20
a. Penjenuhan toluen
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2
jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.
b. Penetapan kadar air simplisia
Sebanyak 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama dimasukkan ke dalam labu berisi toluen yang telah dijenuhkan, kemudian labu dipanaskan
hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes per detik sampai sebagian besar air terdestilasi. Kecepatan destilasi
dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik, setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian
tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar, setelah air dan toluen memisah sempurna, lalu volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih
kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen WHO, 1998. Penetapan
kadar air juga dilakukan terhadap ekstrak etanol sabut pinang. Perhitungan kadar air serbuk simplisia dan ekstrak etanol sabut pinang dapat dilihat pada Lampiran
9, halaman 55.
3.4.3 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform 2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter dalam labu
bersumbat, dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam
21 cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa
dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes, 1995.
Perhitungan kadar sari yang larut dalam air terhadap serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 56.
3.4.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96 di dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam
pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, setelah itu disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara sampai kering. Sisa yang diperoleh dipanaskan pada suhu 105ºC sampai bobot tetap. Kadar dalam
persen sari yang larut dalam etanol 96 dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes, 1995. Perhitungan kadar sari yang larut dalam etanol
terhadap serbuk simplisia dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 56.
3.4.5 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600ºC selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh
bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes, 1995. Penetapan kadar abu total juga dilakukan terhadap ekstrak etanol sabut
pinang. Perhitungan penetapan kadar abu total serbuk simplisia dan ekstrak etanol sabut pinang dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 57.
22
3.4.6 Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dalam asam klorida encer sebanyak 25 ml selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam
asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, lalu dipijar sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang.
Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan Depkes, 1995. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
juga dilakukan terhadap ekstrak etanol sabut pinang. Perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam pada serbuk simplisia dan ekstrak etanol sabut
pinang dapat dilihat pada Lampiran 9, halaman 58.
3.5 Skrining Fitokimia
Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol sabut pinang, meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan
steroidtriterpenoid.
3.5.1 Pemeriksaan alkaloid
Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit,
didinginkan lalu disaring. Filtrat dipakai untuk tes alkaloid. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat.
Pada tabung I : ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, terbentuk endapan
menggumpal berwarna putih atau kuning. Pada tabung II
: ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan.
23 Pada tabung III
: ditambahkan 2 tetes pereaksi Bourchardat, terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.
Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga dari percobaan di atas Depkes, 1995.
3.5.2 Pemeriksaan flavonoid
Sebanyak 10 g sampel ditimbang, ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml
filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna
merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol Depkes, 1995.
3.5.3 Pemeriksaan glikosida
Sebanyak 3 g sampel ditimbang, lalu disari dengan 30 ml campuran dari 7 bagian etanol 96 dengan 3 bagian air suling 7:3 dan 10 ml asam klorida 2 N,
kemudian direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal II asetat 0,4 M dikocok,
didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform 2:3, perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Sari organik
dikumpulkan dan ditambahkan Na
2
SO
4
anhidrat, disaring, kemudian diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50ºC, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol.
Sari air digunakan untuk percobaan berikut, 0,1 larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air. Sisa penguapan
ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish, lalu ditambahkan dengan perlahan-lahan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk
24 cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula glikon
atau glikosida Depkes, 1995.
3.5.4 Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-
kuat selama 10 detik. Terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2
N menunjukkan adanya saponin Depkes, 1995.
3.5.5 Pemeriksaan tanin
Sebanyak 0,5 g sampel ditimbang, kemudian dididihkan selama 3 menit
dalam 100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Filtrat ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi III klorida 1, jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau
kehitaman menunjukkan adanya tanin Farnsworth, 1966.
3.5.6 Pemeriksaan steroidtriterpenoid
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Sisa penguapan
ditambahkan beberapa tetes pereaksi Liebermann-Burchard. Timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna merah, merah
muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid Harborne, 1984.
