. Agar penggunaan fasilitas pengecualian yang diberikan oleh Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak digunakan secara serampangan atau disalahgunakan, maka Pasal 33 ayat 3 dan ayat 4 dari Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut memberikan rambu-rambu bagi penyidik, penuntut umum atau hakim dalam mengajukan permintaan keterangan kepada penyedia jasa keuangan. Ditentukan oleh Pasal 33 ayat 3. Permintaan keterangan harus diajukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai: 1. Nama dan jabatan penyidik, penuntut umum atau hakim 2. Identitas setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa 3. Tindak Pidana yang bersangkutan atau didakwakan, dan 4. Tempat harta kekayaan benda Sementara itu Pasal 33 ayat 4 menentukan: Surat permintaan untuk memperoleh keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 harus ditandatangani oleh: 1. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Daerah dalam hal permintaan diajukan oleh penyidik 2. Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kejaksaan Tinggi dalam hal permintaan diajukan oleh penuntut umum 3. Hakim Ketua Majelis yang memeriksa perkara yang bersangkutan Dari ketentuan Pasal 33 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengecualian terhadap ketentuan rahasia bank dalam rangka pemberantasan dan penindakan tindak pidana pencucian uang hanya dapat diberikan commit to user 26 apabila pemeriksaan tindak pidana pencucian uang yang telah memasuki tahap penyidikan. Artinya, nasabah penyimpan harus menjadi tersangka. Apabila masih dalam tahap penyelidikan, maka keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya tidak boleh diungkapkan oleh bank. c. Tindak Pidana yang menyangkut Rahasia Bank Secara eksplisit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan oleh Pasal 47 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang berkaitan dengan rahasia bank yang pertama ialah tindak pidana yang dilakukan oleh mereka tanpa membawa perintah atau izin dari Pemimpin Bank Indonesia dengan sengaja memaksa bank atau pihak yang terafilisasi untuk memberikan keterangan yang harus dirahasiakan oleh bank. Hal itu ditentukan oleh Pasal 47 ayat 2. Kedua ialah tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan oleh bank. Tindak Pidana tersebut ditentukan oleh Pasal 47 ayat 2. Untuk lebih jelasnya dikutip bunyi lengkap Pasal 47 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 sebagai berikut: 1. Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja bank atau pihak terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 4 empat tahun serta denda sekurang- kurangnya Rp. 10.000.000.000,- sepuluh milyar rupiah dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,- dua ratus milyar rupiah 2. Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank ataupun pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana commit to user 27 sekurang-kurangnya 2 dua tahun dan paling lama 4 empat tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- empat milyar rupiah dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- delapan milyar rupiah Sehubungan dengan ketentuan Pasal 47 ayat 1 tersebut diatas, yang perlu dipermasalahkan apakah pihak yang memaksa dapat dituntut telah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 47 ayat 1 sekalipun pihak yang memaksa tidak sampai berhasil membuat pihak bank atau pihak teralifiliasi memberikan keterangan yang diminta secara paksa. Ataukah pihak yang memaksa dapat dikenai pidana karena melakukan percobaan tindak pidana Pasal 47 ayat 1 3 Tinjauan Umum Tentang Pengaturan Pencucian Uang Money Laundering a. Pengertian Pencucian Uang Money Laundering Sebenarnya tidak ada definisi yang universal dan komprehensif mengenai pencucian uang. Pihak penuntut dan lembaga penyidik kejahatan, kalangan perusahaan dan pengusaha, negara maju ataupun berkembang, atau negara negara dunia ketiga masing masing mempunyai definisi atau pengertian tersendiri berdasarkan pemikiran, prioritas, dan perspektif yang berbeda. Definisi untuk tujuan penuntutan lebih sempit dibandingkan dengan definisi untuk tujuan penyidikan. Dalam hal ini, a Welling mengemukakan bahwa, Money laundering is the process by which one conceals the existence, illegal source, or illegal application of income, and than disguises that income to make it appear legitimate Pencucian Uang adalah suatu proses di mana. seseorang menyembunyikan keberadaan dari sumber yang tidak sah, atau mengubah uang yang tidak sah tersebut dengan commit to user 28 menjadikannya seolah-olah uang tersebut berasal dari pendapatan yang sah. Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2 b Fraser mengemukakan bahwa, Money Laundering is quite simply the process through which dirty money proceed of crime, is washed through dean or legitimate sources and interprices so that the bad guys may more safety enjoy their illgolten gains Pencucian Uang adalah suatu proses di mana seseorang menyembunyikan atau menyimpan uang yang kotor berasal dari kejahatan kemudian dicuci menjadi bersih, atau dalam hal ini menjadikan atau merubah sumber yang tidak sah menjadi bersih atau sah, sehingga mereka bisa menikmati keuntungan yang mereka peroleh dari itu. Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2 c Menurut Pamela H. Busy dalam bukunya yang berjudul White Collar Crime, Cases and Materials, menyatakan Money Laundering is the concealment of the existance, nature or illegal source of illicit fund in such a manner that the funds will appear legitimate of discovered Pencucian Uang adalah suatu perbuatan merahasiakan atau menyembunyikan atau menyimpan uang yang berasal dari sumber yang tidak sah, dalam hal ini uang kotor, sehingga uang kotor tersebut dijadikan seolah olah berasal dari sumber yang sah. Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2 d Chaikin memberikan defnisi pencucian uang sebagai The process by wich conceals or disguises that true nature, source, disposil ion, movement or ownerships of money for whatever reason Pencucian Uang adalah suatu proses di mana perbuatan merahasiakan atau menyembunyikan baik dalam hal asal usul, sumber, pergerakan, maupun kepemilikan uang dengan cara ataupun alasan yang dibuat sedemikan rupa untuk menghilangkan jejak uang tersebut. Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2 commit to user 29 e Financial Action Task Force on Money Laundering atau FATF yang dibentuk oleh G 7 Summit di Paris tahun 1982 juga tidak memberikan definisi mengenai pencucian uang, akan tetapi memberikan uraian mengenai pencucian uang sebagai The goal of the large number of criminal act is to generate ofprofilfor the individual or group that carries out the act. Money Laundering is the processing. of this criminals proceeds to disguise their illegal origin. This process is of critical importance, as it enables that criminals to enjoy this profits whitout the joepardissing their course. Illegal arm sales, smugling, and the activities of organized crime induding for example drug traficking and prostitution rings can generate huge sums. Embezlement, insider trading, bribery, and computer fraud schems can also produce large profits and create the intensive to legitimise the illgotten through money laundering Pencucian Uang adalah suatu proses yang merupakan perbuatan atau aktivitas menyembunyikan atau merahasiakan, atau menyimpan hasil dari sebagian besar tindak kejahatan, dengan menyembunyikan sumber ataupun asal usul uang kotor atau tidak sah, adanya perdagangan gelap, penyelundupan, ataupun tindak kejahatan terorganisasi lainnya seperti halnya penjualan dan peredaran narkoba, jaringan prostitusi, sehingga memang dapat menghasilkan sejumlah uang yang sangat besar dari kegiatan tersebut. f When a criminals activity generate substancial profits, the individuals or groups involved must find away to control the fund whitout attracting attention to the underlaying activity or the persons involved Criminals do this by disguising the source, changing the form, or moving the funds to a place where they are les fikely to attract attention Ketika aktivitas ataupun tindak kejahatan tersebut menghasilkan sebuah keuntungan, baik secara individu maupun kolektif terlibat ternyata keberadaannya tidak commit to user 30 dapat terdeteksi. Tindak kejahatan pencucian uang dapat dilakukan dengan berbagai macam metode antara lain dengan menyembunyikan sumber, merubah format, maupun dengan cara memutar dana atau uang kotor tersebut dari suatu tempat ke tempat yang lain sehingga tidak dapat terdeteksi. Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 3 g Sedangkan Konvensi Perserikatan Bangsa bangsa, The United Nation Convention Against Illicit Trafic in Narcotics, Drugs, and Psychotropic Substances of 1988 mengartikan tindak pidana pencucian uang sebagai The convention or transfer of property, knowing that such property is derived from any serious offence or offences, or from act of perticipation in such offence or offences, for the purpose of concealing or disguising the illicit of the property or of assisting any person who is involved in the commission of such and offence or offences to evade the legal consequences of his action, or the concealment or disguise of the true neture, source, location, disposition, movement, right with respect to or ownership of property, knowing that such property is derived from a serious indictable offence or offences or from an act of participation in such an offence or offences Pencucian Uang adalah suatu proses penyerahan maupun perpindahan harta kekayaan, di mana diketahui bahwa harta kekayaan tersebut didapatkan dari tindak kejahatan atau dalam hal ini diperoleh dari keikutsertaan dalam tindak kejahatan tersebut, dengan tujuan untuk merahasiakan atau menyembunyikan baik sumber ataupun pihak pihak yang terlibat dari adanya konsekuensi atas undang undang atas tindakannya itu, maupun dengan cara penyamaran dari sumber aslinya, asal usul, dengan penempatan, pergerakan yang berkenaan dengan harta kekayaan tersebut, dengan diketahui sebelumnya bahwa harta kekayaan tersebut commit to user 31 diperoleh dari tindak kejahatan, maupun keikutsertaan dalam tindak kejahatan tersebut. h Menurut Black’s Law Dictionary, Money Laundering is term used to describe invesement or other transfer of money flowing from racketeering, drug transaction and other illegal sources into legitimate channels so that its originals source can not be traced Pencucian Uang adalah istilah yang digunakan dalam menjelaskan aktivitas, dalam hal menguraikan atau memindahkan asal usul yang tidak sah menjadi seolah olah sah, sehingga sumber asalnya tidak dapat diusut ataupun dideteksi. i Hal demikian berbeda dengan Undang undang Pencucian Uang Malaysia atau Anti Money Laundering Act of 2001, yang menyebutkan bahwa money laundering means the act of a person who : a engages, directly or indirectly, in a transaction that nvolves proceeds of any unlawful activity; b acquires, receives, possesses, disguises, transfers, converts, exchanges, carries, disposes, uses, removes from or brings into Malaysia proceeds of any unlawful activity; or c conceals, disguises or impedes the establishment of the true nature, origin, location, movement, disposition, title of, rights with respect to, or ownership of, proceeds of any unlawful activity; Pencucian Uang adalah perbuatan seseorang yang : a melakukanterlibat langsungtidak dalam suatu transaksi harta kekayaan yang berasal dari perbutan melawan hukum b Memperoleh, menerima, memiliki, menyemnyikan, mentransfer, mengubah, menukar, membawa, menyimpan, menggunakan, memindahkan dari atau membawa ke Malaysia, commit to user 32 harta kekayaan yang berasal dari perbuatan yang melawan hukum c Menyembunyikan, menyamarkan atau merintangi penentuan asal usul, tempat, penyaluran, penempatan, hak-hak yang terkait dengan atau kepemilikan dari harta kekayaan yang berasal dari perbuatan yang melawan hukum. j Kemudian dalam amandemen UU TPPU yang baru lalu, definisi pencucian uang adalah Perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, mengaburkan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah olah menjadi harta kekayaan yang sah. Sehingga dari beberapa definisi tersebut di atas bahwa yang dimaksud sebagai pencucian uang dapat disimpulkan sebagai berikut: Pencucian uang adalah rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang yang berasal dari kegiatan dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana dengan cara memasukkan uang tersebut kedalam sistem keuangan sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal. b. Tahap-tahap Tindak Pidana Pencucian Uang Sebenarnya tidak mudah untuk membuktikan adanya suatu tindakan pencucian uang yang sangat kompleks, namun para pakar commit to user 33 telah berhasil menggolongkan proses pencucian uang menjadi tiga tahap, yaitu: 1 Placement, yakni dengan mengubah uang tunai hasil kejahatan menjadi aset yang legal, dimana ini merupakan suatu tahapan atau proses menempatkan uang hasil kejahatan ke dalam sistem keuangan. Dalam tahapan ini perbuatan yang dilakukan berupa pergerakan fisik dari uang tunai dengan maksud untuk mengaburkan atau memisahkan sejauh mungkin uang hasil kejahatan dari sumber perolehannya. 2 Layering, yaitu suatu proses yang dilakukan para pelaku kejahatan setelah uang hasil kejahatan itu masuk ke dalam sistem keuangan bank dengan cara melakukan transaksi lebih lanjut dengan maksud untuk menutupi asal usul uang. Proses ini juga dapat berupa penggunaan uang baik di dalam negeri ataupun di negeri manapun di luar negeri melalui electronic funds transfer . 3 Integration, yakni pelaku menggunakan uang hasil kejahatan tersebut untuk kegiatan ekonomi yang sah karena merasa aman bahwa kegiatan yang dilakukannya seolah tanpa berhubungan dengan aktivitas ilegal sebelumnya. Kemudian selain hal- hal di atas yang merupakan tahapan- tahapan proses pencucian uang, karakteristik yang selanjutnya dapat dijelaskan bahwa tindak pidana pencucian uang melibatkan penjahat kelas atas atau kejahatan kerah putih, yang pelakunya mempunyai kedudukan tinggi secara politik maupun dalam hubungan ekonomi. Di samping adanya sejumlah karakteristik yang umumnya melekat pada White Collar Crime adalah sebagai berikut Hazel Croall, 1992 sebagaimana dikutip oleh Harkristuti Harkrisnowo, 2001: 4 : commit to user 34 1 Low Visibility, bahwa kejahatan kerah putih yang memang super canggih sangat dimungkinkan tidak kasat mata, sehingga akan sangat sulit diraba. 2 Complexity, dimana kejahatan kerah putih sangat kompleks, hal tersebut dimungkinkan dengan banyaknya campur tangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. 3 Diffusion of Responsibility, dalam perkara perkara kejahatan kerah putih selalu terjadi ketidakjelasan pertanggungjawaban pidana, yang hal ini juga tidak terlepas dari sifat kejahatan kerah putih yang memang sangat terselubung dengan rapi. 4 Diffusion of Victims, berawal dari pemanfaatan teknologi yang super canggih, kemudian dengan metode kejahatan yang terselubung, maka akan mengakibatkan pula ketidakjelasan korban yang memang sangat luas akibatnya. Selain itu juga, tindak kejahatan pencucian uang sebagai bentuk kejahatan yang dilakukan secara terorganisir, dan terjadinya dapat melintasi batas negara sebagai kejahatan transnasional, dimana menggunakan sepenuhnya kemajuan teknologi dan informasi sebagai modus operandi kejahatan berdimensi baru. c. Modus Kejahatan Pencucian Uang Pencucian uang dimulai dengan perbuatan secara memperoleh uang kotor, dalam hal ini terdapat dua cara utama Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 120 : 1 Tax Evasion, atau pengelakan pajak, dengan cara ini seseorang memperoleh uang dengan legal, akan tetapi kemudian melaporkan jumlah keuangan yang tidak sebenarnya supaya didapatkan perhitungan pajak yang lebih sedikit dari yang sebenarnya. Yang kemudian cara ini mengembang kepada commit to user 35 variasi yang bersifat collusion, dimana sangat dimungkinkan ditempuhnya jalan terobosan secara ilegal, mengingat rumitnya birokrasi di negara kita, maka tindakan-tindakan yang termasuk kategori penyuapan sungguh merajalela. Modus tersebut juga timbul sebagai akibat dari mekanisme ilegal dengan cara memotong sejumlah pajak, sehingga akan menimbulkan dua segi kriminalisasi pencucian uang, yakni wajib pajak dan petugas pajak Robert Klitgaard dan Kimberly Ann Elliot, 1998. 2 Melalui cara-cara kriminal, atau yang jelas-jelas melanggar hukum. Cara seperti ini sangat beragam jumlahnya, seperti dalam hasil amandemen UU TPPU, yaitu korupsi corruption, penyuapan bribery, penyelundupan barang smuggling, penyelundupan imigran people smuggling, perbankan, pasar modal, asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan manusia, women and children trafficking, perdagangan senjata gelap arms trafficking, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, perpajakan, kehutanan, lingkungan hidup, kelautan, serta tindak pidana lain yang diancam pidana penjara 4 tahun atau lebih. Perolehan uang secara kriminal di atas dilakukan secara bawah tanah underground business, bahkan di bidang perdagangan umum juga termasuk sebagai praktik yang tergolong dirty money. d. Metode Pencucian Uang Selanjutnya perlu pula diketahui bagaimana para pelaku pemutihan uang melakukan pencucian uang, sehingga bisa dicapai hasil dari uang ilegal menjadi uang legal. Sebenarnya di atas sudah commit to user 36 dijelaskan beberapa hal mengenai modus modus pencucian uang, tetapi secara metodiknya dapat dikenal tiga metode dalam kejahatan pencucian uang, yang terdiri sebagai berikut Business News, 2001: 1 Metode Buy and Sell Conversions, metode ini dilakukan melalui transaksi barang barang dan jasa. Katakanlah suatu aset dapat dibeli dan dijual kepada konspirator yang bersedia membeli atau menjual secara lebih mahal dari harga normal dengan mendapatkan laba ataupun diskon. Selisih harga dibayar dengan uang ilegal dan kemudian dicuci secara transaksi bisnis. Barang atau jasa itu dapat diubah seolah-olah menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank. 2 Metode Offshore Conversions, dengan cara ini uang kotor, dikonversi ke suatu wilayah yang merupakan tempat yang sangat aman bagi penghindaran pajak tax heaven money laundering center untuk kemudian didepositokan di bank yang berada di wilayah tersebut. Di negara negara yang termasuk atau bercirikan seperti tersebut di atas memang terdapat sistem hukum perpajakan yang tidak ketat, terdapat sistem rahasia, bank yang sangat ketat, birokrasi bisnis yang cukup mudah untuk memungkinkan adanya rahasia bisnis yang ketat serta pembentukan usaha trust fund. Untuk mendukung kegiatan demikian, para pelakunya biasanya memakai jasa-jasa pengacara, akuntan atau konsultan keuangan dan para pengelola dana yang handal untuk memanfaatkan segala celah yang ada di negara itu. 3 Metode Legitimate Business Conversions, metode ini dilakukan dengan melalui kegiatan bisnis yang sah sebagai cara pengalihan atau pemanfaatan dari sesuatu hasil uang commit to user 37 kotor. Hasil uang kotor hu kemudian dikonversi secara transfer, cek atau alat pembayaran lain untuk disimpan di rekening bank lainnya. Biasanya para pelaku bekerjasama dengan suatu perusahaan yang rekeningnya dapat dipergunakan sebagai terminal untuk menampung uang kotor. 4 Tinjauan Umum Tentang Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Untuk memperlancar proses peradilan tindak pidana pencucian uang, Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat meminta pemblokiran harta kekayaan kepada Penyedia Jasa Keuangan. Undang-undang ini juga mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa. Sebelum dikeluarkannya undang-undang no. 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, undang-undang yang berlaku adalah undang-undang no. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terdiri dari 10 Bab, 46 Pasal. UU ini berisi ketentuan umum mencakup subjek hukum, harta kekayaan, penyedia jasa keuangan, transaksi, transaksi keuangan yang mencurigakan, dokumen dan tentang Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan atau PPATK. Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dirasakan belum memenuhi standar internasional commit to user 38 serta perkembangan proses peradilan tindak pidana pencucian uang sehingga perlu diubah, agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara efektif. Perubahan dalam undang-undang tersebut antara lain meliputi : a Cakupan pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian uang yang memanfaatkan bentuk Penyedia Jasa keuangan yang ada di masyarakat namun belum diwajibkan menyeampaikan laporan transaksi keuanagn dan sekaligus mengantisipasi munculnya bentuk penyedia jasa keuangan baru yang belum diatur dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 . b Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. c Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp 500.000.000,- lima ratus juta rupiah atau lebih, atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus, karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung kepada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh. d Cakupan tindak pidana asal predicate crime diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil tindak pidana namun perbuatan tersebut tidak dipidana. e Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 empat belas hari commit to user 39 kerja menjadi tidak lebih dari tiga hari kerja setelah Penyedia Jasa Keuangan mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang dapat segera dilacak. f Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan dan penyampaian laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik anti-tipping off. Hal ini dimaksudkan antara lain untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. g Ketentuan kerjasama bantuan timbal balik di bidang hukum mutual legal assistance dipertegas agar menjadi dasar bagi penegak hukum Indonesia menerima dan memberikan bantuan dalam rangka penegakkan hukum pidana pencucian uang. Dengan adanya ketentuan kerjasama bantuan timbal balik merupakan bukti bahwa Pemerintah Indonesia memberikan komitmennya bagi komunitas internasional untuk bersama- sama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Kerjasama internasional telah dilakukan dalam forum yang tidak hanya bilateral namun regional dan multilateral sebagai strategi untuk memberantas kekuatan ekonomi para pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan yang terorganisasi. Namun demikian, pelaksanaan kerjasama bantuan timbal balik harus tetap memperhatikan hukum nasional masing-masing negara serta kepentingan nasional dan terutama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. commit to user 40 Dengan awal pengaturan anti pencucian uang di Indonesia yang banyak kelemahan, maka dalam amandemen pertama definisi yang sebelumnya tidak dicantumkan, maka dicantumkan dalam Pasal 1angka 1 UU No. 25 Tahun 2003 yang isinya sebagai berikut : Pencucian uang adalah menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau manyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. Dari definisi tersebut di atas, tampak ciri dari kejahatan ini, yaitu bahwa kejahatan ini bukan kejahatan tunggal tetapi kejahatan ganda. Pencucian uang merupakan kejahatan yang bersifat follow up crime atau kejahatan lanjutan atas hasil kejahatan utama core crime. Penentuan core crime dalam pencucian uang pada umumnya disebut sebagai predicate offence atau unlawful actifity atau predicate offense, yaitu menentukan jenis kejahatan apa saja yang hasilnya dilakukan proses pencucian uang. Selain itu dalam kejahatan pencucian uang