menguburkan seseorang adalah kewajiban Waska bersedia menguburkan Debleng dan mengajak temannya ikut menguburkan Debleng. Tindakan tersebut memberi
keuntungan bagi Debleng.
2. Maksim Penerimaan PN
Pematuhan maksim penerimaan terjadi apabila ujaran memaksimalkan kerugian pada diri sendiri dan meminimalkan keuntungan pada diri sendiri.
Maksim penerimaan ini megandung makna menambah pengorbanan bagi diri sendiri demi kuntungan orang lain.
Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim penerimaan :
8
konteks
: Ujaran ini disampaikan oleh Bigayah kepada Waska. Karena waska sakit, Bigayah merasa Waska perlu ada yang mengurusnya, dan Bigayah bersedia
melayani waska. Tujuannya agar Waska bersedia menerima Bigayah. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Bigayah : Bungkus ketupat suguhanku yang kau makan empat puluh
lebaran yang lalu masih kusimpan sebagai kenang-kenangan, Waska. Juga puting rokok menakjinggo yang kamu hisap
empat puluh tahun yang lalu masih ku simpan sebagai tanda bukti kasihku padamu, Waska. Bahkan tikar yang kita
pergunakan pertama kali malam itu, empat puluh cap gomeh yang lalu masih tergantung sebagai hiasan dinding rumahku,
Waska. Empat puluh, Waska, angka yang cukup banyak dan cukup baik, masihkah kau menolak lamaranku, kehadiranku,
cintaku. Waska, pada usiamu yang hampir seratus tahun seperti sekarang ini kau memerlukan seorang teman dalam
kekosonganmu, dalam kesunyianmu.
Waska
: Aku masih muda. Aku masih muda. Baru saja aku melewati masa akilbalikku. Dan sekali aku mohon, Gayah
…
8
Ujaran yang diucakan oleh Bigayah mengandung maksim penerimaan, karena Bigayah memaksimalkan kerugian bagi dirinya sendiri dengan menambah
pengorbanan pada dirinya sendiri. Pengorbanan tersebut terlihat pada ujaran ...Empat puluh, Waska, angka yang cukup banyak dan cukup baik, masihkah kau
menolak lamaranku, kehadiranku, cintaku..Waska, pada usiamu yang hampir seratus tahun seperti sekarang ini kau memerlukan seorang teman dalam
8
Ibid, h. 147
kekosonganmu, dalam kesunyianmu. Kalimat tersebut bermakna Bigayah yang telah lama menunggu cinta Waska, dia tetap setia menunggu dan bersedia
melayani serta menemani kekosongan Waska, walaupun Waska terus menolaknya.
9
Konteks
: Ujaran disampaikan oleh Ranggong kepada Waska. Waska berteriak memanggil Ranggong karena sakitnya bertambah kemudian Ranggong menjanjikan
untuk menyusul Borok. Tujuannya Agar Waska tidak berteriak lagi. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Waska : Berteriak Ranggong Matahari itu telah mengelincir tanpa
tanggung jawab dan aku dibiarkannya mengejarnya megap- megap.
Ranggong : Segera akan kususul Borok, Waska, segera.
9
Ranggong pun lari
Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong kepada Waska mematuhi maksim penerimaan, karena Ranggong memaksimalkan kerugian bagi dirinya sendiri dan
meminimalkan keuntungan bagi dirinya senidri dengan menambah pengorbanan pada dirinya sendiri. Pengorbanan tersebut terlihat pada kalimat Segera akan
kususul Borok, Waska, segera. Pada kata segera bermakna secepatnya, itu menyatakan bahwa Ranggong akan melakukan pekerjaannya secepatnya untuk
keuntungan orang lain Waska
10 Konteks
: Ujaran ini disampaikan oleh Jonathan kepada Waska. Jonathan mencoba terus mengajak Waska untuk berdamai dengan menawarkan minum teh.
Tujuannya untuk membujuk Waska supaya tidak melaksanakan impian gilanya. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Waska menyalakan cangklongnya Jonathan
: Sebenarnya aku sangat tersinggung sekali, tapi aku tahu kamu dalam keadaan tidak normal. Bagaimana kalau malam ini aku
usulkan teh teko ala Tegal.
10
Waska kelihatan naik-turun nafasnya
.
Jonathan
: Waska….
Waska ; Teriak Borok
Jonathan : Jangan keterlaluan. Saya akan pergi.
9
Ibid, h. 154
10
Ibid, h.. 195
Ujaran Jonathan mematuhi maksim penerimaan, karena Jonathan memaksimalkan kerugian pada dirinya sendiri dan meminimalkan keuntungan
bagi dirinya sendiri. Sebenarnya Jonathan tersinggung oleh Waska yang selalu mengusirnya dan menghina musiknya namun, Jonathan tetap mengajak Waska
untuk minum. Pemaksimalan kerugian tersebut terlihat pada kalimat ...Bagaimana kalau malam ini aku usulkan teh teko ala Tegal. Sebagai teman yang baik,
Jonathan kemudian mengajak Waska minum teh untuk melunakkan pikiran Waska.
3. Maksim Kemurahan KM
Ujaran dikatakan mematuhi maksim kemurahan jika ujaran tersebut memaksimalkan pujian atau rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan
cacian atau kecaman pada orang lain. Dalam pertuturan diharapkan tidak saling mencela dan mengejek. Seseorang yang mempunyai rasa hormat tinggi dan suka
memuji orang lain akan dianggap santun dan disenangi oleh orang lain. Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim kemurahan:
11
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Ranggong. Waska memuji Ranggong karena Ranggong adalah anak buahnya yang setia. Tujuannya untuk
memuji kesetiaan Ranggong. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Ranggong
: Ya, Waska.
Waska : Kamu gagah laksana golok. Tapi kamu juga indah laksana
fajar. Kamu memang golokku dan fajarku. Sudah berapa lama kamu menjadi perampok?
Ranggong : Tepatnya lupa, Waska. Seingat saya selepas sekolah dasarsaya
sudah mulai mencuri kecil-kecilan dan sekarang umur saya lebih empat puluh.
Waska : Pengalaman penjara?
Ranggong : Tiga kali tiga tempat.
Waska : Senior kamu, Ranggong. Dan itu artinya kamu bias mengambil
peran lebih besar dalam impian saya itu. Kawin?
Ranggong : Tidak, Waska, seperti kamu juga.
Waska : Sempurna. Kamu orang kedua setelah Borok. Persis seperti
saya impikan. Ya, ya. Kamu dan Borok seperti tangan kanan dan tangan kiri, seperti busur dan anak panahnya. Lengkap.
11
11
Ibid, h. 125-126
Ujaran yang diucapkan oleh Waska dikatakan memenuhi maksim kemurahan, karena Waska memaksimalkan pujian pada orang lain Ranggong. Pemaksimalan
pujian terlihat pada Kamu gagah laksana golok. Tapi kamu juga indah laksana fajar. Kamu memang golokku dan fajarku... Selanjutnya Waska terus memuji
Ranggong terlihat pada kata-kata Senior kamu Ranggong... dan terakhir Waska mengatakan kata sempurna untuk Ranggong. Pujian terus diucapkan oleh Waska
kepada Ranggong, berarti Waska memaksimalkan pujian pada orang lain Ranggong.
12 Konteks
: Ujaran disampaikan oleh Debleng kepada teman-temannya. Saat itu Waska dalam keadaan sakit dan semua anak buahnya memikirkan keadaaan Waska.
Tujuannya untuk memberi pujian kepada Waska dan memberi semangat kepada teman-temannya. Lokasi percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Japar : Kalau dia mati, siapa yang akan memimpin kita?
Debleng : Dia pemimpin lebih dari pemimpin. sedemikian besar
kharismanya, sehingga wajah serta kulitnya yang hitam berkilat memancarkan cahaya terang benderang bagaikan
wajah orang suci, wali-wali, wajah-wajah santun, bahkan laksana matahari.
12
Ujaran yang diucapkan oleh Debleng dikatakan mematuhi maksim kemurahan karena Debleng memaksimalkan pujian bagi orang lain dan
meminimalkan cacian bagi orang lain. Pujian diberikan Debleng kepada pemimpinnya yaitu Waska. Pemaksimalan pujian tersebut terliahat pada Dia
pemimpin lebih dari pemimpin. sedemikian besar kharismanya, sehingga wajah serta kulitnya yang hitam berkilat memancarkan cahaya terang benderang
bagaikan wajah orang suci, wali-wali, wajah-wajah santun, bahkan laksana matahari. Semua Ujaran yang diucapkan oleh Debleng bermakna pujian. Dari
ujaran tersebut terlihat jelas bahwa Debleng sangat menghormati pemimpinnya.
13 Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Ranggong kepada Waska. Waska mengerang kesakitan dan Ranggong terus menyemangati Waska. Tujuannya untuk memberi
semangat kepada Waska. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Ranggong : Tahan, Waska, Tahan
Waska : Akan saya tahan, akan saya tahan. Tak akan saya biarkan
putus nyawa saya dan saya pasti menang.