3.5.7 Pemeriksaan pektin
Sebanyak 5 g sampel ditimbang, ditambahkan 15 ml air suling yang telah diasamkan dengan asam klorida 0,1 N sampai mencapai pH 1,5, kemudian
dipanaskan di atas penangas air pada temperatur 95
°
C selama 40 menit, diserkai, diuapkan sampai menjadi setengah volume awal. Filtrat didinginkan kemudian
25 dilakukan pengendapan dengan menambahkan etanol 95 yang telah diasamkan
dengan 2 ml asam klorida pekat per satu liter etanol. Perbandingan filtrat dengan etanol yang ditambahkan adalah 1:1,5. Proses pengendapan dilakukan selama 12
jam, kemudian disaring. Pektin dikatakan positif jika terbentuk endapan seperti gel Hariyati, 2006.
3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Sabut Pinang EESP
Pembuatan EESP dilakukan secara maserasi menggunakan etanol 80. Prosedur pembuatan ekstrak secara maserasi, yaitu sebanyak 10 bagian serbuk
simplisia dimasukkan ke dalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian etanol 80, tutup, biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk,
serkai, lalu cuci ampas dengan etanol 80 secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Dipindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung
dari cahaya selama 2 hari. Dienap tuangkan atau disaring Depkes, 1979. Maserat yang diperoleh diuapkan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40
o
C sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer
pada suhu -40 °C. Bagan kerja pembuatan ekstrak etanol sabut pinang dapat dilihat
pada Lampiran 8, halaman 54.
3.7 Percobaan Efek Antidiare
Pengujian efek antidiare meliputi penyiapan hewan percobaan, penyiapan bahan kontrol negatif, bahan kontrol positif, bahan uji, induktor diare dan
pengujian efek antidiare.
3.7.1 Penyiapan hewan percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah tikus putih
26 berjenis kelamin jantan dengan berat rata-rata 200 gram sebanyak 30 ekor. Dibagi
dalam 6 kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Tikus diaklimatisasi terlebih dahulu selama 2 minggu sebelum penelitian, kemudian
diberi makanan dan minuman secara teratur, serta dijaga kebersihan kandangnya. Penelitian menggunakan hewan telah mendapat persetujuan etik dari
Komite Etik Penelitian Kesehatan FK USU dan Komite Etik Penelitian Hewan FMIPA USU Animal Research Ethics CommitteesAREC, dikenal dengan
ethical clearance atau kelayakan etik yang merupakan keterangan tertulis untuk penelitian yang melibatkan mahluk hidup manusia, hewan dan tumbuhan. Surat
ethical clearance dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 48.
3.7.2 Penyiapan bahan
Bahan yang digunakan meliputi suspensi CMC Na sebagai kontrol negatif, suspensi loperamid HCl Imodium® sebagai kontrol positif atau pembanding,
suspensi ekstrak etanol sabut pinang EESP sebagai bahan uji dan oleum ricini sebagai induktor diare.
3.7.2.1 Pembuatan suspensi CMC Na 1 bv
Sebanyak 1 g CMC Na ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 20 ml, ditutup dan dibiarkan selama 30 menit hingga
diperoleh massa yang transparan, digerus lalu diencerkan dengan air suling hingga 100 ml Anief, 2004. Perhitungan dosis dan volume pemberian suspensi CMC
Na 1 bv dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 62.
3.7.2.2 Pembuatan suspensi loperamid HCl dosis 1 mgkg bb
Tablet Imodium yang mengandung 2 mg loperamid HCl, ditimbang sebanyak 20 tablet. Tablet digerus dan diambil serbuk sebanyak 900 mg. Serbuk
27 dimasukkan ke dalam lumpang, lalu ditambahkan suspensi CMC Na 1 bv
sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen. Dicukupkan dengan suspensi CMC Na 1 bv hingga 50 ml. Perhitungan dosis dan volume pemberian
suspensi loperamid HCl dapat dilihat pada Lampiran 14, halaman 63.
