Pragmatik Kesantunan Berbahasa dalam Naskah Drama Umang-Umang Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
strategi dalam hal kehalusan dalam berbahasa yang baik dan benar. Sopan-santun adalah memberi penghargaan atau menghormati orang yang diajak berbicara,
khususnya pendengar atau pembaca. ―Secara umum sopan santun berkenaan dengan
hubungan antara dua pemeran serta yang boleh dinamakan dengan diri dan lain .”
14
Hal ini bermakna bahwa kesantuan melibatkan penutur dan mitra tutur. Namun tidak menutup kemungkinan, kesantunan juga ditujukan pada pihak ketiga yang ada dalam
situasi tutur yang bersangkutan. Suatu tuturan bisa dianggap sopan, namun di tempat yang lain bisa saja menjadi tidak sopan.
Setiap orang harus memiliki tatacara berbahasa sesuai dengan norma-norma budaya, jika tidak maka ia mendapat nilai negatif seperti, disebut sebagai orang yang
sombong, egois, angkuh bahkan tidak berbudaya. Menurut Keith Allan dalam Kunjana menjelaskan, ―dengan demikian dapat ditegaskan bahwa berbicara atau
bertutur sapa yang tidak baik memungkinkan setiap orang untuk dapat terlibat dan mengambil peran secara aktif dalam penuturan itu adalah aktivitas yang asosial.
”
15
Aktivitas yang asosial tersebut merupakan tindakan yang tidak santun. Menghargai orang lain menjadi hal yang sangat penting dalam bersosialisasi, karena tidak seorang
pun manusia yang hidup dimuka bumi ini dapat menjalani kehidupannya secara individu tanpa bantuan dari orang lain.
Perkembangan pragmatik, sebagaimana layaknya perkembangan ilmu yang lain, yang pada gilirannya memicu pendapat dari para ahli sehingga menghasilkan teori-
teori baru. Awalnya terdapat teori Grice, yang mengembangkan prinsip pragmatik yang disebut Prinsip Kerja Sama PKS. Namun, terdapat pelanggaran prinsip
kerjasama karena, dalam ujaran penutur tidak hanya cukup dengan mematuhi prinsip kerja sama tetapi juga diperlukakn prinsip kesantunan. Akibatnya muncul para ahli
yang mengemukakan konsep kesantunan.
14
Leech, op. cit., h. 206.
15
Kunjana Rahardi, Sosiopragmatik, jakarta: Erlangga, 2009, h. 22.
Diantaranya yaitu pandangan Lakoff dan Leech tentang kosep kesantunan yang dirumuskan dalam prinsip kesantunan. Selanjutnya Brown dan Levinson
merumuskan konsep kesantunan dengan teori kesantunan. Muncunya teori dan prinsip kesantunan tersebut karena adanya pelanggaran Prinsip Kerja Sama PKS
Grice. Robin Lakoff dalam Chaer menyatakan agar ujaran kita terdengan santun oleh
orang lain ada tiga kaidah yang harus dipenuhi. ―Kaidah tersebut adalah kaidah
formalitas formality, kaidah ketidaktegasan hesitancy dan skala kesamaan atau kesekawanan aquality or cameraderie.
”
16
Skala formalitas memiliki arti bahwa dalam berujaran tidak boleh memaksa dan menunjukkan keangkuhan. Skala
ketidaktegasan, orang tidak boleh bersikap terlalu tegang dan terlalu kaku di dalam kegiatan bertutur, dan disarankan penutur hendaknya bertutur sedemikian rupa
sehingga mitra tuturnya dapat menentukan pilihan. Skala kesamaan atau kesekawanan berarti penutur menganggap mitra tuturnya sebagai sahabat,
mempunyai rasa kesekawanan dan kesejajaran dan buatlah mitra tutur merasa senang. Kesantunan yang dikembangkan oleh Brown dan Levinson dalam Elizabeth,
telah mengembangkan sebuah teori kesopanan yang sudah banyak diterima, yang mereka yakini memiliki validitas secara lintas budaya.
―Secara ringkasnya, teori ini menyatakan bahwa orang akan termotivasi oleh kebutuhan mereka untuk
mempertahankan ―harga diri” face mereka, yaitu harga diri dalam artian sosiologis, seperti yang dikembangkan Goffman, yaitu kebutuhan untuk mendapatkan
persetujuan atau penghargaan dari orang lain dan mempertahankan perasaan bahwa dirinya adalah berarti dihadapan orang lain.
”
17
Brown dan Levinson membagi dua kebutuhan dalam setiap proses sosial, yaitu kebutuhan untuk diapresiasikan dan
kebutuhan untuk bebas tidak terganggu. Kebutuhan yang pertama disebut muka
16
Abdul Chaer, Kesantunan Berbahasa, Jakarta:Rineka Cipta, 2010, h. 46.
17
Elizabeth Black, Stilistika Pragmatis, Terj. dari Pragmatic Stylistic oleh Ardianto dkk, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2011, h.153.
positif dan muka negatif. Muka positif maksudnya mengacu kepada citra diri orang yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya atau yang dimilikinya, diakui oleh
orang lain sebagai suatu hal yang baik, menyenangkan, dikagumi dan dihargai. Contohnya pada kalimat diberikut ini:
1 Saya senang kalau anda berkunjung ke rumah saya.
Kalimat di atas merupakan ujaran yang santun karena penutur senang dan menghargai tindakan yang dilakukan oleh orang lain. Sedangkan muka negatif
maksudnya mengacu kepada citra diri orang yang berkeinginan agar apapun yag dilakukannya dibiarkan saja oleh penutur dan tidak menyuruh melakukan sesuatu.
Seperti contoh kalimat dibawah ini yang dianggap tidak santun karena penutur melarang kebebasan orang lain untuk melakukan sesuatu.
2 Jangan berteriak dalam ruangan ini
Renkema mengemukakan dalam Jaszczolt ―berdasarkan konsep face yang dikemukakan oleh Goffman ini, Brown dan Levinson membangun teori tentang
hubungan intensitas FTA dengan kesantunan yang terealisasi dalam bahasa. ”
18
―Intensitas FTA diekspresikan dengan bobot atau weight W yang mencangkup tiga parameter sosial, yaitu: pertama, tingkat ganguan atau rate of imposition R, kedua
jarak sosial atau social distance D dan ketiga, kekuasaan atau power P yang dimiliki mitra bicara.
”
19
Maksud dari bobot misalnya dapat kita contohkan ketika seseorang meminjam sesuatu barang kepada orang lain antara pulpen dan laptop
maka ketika meminjam laptop seseorang akan lebih santun dibandingkan ketika meminjam pulpen, Karena bobot barang yang dipinjam berbeda. Jarak sosial dapat
dicontohkan dengan ketika meminjam sesuatu kepada orang lain ujaran seseorang akan lebih santun dibandingkan kepada saudara sendiri. Saat berbicara dengan dosen
18
K.M. Jaszczolt, Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and Discourse, London:Longman,2002, h. 181.
19
Ibid.
akan lebih santun dibandingkan berbicara dengan teman sendiri karena kekuasaannya berbeda.
Selanjutnya Leech mengajukan teori kesantunan berdasarkan prinsip kesantunan yang dijabarkan menjadi maksim-maksim atau bidal-bidal.
―Prinsip-prinsip kesantunan yang dikemukakan Leech ada enam maksim, yaitu maksim kebijaksanaan
tact maxim, maksim penerimaan maxim of generosity, maksim kemurahan approbation maxim, maksim kerendahan hati modesty maxim, maksim
kesepakatan agreement maxim, dan maksim simpati symphaty maxim. ”
20
―Leech menggunakan istilah maksim untuk menekankan yang baik kepada pendengar,
mengurangi yang tidak tepat dan membalikkan strategi pembicaraan tentang seseorang.”
21
kesantunan yang ditawar oleh Leech tersebut lebih mementingkan orang lain dan mengurangi kepentingan bagi diri sendiri. Seseorang dikatakan santun
apabila ujarannya tidak merugikan orang lain walaupun dirinya sendiri mengalami kerugian. Berikut penjabaran keenam maksim tersebut:
a. Maksim kebijaksanaan Tact Maxim, maksim ini kadang disebut juga dengan
maksim kearifan. Maksim kebijaksanaan seseorang dapat dikatakan santun apabila tuturan itu
―memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain dan meminimalkan kerugian pada pihak lain.
”
22
Berikut contoh tuturan yang penuturnya memaksimalkan keuntungan untuk orang lain dan meminimalkan
kerugian pada pihak lain. 3
A : Mari saya bawakan tas Bapak B : Jangan, tidak usah
20
Chaer, cp. cit. h. 56.
21
Jaszczol, op. cit., h. 176.
22
Leech, loc cit.
Pada percakapan no 3 di atas, terlihat penutur A santun dan yang menjadi mitra tuturnya yaitu B juga menjawab dengan santun. Penutur A berusaha memberikan
keuntungan bagi mitra tuturnya. 4
A : Mari saya bawakan tas Bapak B : Ini, begitu dong jadi mahasiswa
Percakapan no 4 terlihat mitra tutur tidak santun, karena memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan meminimalkan kerugian pada diri sendiri.
b. Maksim penerimaan Maxim of Generosity, maksim penerimaan juga sering
disebut dengan maksim kedermawanan. Tuturan dapat dikatakan santun apabila ―buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin dan buatlah kerugian diri sendiri
sebesar mungkin. ”
23
Maksim penerimaan berpusat pada diri, dimana diri sendiri yang memberikan tawaran-tawaran kebaikan kepada orang lain. Berikut contoh
tuturan maksim penerimaan. 5
Belikan saya minuman di warung 6
Saya bersedia membelikan minuman untuk Bapak ke warung. Kalimat 5 merupakan kalimat yang tidak santun, karena memaksimalkan
keuntungan bagi diri sendiri. Kalimat tersebut tidak memenuhi maksim penerimaan, berbeda dengan kalimat 6 yang meminimalkan keuntungan pada diri sendiri dan
memaksimalkan kerugian pada diri sendiri. c.