12
Ibid, h. 133
Ranggong : Kamu lebih tua, jauh lebih tua daripada saya, tapi kamu dalam
segala hal. Kamu adalah tauladanku. Kamu adalah cita-citaku. Kamu adalah panduku. Waska, kebangganku berkibar-kibar
setiap kali aku menatap garis-garis wajahmu yang tajam bagaikan mata pisau membara.
13
Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong dikatakan mematuhi maksim kemurahan, karena Ranggong berusaha memaksimalkan pujian kepada orang lain
dan meminimalkan cacian kepada orang lainWaska. Ketika Waska Sakit Ranggong terus menyemangati Waska dengan memberikan pujian agar Waska
terus bertahan melawan penyakitnya. Pujian tersebut dapat dilihat pada kalimat Kamu lebih tua, jauh lebih tua daripada saya, tapi kamu juga lebih kuat dalam
segala hal. Kamu adalah tauladanku. Kamu adalah cita-citaku. Kamu adalah panduku. Waska, kebangganku berkibar-kibar setiap kali aku menatap garis-
garis wajahmu yang tajam bagaikan mata pisau membara. Ujaran tersebut menunjukkan Ranggong sangat menghormati Waska dan berharap agar Waska
dapat bertahan melawan penyakitnya.
14
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Ranggong. Ranggong menjawab perkataan Waska, pertamanya Waska marah tetapi kemudian dia memuji
Ranggong. Tujuan Waska untuk memberi pujian kepada Ranggong biar bertambah semangatnya. Ujaran ini terjadi di gerbong tua.
Waska : Ini masalah detik. Ini hanya bisa diatasi kalau kamu
semua bisa mengalahkan detik.
Ranggong : Aku sanggup mengalahkan semua detik yang ada, Waska.
Waska : Siapa yang bicara itu? Siapa yang sesumbar itu?
Ranggong : Golokmu, Waska.
Waska : Ranggong, Golokku. Mendengar suaramu aku seperti baru
saja menghirup udara segar dan meneguk air pegunungan. Berangkatlah, anakku, segera
14
Ujaran yang ducapkan oleh Waska dikatakan mematuhi maksim kemurahan karena Waska memaksimalkan pujian bagi orang lain Ranggong dan
meminimalkan cacian pada orang lain Ranggong. Pemaksimalan pujian tersebut terlihat pada Ranggong, Golokku. Mendengar suaramu aku seperti baru saja
menghirup udara segar dan meneguk air pegunungan. Waska memuji anak
13
Ibid, h. 144-145
14
Ibid, h. 146
buahnya yaitu Ranggong yang selalu setia kepadanya. Waska menyatakan bahwa jawaban Ranggong memeri kesejukan bagi dirinya.
15 Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Buang kepada teman-temannya atau pengikut Waska. Debleng mengumpulkan semua orang karena Waska akan menyampaikan
impiannya atau rencananya. Tujuan Buang memuji Waska agar teman-temanya bersemangat mengikuti pidato Waska. Perkumpulan ini terjadi di tempat
pemakaman.
Debleng : Kumpul
Buang : Saudara-saudaraku, segeralah kumpul di alun-alun, maksud
saya di kompleks kuburan berbagai bangsa dan berbagai agama. Di atas tanah yang di dalamnya berisi leluhur kita itu
Waska pemimpin jempolan kita akan membagai-bagikan impian spektakuler dan kolosalnya dari ketentraman jiwa
kita.Kumpul saudara-saudara, kumpul. Hidangan supaya bawa sendiri masing-masing. Bagi mereka yang tidak sempat
mencuri makanan karena kesiangan dianjurkan supaya merampas saja. Jangan sekali-kali mengemis. Mengemis itu
haram. Kumpul saudara, kumpul leluhur kita, baik yang di bawah tanah maupun di atas tanah telah menanti dengan
setumpukan novelnya yang terbaru.
Debleng : Kumpul Kumpul Penjelasan sudah cukup, saya tidak perlu
lagi menjelaskan. Kumpul
15
Ujaran yang diucapkan oleh Buang mematuhi maksim kemurahan, karena Buang memaksimalkan pujian pada orang lain dan meminimalkan cacian pada
orang lain. Pujian atau penghargaan itu diberikan oleh Buang kepada pemimpinnya yaitu Waska. Pemaksimalan pujian tersebut terlihat pada ...Waska
pemimpin jempolan kita akan membagai-bagikan impian spektakuler dan kolosalnya dari ketentraman jiwa kita. Ujaran tersebut disampaikan oleh Buang
dihadapan teman-temannya untuk mengumpulkan teman-temannya, pujian yang dituturkan menandakan rasa hormat terhadap pemimpinnya.
16 Konteks
: Ujaran ini disampaikan oleh Waska kepada Seniman Jonathan. Waska memperkenalkan sahabatnya kepada pengikutnya dengan memberikan pujian
kepada Jonathan. Tujuannya untuk memuji Jonathan yang hadir di acara perkumpulan Waska dan pengikutnya.
15
Ibid, h. 158
Waska : Anak-anakku, perkenalkanlah sahabatku, Jonathan, seniman. Ia
adalah seniman abad ini. Ia adalah universalis. Semua kota telah dihirupnya dan sebaliknya kota-kota itu juga telah
menghirup ciptaan-ciptaan seninya yang memang lezat. Sebagai tanda seorang universalis ia telah memasang hampir
semua lambang berbagai Negara pada jaketnya yang berlabel
levi’s, meskipun buatan Pulogadung. Silakan duduk, sahabatku.
Seniman : Terima kasih.
Waska : Berbeda dengan seniman dahulu kala, yang biasanya hidup
dikalangan para pangeran dan bangsawan seperti raja-raja, maka Jonathan telah memilih gerombolan kita sebagai
lingkungannya serta sumber-sumber ciptaannya. Tepuk tangan untuk Jonathan, anak-anakku.
16
Ujaran yang diucapkan oleh Waska dikatakan mematuhi maksim kemurahan, karena meminimal cacian pada orang lain dan memaksimalkan pujian pada orang
lain Seniman. Pemaksimalan pujian pada orang lain itu terlihat pada kalimat …Ia adalah seniman abad ini. Ia adalah universalis. Semua kota telah dihirupnya
dan sebaliknya kota-kota telah menghirup ciptaan-ciptaan seninya yang memang lezat. Kalimat ciptaan seninya yang memang lezat mengandung makna bagus.
Dan penghargaan juga diberikan oleh Waska dengan menyuruh anak buahnya bertepuk tangan buat temannya tersebut. Penghargaan tersebut terlihat pada ...
tepuk tangan untuk Jonathan. Terlihat Waska sangat menghargai dan menghormati tamunya.
17
Konteks
: Ujaran ini disampaikan oleh Gagah kepada Embah Putri. Gagah meminta izin pulang kepada Embah Putri dan memuji keahlian Embah Putri.
Tujuannya Gagah memuji Embah Putri untuk meyakinkan Embah putri bahwa dirinya sudah mantap dengan pendiriannya. Percakapan ini terjadi di rumah Embah
Putri.
Gagah : Saya permisi pulang sekarang saja, Mbah.
Embah Putri: Bagaimana keputusanmu. Nak?
Gagah : Tetap pada pikiran pertama, Mbah.
Embah Putri:Kamu terlalu banyak membaca buku-buku tragedi. Tapi
Embah sudah membuka segala macam kemungkinan dan kerangka berfikir yang lain kepadamu, jadi Embah serahkan
saja semuanya kepada kamu sendiri.
Gagah : Embah memang kaya, tapi aku mantap sudah.
Embah Putri : Sudah kalau begitu. Hati-hati di jalan.
16
Ibid, h. 161
Gagah : Baik, Mbah.
17
Ujaran yang diucapkan oleh Gagah mengandung maksim kemurahan karena memaksimalkan pujian pada orang lain dan mengurangi cacian pada orang lain.
Maksim kemurahan itu terlihat pada kalimat Embah memang kaya. Kaya yang dimaksud oleh Gagah bukan kaya harta namun kaya ilmu dan keahlian dalam
menolong orang lain. Pada kalimat tersebut Gagah memberikan pujian pada Embah dengan mengatakan Embah seorang yang kaya. Pujian tersebut merupakan
penghargaan yang diberikan Gagah karena Embah telah menolongnya.
18
Konteks
: Ujaran ini disampaikan oleh Embah kepada Embah Putri. Embah putri sedang menangis. Tujuan Embah untuk menghibur Embah Putri agar tidak
bersedih. Percapakan ini terjadi di rumah Embah Putri.
Embah : Senyum, sayang, karena dengan senyum, kuntum-kuntum
bunga akan lebih semarak mekarnya.
Embah putri tersenyum Embah
: Kecantikanmu telah menggetarkan keindahan pagi hari.