3.7.2.3 Pembuatan suspensi ekstrak etanol sabut pinang EESP dengan
konsentrasi 0,75; 1,5; 2,25; dan 3 bv
Ekstrak ditimbang dengan seksama sesuai dengan konsentrasi masing- masing 0,0375 g; 0,075 g; 0,1125 g; dan 0,15 g kemudian dimasukkan ke dalam
lumpang lalu ditambahkan sedikit suspensi CMC Na 1 bv diaduk hingga homogen. Dicukupkan dengan suspensi CMC Na 1 bv hingga 5 ml.
Perhitungan dosis dan volume pemberian suspensi ekstrak etanol sabut pinang dapat dilihat pada Lampiran 15, halaman 65.
3.7.3 Pengujian efek antidiare
Dosis EESP ditentukan berdasarkan orientasi pada hewan percobaan terhadap parameternya. Dosis yang digunakan yaitu 25, 50, 75, 100, 125 dan 150
mgkg bb. Hasil orientasi dipilih variasi dosis sebanyak empat dosis, yaitu 25, 50, 75 dan 100 mgkg bb. Larutan suspensi dibuat bervariasi agar pemberian dosis
EESP terhadap setiap tikus pada masing-masing kelompok seragam yaitu sebesar 0,667 ml200 g bb tikus.
Tikus dipuasakan selama 18 jam sebelum perlakuan, kemudian ditimbang dan ditandai. Tikus diberikan oleum ricini sebanyak 2 ml200 g bb tikus. Satu jam
setelah pemberian oleum ricini masing-masing kelompok diberi perlakuan yaitu kelompok kontrol negatif diberikan suspensi CMC Na 1 bv, kelompok kontrol
positif diberikan suspensi loperamid HCl dosis 1 mgkg bb dan kelompok bahan
28 uji diberikan suspensi EESP yang terdiri dari empat dosis yaitu 25, 50, 75 dan 100
mgkg bb, lalu tikus ditempatkan dalam wadah pengamatan. Pengamatan dimulai 30 menit setelah perlakuan selama 6 jam. Parameter
yang diamati meliputi saat mulai terjadinya diare, konsistensi feses, frekuensi diare dan lama terjadinya diare Enda, 2010; Sugiarto, 2008.
3.8 Analisis data
Data hasil pengamatan saat mulai terjadinya diare, konsistensi feses, diameter serapan air, berat feses dan waktu defekasi, frekuensi diare dan lama
terjadinya diare, dianalisis secara statistik dengan metode analisis variansi ANOVA pada tingkat kepercayaan 95, dilanjutkan dengan uji beda rata-rata
Duncan untuk melihat perbedaan nyata antar kelompok perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS Statistical Product and Service
Solution versi 16.
29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Sampel
Identifikasi sampel dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Bogor. Hasilnya menunjukkan
sampel yang digunakan adalah pinang Areca catechu L.. Hasil dapat dilihat pada
Lampiran 1, halaman 47. 4.2
Hasil Karakterisasi 4.2.1
Pemeriksaan makroskopik
Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia sabut pinang segar
menunjukkan bentuk serabut-serabut panjang yang menempel pada kulit buah dengan panjang serabut 6 cm, dengan organoleptik warna kuning kemerahan, bau
khas, serta rasa pahit. Pemeriksaan organoleptik ekstrak etanol sabut pinang diperoleh warna coklat kehitaman, bau khas dan rasa pahit. Hasil pemeriksaan
makroskopik dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 52. 4.2.2
Pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia dan ekstrak etanol sabut pinang
Karakteristik serbuk simplisia dan ekstrak etanol sabut pinang tidak tercantum di buku Materia Medika Indonesia Jilid VI 1995. Hasil pemeriksaan
kadar air keduanya memenuhi persyaratan umum, yaitu di bawah 10. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.1.