Perilaku Mayarakat Urban dalam Drama Mega,Mega Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA
PADA PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh: Yunia Ria Rahayu
1110013000078
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2014
(2)
(3)
(4)
(5)
i
Yunia Ria Rahayu, 1110013000078, “Perilaku Masyarakat Urban dalam Drama Mega,mega Karya Arifin C.Noer Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Rosida Erowati, M.Hum.
Drama Mega,mega karya Arifin C.Noer merupakan salah satu drama yang
menggambarkan perilaku yang terjadi pada masyarakat urban. Penelitian ini
bertujuan mendeskripsikan perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega
karya Arifin C.Noer dan implikasinya pada pembelajaran sastra di SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan antar disiplin ilmu, yakni sosiologi dan sastra yang memfokuskan penelitiannya pada hubungan manusia dengan semesta.
Perilaku masyarakat urban pada tahun 1966 dapat digambarkan melalui
masyarakat dalam drama Mega,mega berdasarkan perilaku yang dihadirkan para
tokoh. Analisis drama Mega,mega ini dapat memenuhi kompetensi dasar dalam
pemebelajaran sastra yakni untuk mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama. Melalui pembelajaran ini siswa diharapkan dapat saling menghargai antar sesama dan mau berusaha untuk mencapai impian.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemiskinan sangat berpengaruh terhadap prilaku masyarakat urban. Kemiskinan tersebut disebabkan dari berbagai unsur antara lain: kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang, kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam dan kemiskinan buatan serta kemiskinan struktural. Akibat kemiskinan tersebut maka muncullah perilaku-perilaku negatif masyarakat urban disebabkan tekanan untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka, akan tetapi kesempatan untuk mendapat pekerjaan tidak ada. Perilaku negatif tersebut antara lain: menjadi pengemis, mencuri dan menjadi wanita tunasusila.
(6)
ii
Yunia Ria Rahayu, 1110013000078 “Behavior Urban Society in Drama
Mega,mega Work of Arifin C.Noer and its Implications on Learning Literature in SMA ” Majors Language Education and Indonesian Literature, Science Faculty Tarbiyah and Teacher Training, Jakarta Islamic State University. Advisor Rosida Erowati, M.Hum.
Drama Mega,mega work of Arifin C.Noer is one of the drama depicting the behavior occurs in urban society. This study aims to describe behavior of urban society in the drama Mega,mega work of Arifin C.Noer and its implications in the lessons literature in high school. The method used in this research is descriptive qualitative approach between disciplines, which is Sociology and Literature focused research on human relationships end the universe.
Behavior urban society in 1966 can be described though the community in the drama Mega,mega-based on the behavior presented by figures. Analysis of drama Mega,mega this can meet basic competence in learning literature that is to describe human behavior through dialog plays. Through this learning students are expected to respect between fellow and want to seek to reach the dream.
Based on analysis has been done, these result showed that poverty very effect on the behavior of urban society. Poverty the resulting from various elements include: poverty caused aspects of physical or mental, poverty caused natural disasters and poverty made as well as structural poverty. As a result of poverty is then came the bahaviors negative urban society due to pressure to meet the needs of their lives, but the opportunity to get a job does not exist. Behavior negative include: a beggar, thieves and become prostitutes.
(7)
iii
Alhamdulillahi robbil „alamin segala puji bagi Allah atas segala yang ada di semesta jagad raya dan telah memberi limpahan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan untuk Nabi besar Muhammad S.A.W, keluarga, para sahabat, dan umatnya.
Penulis menyusun penelitian ini guna memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pendidikan program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan penelitian ini penulis banyak mendapat masukan, bimbingan, saran, dorongan, dan semangat dari berbagai pihak. Semua itu tak lain untuk menjadikan penulis menjadi pribadi yang lebih baik dan kaya informasi, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dr. Nurlena Rifa‟i, M.A.,Ph.D., dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah.
2. Mohamad Komarudin dan Sumirah selaku orang tua penulis dan adik tercinta
Ahmad Ahzam Rozaq yang senantiasa memberikan kasih sayang, dorongan moral dan moril, serta mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.
3. Rosida Erowati, M.Hum., dosen pembimbing skripsi yang telah memberi
bimbingan, semangat, motivasi, dan ilmu kesabaran serta memberi izin meminjam buku pribadinya guna menunjang selesainya penulisan penelitian ini.
4. Dosen-dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
membagi ilmunya selama masa perkuliahan.
5. Embi C.Noer yang telah berkenan meluangkan waktu untuk diwawancarai
(8)
iv
menuangkan keluh kesah dalam kegelisahan hidup melalui kesenian.
7. Keluarga kecil tercinta LST (Lingkar Sastra Tarbiyah) yang telah banyak
memberi penulis pelajaran untuk menjadi pribadi lebih baik dan berbagi keluh kesah.
8. Teman-teman PBSI seperjuangan angkatan 2010, khususnya kelas B yang
senantiasa memberi kebahagiaan selama masa-masa kuliah, memberi informasi dan semangat dalam menyelesaikan penellitian.
9. Teman-teman kosan Dwina Agustin dan Ade Fauziah yang telah merelakan
kosannya menjadi tempat bernaung kami. Serta teman-teman penyemangat diantaranya: Mabrurroh, Aisatul Fitriah, Kurnia Dewi N, Aulia Herdiana, Fitri Khoiriani, Mawaddah, Tazka Adiati, Risqia Auliani, Ade Rufaida, Nurul Innayah, yang telah memberi pengalaman dan berbagi semangat untuk menyelesaikan penelitian.
10.Salman Abdurrahman yang senantiasa memberi semangat penulis dari
kejauhan dan mengajari ilmu sabar dalam menyelesaikan penelitian.
11.Teman alumni MAN 1 Pekalongan yang telah menginspirasi dan memberi
semangat penulis untuk dapat segera menyelesaikan penelitian.
Terimakasih pula untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua. Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menjadikan penelitian ini lebih baik lagi. Besar harapan penulis agar penelitian ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis pribadi maupun pembaca.
Jakarta, Oktober 2014
(9)
v
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Batasan Masalah... 6
D. Rumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Peneliian... 6
G. Metode Penelitian... 7
1. Objek Penelitian ... 7
2. Data dan Sumber Data Penelitian ... 7
3. Teknik Pengumpulan Data ... 8
4. Teknik Analisis Data ... 9
BAB II KAJIAN TEORI ... 10
A. Teori Perilaku ... 10
1. Paradigma Perilaku ... 10
B. Hakikat Masyarakat ... 13
1. Pengertian Masyarakat ... 13
2. Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Makhluk Individu ... 15
C. Urbanisasi ... 17
(10)
vi
E. Hakikat Drama ... 21
1. Pengertian Drama ... 21
F. Unsur Intrinsik Drama... 22
G. Hakikat Sosiologi Sastra ... 27
1. Pengertian Sosiologi Sastra ... 27
2. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat ... 28
H. Pembelajaran Sastra ... 29
I. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30
BAB III PROFIL ARIFIN C. NOER ... 33
A. Biografi Arifin C. Noer ... 33
B. Karya Arifin C.Noer... 36
C. Pemikiran Arifin C.Noer ... 38
BAB IVANALISIS DAN PEMBAHASAN DRAMA MEGA,MEGA ... 41
A. Deskripsi Data ... 41
1. Unsur Intrinsik Drama Mega,mega Karya Arifin C.Noer... 41
B. Perilaku Masyarakat Urban ... 83
C. Masyarakat Miskin ... 94
D. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ... 102
BAB V PENUTUP105 A. Simpulan ... 104
B. Saran ... 106
(11)
1 A. Latar Belakang
Karya sastra adalah artefak; adalah benda mati, baru mempunyai makna dan menjadi objek estetik bila diberi arti oleh manusia sebagai pembaca sebagaimana artefak peninggalan manusia purba mempunyai arti bila diberi
makna oleh arkeolog. 1 Drama merupakan salah satu cabang karya sastra yang di
dalamnya menggambarkan kehidupan yang terjadi di masyarakat lewat dialog
oleh para tokohnya. Drama juga dapat digunakan sebagai sarana untuk
berkomunikasi dengan masyarakat, baik dalam bentuk pertunjukan maupun teks. Drama merupakan salah satu hasil pengarang dalam berkarya menggunakan imajinasinya. Namun, meskipun menggunakan unsur imajinatif dalam proses kreatifnya isi yang terkandung dalam drama bukan hanya sekedar khayali, tetapi dapat berlandaskan kehidupan yang sebenarnya.
Pada tahun 1968 kompleks kesenian Jakarta yang pembangunannya diprakarsai oleh Gubernur DKI Ali Sadikin memiliki peran dan fungsi yang
sangat penting dalam perkembangan kesenian di Indonesia.2 Pembangunan
kompleks tersebut digunakan sebagai wadah untuk menuangkan kegelisahan kehidupan melalui pertunjukan. Pada tahun tersebut merupakan tahun pemerintah Orde Baru memiliki wewenang mutlak untuk mengatur kehidupan masyarakatnya.
Perhatian kepada rakyat kecilpun ditunjukan Arifin C. Noer dalam drama Mega,mega. Arifin menggambarkan sambil memberikan komentar atas apa yang digambarkan sendiri; dan cara memberi komentar itulah yang lebih penting dari
1
Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, metode kritik dan penerapannya, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 106.
2
(12)
yang digambarkannya.3 Melalui dialog dan adegan yang susul-menyusul dengan tangkas tidak mudah dipahami apabila tidak diselenggarakan dengan pementasan. Arifin tidak lagi menghadirkan drama hanya sebagai tontonan melainkan gambaran peristiwa yang terjadi sesuai zamannnya.
Pada kenyataannya drama merupakan alat yang digunakan pengarang untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam masyarakat pada masa tertentu. Termasuk drama karya Arifin yang sering dianggap sebagai kritik sosial dengan
melihat apa yang terjadi pada masyarakat golongan “cilik” di Indonesia. Hal
tersebut dapat terlihat dari sampul depan naskah drama Arifin Mega,mega yang
bertuliskan “salah satu naskah penting karya Arifin C.Noer”, sedangkan tahun
kemunculan drama Mega,mega yaitu tahun 1966 yang merupakan tahun
terjadinya pergolakan politik di Indonesia. Dari situlah dapat terlihat bahwa
drama Mega,mega merupakan cara yang digunakan Arifin untuk
menggambarkan situasi dan keadaan masyarakat pada tahun 1966 tersebut terutama kaum urban golongan miskin yang tinggal di Yogyakarta. Pada masa itu merupakan masa terjadinya transmigrasi penduduk, dengan tujuan dapat memanfaatkan lahan-lahan kosong yang belum berpenghuni untuk mengurangi kepadatan penduduk di wilayah Jawa. Selain itu, pada masa 60-an sedang terjadi perkembangan industrialisasi secara besar-besaran menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya urbanisasi, sebab masyarakat menginginkan ekonomi yang mereka miliki dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Perilaku yang terbentuk dalam masyarakat urban juga dapat menjadi salah satu faktor pendorong keadaan sosial mereka dalam bertahan hidup.
Teknik Arifin membuat Mega,mega digunakan sebagai usahanya
menggambarkan nasib manusia terutama menyangkut orang kecil. Seperti dalam
drama Mega,mega yang meggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat urban
yang tergolong miskin menopangkan nasibnya dengan bekerja serabutan, namun
3
(13)
hasil yang mereka dapatkan jauh dari cukup. Melalui drama Mega,mega Arifin menumpahkan simpatinya terhadap kaum miskin serta menggambarkan adanya
ketimpangan sosial. Mega,mega menyodorkan kehidupan sekelompok
“gelandangan” yang tidak tau lagi apa yang harus dikerjakan untuk bertahan
hidup. Mega,mega menciptakan suasana dan pandangan yang tidak memisahkan
mimpi dari kenyataan. Masalah utama yang terdapat dalam Mega,mega adalah
masalah uang. Lewat Mega,mega Arifin juga menyuguhkan bagaimana tataran
masyarakat urban yang miskin mencoba bertahan hidup di tengah keterbatasan ekonomi dan memiliki impian-impian yang ingin mereka wujudkan.
Menengok kembali terhadap dampak revolusi kemerdekaan bisa berbagai macam bentuknya; pandangan negatif terhadap politisi, kemunafikan, dan ketimpangan sosial. Dalam hal ini, Arfiin menuangkan gagasannya terhadap kehidupan masyarakat urban miskin yang mengalami ketimpangan sosial
digambarkan melalui Mega,mega yang berlatar tempat di Yogyakarta. Melalui
drama ini digambarkan bagaimana kehidupan masyarakat urban tahun 1960-an khususnya di Yogyakarta yang mengalami kemiskinan, yakni kemiskinan finansial maupun mental. Yogyakarta-yang pasca kemerdekaan-pernah menjadi Ibu kota Republik Indonesia dan simbol gelora nasionalisme yang sangat penting, menumbuhkan asumsi masyarakat bahwa kota tersebut akan menumbuhkan mobilitas ekonomi yang menjanjikan di masa depan. Awal masa Orde Baru pada pertengahan tahun 1960-an banyak pekerja yang menumpukan nasibnya di Yogyakarta dan mencari nafkah di sana. Para pekerja kebanyakan berasal dari daerah dekat Yogya seperti Solo, mereka berangkat dan pulang dengan mengendarai sepeda secara ramai-ramai saat berangkat maupun usai kerja. Sehingga pada tahun itu Yogya dikenal dengan kota sepeda, hal tersebut dikarenakan pada masa itu sepeda adalah alat transportasi utama bagi hampir
(14)
semua orang, mulai pegawai kantor, Guru, pedagang, Dosen, dan pelajar.4 Melaui aktivitas tersebut dapat terlihat bagaimana kota Yogya merupakan salah satu kota yang sangat menggiurkan untuk masyarakat urban.
Fenomena tersebut merupakan salah satu bentuk manusia sebagai makluk sosial, tujuan terjadinya fenomena di Yogyakarta saat itu juga merupakan salah satu fungsi perlunnya sebuah dukungan sosial. Dukungan sosial juga berfungsi untuk mencegah terjadinya konflik sosial. Bahkan semakin tinggi nilai sumber yang diperebutkan dan kondisinya terbatas, maka konflik sosial yang terjadi akan semakin intensif dan keras. Dalam situasi demikian, dampak konflik secara
psikologis sangat mencekam masyarakat dan secara sosial-ekonomi
memberatkan masa depan kehidupan mereka yang terlibat konflik. Seperti Tukijan yang merasa perlu mengubah nasibnya sehingga merantau ke Sumatera. Terwujudnya masyarakat urban dapat disebabkan subtansi berdemokrasi belum memberikan keuntungan bagi rakyat dan kebijakan-kebijakan publik yang di
hasilkan oleh negara juga belum memihak pada kepentingan rakyat.5 Sehingga
beban kehidupan rakyat semakin berat khususnya untuk memenuhi kebutuhan primernya.
Terjadinya urbanisasi ini juga dianggap menjanjikan bagi masyarakat untuk dapat memiliki hidup yang lebih baik daripada tetap tinggal di daerah asalnya, akan tetapi dalam kenyataannya tidak semua orang dapat berhasil di daerah perantauan. Masyarakat yang tergolong berhasil menjadi manusia urban ialah mereka yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya lebih dari cukup. Sedangkan masyarakat miskin sangat jauh dari hidup berkecukupan. Dari perbedaan status sosial itu pula yang nantinya dapat mempengaruhi perilaku masyarakat urban. Selain itu, kemiskinan mental dan moral yang menggerogoti masyarakat urban juga bisa berpengaruh terhadap perilaku yang terbentuk. Perilaku yang terbentuk
4
Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman, “Laporan penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di Yogyakarta periode 1950-1990 Kepingan Riwayat Teater Kontemporer”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 104.
5
(15)
pada masyarakat urban dalam drama Mega,mega merupakan gambaran bagaimana besarnya pengaruh kemiskinan terhadap perilaku yang terbentuk. Di tengah ekonomi yang melilit para tokoh, mereka harus tetap mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sedangkan pekerjaan serabutan yang mereka lakukan belum cukup menutupi kebutuhan sehari-hari, di sisi lain kemiskinan mental dan moral juga berpengaruh terhadap perilaku yang terbentuk sehingga muncullah perilaku-perilaku negatif.
Sehubungan dengan permasalahan yang telah diuraian di atas, peneliti
tertarik untuk meneliti masyarakat dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer
yang menggambarkan kondisi masyarakat urban golongan miskin dengan mengambil judul “Perilaku Masyarakat Urban dalam Drama Mega,mega karya
Arifn C.Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA.” Melalui
penelitian ini peneliti akan mencari tahu bagaimana kehidupan masyarakat urban pada tahun 1966 ke atas yang nantinya dapat berpengaruh terhadap perilaku mereka dalam menjalani hidup di kota perantauan. Drama ini juga dinilai sebagai potret masyarakat Indonesia di masa tahun 1966, sehingga diharapkan dapat memberikan pembelajaran berkenaan dengan masyarakat sosial, unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dalam drama.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yang menjadi pembahasan mencakup seluruh variabel sastra yang memungkinkan untuk diteliti, meliputi:
1. Drama dapat dijadikan objek untuk mengetahui keadaan masyarakat pada
tahun 1966.
2. Keadaan sosial masyarakat urban pada tahun 1966 dalam drama Mega,mega
karya Arifin C.Noer.
3. Pengaruh kemiskinan terhadap perilaku masyarakat urban dalam drama
Mega,mega karya Arifin C.Noer.
4. Naskah drama Mega,mega karya Arifin C.Noer dapat dijadikan bahan pada
(16)
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, agar ruang lingkup pembatasan lebih terkonsentrasi maka penulis merasa perlu untuk membatasi
masalah dengan lebih difokuskan kepada “Pengaruh kemiskinan terhadap
perilaku yang terbentuk pada masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya
Arifin C.Noer”.
D. Rumusan Masalah
Agar penelitian lebih terfokus dan terarah maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifin
C.Noer?
2. Bagaimana implikasi pembahasan perilaku masyarakat urban dalam drama
Mega,mega karya Arifn C.Noer pada pembelajaran sastra di SMA? E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega Karya
Arifn C. Noer.
2. Mendeskripsikan implikasi pembahasan perilaku masyarakat urban dalam
drama Mega,mega karya Arifn C.Noer pada pembelajaran sastra di SMA.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, baik manfaat dari segi teori maupun praktik. Manfaat teori dari penelitin ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan memperkaya wawasan terkait sastra Indonesia, khususnya pembelajaran sastra di sekolah. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terkait peneltian lintas ilmu yakni Sosiologi
sastra serta memberi sumbangan dalam mengkaji drama Mega,mega karya Arifin
(17)
Sedangkan manfaat secara praktik, diharapakan penelitian ini dapat
membantu pembaca untuk lebih memahami isi cerita dalam drama Mega,mega
karya Arifin C.Noer terutama menguraikan cara pandang pengarang yang terdapat dalam karya terkait prilaku masyarakat dengan menggunakan lintas disiplin ilmu, yaitu sastra dan sosiologi.
G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yakni penelitian akan menjelaskan secara deskriptif terhadap objek penelitian tanpa menggunakan angka-angka. Penelitian kualitatif bertujuan membangun persepsi
alamiah sebuah objek, jadi peneliti mendekatkan diri kepada objek secara utuh.6
Penelitian kualitatif juga cenderung menekankan pada kontekstual, penelitian ini mengandung keseksamaan dan kesungguhan, dilakukan secara terus menerus dan berkepanjangan, yang kemudian membuat seseorang memiliki ciri-ciri perilaku tertentu sebagai bagian dari sebuah kelompok akademisi:
1. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini yaitu naskah drama Mega,mega karya Arifin
C.Noer dengan mengkaji “Perilaku Masyarakat Urban dalam Drama Mega,mega Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA.”
2. Data dan Sumber Data Penelitian a. Data
Data ialah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan
informasi atau keterangan.7 Data merupakan keterangan yang telah
dikumpulkan oleh peneliti guna mempermudah proses analisis. Data penelitian ini berupa kutipan kata, kalimat serta dialog yang terdapat
dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer.
6
Rachmat Djoko Pradopo, dkk, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2002), h. 32.
7
(18)
b. Sumber Data
Sumber data penelitian terbagi menjadi dua, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.
1) Sumber data primer
Sumber data primer penelitian ini adalah naskah drama Mega,mega
karya Arifin C.Noer yang diterbitkan oleh Pustaka Firdausi bekerjasama dengan yayasan ADIKARYA IKAPI dan THE FORD FOUNDATION.
2) Sumber data sekunder
Sumber data sekunder penelitian ini yaitu buku maupun artikel yang berkaitan dengan penelitian dan karya-karya Arifin C.Noer serta wawancara dengan Embi C.Noer mengenai naskah drama Mega,mega.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk pengumpulan data
dari drama Mega,mega karya Arifin C.Noer yaitu:
a. Membaca secara cermat naskah drama Mega,mega karya Arifin C.Noer
b. Menandai bagian kalimat yang menggambarkan perilaku masyarakat
urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer
c. Hasil dari poin b digunakan sebagai data untuk analisis perilaku
masyarakat urban dalam Mega,mega karya Arifin C.Noer
d. Hasil dari poin c digunakan sebagai data untuk mengimplementasikan
perilaku masyarakat urban dalam Mega,mega karya Arifin C.Noer pada
(19)
4. Teknik Analisis Data
Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data adalah:
a. Menganalisis data yakni drama Mega,mega karya Arifin C.Noer
berdasarkan struktur naskah meliputi tema, tokoh dan penokohan, alur, latar cerita, dan gaya bahasa.
b. Analisis dalam penelitian ini menggunakan tinjauan ilmu sosiologi
sastra. Analisis ini dilakukan dengan membaca dan memahami buku yang berkaitan dengan penelitian dan mengumpulkan berbagai teks dan wawancara berkaitan dengan perilaku masyarakat urban kemudian menganalisisnya sesuai rumusan yakni perilaku masyarakat urban dalam Mega,mega karya Arifin C.Noer.
c. Mengimplikasikan drama Mega,mega karya Arifin C.Noer dalam
pembelajaran sastra di SMA dilakukan dengan cara menghubungkannya dengan materi pembelajaran sastra di sekolah.
(20)
10 A.Teori Perilaku
1. Paradigma Perilaku
Arti perilaku dalam KBBI (kamus besar bahasa indonesia) adalah wujud yang mantap dari suatu rangkaian perilaku manusia atau segolongan orang sehingga tampak dan dapat dideskripsi. Sedangkan perilaku sosial adalah segala rangkaian berbagai unsur tertentu yang sudah mantap yang
terdapat dalam suatu gejala masyarakat.1 Sedangkan menurut Kusmiati secara
umum perilaku manusia pada hakikatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati diri bahwa dia adalah makhluk Hidup.
Paradigma ini memusatkan perhatian kepada tingkah laku individu yang berlangsung dalam lingkungan yang menimbulkan akibat atau
perubahan terhadap tingkah laku berikutnya.2 Bagi paradigma perilaku sosial
ini tingkah laku manusia itulah yang penting. Karena tindakan yang terjadi oleh perilaku seseorang diwujudkan melalui tingkah lakunya dalam lingkungan.
Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dengan norma, wujud perilaku ini adalah nyata, bukan sekedar harapan. Berbeda pula dari norma, perilaku yang nyata ini bervariasi, berbeda-beda dari satu aktor ke
aktor yang lain.3 Lingkungannya terdiri atas berbagai macam-macam objek
sosial dan objek non sosial. Teori yang termasuk dalam paradigma sosial ini
1
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 1198.
2
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 92.
3
(21)
adalah teori sosiologi perilaku (behavioral sosiologi), dan teori pertukaran (exchange theory). Teori perilaku sosial menitikberatkan pada hubungan antara tingkah laku aktor dengan tingkah laku lingkungannya.
Adapun asumsi-asumsi yang mendasari teori tingkah laku sosial antara lain:
a. Manusia pada dasarnya tidak mencari keuntungan maksimum, tetapi
mereka senantiasa ingin mendapatkan keuntungan dari adanya interaksi yang mereka lakukan dengan manusia lain.
b. Manusia tidak bertindak secara rasional sepenuhnya, tetapi dalam setiap
hubungan dengan manusia lain mereka senantiasa berpikir untung rugi.
c. Manusia tidak memiliki informasi yang mencakup semua hal sebagai dasar
untuk mengembangkan elternatif, tetapi mereka ini paling tidak memiliki informasi meski terbatas yang bisa untuk mengembangkan alternatif guna memperhitungkan untung rugi tersebut.
d. Manusia senantiasa berada pada serba keterbatasan, tetapi mereka ini tetap
berkompetisi untuk mendapatkan keuntungan dalam transaksi dengan manusia lain.
e. Meski manusia senantiasa berusaha mendapatkan keuntungan dari hasil
interaksi dengan manusia lain, tetapi mereka dibatasi oleh sumber-sumber yang tersedia.
f. Manusia berusaha memperoleh hasil dalam ujud material, tetapi mereka
juga akan melibatkan dan menghasilkan sesuatu yang bersifat non-material,
misalnya emosi, perasaan suka dan sentimen.4
Adapun bentuk-bentuk perilaku sosial menurut para pakar dalam teori paradigma perilaku sosial ini antara lain:
a. Proposisi keberhasilan
4
(22)
Dalam segala hal yang dilakukan oleh seseorang, semakin sering sesuatu tindakan mendapatkan ganjaran(mendatangkan respon yang positif dari orang lain), maka akan semakin sering pula tindakan dilakukan oleh orang yang bersangkutan.
b. Proposisi stimulus
Jika suatu stimulus tertentu telah merupakan kondisi di mana tindakan seseorang mendapatkan ganjaran, maka semakin serupa stimulus yang ada dengan stimulus tersebut akan semakin besar kemungkinannya bagi orang itu untuk mengulang tindakannya seperti yang ia lakukan pada waktu yang lalu.
c. Proposisi nilai
Semakin bermanfaat hasil tindakan seseorang bagi dirinya maka akan semakin besar kemungkinan tindakan tersebut diulangi. Proposisi rasionalitas yang merupakan kombinasi tiga proposisi yang ada menyatakan bahwa di dalam memilih suatu tindakan di antara alternatif tindakan yang mungkin dilaksanakan, maka seorang akan memilih tindakan yang paling menguntungkan, dilihat dari segi waktu, nilai hasil, dan perkembangan berdasar berbagai kemungkinan pencapaian hasil.
d. Proposisi kejenuhan-kerugian
Semakin sering seseorang menerima ganjaran yang istimewa maka ganjaran tersebut akan menjadi kurang bermakna.
e. Proposisi persetujuan-perlawanan
1) Jika seseorang tidak mendapat ganjaran seperti yang ia inginkan, atau
mendapat hukuman yang tidak diharapkan, ia akan menjadi marah dan akan semakin besar kemungkinan bagi orang tersebut untuk mengadakan perlawanan atau menentang, dan hasil dari tingkah laku semacam ini akan menjadi lebih berharga dari dirinya.
2) Bila tindakan seseorang mendatangkan ganjaran seperti yang ia
(23)
mendatangkan hukuman seperti keinginannya, maka ia akan merasa senang dan akan semakin besar kemungkinannya bagi orang tersebut untuk menunjukan tingkah laku persetujuan terhadap tingkah laku yang dilakukan, dan hasil tingkah laku semacam ini akan menjadi
semakin berharga dari dirinya.5
B.Hakikat Masyrakat
1. Pengertian Masyarakat
R. Linton berpendapat dalam Ahmadi, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya
sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.6 Sedangkan menurut
Hassan Shadily dalam Ahmadi, ia menyebutkan bahwa masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu
sama lain.7
Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi dalam:
a. Masyarakat paksaan misalnya, negara dan masyarakat tawanan
b. Masyarakat merdeka, yang terbagi pula dalam:
1) Masyarakat nature, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya,
seperti gerombolan(horde), suku(stam), yang bertalian karena hubungan darah atau keturunan. Dan biasanya masih sederhana sekali kebudayaannya.
2) Masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang terjadi karena kepentingan
keduniaan atau kepercayaan, misalnya: koprasi, kongsi perekonomian,
gereja.8
5Ibid.,
h. 67. 6
Abu Ahmadi, Pengantar Sosiologi, (Solo: Ramadhani), h. 35. 7
Ibid., h. 36 8Ibid.,
(24)
Faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat karena adanya dorongan atau hasrat yang merupakan unsur kerohanian, unsur kejiwaan atau faktor yang mempengaruhi hidup manusia dalam pergaulan dengan manusia lainnya dalam hidup bermasyarakat. Hasrat yang mempengaruhi tingkah laku dan perbuatan tersebut antara lain:
a. Hasrat sosial, yaitu hasrat yang menghubungkan individu lainnya
dengan kelompok.
b. Hasrat untuk mempertahankan diri, yaitu hasrat untuk mempertahankan
diri dari pengaruh luar yang mungkin datang kepadanya. Hasrat ini merupakan hasrat organik yang timbul bila ada bahaya dari luar.
c. Hasrat berjuang, hasrat ini dapat terlihat pada saat ada persaingan,
keinginan membantah pendapat orang lain, saling kejar mengejar guna memperoleh kemenangan.
d. Hasrat harga diri, merupakan hasrat pada seseorang untuk menganggap
atau bertindak atas dirinya sendiri lebih tinggi daripada orang lain. Hasrat ini terlihat pada manusia saat situasi seseorang ingin mendapat penghargaan dari orang lain, pujian atau kehormatan dari masyarakat. hasrat inilah yang menimbulkan rasa congkak dan sombong pada manusia.
e. Hasrat meniru, yaitu hasrat untuk menyatakan secara diam-diam atau
terang-terangan sebagian dari salah satu gejala atau tindakan. Hasrat meniru ini mempunyai dua arti penting yaitu:
1) Dapat menghemat tenaga atau waktu, misalnya bagaimana pakaian
yang pantas kita pakai, bentuk rumah masa kini, memecahkan masalah yang sama seperti masalah yang pernah dialami sebelumnya.
(25)
2) Dapat mempertahankan bentuk-bentuk kebudayaan atau adat istiadat dari satu generasi kepada generasi berikutnya secara perlahan sehingga tidak terasa.
f. Hasrat bergaul, yaitu hasrat untuk bergabung dengan orang-orang
tertentu, kelompok tertentu atau dengan masa tertentu.
g. Hasrat untuk mendapatkan kebebasan, hasrat ini akan terlihat pada saat
tindakan-tindakan manusia bila mendapat kekangan atau pembatasan. Misalnya, pelanggaran terhadap peraturan hidup, terhadap norma agama, dan norma masyarakat.
h. Hasrat untuk memberitahukan, yaitu hasrat untuk menyampaikan
perasaan-perasaan kepada orang lain; biasanya disampaikan dengan suara atau isyarat dan lambang-lambang tertentu. Misalnya, dengan bintang jasa, pakaian tanda berkabung, dan cincin pertunangan.
i. Hasrat tolong-menolong dan simpasi. Simpasi adalah kesanggupan
untuk dengan langsung turut merasakan barang sesuatu dengan orang lain. Simpasi merupakan pembawaan dari lahir, bersifat murni, karena perasaan yang tidak sadar yang berkuasa. Misalnya, orang yang hendak
menolong seseorang. 9
2. Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Makhluk Individu
Manusia sebagai makhluk sosial itu ada yang menitikberatkan pada pengaruh masyarakat yang berkuasa kepada individu. Yakni memiliki unsur keharusan biologis, yang terdiri dari:
a. Dorongan untuk makan
b. Dorongan untuk mempertahankan diri
c. Dorongan untuk melangsungkan hubungan beda jenis.10
9
Ibid., h. 41-45 10
Rusmin Tumanggor,dkk, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 55.
(26)
Selain faktor biologis banyak faktor yang mendorong manusia secara individual membutuhkan dirinya sebagai makhluk sosial sehingga terbentuk interaksi sosial manusia satu dengan manusia lainnya. Secara garis besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari tiga hal, yakni:
a. Tekanan emosional. Kondisi psikologis seseorang sangat mempengaruhi
bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain, apakah sedang bahagia, senang atau sebaliknya sedih, berduka, dan seterusnya.
b. Harga diri yang rendah. Ketika kondisi seseorang berada dalam kondisi
yang direndahkan, maka ia akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain. Karena ketika seseorang merasa direndahkan dengan secara spontan ia membutuhkan kasih sayang dari lain pihak atau dukungan moral untuk membentuk kondisi psikologis kembali seperti semula.
c. Isolasi sosial. Orang yang merasa atau dengan sengaja terisolasi oleh
komunitasnya atau pihak-pihak tertentu, maka ia akan berupaya melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk
sebuah interaksi yang harmonis.11
Sekurang-kurangnya ada enam nilai yang amat menentukan wawasan etika dan kepribadian manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat, yaitu ekonomi, solidaritas, agama, seni, kuasa, dan teori.
a. Nilai teori. Ketika manusia menentukan dengan objektif identitas
benda-benda atau kejadian-kejadian, maka dalam prosesnya hingga menjadi pengetahuan, manusia mengenal adanya teori yang menjadi konsep dalam proses penilaian atas alam sekitar.
11Ibid.,
(27)
b. Nilai ekonomi. Ketika manusia bermaksud menggunakan benda-benda atau kejadian-kejadian, maka ada proses penilaian ekonomi atau kegunaan, yakni dengan logika efisiensi untuk memperbesar kesenangan hidup. Kombinasi antara nilai teori dan nilai ekonomi yang senantiasa maju disebut aspek progresif dari kebudayaan.
c. Isolasi sosial. Orang yang merasa atau sengaja terisolasi oleh
komunitasnya atau pihak-pihak tertentu, maka ia akan berupaya melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar
terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.12
C.Urbanisasi
Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat
perkotaan.13 Urbanisasi juga dapat dikatakan proses perpindahan keramaian dari
desa ke kota. Proses urbanisasi terjadi pada negara-negara yang sudah maju industrinya maupun yang secara relatif belum memiliki industri. Urbaniasai memiliki akibat negaif terutama di negara agraris seperti Indonesia, hal ini disebabkan karena pada umumnya produksi pertanian sangat rendah apabila dibandingkan dengan jumlah manusia yang dipergunakan dalam produksi tersebut. 1) Penyebab terjadinya Urbanisasi
Sehubungan dengan proses tersebut, maka ada beberapa sebab yang melibatkan suatu daerah tempat tinggal mempunyai penduduk yang banyak dikarenakan daerah tersebut memiliki daya tarik. Sebab tersebut antara lain adalah:
Daerah yang termasuk menjadi pusat pemerintahan atau menjadi ibu kota
Tempat tinggal tersebut letaknya sangat strategis sekali untuk usaha-usaha
perdagangan/perniagaan, seperti misalnya sebuah kota pelabuhan atau
12
Ibid., h. 57. 13
(28)
sebuah kota yang letaknya sangat dekat dengan sumber-sumber bahan mentah
Timbulnya industri di daerah itu, yang memproduksikan barang-barang
maupun jasa-jasa.14
2) Akibat Urbanisasi
Proses urbanisasi akan menimbulkan akibat lebih jauh lagi, antara lain:
Terbentuknya suburb, tempat-tempat pemukiman baru di pinggiran kota,
yang terjadi akibat perluasan kota karena pusat kota tidak mampu lagi menampung arus perpindahan penduduk desa yang begitu banyak.
Makin meningkatnya tuna karya, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai
pekerjaan tetap. Tuna karya ini terdiri dari orang desa yang tidak segera memperoleh pekerjaan di kota, ataupun orang kota sendiri tidak berhasil dalam persaingan memperebutkan kesempatan kerja yang sangat terbatas.
Persoalan tuna karya ini akan menimbulakn berbagai kerawanan sosial,
misalnya saja makin tajamnya perbedaan antara golongan kaya-miskin (yang tidak begitu terasakan di desa) meningkatnya pelacuran dan kriminalitas. Kriminalitas semua timbul karena dorongan rasa lapar, kemudian berubah menjadi pekerjaan tetap karena dianggap sebagai cara yang mudah untuk menumpuk kekayaan dalam waktu yang singkat.
Pertambahan penduduk kota yang pesat menimbulkan masalah perumahan.
Orang terpaksa tinggal dalam rumah-rumah yang sempit dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Hal ini akan menimbulkan masalah yang lebih jauh lagi, yaitu kerusakan lingkungan hidup karena kota dipaksa untuk menampung penduduk yang melebihi daya tampungnya.
Lingkungan hidup yang tidak sehat, apalagi ditambah dengan adanya
berbagai kerawanan sosial memberi pengaruh yang negatif terhadap
pendidikan generasi muda.15
14Ibid
(29)
D.Teori Kemiskinan
Pengertian dasar mengenai kemiskinan adalah tidak tercukupinya kebutuhan mendasar seperti pangan, sandang, dan papan. Suparlan dalam Tumanggor menyatakan kemiskinan adalah sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku
dalam masyarakat bersangkutan.16 Standar kehidupan yang rendah ini secara
langsung nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.
Klasifikasi atau penggolongan seseorang atau masyarakat itu dikatakan miskin, ditetapkan dengan manggunakan tolok ukur yang umumnya dipakai adalah sebagai berikut:
a. Tingkat pendapatan
b. Kebutuhan relatif
Di Indonesia, tingkat pendapatan digunakan untuk waktu kerja sebulan. Dengan adanya tolok ukur ini, maka jumlah dari siapa yang tergolong sebagai orang miskin dapat diketahui. Tolok ukur yang dibuat dan digunakan untuk menentukan besarnya jumlah orang miskin ialah batasan tingkat pendapatan per waktu kerja (Rp30.000 perbulan atau lebih rendah) yang dibuat pada tahun 1976/1977; di samping itu juga tolok ukur yang dibuat berdasarkan atas batas minimal jumlah yang dikonsumsi yang diambil bersamaannya dalam beras, di mana dinyatakan batas minimal kemiskinan adalah mereka yang makan di warung kurang dari 320kg beras di desa dan 420kg di kota pertahunnya.
Tolok ukur yang lain ialah yang dinamakan tolok ukur kebutuhan relatif per keluarga, yang batasan-batasannya dibuat berdasarkan atas kebutuhan minimal yang harus dipenuhi guna sebuah keluarga dapat melangsungkan kehidupannya
15
Abu Ahmadi, Op.cit., h. 248. 16Ibid.,
(30)
secara sederhana tapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Tercukupinya tolok ukur ini adalah kebutuhan-kebutuhan yang berkenaan dengan biaya sewa rumah dan mengisi rumah dengan peralatan rumah tangga yang sederhana tapi memadai, biaya untuk memelihara kesehatan dan untuk pengobatan, biaya untuk menyekolahkan anak-anak, biaya untuk sandang dan pangan sederhana tapi mencukupi dan memadai.
Kemiskinan menurut pendapat umum dapat dikategorikan dalam tiga unsur, yaitu:
a. Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang.
b. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam.
c. Kemiskinan buatan.
Kemiskinan disebabkan aspek badaniah biasanya orang tersebut tidak bisa berbuat maksimal sebagaimana manusia lainnya yang sehat jasmaniah. Karena cacat badaniah misalnya, dia lantas berbuat atau bekerja secara tidak wajar, seperti: menjadi pengemis atau meminta-minta. Menurut ukuran produktifitas kerja, maka tidak bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal malah lebih bersifat konsumtif, sedangkan yang menyangkut aspek mental, biasanya mereka disifati oleh sifat malas bekerja secara wajar, sebagaimana manusia lainnya.