18
Ujaran yang dikatakan Embah sebagai penutur dikatakan mematuhi maksim kemurahan dan mitra tuturnya Embah Putri juga mematuhi maksim kemurahan.
Karena memaksimalkan pujian dan meminimalkan cacian pada orang lain. Pemaksimalan pujian yang diberikan Embah terlihat pada Kecantikanmu telah
menggetarkan keindahan pagi hari. Embah begitu begitu romantisnya terhadap istrinya. Dengan pujian yang diberikan oleh Embah dibalas oleh Embah Putri
dengan Kamu betul-betul penghibur sejati. Reaksi keduanya saling memberikan pujian berarti Embah dan Embah Putri sama-sama memenuhi maksim kesantunan
kemurahan.
19 Konteks
: Uajaran ini disampaikan oleh Bigayah kepada Waska. Waska, Bigayah dan teman-teman Waska yang lain sedang bergembira, atas kemenangan
tersebut bigayah memuji Waska. Tujuan memberikan pujian kepada Waska. Ujaran ini terjadi di tempat berkumpulnya Waska dan teman-temannya.
Bigayah : Setiap detik, Kamu makin gagah, Waska.
Waska : Kita menang, Gayah.
Ranggong
: Kita menang, Borok.
19
17
Ibid, h. 173]
18
Ibid
19
Ibid, h. 186
Ujaran yang diucapkan oleh Bigayah tersebut dikatakan memenuhi maksim kemurahan, karena memaksimalkan pujian bagi orang lain Waska dan
meminimalkan cacian pada orang lain. Pemaksimalan pujian terlihat pada ...kamu makin gagah, Waska. Bigayah memuji Waska dengan mengatakan Waska
semakin bertambah gagah, karena telah berhasil melaksanakan rencananya.
4. Maksim Kerendahan Hati KH
Ujaran dikatakan mematuhi maksim kerendahan hati apabila memaksimalkan cacian pada diri sendiri dan meminimalkan pujian pada diri sendiri. Seseorang
dikatakan santun jika ia tidak membanggakan dirinya atau pamer kepada orang lain.
Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim kerendahan hati:
20 Konteks
: ujaran ini disampaikan oleh Waska kepada Bigayah. Waska tidak ingin bertemu Bigayah kemudian waska bersembunyi namun Bigayah terus
memanggilnya. Tujuan Waska merendahkan dirinya agar Bigayah meninggalkan dirinya. Ujaran ini tejadi digerbong tua.
Bigayah : Jangan bersembunyi, Waska, jangan bersembunyi. Biar saja
polisi-polisi dan kantib menangkap kita asalkan kita bisa tetap bercinta. Biarkan kita terjaring Team Penertiban Kota seolah
kita terjaring Dewi Ratih dan Kamajaya. Waska, nasib buruk, kesialan, kemelaratan dan penyakit jangan pula kita biarkan
memusnahkan cinta kita. Melarat sudah, penyakit sudah, tapi janganlah kita dimakan kebencian.
Waska :Dari suatu tempat yang fantastis jauhnya. Aku tidak
bersembunyi, aku bertapa, aku bersemedi, aku sedang menghitung jumlah semut yang pernah ada dan jumlah tarikan
nafas saya selama ini. Jangan dekati saya. Kalau cintamu tidak atau belum mendapatkan balasan dari hatiku adalah karena
fikiranku yang jahanam serta penuh kepogahan, yang adalah bagaikan putra Nuh nan durhaka.
20
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan mematuhi maksim kerendahan hati karena Waska memaksimalkan cacian atas dirinya sendiri dan
meminimalkan pujian bagi dirinya sendiri. Pemaksimalan cacian terlihat pada ...Jangan dekati saya. Kalau cintamu tidak atau belum mendapatkan balasan dari
hatiku adalah karena fikiranku yang jahanam serta penuh kepogahan, yang
20
Ibid, h. 149
adalah bagaikan putra Nuh nan durhaka. Ujaran Waska mengatakan dirinya pongah dan bagaikan putra Nuh nan durhaka mengandung makna kalau dia
seorang yang jahat. Hal tersebut menyatakan kalau dia merendahkan dirinya terhadap Bigayah, agar Bigayah tidak mengejarnya lagi.
21 Konteks
: Ujaran ini diucapkan oleh Embah kepada Ranggong dan Borok. Mengenai obat yang akan mereka cari buat Waska, apakah mereka sanggup
mengambil jantung bayi. Tujuannya Embah ingin bertanya apakah mereka sanggup melakukakanya. Percakapan ini terjadi di rumah Embah Putri.
Borok : Modar
Ranggong : Tega, Mbah
Embah Putri: Kalian memang terlalu gagah. Dan Embah tak punya daya
apa-apa kecuali hanya mengemukakan segala sesuatunya. Sayang sekali tapi beginilah lakonnya.
Ranggong : Terima kasih, Mbah, permisi.
Borok : Permisi, Mbah. Terimakasih.
21
Ujaran yang diucapkan oleh Embah Putri di atas dikatakan mematuhi maksim kerendahan hati karena meminimalkan pujian pada diri sendiri. Embah Putri
merendah seakan-akan dia bukan siapa-siapa padahal dia adalah seorang dukun yang sakti. Peminimalan pujian pada diri sendiri terlihat pada ...Dan Embah tak
punya daya apa-apa kecuali hanya mengemukakan segala sesuatunya. Ujaran Embah tersebut menunjukkan kerendahan hati Embah putri yang tidak
membanggakan dirinya kepada tamunya. Padahal semua orang tahu kalau Embah adalah seorang dukun yang sakti.
5. Maksim Kecocokan KC
Ujaran atau tuturan dikatakan santun apabila memaksimalkan kesesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan meminimalkan ketidaksesuaian dengan
orang lain. Apabila antara penutur dan mitra tutur terdapat kecocokan dan kemufakatan maka, masing-masing dari mereka dapat dikatakan bersikap santun.
Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim kesetujuan:
22
Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Ranggong kepada Waska. Waska
merencanakan akan merampok secara besar-besaran dan Ranggong menyetujui
21
Ibid, h. 175
rencana yang dibuat Waska tersebut. Tujuannya menyetujui rencana Waska. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Waska : Ranggong, sejak muda saya memimpikan memimpin operasi
besar secara simultan. Seluruh penjuru kota kita serang, kita rampok. Habis-habisan. Paling sedikit 130 bank yang ada, 400
pabrik, 2000 perusahaan menengah dan kecil dan ribuan toko- toko dan warung-warung yang ada di kota ini akan kita gedor
secara serempak. Mendadak. Pasti. Pasti menetas impian tua saya ini. Jumlah kita, anak-anak lapar dan dahaga sudah
menjadi rongga mulut raksasa yang akan mengancam keheningan langit. Kehadiran kita yang bersama ini akan
menggetarkan para nabi dan para malaikat. Senyum dan pandangan yang memancarkan impian pada wajah rangong
seolah menyebabkan tubuhnya membeku untuk beberapa saat.
Waska : Kamu suka rencana itu?
Ranggong : Suka sekali, Waska, suka sekali. Sekarang bahkan saya sudah
membayangkan bagaimana saya melaksanakan tugas-tugas saya.
22
Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong dikatakan mematuhi maksim kesetujuan karena, memaksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang
lain. Ranggong setuju dengan ide Waska yang merencanakan perampokan besar- besaran. Persetujuan Ranggong terlihat pada kalimat Suka sekali, Waska, suka
sekali. Sekarang bahkan saya sudah membayangkan bagaimana saya melaksanakan tugas-tugas saya. Ranggong langsung mengatakan suka dengan ide
Waska dan bahkan ia sudah membayangkan tugasnya nanti. Dari jawaban tersebut yang setuju dengan rencana Waska terlihat jelas Ranggong anak buah yang patuh
terhadapn bosnya. Anak buah yang patuh akan terlihat santun kepada bosnya.
23 Konteks
: ujaran diucapakan oleh Semar kepada Nabi. Semar setuju dengan Nabi, bahwa di dunia ini tidak ada yang milik dirinya sendiri. Tujuannya meyatakan
kesetujuannya dengan pendapat Nabi. Percakapan ini terjadi di atas panggung.
Semar : Maaf, apa Tuanku diri saya milik diri saya semata-mata?
Nabi : Tentu saja tidak.
Semar : Kalau begitu kita sependapat. Dan lebih dari itu saya hampir
mutlak percaya, bahwa tidak seorangpun di dunia ini, baik yang di bawah tanah, di atas tanah maupun di balik langit,
yang mutlak milik dirinya semata-mata. Kalau ada orang yang merasa, bahwa dirinya adalah mutlak miliknya semata, pastilah
22
Ibid, h. 126
orang itu sedang menyadari kedudukannya, yang ternyata tidak seperti yang diucapkan mulutnya.
23
Ujaran yang diucapkan oleh Semar merupakan pematuhan maksim kesetujuan karena, Semar memaksimalkan persesuaian dengan orang lain Nabi
dan meminimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain. Kesetujuan tersebut terlihat pada kalimat Kalau begitu kita sependapat.... kata sependapat yang
diucapkan Semar menyatakan iya semufakat atau setuju dengan yang diiucapkan oleh Nabi. Kesetujuan Semar dengan penadapat Nabi tersebut menyatakan
kesantunannya terhadap pendapat seseorang karena tidak menentang pendapat orang lain tersebut.
24 Konteks
: ujaran ini disampaiakn oleh Ranggong kepada Borok. tentang dimana mereka menemukan bayi untuk diambil jantungnya. Tujuannya menanyakan
kepada Borok bagaimana mendapatkan jantung bayi.
Ranggong : Di mana kita bisa mendapatkan bayi sebanyak yang kita
perlukan?
Borok : Gampang. Kenapa itu kamu tanyakan? di kuburan kita juga
bisa dapat.
Ranggong : Di kuburan? Ide bagus.
Borok : Kalau setuju ayo segera kita turun.
24
Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong mematuhi maksim kesetujuan karena, memaksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan
meminimalkan ketidaksesuaian antara orang lain dan diri sendiri. Persesuaian tersebut terlihat pada kalimat ...Ide bagus diucapkan Ranggong ketika Borok
mengusulkan untuk mencari bayi dikuburan. Dan Ranggong mengatakan ide Ranggong bagus, itu bermakna kalau Ranggong setuju dengan ide temannya
tersebut.
25 Konteks
: ujaran diucapkan oleh Ranggong dan Borok kepada Waska. Mereka membicarakan tentang kehidupan yang sudah mereka lakukan. Tujuannya
menayakan kesetujuan dengan apa yang diucapkan oleh Waska. Percakapan ini terjadi di tepi pantai.
Waska : Semuanya sudah kita lakukan.
Ranggong : Ya.
Borok : Ya.
Waska : Cuma mati yang belum.
23
Ibid, h. 158
24
Ibid, h. 178
Ranggong : Ya. Ya.
Borok : Kita bunuh diri saja, Pak?
Ranggong : Yuk.
Waska : Bunuh diri
Borok : Ya.
Waska : Ide yang bagus. Yuk.
25
Ujaran yang diucapkan oleh Borok dan Waska tersebut di atas dikatakan mematuhhi maksim kesetujuan, karena mereka memaksimalkan persesuaian
dengan orang lain dan meminimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain. Borok dan Waska menyetujui ide dari temannya Ranggong untuk mengakhiri hidup
mereka maka mereka bunuh diri saja. Persetujuan itu terlihat pada kata Ya yang diucapkan olen Borok dan Waska menyahutnya dengan berkata Ide yang bagus.
Yuk. 26
Konteks
: ujaran ini disampaiakn oleh Ranggong dan Waska kepada Borok. Tentang ide Borok yang mengajak terjun ke jurang untuk mengakhiri hidup mereka.
Tujuannya menyetujui pendapat Borok. Percakapan ini terjadi di tepi pantai.
Borok : Nasib kita betul-betul nggak baik.
Waska : Ada ide baru?
Borok : Kita terjun saja ke jurang.
Ranggong : Ya, kita naik ke bukit itu lalu kita terjun bebas.
Waska : Sebentar berfikir Yuk
26
Ujaran yang diucapkan oleh Ranggong dan Waska mematuhi maksim kesetujuan karena mereka memaksimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan
orang lain dan meminimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain. Persetujuan itu terlihat pada kalimat Ya, kita naik ke bukit itu lalu kita terjun bebas, yang
diucapkan oleh Ranggong dan Waska berkata Yuk. Waska dan Ranggong setuju dengan Borok yang mengajak mereka terjun ke jurang saja untuk mengakhiri
hidup mereka.
6. Maksim Simpati KS
Ujaran dikatakan mematuhi maksim simpati apabila memaksimalkan simpati antara diri sendiri dengan orang lain dan meminimalkan antipati antara diri sendiri
dengan orang lain. Seseorang dikatakan santun apabila dia ikut berbelasungkawa
25
Ibid, h. 205
26
Ibid, h. 207
jika orang lain mendapatkan musibah dan mengucapkan selamat atas keberhasilan atau keuntungan orang lain.
Berikut penggalan ujaran yang mematuhi maksim simpati: 27
Konteks : ujaran ini diucapkan oleh Debleng. Tentang meninggalnya salah satu
temannya Engkos karena dianiaya oleh Waska dan teman-temannya. Tujuannya untuk mendoakan Engkos agar diterima disisi tuhan. Ujaran ini terjadi di tempat
perkumpulan Waska.
Debleng : Betapapun hinadinanya orang yang dalam kubur ini, tuhan,
namun terimalah ia. Barangkali ia hanyalah serbuk kayu, barangkali ia hanyalah arang, barangkali ia hanyalah daki,
barangkali ia hanyalah karat pada besi tua, namun tak bisa dipungkiri ia adalah milikMu, makhlukMu, maka terimalah ia
kembali dalam rahasiaMu. Kejahatan yang telah dilakukan orang dalam kubur ini betul-betul kelewatan, Tuhan. Ia telah
menghina dirinya habis-habisan. Sekali lagi, Tuhan, terimalah ia karena Engkau pun tahu kami tak bisa menyimpannya.
Amien.
27
Ujaran yang diucapkan oleh Debleng tersebut dikatakan mematuhi maksim simpati karena, memaksimalkan simpati antara diri sendiri dengan orang lain dan
meminimalkan antipati pada orang lain. Debleng mendoakan temannya yaitu Engkos agar arwahnya diterima disisi Tuhan, Debleng bersimpati atas kematian
Engkos. Pemaksimalan simpati tersebut terlihat pada Betapapun hinadinanya orang yang dalam kubur ini, Tuhan, namun terimalah ia. Dengan doa yang
diucapkan oleh Debleng untuk Engkos tersebut terlihat jelas bahwa Debleng ikut berbelasungkawa atas kematian temannya.
Analisis temuan-temuan penggalan ujaran yang melanggar maksim kesantunan
1. Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan PKB
Pelanggaran maksim kebijaksanaan terjadi apabila penutur meminimalkan keuntungan bagi orang lain dan memaksimalkan kerugian bagi orang lain.
27
Ibid, h. 124
Pelanggaran terjadi karena penutur tidak peduli dengan orang lain dan lebih mementingkan dirinya sendiri.
Berikut penggalan ujaran yang melanggar maksim kebijaksanaan :
28 Konteks
: Ujaran ini diucapkan oleh Waska kepada Engkos. Tentang pertanyaan Engkos yang membuat Waska marah. Tujuannya untuk melampiaskan
kemarahannya. Ujaran ini terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Waska : Tanya apa kamu?
Engkos
: Tanya….
Waska : Cuah
28
Ujaran yang diucapkan Waska tersebut di atas dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan, karena memaksimalkan kerugian kepada orang lain dan
meminimalkan keuntungan kepada orang lain Engkos. Waska memarahi Engkos dan belum sempat Engkos menjawab Waska sudah meludahinya hal tersebut
merugikan Engkos, karena Engkos pasti merasa tersingung dengan perlakuan Waska tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada ujaran Waska Tanya apa kamu?
Dan Cuah Seharusnya Waska mendengarkan penjelasan dari anak buahnya.
29
Konteks
: Ujaran disampaikan oleh Empat kepada Gustav. Gustav mengucapkan kata-kata seakan-akan Waska benar-benar telah mati sehingga
membuat Empat marah. Tujuannya memarahi Gustav agar Gustav tidak berkata sembarangan. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Gustav : Tuhan Maha Kuasa. Dari tanah kembali ke tanah.
Empat :Marah Jangan omong sembarangan, Gustav. Dia belum mati.
Gustav : Maaf, buang, saya hilap. Soalnya, kalian bersedih sedemikian
rupa sehingga kayaknya Waska sudah jadi mayat.
Ranggong : Berhentilah menangis, berhentilah menangis.
29
Ujaran yang diucapkan oleh Empat tersebut dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan, karena meminimalkan keuntungan kepada orang lain dan
memaksimalkan kerugian kepada pada orang lain. Empat memarahi Gustav, tindakkan tersebut merugikan Gustav karena Empat memarahi Gustav di depan
orang banyak dan itu dapat mempermalukan Gustav. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan tuturan Marah Jangan omong sembarangan, Gustav. Dia
belum mati.
28
Ibid, h. 120
29
Ibid, h. 134
30 Konteks
: ujaran disampaikan oleh Bigayah kepada Satu. Tentang permintaan Satu yang meninta Bigayah agar jangan berbicara keras-keras namun, Bigayah
memarahi Satu, Tujuannya memarahi Satu dan memberi tahu Satu bahwa Bigayah yang berkuasa di tempat tersebut. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Satu : Maaf, Bigayah, bicaranya jangan keras-keras.
Bigayah : Apa? Jangan keras-keras? kamu siapa? Hansip baru? Tukang
beca baru? Copet baru? Garong baru? Tamu baru? Seniman Baru?
Satu : Saya tukang pijat baru, Bigayah.
Bigayah : Ya, tapi barukan?
Satu : Baru satu bulan, Bigayah.
Bigayah : Tapi kok situ berani melarang saya bicara keras padahal bicara
keras itu adat saya dan di stasiun tua ini adat serta kepribadian sangat dijunjung tinggi? Kok berani?
Satu
: Saya berani karena…
30
Ujaran yang diucapkan Bigayah tersebut dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan, karena memaksimalkan kerugian pada orang lain dan
meminimalkan keuntungan kepada orang lain Satu. Bigayah diberitahu oleh Satu jangan berbicara keras tetapi dia memarahi Satu. Ujaran Bigayah tersebut
terlihat pada Apa? Jangan keras-keras? kamu siapa? Hansip baru? Tukang beca baru? Copet baru? Garong baru? Tamu baru? Seniman Baru? Bigayah terus
bertanya karena dia tidak terima ada orang melarangnya. Selanjutnya ...bicara keras itu adat saya dan di stasiun tua ini adat serta kepribadian sangat dijunjung
tinggi? Kok berani? Bigayah merasa dia punya kuasa, jadi tidak ada yang boleh melarangnya. Walaupun tindakkannya merugikan orang lain.
31
Konteks : Ujara diucapkan oleh Ranggong dan Debleng kepada Bigayah.
Tentang Bigayah yang menangisi Waska karena tidak menghiraukannya. Tujuannya menyindir Bigayah dan agar tidak berlarut-larut menangisi Waska. Percakapan ini
terjadi di gerbong tua.
Bigayah : Tujuh hari tujuh malam sudah saya menangis meraung-raung
bagaikan seekor kucing betina disuatu wuwungan rumah tua kala dinihari yang dingin dan sepi. Tujuh hari tujuh malam
sudah sehingga saya persiapkan segala sesuatunya, asam sianida, air keras, silet, pil tidur, belati, pistol, bahkan tali
plastik merah untuk sewaktu-waktu diperlukan kalau-kalau saya bermaksud bunuh diri.
Debleng
: Sampai sebegitu jauhkah tekad percintaan pasangan tua kayak kalian.
30
Ibid, h. 142
Bigayah : Cinta tak pernah kenal akan usia.
Ranggong :Tapi Bigayah, mendengar rencana-rencanamu yang serem
begitu, apakah tidak akan membuat keadaan kesehatan Waska semakin parah. Membuat jiwa Waska semakin tersiksa
sehingga bisa mengakibatkan semakin rawan tali nyawanya dan gampang putus.
31
Ujaran yang diucapkan oleh Debleng di atas dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan karena meminimalkan keuntungan kepada orang lain Bigayah.
ketika Bigayah sedang menangis dan mengadukan tentang Waska yang tidak mau menerimanya, Debleng malah mempertanyakan tentang tekad cintanya yang
menurutnya sudah tidak pantas lagi karena sudah tua. Tuturan tersebut dapat dilihat Sampai sebegitu jauhkah tekad percintaan pasangan tua kayak kalian.
Perkataan Debleng tersebut dapat menyinggung perasaan Bigayah karena pertanyaan yang diajukan Debleng seakan mengkritik dirinya.
32
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Borok kepada Ranggong. Mereka berdua ingin membangunkan Embah yang sedang tidur. Tujuannya membangunkan Embah
untuk meminta pertolongan. Percakapan ini terjadi di rumah Embah.
Ranggong : Pulas sekali tidurnya. Kasian dia kalau kita bangunkan.
Borok : Kalau tunggu sampai besok barangkali Waska keburu mati
dulu.
Ranggong : Itu dia.
Borok : Itu dia, kita bangunkan saja monyet tua itu.
Ranggong : Ya, kalau dia bangun, kalau malah dia yang mati karena
kaget?
Borok : Modar Mana ada orang berilmu dan sakti pake kaget
segala. Ayolah jangan berdebat.
Ranggong : Jangan terlalu kasar tapi.
32
Ujaran yang diucapkan oleh Borok di atas dikatakan melanggar maksim kebijaksanaan karena memaksimalkan kerugian kepada orang lain Embah dan
meminimalkan keuntungan bagi orang lain. Borok akan membangunkan Embah yang sedang tidur. Ujaran tersebut dapat di llihat pada Itu dia, kita bangunkan
saja monyet tua itu. Membangunkan orang yang sedang tidur berarti menganggu ketenangan orang lain, hal tersebut dianggap tidak santun. Ditambah lagi dengan
menggunakan kata-kata kasar yang mengatakan monyet tua.
31
Ibid, h. 150
32
Ibid, h. 166
33
Konteks : Ujaran diucapka oleh Borok kepada Jurukunci dan anaknya. Borok
ingin mencari kuburan bayi tiba-tiba Borok bertemu dengan Jurukunci. Tujuannya untuk mengancam Jurukunci dan anaknya
. Percakapan ini terjadi di kuburan.
Jurukunci : Jangan kaget, Nak. Kalau mendengar suara Babeh yakin ini
suara arwah.
Borok : Jangan macam-macam. Kalian bisa modar.
Jurukunci
: Wah, ini pasti calon pencuri.
Borok : Kami biangnya. Berdiri dan jangan banyak mulut.
33
Ujaran yang diucapkan oleh Borok tersebut dikatakan melanggar maksim kebijkasanaan, karena memaksimalkan kerugian pada orang lain dan
meminimalkan keuntungan bagi orang lain Jurukunci. Borok berteriak kepada Jurukunci hingga membuatnya kaget. Dan Borok juga megancam Jurukunci. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan jangan macam-macam. Kalian bisa modar dan ... Berdiri dan jangan banyak mulut. Ancaman yang dilakukan Borok membuat
Jurukunci ketakutan, berarti membuat kerugian bagi Jurukunci.
2. Pelanggaran Maksim Penerimaan MP
Pelanggaran maksim penerimaan terjadi apabila peserta tutur memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri.
Pelanggaran petuturan terjadi akibat tidak adanya rasa hormat terhadap orang lain, sehingga mengakibatkan seseorang lebih mementingkan dirinya sendiri.
Berikut penggalan ujaran yang melanggar maksim penerimaan:
34
Konteks
: Ujaran ini diucapkan oleh Waska. Waska tidak tahan lagi menahan sakitnya, kemudian dia berteriak memanggil Borok untuk menanyakan jamu yang
dijanjikannya. Tujuannya agar borok cepat datang memberikan obatnya. Ujaran ni terjadi di gerbong tua.
Waska : Saya tidak pernah takut mati. Masalahnya saya tidak pernah
mau mati. Berseru Borok
Semua tidak tahu apa mesti menyahut Waska
: Bangsat kamu Borok Di mana kamu Borok? Kalau kamu berani mengingkari janji atau berbohong, saya tidak akan
berfikir dua kali untuk merobek mulut dan matamu Borok
Ranggong : Dia baru saja pergi mengambil jamu yang dijanjikannya,
Waska
.
34
33
Ibid, h. 180
34
Ibid, h. 145
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut di atas dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan
meminimalkan kerugian bagi diri sendiri. Waska menagih jamu, tetapi Waska memaki Borok dalam ucapannya. Hal tersebut terlihat pada Bangsat kamu Borok
Di mana kamu Borok kalau kamu berani mengingkari janji atau berbohong, saya tidak akan berfikir dua kali untuk merobek mulut dan matamu Dalam
kalimat tersebut Waska terus mengancam borok jika Borok tidak dapat memberikannya jamu. Berarti Waska memaksimalkan keuntungan bagi dirinya
sendiri.
35 Konteks
: Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Bigayah. Bigayah datang menemui Waska tetapi Waska tidak suka mendengar suara Bigayah hingga
mengeluarkan kata-kata kasar. Tujuannya agar Biagayah pergi meninggalkannya. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Bigayah : Dari jauh Ya, Waska, Bigayahmu.
Waska : Wadow, wadow. Saya minta berhenti kamu memanggil-
manggil.
Bigayah : Sudah hampir empat puluh tahun aku dirundung cinta suci
atasmu, Waska, masihkah kau menampik?
Waska : Aku mohon, aku mohon janganlah engkau memperdengarkan
suaramu. Frekuensi suaramu sedemikian rupa menyebabkan gendang telingaku terluka dan jantung melipatkan debarannya
tujuh ribu kali per detik. Aku mohon, Bigayah, aku mohon.