terdapat dua kelompok pelaku yaitu kelompok yang berkaitan langsung dengan core crime yang disebut principle violater dan kelompok kedua yang sama sekali tidak berkaitan langsung dengan core crime misalnya penyedia jasa keuangan, baik lembaga perbankan maupun non perbankan, akuntan atau bahkan para lawyer. Kelompok kedua ini disebut sebagai aiders atau abettors. Dari definisi tersebut dikembangkan menjadi dua kreteria yaitu Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3 dan 6 dan tindak Pidana yang berkaitan dengan Pencucian uang Pasal 8 dan 9, yang masing-masing Pasal tersebut adalah : 1. Pasal 3 : commit to user 41 Setiap orang yang dengan sengaja : a. Menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyediaan jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak lain. b. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain. c. Membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan atas namanya maupun atas nama pihak lain; d. Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana baik atas namanya sendiri ataupun atas nama pihak lain; e. Menitipkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana baik atas namanya maupun atas nama pihak lain. f. Membawa keluar negeri harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, atau g. Menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud untuk meyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- commit to user 42 seratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,- lima belas milyar rupiah. Unsur obyektif actus reus dari Pasal 3 tersebut sangat luas dan karena merupakan inti delik maka harus dibuktikan. Unsur obyektif tersebut terdiri dari menempatkan , mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan , mebawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan. Sedangkan unsur subyektifnya mens rea yang juga merupakan inti delik adalah sengaja, mengetahui atau patut diduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta tersebut. 2. Pasal 6 : Setiap orang yang menerima atau menguasai : a. Penempatan b. Pentransferan c. Pembayaran d. Hibah e. Sumbangan f. Penitipan g. Penukaran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dipidana dengan penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun. Unsur obyektif Pasal 6 tersebut adalah menerima atau menguasai: penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana. Sedangkan unsur subyektif atau mens reanya adalah mengetahui atau patut diduga bahwa harta kekayaan yang didapat merupakan hasil tindak pidana. commit to user 43 Kemudian dalam UUTPPU juga mengatur tentang tindak pidana yang berkaitan dengan pencucian uang yaitu : Pasal 8 yang isinya sebagai berikut : Penyedia jasa keuangan dengan sengaja tidak menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,- dua ratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- satu milyar rupiah. 3. Pasal 8 Adapun Pasal 13 ayat 1 yang ditunjuk oleh Pasal 8 tersebut adalah sebagai berikut : Penyedia jasa keuangan wajib menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud dalam Bab V, untuk hal-hal sebagai berikut : a. Transaksi keuangan mencurigakan; b.Transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah atau lebih atau mata uang asing yang nilainya setara dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja. Unsur obyektif atau actus reus dalam Pasal 8 tersebut adalah tidak menyampaikan laporan kepada PPATK, transaksi keuangan mencurigakan, transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,- lima ratus juta rupiah atau lebih mata uang asing yang nilainya setara dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja. Sedangkan unsur subyektifnya adalah sengaja. Pasal 9 : Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai berupa rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah atau lebih mata uang asing yang nilainya serta yang dibawa ke dalam atau keluar wilayah NKRI dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 300.000.000,- tiga ratus juta rupiah. Dalam Pasal 9 ini unsure obyektifinya actus reus-nya adalah tidak melaporkan uang tunai commit to user 44 berupa rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,- seratus juta rupiah atau lebih uang asing yang nilainya setara yang dibawa ke dalam atau ke luar wiyah NKRI. Hal ini perlu dipahami bahwa uang itu tidak harus berasal dari kajahatan yang penting adalah kewajiban melaporkan Bea Cukai sebagaimana diatur sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat 1. Perumusan Pasal 8dan 9 yang menunjuk rumusan perbuatan Pasal 13 dan tujuan pelaporan ke lembaga yang diatur dalam Pasal 16 terlalu jauh, sehingga menyulitkan dalam penerapan. Subyek hukum Pasal 8 adalah penyedia jasa keuangan.

B. KERANGKA PEMIKIRAN