Kemiskinan yang disebabkan karena bencana, apabila tidak segera diatasi sama saja halnya dengan menimbulkan beban bagi masyarakat umum lainnya. Mereka yang kena bencana alam, umumnya tidak memiliki tempat tinggal bahkan sumber-sumber daya alam yang mereka miliki sebelumnya habis oleh pengikisan bencana alam, biasanya pihak pemerintah mengambil atau menempuh dua cara, pertama sebagai pertolongan sementara diberikan bantuan secukupnya dan tindakan berikutnya mentransmigrasikan mereka ke tempat-tempat lain yang lebih aman dan memungkinkan mereka bisa hidup layak.
Kemiskinan buatan disebut juga kemiskinan struktural, ialah kemiskinan yang ditimbulkan oleh dan dari struktur-struktur ekonomi, ekonomi dan kultur
(31)
serta politik. Kemiskinan struktur ini selain ditimbulkan oleh struktur penenangan atau nrimo memandang kemiskinan sebagai nasib, malahan sebagai takdir
Tuhan.17 Kemiskinan juga di antaranya dapat disebabkan oleh struktur ekonomi,
yakni realisasi hubungan antara suatu objek dan objek, dan antara subyek-subyek
komponen-komponen yang merupakan bagian dan suatu sistem.18
E.Hakikat Drama 1. Pengertian Drama
Drama atau sandiwara adalah seni yang mengungkapkan pikiran atau
perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani, dan ucapan kata-kata.19
Pendapat mengenai pengertian drama di atas sejalan dengan pendapat Sidjiman dalam Siswanto yang menuliskan drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehiduapan dengan mengemukakan tikaian dan
emosi lewat lakuan dan dialog.20 Melalui dialog itulah yang membedakan
antara drama dengan karya sastra lainnya, sebab pada karya sastra lain seperti novel dan cerpen bentuk yang digunakan adalah menggunakan narasi.
Kata drama berasal dari bahasa Yunani dram yang berarti gerak.
Sedangkan dari segi etimologisnya, drama mengutamakan perbuatan, gerak,
yang merupakan inti hakikat setiap karangan yang bersifat drama.21 Jadi,
drama berarti perbuatan atau tindakan. Sedangkan menurut Moulton dalam
Karmini drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak.22
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia drama adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan; cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater. Jika dalam novel, watak maupun konflik dipaparkan
17Ibid., h. 312. 18
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 313. 19
Rendra, Seni Drama untuk Remaja, (Jakarta: Burungmerak Press) h. 73 20
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008) h. 163 21
NI Nyoman Karmini, Op.cit., h. 142. 22 Ibid.,
(32)
melalui narasi yang dibuat oleh pengarang, maka dalam drama-watak maupun konflik dijelaskan melalui dialog-dialog para tokoh.
Meskipun berbentuk dialog, dilihat dari kemungkinan untuk dipentaskan ada naskah yang dapat dan akan menarik perhatian orang jika
dipentaskan yang disebut sebagai drama pentas atau drama saja, dan banyak
pula yang tidak memberikan kemungkinan untuk dipentaskan dan disebut
sebagai drama baca.23 Drama dikelompokan kedalam karya sastra karena
media yang digunakan untuk menyampaikan gagasannya atau pikiran pengarangnya adalah bahasa. Sehingga dengan mudah dapat dijumpai adanya karya drama yang sarat dengan dialek, bahasa sehari-hari, atau bahasa formal. Dipakainya ragam bahasa tersebut tentu berdasarkan sejumlah alasan yang
secara sosiologis dapat mejelaskan banyak hal.24 Misalnya pengarang ingin
menunjukan latar tempat yang digunakan dalam drama adalah di daerah Jawa maka bahasa yang ia gunakan pada dialog tokohnya tentunya menggunakan bahasa Jawa.
F. Unsur Intrinsik Drama
Unsur yang membangun seni drama sebagai pertunjukan berbeda dengan
teks drama.25 Unsur drama sebagai seni pertunjukan adalah plot, karakterisasi,
dialog, tata artistik, dan gerak. Sedangkan unsur-unsur teks drama hampir sama dengan prosa rekaan yakni:
a. Tema
Tema adalah gagasan sentral yang menjadi dasar tolak penyusunan dan
yang sekaligus menjadi sasaran atau tujuan karangan itu.26 Dalam tema, boleh
dikatakan belum terlihat kecenderungan pengarang untuk memihak. Oleh
23
Melani Budianta,dkk, Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi, (Magelang: Indonesia Tera, 2006), h. 112.
24
Ibid.,
25
Wahyudi Siswanto, Op.Cit., h. 163. 26
(33)
karena itu, masalah apa saja dapat dijadikan tema dalam cerita atau karya sastra.27
Kategori tema berdasarkan tingkat keutamaannya, yaitu ada tema utama
dan tema tambahan.28 Sebuah karya (drama) memungkinkan memiliki tema
lebih dari satu atau lebih dari satu interpretasi. Menentukan tema pokok merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai, di antara sejumlah makna yang ditafsirkan ada dalam karya sastra bersangkutan.
Makna cerita pada bagian tertentu dapat dikatakan sebagai makna bagian atau makna tambahan. Makna-makna tambahan inilah yang disebut sebagai tema tambahan atau tema minor. Tema tambahan ini merupakan tema yang medukung dan mempertegas eksistensi makna utama sebuah cerita atau tema
utama merangkum berbagai makna tambahan dalam sebuah cerita.29 Seperti
dalam drama Mega,mega karya Arifin memiliki tema utama dan tambahan,
yang akan dijelaskan lebih rinci dalam bab analisis.
b. Tokoh dan penokohan
Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan
menampilkan tokoh disebut penokohan.30 Menurut definisinya, tokoh adalah
individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam berbagai
peristiwa dalam cerita.31
Berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita fiksi secara
keseluruhan, dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan.32 Tokoh
utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun
27
Wahyudi Soswanto, Op.Cit., h. 169. 28
NI Nyoman Karmini, Op.Cit., h. 51. 29Ibid
30
Wahyudi Sisiwanto, Op.cit., h. 143. 31
Melani Budianta,dkk, Op.cit., h. 83. 32
Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013) h. 258
(34)
yang dikenai kejadian, sedangkan tokoh yang dianggap tidak mendominasi namun masih memiliki andil yang besar dalam jalannya cerita disebut tokoh tambahan. Pembedaan itu lebih bersifat gradasi karena kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat: tokoh-tokoh utama (yang) utama, tokoh-tokoh utama tambahan, tokoh-tokoh
tambahan (pariferal) utama, dan tokoh tambahan (yang memang) tambahan.33
c. Alur(Plot)
Abrams dalam Melani Budianta mengatakan alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita
yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. 34 Alur adalah sambung
sinambung peristiwa berdasarkan sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting adalah menjelaskan mengapa hal itu terjadi sedangkan menurut Karmini dalam bukunya mengatakan plot merupakan cerminan, bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berfikir, berasa, dalam bersikap menghadapi
berbagai masalah kehidupan.35 Jadi, dapat dikatakan bahwa alur merupakan
serangkaian peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita.
Tasrif dalam Nurgiantoro mengklasifikasikan tahapan plot menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu antara lain:
a. Tahap Situation: tahap penyituasian, yaitu pengarang mulai melukiskan suatu keadaan, berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pemberian informasi awal, dan lainnya terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita.
b. Tahap Generation cicumstances: tahap pemunculan konflik. Masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan
33
Ibid., h.260 34
Melani Budianta. Op. Cit., h.159. 35
(35)
konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.
c. Rising action: tahap peningkatan konflik. Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, atau keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antar kepentingan masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari.
d. Climax: tahap klimaks. Konflik dan pertentangan yang terjadi, yang dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadi konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks.
e. Tahap Denoument: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Adapun jika dijadikan bagan
akan terlihat seperti gambar di bawah ini.36
Klimaks
Inciting Forces Denouement,
Pelarian
d. Latar cerita
Abrams dalam Nurgiantoro menyebutkan bahwa latar atau setting atau
yang disebut juga dengan landas tumpu, menunjuk pada pengertian tempat,
36
(36)
hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan.37 Latar memberikan pijakan secara jelas. Hal ini
penting untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca, menciptakan
suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.38 Unsur
latar dalam Nurgiantoro dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan sosial.
Latar tempat
Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.
Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa -peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.
Latar sosial-budaya
Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi.39
e. Gaya bahasa
Bahasa adalah bahan mentah sastrawan.40 Persoalan gaya bahasa sastra
bukanlah tentang efisiensi dan efektifitas penggunaan bahasa, melainkan tentang cara penggunaan bahasa untuk menghasilkan efek tertentu. Gaya bahasa sastra tidak saja dalam arti keindahan, melainkan juga dalam arti kemantapan pengungkapan. Efektivitas dan efisiensi berkaitan dengan tata
37
Ibid., 302 38
Ibid., h. 303 39
Ibid., h. 314-322 40
(37)
bahasa. Dalam analisis sastra, unsur fonetik bahasa tidak dapat dipisahkan dari
makna.41 Sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu, mendialogkan
sesuatu, dan sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana
bahasa. 42
G.Hakikat Sosiologi Sastra 1. Pengertian Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra.43 Dari segi
etimologi, sosiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata „sosio‟ (Socius
berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) yang bermakna masyarakat dan „logi‟ atau logos yang artinya ilmu.44 Secara singkat dapat dijelaskan bahwa sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam
masyarakat; telaah tentang lembaga dan proses sosial.45 Jadi, sosiologi adalah
ilmu yang mempelajari tentang kehidupan masyarakat.
Sastra dari akar kata „sas‟ (Sanskerta) berarti mengarahkan, mengajar,
memberi petunjuk, dan instruksi. Akhiran „tra‟ berarti alat, sarana. Sastra dapat dikatakan kumpulan alat untuk mengajar atau buku petunjuk. Maka kesusastraan artinya kumpulan hasil karya yang baik.
Sesungguhnya antara sosiologi dan sastra merupakan dua ilmu yang
memiliki objek yang sama yaitu manusia dalam masyarakat.46 Hakikat
sosiologi adalah objektivitas, sedangkan hakikat karya sastra adalah objektivitas dan kreativitas sesuai dengan pandangan masing-masing pengarang. Jadi, dasar pemikiran yang mengitari konsep sosiologi sastra adalah keterkaitan sastra dengan masyarakat.
41Ibid.,
h.220 42
NI Nyoman Karmini, Op.cit., h. 72. 43
Nyoman Kutha Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) h. 1. 44
Ekarini Saraswati, Sosiologi Sastra Sebuah Pemahaman Awal, (Malang: UMM Press) h. 2. 45
Sapardi Djoko Damono, Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979) h. 7
46
(38)
Munculnya sebuah karya sastra merupakan gambaran dari masyarakat itu sendiri, sebab sastra merupakan refleksi hubungan seseorang dengan orang
lain atau dengan masyarakat.47 Dalam konteks ini, sastra bukanlah sesuatu
yang otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terikat erat dengan
situasi dan kondisi lingkungan tempat karya itu dilahirkan.48
Untuk meneliti sebuah karya sastra dalam penelitian ini khususnya drama sangat berkaitan dengan masyarakat, sehingga untuk mendeskripsikan sosial yang terjadi dalam masyarakat dibutuhkan ilmu sosial. Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari
kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia
subjektif manusia. 49 Dengan demikian, penelitian sosiologi sastra, baik dalam
bentuk penelitian ilmiah maupun aplikasi praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan struktur sosial yang terjadi di
sekitarnya.50
2. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat
Karya sastra adalah sebuah struktur tanda yang bermakna. Di samping itu, karya sastra adalah karya yang ditulis oleh pengarang. Pengarang tidak terlepas dari sejarah sastra dan latar belakang sosial budayanya. Maka semua itu tercermin dalam karya sastranya. Oleh karena itu, seluruh situasi yang berhubungan dengan karya sastra itu haruslah diperhatikan dalam konkretisasi atau pemaknaan karya sastra.
Hill dalam Pradopo menyebutkan karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks, oleh karena itu untuk memahaminya haruslah karya sastra
47
Rachmat Djoko Pradopo, dkk, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2002), h. 151.
48
Ibid.,
49
Wellek dan Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 109. 50
(39)
dianalisis.51 Sedangkan Goldman dalam Faruk mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra pada umumnya yaitu, (1) bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner, dan (2) bahwa dalam usahanya mengekspresikan pandangan dunia itu, pengarang menciptakan
semesta tokoh, objektif, dan relasi secara imajiner.52
Konsep tersebut menandai bahwa sosiologi sastra akan meneliti sastra sebagai (1) ungkapan historis, ekspresi suatu waktu, sebagai sebuah cermin, (2) karya sastra memuat aspek sosial budaya, yang memiliki fungsi siosial berharga. Aspek fungsi sosial sastra berkaitan dengan cara manusia hidup bermasyarakat.
H. Pembelajaran Sastra
Pembelajaran sastra dapat diterapkan disemua jenjang sekolah mulai dari SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi yang tentunya harus disesuaikan dengan kompetensi yang hendak dicapai. Pendidikan sastra adalah pendidikan yang mencoba mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses
kreatif sastra.53 Dalam pembelajaran sastra peserta didik dapat diajak untuk
terlibat langsung dalam proses pembelajaran seperti, membaca, memahami, menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung. Sastra sesungguhnya dapat memperhalus perasaan dan jiwa para siswa. Lewat sastra, mereka akan
mengenal hidup, toleran, dan anti kekerasan.54
“Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Siswa diharapkan mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan
51
Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 108.
52
Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 71. 53
Wahyudi Siswanto, Op.cit., h. 168.
54 Taufik Ismail, “PelajaranBahasa Indonesia Harus Tekankan Apresiasi Sastra”, (Kompas,2001) h. 9
(40)
karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa”.55
Ketepatan dalam pengajaran sastra tersebut dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan
cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak.56
I. Penelitian yang Relevan
Penelitian relevan digunakan untuk menghindari adanya praktik plagiarisme. Untuk menghindari hal tersebut penulis akan paparkan beberapa penelitian sebelumnya untuk dijadikan perbandingan dan penelitian relevan. Penelitian relevan tersebut antara lain:
Skripsi berjudul “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”, ini karya Yunita Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2014. Penelitian tersebut mendeskripsikan pandangan hidup
seorang tokoh dalam drama Umang-umang atawa Orkes Madun II Karya Arifin
C.Noer. Hasil penelitian tersebut meliputi: pertama, ia menganggap bahwa di dunia ini tidak lagi diperlukan cinta kasih, semua hal itu malah akan membuat lemah dan tidak bergairah dalam hidup. Kedua, pandangannya tentang penderitaan berubah, menurutnya, penderitaan adalah ketika ia menikah dan memiliki keluarga. Ketiga, pandangan Waska tentang tanggung jawab yang bagianya itu kekokohan hidup, tanggung jawab yang ia miliki adalah tanggung jawab terhadap waktu jika ingin menjadi orang besar. Keempat, adalah pandangan hidupnya tentang harapan. Harapan baginya adalah omong kosong, berharap sama saja
55Martono, “
Pembelajaran Sastra Sebagai Media Pendidikan Multikultural”; Sastra dan Budaya Urban dalam Kajian Lintas Media; Prosiding Konferensi Internasional Kesusastraan XXI Himpunan Sarjana Kesusatraan Indonesia(Surabaya: Unair, 2010), h. 458.
56
(41)
menjatuhkan diri ke dalam lubang ketakutan.57 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yunita dan dibandingkan dengan penelitian yang penulis lakukan memiliki perbedaan dari segi objek yang dikaji.
Selanjutnya penelitian dari skripsi berjudul “Nilai Akhlak Karimah dalam
Naskah Drama Telah Pergi Ia Telah Kembali Ia Karya Arifin C.Noer dan
Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”, karya Nandya Ratna Prihatiningsih Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi nilai akhlak
karimah yang ada dalam naskah drama Telah Pergi Ia Telah Kembali Ia karya
Arifin C. Noer yang diharapkan digunakan sebagai bahan pembelajaran di sekolah
nantinya. Hasil dari penelitian tersebut meliputi: 1) akhlak terhadap Allah,
meliputi: cinta dan rida, tawakal, dan bertaubat. 2) akhlak terhadap Rasulullah
Saw, meliputi: mengucapkan salawat dan salam, mencintai dan memuliakan rasul, dan mengikuti dan mentaati rasul. 3) akhlak terhadap manusia, meliputi: jujur,
tawaduk, sabar, penolong, berani, sederhana, dermawan, dan istikamah. 4) akhlak
bernegara, meliputi: musyawarah, adil, dan hubungan pemimpin dan yang
dipimpin.58 Penelitian ini juga memiliki berbedaan dari penelitian yang penulis
lakukan yakni, memiliki objek yang berbeda dalam analis.
Penelitian ketiga yang dijadikan sebagai penelitian relevan berjudul “Watak
dan Perilaku Tokoh Jumena Martawangsa dalam Naskah Drama Sumur Tanpa
Dasar Karya Arifin C.Noer” karya Muhammad Imam Turmudzi. Tujuan penelitian ini untuk mendeskrripsikan watak dan perilaku tokoh Jumena yang menjadi pematik konflik, faktor yang mempengaruhi perilaku tokoh Jumena fungsi tokoh sebagai pematik konflik. Hasil penelitian menunjukan berbagai macam
57 Yunita, Skripsi berjudul; “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA, 2014, h. i.
58 Nandya Ratna Prihatiningsih, skripsi berjudul “Nilai Akhlak Karimah dalam Naskah Drama Telah Pergi Ia Telah Kembali Ia Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”, 2013, h. i.
(42)
watak dan perilaku tokoh Jumena yang menjadi pematik konflik, faktor yang mempengaruhi perilaku tokoh Jumena, dan fungsi Jumena sebagai pematik konflik
dalam naskah drama Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C.Noer.59 Meskipun
memiliki kesamaan dalam objek, akan tetapi sumber data yang digunakan berbeda. Berdasarkan beberapa penelitian relevan tersebut dapat diketahui adanya perbedaan dan kesamaan dari hasil analisis yang telah dilakukan dari masing-masing penulis. Perbedaan terletak pada masing-masing-masing-masing objek yang dianalisis oleh para penulis dan sumber data yang digunakan. Sedangkan persamaannya yaitu para penulis menganalisis karya sastra dari pengarang yang sama yakni drama karya Arifin C.Noer.
59 Muhammad Imam Turmudzi, Jurnal Sastra Indonesia vol. 2 no. 1 “Watak dan perilaku tokoh Jumena Martawangsa dalam Naskah Drama Sumur Tanpa Dasar Karya Arifin C.Noer”
(43)
33 A. Biografi Arifin C. Noer
Arifin memiliki nama lengkap Arifin Chairin Noer, lahir di Cirebon Jawa
Barat 10 Maret 1941.1 Ia meninggal di Jakarta, pada 28 Mei 1995 diusia yang ke
54 tahun. Ayahnya merupakan seseorang yang berprofesi sebagai tukang sate dan gulai, meskipun terlahir dari keluarga yang sangat sederhana, akan tetapi ia memiliki semangat yang tinggi untuk menimba ilmu.
Pendidikan pertama yang ditempuhnya di sekolah SD Taman Siswa, Cirebon, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Muhammadiyah, Cirebon. Tak lama setelah lulus dari SMP ia melanjutkan ke sekolah tingkat atas di SMA Negeri Cirebon, meskipun tidak diselesaikan. Lalu mencoba melanjutkan kembali pendidikannya di Sekolah Jurnalistik, Solo. Setelah lulus, pada tahun 1967 masuk ke perguruan tinggi dan mengambil pendidikan di Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. Serta International Writing
Program, Universitas Iowa, AS pada tahun 1972.2
Sejak SLP Arifin sudah giat bermain sandiwara, karyanya yang pertama
kali berjudul Dunia Yang Retak, ia menulis sekaligus menyutradarai pementasan
tersebut.3 Saat masih sekolah di Solo, ia bergabung dengan Himpunan Peminat
Sastra Surakarta(HPSS) sambil mencanangkan hari puisi.4 Pada tahun 1960-an
Arifin menikah dengan Nurul Aini dan tinggal di Yogyakarta. Semenjak pindah ke Yogyakarta pada tahun 1960-an ini kreativitasnya dibidang penulisan puisi
1 Hardo S, “Arifin C.Noer, Sineas Lengkap”, Jakarta: Suara Karya Minggu, no. 1073, Minggu ketiga Agustus 1992, h.3
2
Puji Sentosa.“Biografi Arifin C.Noer”, http://pujies pujies.blogspot.com/2010/01/arifin-c-noer.html. Diunduh Senin, 27-1-2014
3
Hardo S, Op.Cit., 4Ibid.,
(44)
dan drama semakin berkembang.5 Sebelum akhirnya Arifin menekuni dunia Tetaer, pertama kali ia bergabung dengan sebuah teater bernama "Teater Muslim" pimpinan Mohammad Diponegoro kemudian bergabung dengan "Bengkel Teater" pimpinan W.S. Rendra. Pada tahun 1968 dengan modal kreativitasnya yang tinggi dalam dunia teater kemudian pindah ke Jakarta dan
mendirikan sebuah teater yang diberi nama “Teater Kecil”, teater ini pun
dijadikan sebagai wadah untuk mengekspresikan kreatifitas seni khususnya teater
di Indonesia.6 Melalui teater kecil ini Arifin memiliki harapan agar kesenian di
Indonesia dapat dikembangkan agar memiliki kualitas yang lebih baik.
Semenjak memiliki “Teter Kecil” ia mulai memikirkan kebutuhan finansial untuk dapat menujang proses kreatifitas teaternya dalam berkesenian agar kehidupan berteater dapat berjalan terus, kemudian ia mulai bekerja sebagai manajer pengelola Balai Bimbingan dan Latihan Kerja di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur. Namun karena merasa kreativitas seninya tidak terasah saat bekerja sebagai Manager, ia pun memilih untuk berhenti dan menjabat menjadi Ketua Dewan Kesenia Jakarta. Ia juga pernah diundang ke sebuah akademi teater di Amerika Serikat untuk menjadi dosen tamu di sana. Selain itu Arifin juga pernah menjabat sebagai kepala humas majalah Sarinah. Merasa tidak dapat mengembangkan kreativitasnya dibidang seni, pada akhirnya untuk kesekian kalinya Arifin keluar dari pekerjaannya untuk menekuni dunia perfilman dan teater.
Arifin mulai terjun ke dunia film pada tahun 1971. Berkat kegigihannya
dan konsistensinya dalam dunia seni, lewat film karyanya berjudul Pemberang,
ia dapat menyabet piala The Golden Harvest pada Festival Film Asia (1972),
film berjudul Melawan Badai pun tak luput mendapat penghargaan sebagai
sekenario terbaik, film Suci Sang Primadona juga menjadi film terbaik dalam
Festival Film Indonesia (1973, 1974, 1990), pada tahun 1982 film Serangan
5
Ibid., 6
(45)
Fajar menyabet 5 piala Citra, dan film yang dibintangi oleh Meriam Bellina
dengan Rano Karno berjudul Taksi menjadi film terbaik dalam Festival Film
Indonesia pada tahun 1990 dan meraih 7 piala citra, selain itu Arifin juga mendapat piala Vidia dalam Festival Sinetron Indonesia (1995). Lebih hebatnya lagi melalui film hasil garapannya yang mendapat penghargaan terbesar selama
pemerintahan Orde Baru adalah film "Pengkhianatan G.30.S/PKI" yang
dibintangi Umar Kayam, keberhasilan kembali diraihnya dengan gelar sebagai penulis sekenario terbaik. Film ini selalu diputar setiap tahun melalui TVRI dalam memperingati "Hari Kesaktian Pancasila" dan baru diberhentikan setelah pemerintahan Orde Baru tumbang.
Selain film-film karyanya, beberapa naskah drama Arifin pun tak luput dari
kemenangan, karya drama tersebut yaitu: drama Mega,Mega, menjadi pemenang
kedua sayembara naskah drama Badan Pembinaan Teater Nasional
Indonesia(BPTNI) tahun 1967, naskah drama Kapai-kapai memenangkan Hadiah
I sayembara penulisan lakon DKJ. Sebagai sastrawan yang unggul dan kreatif, ia juga sering mendapat hadiah sastra, antara lain, Pemenang Sayembara Penulisan
Naskah Lakon dari Teater Muslim, Yogyakarta (1963) atas karyanya "Matahari
di Sebuah Djalan Ketjil" dan "Nenek Tertjinta", Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1972) atas jasanya dalam mengembangkan kesenian di Indonesia, Hadiah Sastra ASEAN dari Putra Mahkota Thailand (1990) atas
karyanya Ozon, dan Hadiah Sastra dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa (1990). Dramanya Kapai-Kapai diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris
oleh Harry Aveling dengan judul Moths dan diterbitkan di Kuala Lumpur,
Malaysia.7
(46)
B. Karya Arifin C.Noer
Arifin digolongkan oleh Abdul Hadi WM sebagai sastrawan besar untuk bidang teater sebagai tokoh angkatan 70-an yang lakon sandiwaranya bernada
surealis.8 Sastrawan yang disebut sebagai Sineas Lengkap dalam sebuah Majalah
Suara Karya Minggu ini telah banyak melahirkan karya, dikatakan sebagai Sineas Lengkap sebab ia bukan hanya menyutradari, tetapi juga menulis cerita dan skenario. Dengan menulis sendiri cerita dan skenario kemudian
menyutradarinya, maka apa yang ingin disampaikan kepada penonton bisa utuh.9
Kelancaran bertutur dan penyelesaian konflik yang tidak bertele-tele menjadi ciri khas dan sekaligus kekuatan film-film Arifin. Namun untuk menikmati hasil film garapan Arifin juga tidak mudah, sebab diperlukan sebuah kecermatan mengikuti
alur cerita dan membedah dialog-dialognya.10 Seperti Film karya Arifin yang
berjudul Bibir Mer, film ini dapat dikatakan sebagai refleksi kegelisahan
terhadap kehidupan sosial dan perilaku umum yang sudah demikian absurd.
Menurut Arifin dalam sebuah wawancaranya kepada sebuah surat kabar Suara
Karya Minggu mengatakan “Pokoknya film ini bercerita tentang bibir di Indonesia”. Berdasrkan hasil wawancara tersebut, Arifin menjelaskan bahwa inti
isi dari film Bibir Mer tersebut adalah tentang cara bersikap masyarakat
Indonesia.
Menurut kritisi sastra dan drama menilai Arifin sebagai salah satu pembaharu dunia drama di Indonesia. Karya-karya drama dan puisinya mempunyai jalinan yang kuat dramatik, sedangkan drama-dramanya puitis sekali. Kritikus Film Dr. Salim Said juga menuliskan pendapatnya tentang karya Arifin,“sebuah skenario yang plastis dan memberi kesempatan sebesar-basarnya kepada penonton. Tanpa perlu menceritakan semuanya, penonton bisa tahu jalan cerita…dengan sedikit menggunakan sedikit pikiran dan perasaannya”.
8
Anonim, Arifin C.Noer: “Sutradara Boleh Mati”, Mengapa Teater Koma Laris?, (Jakarta: Mingguan Pikiran Rakyat, edisi Minggu 8 April 1990), h. 6.
9
Hardo S, Op.Cit.,
(47)
Sedangkan menurut penilaian Rendra, Arifin merupakan orang yang serius menggulati teater, sehingga bisa kita lihat bagaimana karya-karya Arifin
meninggalkan gema yang panjang untuk disimak.11
Selain menulis sajak dan naskah lakon, Arifin berhasil menulis banyak
skenario film dan sinetron serta kritik dan esai drama dan seni pentas yang lain.12
Adapun buku kumpulan sajak karyanya adalah: Nurul Aini (1963), Siti Aisah
(1964), Puisi-Puisi yang Kehilangan Puisi (1967), Selamat Pagi, Jajang (1979),
dan Nyanyian Sepi (1995). Buku dramanya adalah Lampu Neon (1960), Matahari di Sebuah Djalan Ketjil (1963), Nenek Tertjinta (1963), Prita Istri Kita
(1967), Mega,mega (1967), Sepasang Pengantin (1968), Kapai-Kapai (1970),
Sumur Tanpa Dasar (1971), Kasir Kita (1972), Tengul (1973), Orkes Madun I atawa Madekur dan Tarkeni (1974), Umang-Umang (1976), Sondek, Pemuda Pekerja (1979), Dalam Bayangan Tuhan atawa Interogasi I (1984), Ari-Ari atawa Interograsi II (1986), dan Ozon atawa Orkes Madun IV (1989).
Selain itu, ia juga menyutradarai banyak film dan sinetron serta menulis skenarionya, antara lain, "Pemberang" (1972), "Rio Anakku" (1973), "Melawan Badai" (1974), "Petualang-Petualang" (1974), "Suci Sang Primadona" (1978), "Harmoniku" (1979), "Lingkaran-Lingkaran" (1980), "Serangan Fajar"
(1981),"Pengkhianatan G.30 S/PKI" (1983), "Matahari-Matahari" (1985),
"Sumur Tanpa Dasar" (1989), "Taksi" (1990), dan "Keris" (1995).