35
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena Waska memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan
meminimalkan kerugian pada diri sendiri. Hal ini karena Waska tidak menginginkan kehadiran Bigayah, sehingga Waska mengatakan suara Bigayah
dapat membunuhnya. Hal ini terlihat pada Aku mohon, aku mohon janganlah engkau memperdengarkan suaramu. Frekuensi suaramu sedemikian rupa
menyebabkan gendang telingaku terluka dan jantung melipatkan debarannya tujuh ribu kali per detik. Ujaran yang diucapkan Waska mengatakan gendang
telinganya terluka dan jantungnya melipat debarannya merupakan kata sindirian untuk Bigayah menyatakan suara Bigayah jelek atau sumbang.
35
Ibid, h. 146
36
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Borok kepada Japar. Borok terus berkata modar kemudian Japar bertanya perihal kata modar tersebut, tetapi Borok malah
marah. Tujuan melampiaskan kemarahannya terhadap Japar. Percakapan ini terjadi di tempat perkumpulan Waska dan teman-temannya.
Borok : Modar Modar
Japar : Nggak bisa prei modar modarnya
Borok : Gua ledakin Gua ledakin
Ranggong : Jangan sekarang, Borok.
Borok : Modar Modar
36
Ujaran yang diucapkan oleh Borok di atas dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan
meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Borok ditanya oleh Japar perihal kata-kata dia yang selalu berkata modar, Tetapi borok malah marah. Hal ini dapat
dilihat pada ,Gua ledakin Gua ledakin Borok tidak mempedulikan orang disekitarnya, dia hanya mempedulikan dirinya sendiri.
37
Konteks
: Ujaran ini disampiakan oleh Anak kecil kepada Semar. Tentang perintahnya kepada Semar untuk segera memainkan adegan selanjutnya. Tujuannya
untuk emminta Semar melanjutkan adegan selanjutnya. Percakapan ini terjadi di atas panggung.
Anak Kecil : Oom Semar, cepetan dong.
Semar : Cerewet-permisi, Tuanku-Emangnya penonton saja
yang boleh mengaso dan ngobrol.
Anak Kecil : Oom sendiri bilang penonton adalah raja.
Semar : Nggak ada raja. Yang ada penonton dan pemain, atau
sebaliknya. Nah, ayo, kamu mulai, mulai
37
Ujaran yang diucapkan oleh Anak kecil di atas dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan
meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Anak kecil meminta Semar untuk memulai adegan selanjutnya hal ini terlihat pada Oom Semar, cepetan dong.
Ujaran Anak kecil tersebut mengandung makna memerintah. Selanjutnya ujaran Anak kecil yang mengatakan Oom sendiri bilang penonton adalah raja
mengandung makna kalau dia adalah raja dan perintah raja harus dipatuhi. Ujaran anak kecil tersebut dikatakan tidak santun , karena memerintah dan mengkritik
orang lain yang lebih tua darinya.
36
Ibid, h. 157
37
Ibid, h. 159
38
Konteks
: ujaran disampaikan oleh Embah kepada Ranggong. Ranggong meminta pertolongan kepada Embah tapi Embah malah tidak peduli. Tujuannya
untuk memita pertolongan Embah. Percakpan ini terjadi di rumah Embah.
Ranggong : Ya, Embah, tolonglah kami. Berikanlah jamu itu. Nyawa
Waska sudah getas sekali. Beberapa detik saja Embah terlambat menolong putuslah semuanya.
Embah : Kenapa? Kenapa kalau putus? Dan apa benar putus? Apa kamu
tahu? Putus? Begitu? Orang-orang macam kalianlah yang membuat hidup ini jadi bising. Sekarang aku minta supaya
kalian jangan lagi mengusik tidurku. Malam sudah larut. Aku harus tidur.
38
Ujaran yang diucapkan oleh Embah di atas dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena Embah memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan
meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Embah tidak mempedulikan tamu yang minta tolong kepadanya, hal ini terlihat pada Sekarang aku minta supaya
kalian jangan lagi mengusik tidurku. Malam sudah larut. Aku harus tidur. Ujaran Embah tidak santun, karena tamu seharusnya dilayani, tetapi Embah malah
membiarkannya.
39
Kontes
: Ujaran ini disampaikan oleh Waska kepada Jonathan. Waska terus berpidato kepada pengikutnya, tiba-tiba Jonathan memotong pidato Waska.
Tujuannya untuk menyampaikan kepada Jonathan bahwa banyak orang yang bergantung kepadanya. Percakapan ini terjadi ditempat perkumpulan Waska
Waska : Jangan main-main, Jonathan, gua lagi serius.
Jonathan : Gue juga serius. Lu yang nggak serius.
Waska
: Aku bisa membunuh dia. Aku marah.
Ranggong : Jangan hiraukan, Waska, sahabatmu itu sedang mabuk.
Borok : Modar Modar
Waska : Kami bertiga bagaikan trisula yang berkarat yang digenggam
bermilyar tangan lapar dan dahaga, lapar dan lapar jiwa.
39
Ujaran yang diucapkan oleh Waska di atas dikatakan tidak santun karena memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri dan meminimalkan kerugian bagi
diri sendiri. Waska mengancam Jonathan, hal ini dapat dilihat pada Jangan main- main, Jonathan, gua lagi serius. Waska semakin marah dan mengancam kembali,
terlihat pada Aku bisa membunuh dia. Aku marah. Ujaran Waska mengancam
38
Ibid, h. 169
39
Ibid, h. 188
orang lain dikatakan tidak santun, karena Waska memaksimalkan kemarahannya yang dapat merugikan orang lain.
40
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Jonathan. Jonathan berusaha menyadarkan Waska atas sikapnya yang salah, tetapi Waska malah membantahnya.
Tujuannya untuk memberhentikan Jonathan menasehatinya. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Jonathan
: Begini, Waska bagaimanapun perbuatan jahat…
Waska : Berhentilah kamu nyap-nyap. Akuilah sebenarnya kamu tidak
berfikir. Sekarang dengarkan pokok-pokok pikiran saya. Aku sampai pada kesimpulan bahwa pada hakekatnya semua orang
jahat, atau sebaliknya semua orang baik. Karenanya apa pun yang dilakukan orang adalah jahat tapi juga sebaliknya adalah
baik. Jadi apa pun yang kulakukan adalah jahat dan baik juga seperti apa yang dilakukan guru taman kanak-kanak. Tetapi
seandainya apa yang kulakukan adalah jahat semata-mata, maka kejahatan orang lain pastilah akan berlipat lagi
ukurannya.
40
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena Waska memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri dan
meminimalkan kerugian bagi dirinya sendiri. Waska tidak mau mendengarkan pendapat orang lain Jonathan atas sikanya. Dia malah membantah Jonathan
terlihat pada Berhentilah kamu nyap-nyap. Akuilah sebenarnya kamu tidak berfikir. Sekarang dengarkan pokok-pokok pikiran saya. Selanjutya Waska yang
meminta Jonathan untuk mendengarkannya. Ujaran Waska mengandung makna dia tidak peduli dengan tindakannya salah atau benar yang penting dia akan tetap
melaksanakan rencananya. Pelanggaran tersebut terlihat juga pada Jadi apa pun yang kulakukan adalah jahat dan baik juga seperti apa yang dilakukan guru
taman kanak-kanak. Dari ucapan Waska tersebut terlihat jelas dia tidak mau menerima pendapat siapapun dan tidak peduli dengan dampak tindakkannya nanti.
41
Konteks
: Ujaran ducapkan oleh Waska kepada Jonathan. Waska dan Jonathan terus berdebat, Waska terus membantah dan akhirnya mengusir Jonathan. Tujuannya
agar Jonathan pergi meninggalkannya dan teman-temannya. Perdebatan ini terjadi di tepat perkumpulan Waska.
Jonathan : Aku menyesal sekali persahabatan kita yang berpuluh tahun
berakhir seperti ini. Maksudku, kamu putus secara sepihak dan
40
Ibid, h. 192
keji seperti ini. Tapi sebelum segala sesuatunya berakhir aku minta supaya kamu sudi mendengarkan penjelasan-penjelasan
saya tentang kesenian saya, tentang akhlak dan tentang nilai persahabatan.
Waska : Kamu ingin mengatakan bahwa kesenian penting untuk
menjaga keseimbangan supaya manusia jangan cepat sinting. Kamu juga ingin mengatakan bahwa akhlak tidak ada
hubungannya dengan makan dan tidak makan. Nah, aku telah mengucapkannya. Cukup kan? Jonathan, terus terang emosiku
mau membludak dan amarah sudah puncak. Karena tiba-tiba aku merasa dikalahkan oleh penjahat lain yang jauh lebih
besar, yaitu kamu. Kejahatan yang tengah kuhidupi mendapatkan saingan berat dari kesenianmu dan aku tak mau
disaingi. Nah, aku minta tinggalkan tempat ini.
41
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut di atas dikatakan melanggar maksim penerimaan, karena Waska memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri
dan meminimalkan kerugian bagi diri sendiri. Waska tidak menginginkan kehadiran Jonathan yang berusaha menghalangi rencananya. Waska mengkritik
dan sangat marah kepada Jonathan. Hal ini terlihat pada Jonathan, terus terang emosiku mau membludak dan amarah sudah puncak...Nah, aku minta tinggalkan
tempat ini. Ujaran Waska tersebut tidak santun karena dia tidak menerima kehadiran temannya dan mengusir temannya, dia hanya menuruti keinginanannya.
3. Pelanggaran Maksim Kemurahan PKM
Pelanggaran maksim kemurahan terjadi apabila ujaran yang dilakukan oleh peserta tutur memaksimalkan cacian atau kecaman kepada orang lain dan
meminimalkan pujian kepada orang lain. Peserta tutur yang suka mengejek atau menghina orang lain dianggap orang yang tidak sopan.
42
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Engkos. Tentang Engkos yang bertanya kepada Waska apa yang akan dilakukan seterusnya karena ia telah lama
mengintip. Tujuanya untuk melepasskan kekesalan hatinya agar Engkos tidak bertanya. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Engkos : Yang sedang mengintip Waska, kita sudah tujuh jam
mengintip nonstop. Bagaimana seterusnya?
41
Ibid, h. 194
Waska : Betul-betul anjing kurapan budak setan itu. Ngggak sabaran.
Mana bisa dia menjadi penjahat besar tanpa memiliki ketahanan menghadapi waktu.
42
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut di atas dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan
meminimalkan pujian kepada orang lain. Waska mengatakan Engkos dengan sebutan anjing dan setan. Hal ini terlihat pada Betul-betul anjing kurapan budak
setan itu. Ujaran Waska tidak santun karena Waska memaki orang lain dengan sebutan yang menyamakannya dengan nama binatang, dan hal tersebut dapat
menyinggung perasaan orang yang dikatakan oleh Waska.
43
Konteks : Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Engkos. Waska memanggil
Engkos, namun jawaban Engkos membuat Waska marah. Tujuannya untuk mnegabsen keberadaan Engkos. Percakapan ini terjadi di tempat perkumpulan
Waska.
Waska : Engkos
Engkos : Engkos tadi sudah diludahi, Waska.
Waska : Keluar sebentar, bajingan, Ke sini.
43
Ujaran yang diucapkan oleh Waska dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian atau penjelekan kepada orang lain Engkos dan
meminimalkan pujian kepada orang lain. Waska memanggil Engkos dengan sebutan Bajingan. Pemaksimalan cacian tersebut dapat dilihat pada Keluar
sebentar, bajingan, Ke sini. Waska tampak tidak santun karena memanggil Engkos dengan sebutan bajingan, padahal Engkos sudah menjawab panggilannya.
44
Konteks
: Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Engkos. Engkos mendekati Waska dengan cara mengesod, dan Waska sangat marah dengan sikap Engkos
tersebut. Tujuannya agar Engkos berdiri. Ujaran ini terjadi ditempat perkumpulan Waska.
Waska : Apa-apan kamu?
Engkos terus ngesod .
Waska : Berdiri Kamu bukan anjing, anjing.
Engkos terus ngesod Waska
: Betul-betul menjijikan Berdiri, anjing
44
42
Ibid, h. 120
43
Ibid, h. 122
44
Ibid
Ujaran yang dilakukan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan karena memaksimalkan cacian pada orang lain Engkos.
Pemaksimalan cacian itu terlihat jelas pada Berdiri Kamu bukan anjing, anjing. Dan Betul-betul menjijikan Berdiri, anjing. Ujaran Waska tersebut tampak sekali
tidak santun, karena Waska terus memanggil nama Engkos dengan anjing. Hal tersebut merupakan penghinaan terhadap Engkos.
45
Konteks
: Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Engkos. Waska menyuruh Engkos berdiri tetapi Engkos terus saja ngesod. Tujuannyab untuk memaksa Engkos
berdiri. Ujaran terjadin ditempat perkumpulan Waska.
Waska : Berdiri, babi Berdiri
Engkos : Hormatku, Waska, hormatku. Kagumku, Waska, kagumku.
Setiaku, Waska, setiaku.
Waska
: Jadi betul-betul kamu anjing Kamu robek-robek dirimu sendiri?
Engkos
: Waska, Waska, Waska…..
Waska : Kamu sendiri yang minta diludahi, Engkos. Kamu sendiri
yang minta dicambuk, Engkos. Kamu sendiri yang minta dirajam, Engkos. Kamu sendiri yang minta dibandem,
Engkos.
45
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena Waska memaksimalkan cacian kepada orang lain Engkos.
Pemaksimalan cacian terlihat jelas pada ujaran Jadi betul-betul kamu anjing Kamu robek-robek dirimu sendiri? Ujaran Waska secara langsung memaki
Engkos, Waska terus menyebut Engkos sebagai anjing. Walaupun Engkos menyatakan dia berbuat demikin adalah bentuk hormatnya. Ujaran Waska tersebut
sangat tidak santun, karena sebagai pemimpin Waska seharusnya menghargai bentuk penghormatan anak buahnya.
46
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Anakkecil. Ibu-ibu mencari anak-anaknya dan seorang anak kecil memaki-maki orang tuanya. Tujuannnya untuk melepaskan
kekesalannya kepada orang tuanya. Ujaran itu terjadi di atas panggung.
Ibu Satu
: Toto Toto Di mana kau? Pulanglah Toto.
Lalu ibu yang lain muncul. Ibu
Dua : Titi Titi Di mana kau? Pulanglah Titi.
Lalu ibu yang lain muncul. Ibu
Tiga : Somad, sudah malam, Somad. Pulang, Somad.
45
Ibid
Lalu muncul anak kecil .
Anak Kecil : Sambil lari Bapa Anjing Ibu anjing Gua nggak mau
pulang
46
Ujaran yang dilakukan oleh Anak kecil dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain ibu dan
meminimalkan pujian kepada orang lain. pemkasimalan cacian tersebut terlihat pada ujaran Bapa Anjing Ibu anjing Gua nggak mau pulang Ujaran Anak kecil
tersebut secara langsung mengandung makna menghina orang tuanya karena ia menyamakan orang tuanya dengan binatang. Seharusnya sebagi anak ia harus
patuh kepada orang tuanya bukan menghina orang tuanya tersebut.
47
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Satu kepada Anak kecil. Satu memaki anak kecil, karena anak tersebut membantahnya. Tujuannya untuk menyatakan
kekesalannya terhadap anak kecil. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Anak Kecil : Ah, masak Tadi gua masih beliin dia rokok.
Satu : Masak Naiklah sendiri ke gerbong dan tengok lagi ngapain
dia.
Satu : Diberi tahu mendebat, anak sialan.
47
Ujaran yang diucapkan oleh Satu tersebut di atas dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan
meminimalkan pujian kepada orang lain Anak kecil. Pemaksimalan cacian tersebut terlihat pada ujaran Diberi tahu mendebat, anak sialan. Satu memaki
karena Anak kecil mendebatnya sehingga, Satu menjadi kesal dan memaki anak anak tersebut dengan sialan. Ujaran Satu tersebut terlihat jelas menyatakan Satu
tidak santun.
48
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Dajjal. Dajjal meraung-raung dan Waska menyuruh Dajjal berhenti. Tujuannya untuk menyuruh Dajjal diam dan
memaki Dajjal. Ujaran terjadi di dekat bukit.
Dajjal meraung-raung. Waska
: Berhenti kamu meraung-raung Dajjal Cenggeng kamu
48
Ujaran yang dilakukan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena Waska memaksimalkan cacian kepada orang lain dan
46
Ibid, h. 132
47
Ibid, h. 138
48
Ibid, h. 155
meminimalkan pujian kepada orang lain Dajjal. Pemaksimalan cacian tersebut terlihat pada ujaran Cenggeng kamu Pada ujaran tersebut Waska secara langsung
mencela Dajjal dengan sebutan cengeng. Waska mencela Dajjal karena Dajjal terus meraung-raung.
49
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Seniman Jonathan. Seniman hadir dalam rapat yang akan diselengarakan Waska, dan Waska seakan-akan kaget
dengan kedatangan Seniman sehingga mengatakan temannya tersebut setan. Percakapan ini terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Seniman : Aku juga hadir, Waska
Waska : Setan lu, Jonathan ke mana saja kamu? Lama sekali kamu
hilang.
Seniman : Mengembara seperti biasanya, seperti sejak dahulu kala. New
York, Paris, London, Moskow, semua, semua kota, semua perempuan, semua lorong, semua museum, semua auditorium,
semua, semua.
49
Ujaran yang ducapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan
pujian kepada orang lain Seniman. Pemaksimalan cacian itu terlihat pada ujaran Waska yakni Setan lu, Jonathan ke mana saja kamu? Ujaran tersebut diucapkan
Waska karena Waska kaget dengan kehadiran Seniman yang merupakan temannya. Ujaran Waska tidak santun karena mengatakan temannya setan,
seharusnya Waska menyebutkan namanya. Namun hal tersebut terjadi karena Seniman adalah temannya sendiri sehingga sudah biasa baginya.
