Penentuan frekuensi diare Penentuan lama terjadinya diare

37 dan N pada menit ke-202,8 dengan BF 0,15. Hubungan antara dosis, waktu defekasi dan konsistensi feses dapat dilihat pada Lampiran 19, halaman 71. Berdasarkan uji anova kemudian dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Duncan diperoleh konsistensi feses dengan pemberian suspensi CMC Na 1 bv menunjukkan perbedaan secara signifikan terhadap masing-masing kelompok. Pemberian suspensi loperamid HCl 1 mgkg bb dengan suspensi EESP dosis 75 mgkg bb, tidak memberikan perbedaan secara signifikan, begitu juga dengan kelompok suspensi EESP dosis 25 dengan 50 mgkg bb tidak berbeda secara signifikan. Kelompok suspensi EESP dosis 100 mgkg bb memberikan perbedaan secara signifikan terhadap masing-masing kelompok. Hasil analisis uji beda rata- rata Duncan dapat dilihat pada Lampiran 23, halaman 78. Penentuan konsistensi feses yang dilakukan menunjukkan bahwa semakin cepat terbentuknya konsistensi feses yang berlendirberair, maka aktivitas antidiare akan semakin lemah dan semakin cepat terjadinya perubahan konsistensi kearah normal, maka aktivitas antidiare semakin kuat.

4.4.3 Penentuan frekuensi diare

Hasil analisis data frekuensi diare dapat dilihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7 Hasil analisis data frekuensi diare Keterangan: OR : oleum ricini EESP : ekstrak etanol sabut pinang No Kelompok frekuensi ± SD 1 OR + CMC 1 bv 7,00±0,00 2 OR + Loperamid HCL 1 mgkg bb 2,80±0,45 3 OR + EESP 25 mgkg bb 5,00±0,70 4 OR + EESP 50 mgkg bb 4,40±0,55 5 OR + EESP 75 mgkg bb 3,20±0,84 6 OR + EESP 100 mgkg bb 2,40±0,55 38 Gambar 4.4 Grafik frekuensi diare Tabel 4.7 dan Gambar 4.4 memperlihatkan bahwa kelompok pemberian suspensi CMC Na 1 bv menunjukkan lebih banyak terjadinya diare, yaitu sebanyak 7 kali, daripada kelompok pemberian suspensi loperamid HCl 1 mgkg bb 2,8 kali diare, kelompok suspensi EESP dosis 25 mgkg bb 5 kali diare, dosis 50 mgkg bb 4,4 kali diare, dosis 75 mgkg bb 3,2 kali diare dan dosis 100 mgkg bb 2,4 kali diare. Hasil pengamatan frekuensi diare dapat dilihat pada Lampiran 20, halaman 72. Berdasarkan hasil analisis statistik anova dilanjutkan uji beda rata-rata Duncan, menunjukkan hasil kelompok pemberian suspensi CMC Na 1 bv berbeda secara signifikan terhadap masing-masing kelompok. Efek yang tidak berbeda secara signifikan dihasilkan kelompok pemberian suspensi loperamid HCl 1 mgkg bb dengan suspensi EESP dosis 75 dan 100 mgkg bb, juga kelompok pemberian suspensi EESP dosis 25 dengan 50 mgkg bb. Hasil analisis uji beda rata-rata Duncan dapat dilihat pada Lampiran 23, halaman 81. 7 2,8 5 4,4 3,2 2,4 1 2 3 4 5 6 7 8 OR + CMC 1 bb OR + Loperamid HCL 1 mgkg bb OR + EESP 25 mgkg bb OR + EESP 50 mgkg bb OR + EESP 75 mgkg bb OR + EESP 100 mgkg bb Ju m lah di ar e Perlakuan 39 Penentuan frekuensi diare yang dilakukan menunjukkan bahwa semakin banyak terjadinya diare, maka aktivitas antidiare akan semakin lemah, begitu juga sebaliknya semakin sedikit terjadinya diare, maka aktivitas antidiare akan semakin kuat.