Maksim kemurahan Maxim of Approbation, maksim kemurahan sering diseut juga dengan maksim pujian. Tuturan dapat dikatakan santun apabila penutur
berusaha ―mengecam orang lain sesedikit mungkin dan memberikan pujian kepada
orang lain sebanyak mungkin. ”
24
Untuk lebih jelasnya simak tuturan berikut ini: 7
A : Bajumu bagus sekali.
23
Leech, loc. cit.
24
Ibid, h. 207.
B : Wah biasa aja, bajumu juga bagus. 8
A : Bajumu bagus sekali. B : Iya dong, baru beli ini.
Tuturan 7 antara penutur dan mitra tuturnya sama-sama santun, karena sama- sama memaksimalkan rasa hormat atau memberi pujian bagi orang lain. Penutur A
memaksimalkan keuntungan pada mitra tuturnya B, penutur B meminimalkan penghargaan terhadap dirinya sendiri. Tuturan 8 penutur A memperlihatkan
kesantunan. A memaksimalkan pujian pada mitra tuturnya B, tetapi B berlaku tidak santun karena meminimalkan rasa hormat pada mitra tuturnya.
d. Maksim kerendahan hati Maxim of Modesty, tuturan dapat dikatakan santun
apabila ―meminimalkan pujian pada diri sendiri dan memaksimalkan cacian pada
orang lain. ”
25
Berikut contoh yang memenuhi maksim kerendahan hati dan yang tidak memenuhi maksim kerendahan hati.
9 Maaf, saya ini orang kampung.
10 Saya ini anak kemaren, Pak.
11 Hanya saya yang bisa seperti ini.
12 Asal kalian tau, saya lebih dulu makan garam dari kalian.
Tuturan 9 dan 10 menunjukkan kesantunan memenuhi maksim kerendahan hati, tuturan tersebut meminimalkan pujian bagi diri sendiri. Berbeda dengan tuturan
11 dan 12 tidak memenuhi maksim kerendahan hati, tuturan tersebut memperlihatkan kesombongan yaitu memaksimalkan pujian bagi diri sendiri.
e. Maksim kesetujuan Maxim of Agreement disebut juga maksim kecocokan agar
setiap penutur dan mitra tutur ―meminimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri
25
Jaszczolt, loc. cit.
dengan orang lain dan maksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain,
”
26
maka itu dikatakan dengan santun. Simak petuturan berikut: 13
A : Menurut saya, kita berangkat besok saja B : Saya setuju, sepertinya itu lebih baik.
14 A : Menurut saya, kita berangkat besok saja
B : Tidak bisa, kita harus berangkat sekarang Tuturan 13 memenuhi maksim kesetujuan, penutur A dan B sama-sama setuju
dan sesuai. Sedangkan tuturan 14 tidak memenuhi maksim kesetujuan karena penutur B menentang pendapat penutur A.
f. Maksim simpati Maxim of Sympathy, dikatakan santun apabila ―meminimalkan
antipati antara diri sendiri dengan orang lain dan maksimalkan simpati antara diri sendiri dengan orang lain.
”
27
Bila mitra tutur memperoleh keberuntungan penutur memberikan ucapan selamat. Jika mitra tutur mendapatkan musibah penutur
menyampaikan rasa duka. Contoh tuturan yang menyatakan maksim simpati. 15
A : Aku berhasil memenangkan lomba cerdas cermat kemarin. B : Selamat ya, kamu memang hebat.
16 A : Saya telah mengeluarkan banyak uang untuk mendirikan perusahaan
ini, tapi sampai sekarang belum juga ada hasilnya. B : Bersabarlah, tidak ada usaha yang sia-sia, nanti juga pasti ada
hasilnya. 17
A : Ibu saya gagal dioperasi hari ini. B : Ya udahlah, santai aja kali.
Tuturan 15 penutur B memenuhi maksim kesimpatian, karena ketika penutur A menyampaikan keberhasilannya dan mitra tuturnya B memberi selamat kepada A.
Tuturan 16 merupakan contoh tuturan yang santun dan memenuhi maksim simpati karena si B menunjukan rasa simpatinya terhadap si A. Ketika A mengeluh B tetap
26
Tarigan, op. cit., h. 72.
27
Ibid.
menyemangati A. Sedangkan tuturan 17 tidak memenuhi maksim kesimpatian karena B tidak menunjukkan rasa simpati sedikitpun terhadap apa yang dialami A.
Sebagai kesimpulan untuk teori Leech ini dapat dinyatakan inti maksim kebijaksanaan dan maksim penerimaan yaitu memberikan keuntungan bagi orang
lain. Inti maksim kemurahan dan maksim kerendahan hati yaitu memaksimalkan pujian pada orang lain. Sedangkan inti maksim kecocokan atau persetujuan yaitu
menyatakan persesuaian dengan orang lain. Inti maksim simpati yaitu meyatakan rasa simpati terhadap orang lain.