11
Anonim, Op.Cit.,
12
Puji Sentosa, Biografi Arifin C.Noer. http://pujies-pujies.blogspot.com/2010/01/arifin-c-noer.html.diunduh di Perpustakaan Utama UIN Senin, 27-1-2014
(48)
C. Pemikiran Arifin C.Noer
Arifin C.Noer merupakan salah satu sastrawan yang karyanya banyak mencerminkan atau berkaca melalui kehidupan yang terjadi di Indonesia. Baik dalam karya filmnya maupun drama ia lebih condong mengangkat permasalahan di Indonesia, sehingga seluruh karyanya dapat dirasakan sebagai karya keIndonesiaan. Menurut Arifin, sastra merupakan hasil karya seni yang cenderung angkuh karena mau mengungkapkan segalanya secara utuh. Namun tanpa membaca sastra manusia tidak bisa berkaca diri untuk mengungkapkan
kenyataan.13 Sebuah karya sastra bukanlah semata-mata produk khyalan, tetapi
juga hasil produk pengalaman dan berpikir. Semua pengarang harus mampu menangkap segala pengalaman yang ada pada dirinya, kemudian pengarang pula yang menuangkan kedalam bentuk karya sastra untuk menghadirkan kenyataan
yang ada melalui keindahan penggunaan bahasa.14
Berdasarkan pengalaman pribadi yang dialami langsung oleh Arifin, bekal yang ia bawa bukanlah hanya kemauan untuk melahirkan imajinasi melalui bahasa, tetapi yang sangat penting juga adalah bekal pengalaman sebagai seorang manusia. Pengalaman tersebut diperoleh dari yang pernah dirasakan, dilihat, didengar, diketahui pada sepanjang perjalanan hidup sebagai seorang manusia.
“Pengalaman tersebut adalah pertemuan saya dengan realitas atau seluruh kenyataan yang dapat disentuh, diindrai dengan kesadaran saya atau katakanlah bekal pengalaman itu merupakan potret jiwa saya atas segala sesuatu yang saya alami ketika bersentuhan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan ini. Persepsi yang saya peroleh dari pengelam itu sangat mewarnai tulisan-tulisan saya”.15
Dari pengalaman itulah, Arifin merasa menemukan atau mendapatkan
banyak nilai kehidupan. Lewat drama „Mega,mega‟-nya, Arifin C.Noer berbicara
mengenai kehidupan masyarakat glandangan atau kaum masyarakat urban yang
13
Sardjono Maria A, “Tanpa Seni Manusia Tak Dapat Berkaca Diri”, (Jakarta: Media Indonesia, 1990). h. 1.
14
Ibid.,
(49)
miskin. Cerita yang berlatar belakang kehidupan senin kamis ini, banyak mengungkap optimisme yang timbul dari suatu keputusasaan.
Sedangkan dari segi penilaian masyarakat terhadap seni, menurut Arifin perhatian masyarakat terhadap seni akting tercermin diberbagai macam tulisan koran maupun majalah. Sedangkan dari segi kualitas teater sesungguhnya dapat terlihat dari aktornya, seperti diketahui melalui wawancara Arifin dengan sebuah
surat kabar tahun 90-an Mingguan Pikiran Rakyat, Arifin mengemukakan
pernyataan “Sutradara boleh mati, tapi aktor tidak, maksud dari pernyataannya
tersebut ialah bahwa dalam sebuah seni pertujukan atau akting bahwa yang harus benar-benar hidup adalah aktor sebab jika aktor tersebut mati, maka teaterpun akan ikut mati. Sedangkan kalau aktor mati niscaya masyarakat akan kesepian dan menjadi gila. Dan jika masyarakat menjadi gila, teater palsu akan merajalela. Akibatnya yang paling parah adalah semua warga masyarakat akan ramai-ramai bermain teater. Para ilmuan bermain teater dan lupa dengan ilmunya. Sehingga nantinya dapat bermunculan teater ilmu, Teater Agama, Teater Politik dan sejumlah teater palsu lainnya, sementara itu teater sejati menjadi mati. Jika situasi tersebut terjadi maka masyrakat akan bingung membedakan mana pemain
dan penonton.16
Menurut Arifin seni akting sebagai bahan telaah, baik dari segi kesenian maupun dari segi sosiologi ataupun dari segi lainnya sungguh sangat kaya dan sangat menantang, terlebih lagi di Indonesia sebab akan membawa seseorang ke dalam hutan pengetahuan yang wilayahnya banyak bersampiran dengan wilayah ilmu-ilmu sosial yang selalu bikin penasaran. Sebab seni akting itu lahir tidak sendirian, ia berdampingan dengan berbagai macam ragam pengetahuan, terutama psikologi.
16
(50)
Setiap pembuatan karyanya Arifin selalu menangkap realitas yang ada di sekitar, menurutnya dengan cara tersebut ia dapat mendekatkan masyarakat Indonesia dengan realitas di sekitarnya. Meskipun begitu, ia juga menemui banyak kesulitan dalam menemukan karya yang memiliki identitasnya sendiri, tidak kebarat-baratan maupun tidak terlalu ketimuran akan tetapi tetap mencerminkan keIndonesiaan itu sendiri. Hal lain yang tidak kalah penting yang diperlukan dalam menciptakan sebuah karya adalah menanamkan budaya Planning, tidak dapat dipungkiri pula budaya planning tersebut dapat mencerminkan bagaimana sikap manusia Indonesia menghadapi masa depan dan mengurus dirinya. Sikap yang-apa boleh buat-merupakan sikap yang mencemaskan, karena masa depan kemudian menjadi hal yang sulit diramalkan. Gencarnya arus informasi yang dihasilkan teknologi komunikasi, antara lain ikut mempersulit ketepatan prediksi manusia.
(51)
41 A.Deskripsi Data
1) Unsur Instrinsik Drama a. Tema
Setiap karya sastra selalu memiliki tema yang merupakan pangkal dari isi cerita yang dipaparkan. Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita-gagasan penulis melalui karya. Sehingga dapat dikatakan bahwa yang disebut tema yaitu pangkal atau inti dari seluruh isi cerita dalam suatu karya sastra.
Tema utama yang diangkat dalam drama Mega,mega karya Arifin
C.Noer menggambarkan kehidupan masyarakat urban yang miskin. Masyarakat urban merupakan segolongan orang yang telah merantau ke suatu daerah tertentu dan menetap di kota perantauan tersebut. Masyarakat
urban yang terdapat dalam drama Mega,mega merupakan segolongan orang
yang merantau dari berbagai daerah di pulau Jawa yang datang dan tinggal di Yogyakarta. Banyaknya masyarakat yang datang dari luar provinsi disebabkan letak Yogyakarta yang berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah
yang berpenduduk sangat padat.1 Yogyakarta juga merupakan salah satu
pusat kota yang sudah maju di Indonesia dan pernah menjadi Ibu Kota negara Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut tidak diragukan lagi banyak pendatang dari berbagai daerah untuk mengadukan nasibnya dengan tujuan agar keadaan ekonomi mereka lebih baik dari sebelumnya, sehingga mereka mencari pencaharian di kota tersebut.
1
Anne Booth dan Peter McCawley, Ekonomi Orde Baru, (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi Sosial, 1990) h. 392
(52)
Akan tetapi konsekuensi yang sulit dihindarkan akibat terjadinya urbanisasi adalah munculnya pemukiman baru di pinggirian kota akibat perluasaan kota karena pusat kota tidak mampu lagi menampung arus
perpindahan penduduk dari desa ke kota.2 Selain itu muncullah orang-orang
tuna karya yang merupakan orang desa yang tidak segera mendapat pekerjaan maupun orang kota itu sendiri yang tidak berhasil dalam bersaing memperebutkan pekerjaan. Munculnya tuna karya inilah yang dapat menyebabkan timbulnya kerawanan sosial seperti kriminalitas dan pelacuran sehingga dapat berpengaruh terhadap perilaku yang terbentuk dalam masyarakat. Seperti pada kutipan berikut ini,
Panut:Itu sudah cukup. Namanya berhasil Mae. Besok pagi saya akan mulai.
Mae:Mulai apa?
Panut:Ngemis. Pura-pura bisu. Mae:Astaga.
Panut:Apa salah?
Mae :Kalau kau anak saya, kupingmu saya jewer. Urat uratmu masih keras dan bulat. Tubuhmu masih utuh. Kau akan meminta-minta serupa si tua bangka yang tersia sebatang kara. Panut, Panut. Astaga. Dagingmu akan busuk kalau tak kau manfaatkan dengan kerja.
Panut:Ngemis juga kerja, „kan? Dikiranya ngemis itu enteng? Kan makan tenaga dan perasaan juga? Soalnya bukan itu. soalnya sial saya ini. Dan lagi soal makan, bukan soal perasaan.
Mae :ya, tapi kau masih kuat untuk bekerja. Bekerja baik-baik maksud mae. Tidak mencelakakan. Nguli misalnya. Kau bisa seperti tukijan. Begitu rajin dia bekerja di pasar. Tapi dasar orang suka
2
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
BIOGRAFI PENULIS
YUNIA RIA RAHAYU, lahir di Pekalongan 10 Juni 1992. Penulis memulai pendidikan formalnya disebuah TK Pertiwi, Kwasen, Kesesi, meskipun tidak selesai. Kemudian menyelesaikan pendidikan dasar di SD N Kwasen 01, lalu melanjutkan pendidikan menengahnya di SMP N 01 Kesesi. Setelah lulus, ia kembali menempuh pendidikan di sekolah menengah atas MAN 1 Pekalongan, lulus tahun 2010. Ditahun yang sama ia meneruskan belajarnya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta mengambil jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Anak pertama dari M. Komarudin dengan Sumirah ini tinggal bersama orang tua tercinta di jalan Angsana 1 no. 7D, Gaplek, Pamulang Timur, Tangerang, Banten. Sejak kecil penulis menyukai hal-hal yang bernuansa seni, terutama dibidang tari. Semasa sekolah dasar penulis juga aktif mengikuti ajang pementasan tari bersama kawan sepermainan dan mengikuti lomba vokal ditingkat SMP. Selama menjadi mahasiswa, selain menjalani tugas sebagai mahasiswa, penulis juga aktif mengikuti kegiatan organisasi seni kampus Pojok Seni Tarbiyah (POSTAR) dalam elemen Lingkar Sastra Tarbiyah (LST). Untuk menyalurkan hobi seninya kini penulis menjadi pelatih tari di SMP Dharma Karya, Pondok Cabe dan menjadi staf redaksi di Bee Media (Pustaka Lebah).