4.4.4 Penentuan lama terjadinya diare

Hasil analisis data lama terjadinya diare dapat dilihat pada Tabel 4.8. Tabel 4.8 Hasil analisis data lama terjadinya diare Keterangan: OR : oleum ricini EESP : ekstrak etanol sabut pinang Gambar 4.5 Grafik lama terjadinya diare 282,6 124,4 191 176 125,4 75,6 50 100 150 200 250 300 OR + CMC 1 bb OR + Loperamid HCL 1 mgkg bb OR + EESP 25 mgkg bb OR + EESP 50 mgkg bb OR + EESP 75 mgkg bb OR + EESP 100 mgkg bb Wa kt u la m a t e r ja diny a dia r e m e n it No Kelompok Lama terjadi diare menit ± SD 1 OR + CMC 1 bv 282,60±14,48 2 OR + Loperamid HCL 1 mgkg bb 124,40±2,88 3 OR + EESP 25 mgkg bb 191,00±0,00 4 OR + EESP 50 mgkg bb 176,00±0,00 5 OR + EESP 75 mgkg bb 125,40±9,29 6 OR + EESP 100 mgkg bb 75,60±2,51 40 Tabel 4.8 dan Gambar 4.5 memperlihatkan bahwa pemberian suspensi CMC Na 1 bv menghasilkan waktu lama terjadinya diare paling lama, yaitu pada menit ke-282,6 . Pemberian suspensi loperamid HCl, yaitu pada menit ke- 124,4. Pemberian suspensi EESP dosis 100 mgkg bb memiliki waktu lama terjadinya diare tersingkat, yaitu pada menit ke-121,8 daripada pemberian suspensi EESP dosis 25 mgkg bb 191 menit, dosis 50 mgkg bb 176 menit dan dosis 75 mgkg bb 125,4 menit. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 20, halaman 72. Berdasarkan uji statistik anova kemudian dilanjutkan uji beda rata-rata Duncan menunjukkan bahwa lama terjadinya diare pada kelompok pemberian suspensi CMC Na 1 bv berbeda secara signifikan dari masing-masing kelompok yang diuji, begitu juga dengan EESP dosis 25, 50 dan 100 mgkg bb yang berbeda secara signifikan. Dosis yang tidak menunjukkan perbedaan secara signifikan adalah kelompok pemberian suspensi EESP dosis 75 mgkg bb dengan kelompok pemberian suspensi loperamid HCl 1 mgkg bb. Hasil analisis uji beda rata-rata Duncan dapat dilihat pada Lampiran 23, halaman 81. Penentuan lama terjadinya diare yang dilakukan menunjukkan bahwa semakin lamanya terjadinya diare, maka semakin lemah aktivitas antidiare yang dihasilkan. Parameter yang telah diamati, dapat dikategorikan berdasarkan tingkat aktivitasnya dalam menekan diare sebagai berikut: 1. Lemah, bila aktivitas antidiare diatas aktivitas kelompok kontrol dan dibawah aktivitas kelompok pembanding. 2. Sebanding, bila aktivitas antidiare sama dengan aktivitas kelompok pembanding. 41 3. Kuat, bila aktivitas antidiare diatas aktivitas kelompok pembanding. Kategori aktivitas antidiare dari masing-masing kelompok bahan uji dapat dikategorikan sebagai berikut: kelompok pemberian suspensi EESP dosis 25 dan 50 mgkg bb mempunyai aktivitas antidiare yang lemah bila dibandingkan dengan kelompok pemberian suspensi loperamid HCl 1 mgkg bb. Kelompok pemberian suspensi EESP dosis 75 mgkg bb mempunyai aktivitas yang sebanding atau sama dengan kelompok pemberian suspensi loperamid HCl dosis 1 mgkg bb dan kelompok pemberian suspensi EESP dosis 100 mgkg bb mempunyai aktivitas yang kuat dalam menekan diare dibandingkan dengan kelompok pemberian suspensi loperamid HCl dosis 1 mgkg bb. Ekstrak etanol sabut pinang mengandung senyawa pektin dan flavonoid. Pektin seperti diketahui dapat membentuk gumpalan seperti gel saat berikatan dengan cairan, sehingga mengakibatkan feses yang terbentuk menjadi lebih padat. Pektin juga oleh flora normal di usus membentuk suatu lapisan pelindung yang melindungi usus dari iritasi. Pektin seperti flavonoid dapat menghambat motilitas usus. Percobaan secara in vitro dan in vivo telah menunjukkan bahwa flavonoid dapat menghambat respon sekresi usus yang disebabkan oleh prostaglandin E 2 Meite, dkk., 2009, pada kondisi diare prostaglandin E 2 menyebabkan hipersekresi dan bertumpuknya cairan di usus akibat resorpsi air dan elektrolit yang terganggu, sehingga meningkatkan motilitas usus dan cairan yang dikeluarkan terlalu banyak, serta menambah frekuensi defekasi Farokh, 2011. Flavonoid biasanya menghambat diare yang disebabkan oleh oleum ricini Ahmadu, dkk., 2007. Adanya kedua senyawa ini menyebabkan efek yang sinergisme dalam menangani diare. 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN