12 berulang-ulang yang disertai adanya perubahan bentuk dan konsistensi feses
menjadi lembek atau cair tergantung dari individu Sugiarto, 2008. Peningkatan frekuensi didefinisikan oleh tiga atau lebih buang air besar per hari. Berat feses
normal pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan gula, bervariasi dari 100 sampai 200 ghari, sehingga berat feses 200 ghari dianggap
diare, namun beberapa orang yang mengkonsumsi serat memiliki berat feses 300 ghari atau lebih dengan konsistensi feses normal, tidak berarti diare. Kombinasi
frekuensi, konsistensi feses, dan berat feses harus diperhitungkan untuk menentukan diare Navaneethan dan Giannella, 2011.
Makanan yang terdapat di dalam lambung, secara normal dicerna menjadi bubur kimus, kemudian diteruskan ke usus halus untuk diuraikan lebih lanjut
oleh enzim-enzim pencernaan. Sisa kimus yang terdiri dari 90 air dan sisa-sisa makanan yang sukar dicerna, diteruskan ke usus besar colon. Bakteri-bakteri
yang biasanya selalu berada di usus besar mencerna lagi sisa-sisa serat-serat tersebut, sehingga sebagian besar dari sisa-sisa tersebut dapat diserap pula selama
perjalanan melalui usus besar. Air juga diresorpsi kembali sehingga lambat laun isi usus menjadi lebih padat dan dikeluarkan dari tubuh menjadi tinja feses,
namun pada diare terjadi peningkatan peristaltik usus, sehingga pelintasan kimus sangat dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan
tubuh sebagai tinja. Penyebab utamanya adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air dan atau terjadinya hipersekresi Tan dan
Rahardja, 2008.
2.3.1 Klasifikasi diare
Berdasarkan klasifikasinya, diare dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu:
13 1.
Berdasarkan adanya infeksi, dibagi atas: a.
Diare infeksi enteral, yaitu diare karena infeksi di usus, misalnya infeksi bakteri Vibrio cholera, Eschericia coli, Salmonella dan Shigella, infeksi
virus Rotavirus dan Enterovirus dan infeksi parasit cacing, protozoa dan jamur
b. Diare infeksi parenteral, yaitu diare karena infeksi di luar usus, misalnya
infeksi saluran pernapasan. 2.
Berdasarkan lamanya diare, dibagi atas: a.
Diare akut, yaitu diare yang terjadi secara mendadak yang segera berangsur sembuh pada seseorang yang sebelumnya sehat. Diare akut
biasanya berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. b.
Diare kronis, yaitu diare yang timbul perlahan-lahan berlangsung 2 minggu atau lebih, baik menetap atau menahun atau bertambah hebat
3. Berdasarkan penyebab terjadinya diare, dibagi atas:
a. Diare spesifik, yaitu diare yang disebabkan oleh adanya infeksi, misalnya
infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit dan enterotoksin. b.
Diare non spesifik, yaitu diare yang tidak disebabkan oleh adanya infeksi misalnya alergi makanan atau minuman, gangguan gizi, kekurangan enzim
dan efek samping obat Enda, 2010.
2.3.2 Obat-obat diare
Kelompok obat yang sering sekali digunakan pada diare adalah: 1.
Kemoterapeutika untuk terapi kausal, yakni memberantas bakteri penyebab diare, seperti antibiotika, sulfonamid dan senyawa kinolon.
14 2.
Obstipansia untuk terapi simtomatis, yang dapat menghentikan diare dengan beberapa cara, yakni:
a. Zat-zat penekan peristaltik sehingga lebih banyak waktu untuk resorpsi air
dan elektrolit oleh mukosa usus, yakni derivat petidin loperamid dan antikolinergik atropin dan ekstrak beladon.
b. Adstringensia, yang menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak
tanin, tanalbumin, garam-garam bismut dan aluminium. c.
Adsorbensia, misalnya karbo adsorbens pada permukaannya dapat menyerap zat-zat beracun yang dihasilkan oleh bakteri atau adakalanya
berasal dari makanan, seperti udang atau ikan, mucilagines zat-zat lendir yang menutupi selaput lendir usus dan luka-lukanya dengan suatu lapisan
pelindung, seperti kaolin, pektin, garam-garam bismuth dan aluminium. 3.
Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering kali menyebabkan nyeri perut pada diare, misalnya papaverin Tan dan
Rahardja, 2008.
2.4 Loperamid Hidroklorida