50
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Embah kepada Borok dan Ranggong. Embah kesal dibangunkan oleh Ranggong dan Borok. Tujuannya untuk melepaskan
kekesalannya kepada Borok dan Ranggong. Percakapan terjadi di rumah Embah.
Borok : Ya, Kenapa dia tidur?
Ranggong : Kenapa tidur. Mana aku tahu.
Embah : Aku tidak tidur. aku kesal. Aku kesal karena kalian berdua
sama-sama sinting. Bahkan bertiga dengan pemimpin kalian. Sinting. Sekarang aku mau tidur.
Borok : Meraung Embah
50
49
Ibid, h. 161
50
Ibid, h. 168
Ujaran yang diucapkan oleh Embah tersebut di atas dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan
meminimalkan pujian kepada orang lain Ranggong dan Borok. Pemaksimalan cacian tersebut terlihat pada ujaran Embah yakni, Aku kesal karena kalian berdua
sama-sama sinting. Bahkan bertiga dengan pemimpin kalian. Sinting. Ujaran Embah secara langsung bermakna menghina, karena Embah kesel dengan
Ranggong dan Borok yang telah mengganggunya. Ujaran Embah tidak santun seharusnya Embah menjamu tamunya buka menghina dengan mengatakan mereka
sinting.
51
Konteks
: Ujaran disampaikan oleh Jonathan kepada Waska. Jonathan membantah semua pidato yang disampaikan oleh Waska. Tujuannya untuk
menghentikan rencana Waska. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Waska : Sebelum dan sesudah pesta ini tidak ada lagi pesta yang lebih
besar dan yang lebih meriah yang memungkinkan seluruh kegembiraan kita tumpah sehingga tuntas dasar sumbernya.
Pesta ini pesta kami atas suatu kemenangan karena kami akan memiliki 200.000 fajar dan 200.000 senja. Anak-anakku, di
bukit yang terjal ini, kekosongan kita telah sampai pada kesempurnaannya, kesepian kita yang kerontang semakin
berdebu dan matahari di ubun-ubun kita memanggangnya, meramunya, meraciknya sehingga hanya topanlah yang kita
tunggu hadirnya agar tercipta badai debu yang akan menyapu sudut-sudut kota. Dalam beberapa detik lagi, kita akan
mendenguskan nafas amarah kita yang dihembus oleh gas bau bacin dari perut kita yang kosong, melanda sebagai wadah
epidemic yang tak akan tertahankan oleh kota yang sombong ini. Di bukit ini kami berdiri bagaikan tiga batang lilin hitam
dengan nyala ungu.
Jonathan : Waska, amarahmu berlebihan. Pidatomu bagaikan sajak
cengeng penyair remaja yang cengeng.
51
Ujaran yang diucapkan oleh Jonathan dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan
pujian kepada orang lain. pemaksimalan cacian tersebut terlihat pada Waska, amarahmu berlebihan. Pidatomu bagaikan sajak cengeng penyair remaja yang
cengeng. Ujaran Jonathan tampak sekali tidak santun, karena secara langsung menghina Waska, dengan mengatakan pidato Waska bagai sajak cengeng.
51
Ibid, h. 188
52
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Waska kepada Jonathan. Waska terus berdebat dengan Jonathan. Jonathan mencoba mengingatkan Waska dengan kisah
masa lalunya namun Waska mendebat Jonathan. Tujuannya untuk mencela Jonathan. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Jonathan : Kamu kehilangan sesuatu tapi kamu tidak menyadarinya,
Waska. Cobalah sebentar kenangkan semuanya secara utuh. Berlakulah adil. Timbanglah satu demi satu seluruh yang kamu
miliki.
Waska : Janganlah mencoba mengorek-ngoerek masa lampauku.
Sentimentil Dan lagi apakah kamu kira ketika aku berlayar dulu, ketika aku jadi kelasi dulu lantaran didorong oleh
romantic keremajaan keluarga ningrat? Seperti romantic semangat kesenianmu yang penuh dengan skandal itu?
52
Ujaran yang dilkukan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena Waska memaksimalkan cacian kepada orang lain dan
meninimalkan pujian kepada orang lain Jonathan. Karena Jonathan terus mengungkit masa lalu mereka berdua hingga membuat Waska kesel. Ujaran
Waska yang meamksimalknan cacian terhadap Jonathan terlihat pada Seperti romantic semangat kesenianmu yang penuh dengan skandal itu? Ujaran Waska
secara langsung menghina Jonathan dengan mengatakan kesenian Jonathan penuh dengan skandal yang bermakna penuh masalah.
53
Konteks
: Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Jonathan. Jonathan menyampaikan kepada Waska tentang kesenian yang telah lama Ia tinggalkan, tapi
Waska malah menuduhnya memainkan skandal yang lain dan mencaci Jonathan. Tujuannya untuk mengalahkan Jonathan dalam perdebatan. Percakapan ini terjadi di
tempat perkumpulan Waska.
Jonathan : Terus terang aku tak hendak berdebat soal kesenianku, apalagi
soal lainnya, karena pikiranmu belingsatan. Tapi satu hal, kamu tahu sendiri kesenian yang kamu bicarakan sudah lama
aku tinggalkan dan kamu sendiri juga tahu bagaimana selama ini aku menulis serta menyanyi tentang kalian, tentang kamu
Waska : Kalau begitu kamu sedang memainkan skandal yang lain dan
mungkin lebih besar lagi. Jonathan, ternyata jiwamu cacingan, atau mungkin kamu idiot tanpa diketahui sejarah. Selama ini
kamu mengira nyanyian kamu, kesenian kamu mewakili kelaparan kami, amarah kami? Cuah Ilusi Dan lebih dari itu,
sambil membungkam rasa persahabatanku padamu, aku menuduhmu, aku mendakwa kamu telah mengatasnamakan
52
Ibid, h. 192
kami, penderitaan-penderitaan kami dan kamu telah mendapat keuntungan dan kehormatan.
53
Ujaran yang dilakukan oleh Waska kepada Jonathan tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain
dan meminimalkan pujian kepada orang lain Jonathan. Waska terus berdebat dengan Jonathan hingga akhirnya Waska menghina Jonathan. Pemaksimalan
cacian tersebut terlihat jelas pada ujaran Waska yakni, Jonathan, ternyata jiwamu cacingan, atau mungkin kamu idiot tanpa diketahui sejarah. Ujaran Waska yang
secara langsung mengatakan jiwa Jonathan cacingan yang berarti penakut, dan idiot yang mengandung makna bodoh. Dari ujaran yang disampaikan Waska
tersebut terlihat jelas Waska melanggar maksim kemurahan.
54
Konteks
: Ujaran disampaikan oleh Waska kepada Jonathan. Waska tetap tidak menerima nasehat dari Jonathan dan mengatakan nasehat Jonathan kuno. Tujuannya
agar Jonathan berhenti menasehatinya. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
Jonathan : Dakwaanmu terlalu berat.
Waska : Tapi masih terlalu ringan dibanding penipuan-penipuanmu.
Dan ketahuilah, nasehat-nasehatmu adalah pepatah-pepatah kuno yang sudah mati. Karenanya, pergilah.
54
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut dikatakan melanggar maksim kemurahan, karena memaksimalkan cacian kepada orang lain dan meminimalkan
pujian kepada orang lain Jonathan. Pemaksimalan cacian tersebut terlihat pada nasehat-nasehatmu adalah pepatah-pepatah kuno yang sudah mati. Karenanya,
pergilah. Ujaran Waska secara langsung menghina Jonathan, karena Waska kesal dengan Jonathan yang terus menasehatinya. Dengan mengatakan nasehat Jonathan
sudah kuno berarti tidak cocok dipakai lagi untuk zaman sekarang. Kalimat selanjutnya menyuruh Jonathan pergi, terlihat jelas Waska tidak santun terhadap
temannya.
53
Ibid, h. 193
54
Ibid, h. 194
4. Pelanggaran Maksim Kerendahan Hati
Pelanggaran maksim kerendahan hati terjadi apabila penutur memaksimalkan pujian kepada dirinya sendiri dan meminimalkan cacian pada dirinya sendiri.
Orang yang suka memuji diri sendiri adalah orang yang suka pamer dan orang seperti ini akan dianggap tidak santun.
Berikut penggalan ujaran yang melanggar maksim kerendahan hati:
55
Konteks
: Ujaran disapaikan oleh Gustav kepada teman-temannya Ranggong dan Japar. Mereka sedang meributkan tentang keadaan Waska, dan takut jika
Waska semakin memburuk. Tujuannya untuk menentukan siapa yang akan memimpin mereka selanjutnya. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Ranggong : Saya takut dia mati.
Japar : Kalau mati kenapa?
Ranggong
: Siapa yang akan memimpin kita?
Gustav : Gampang itu. Kita berantam dulu. Pilih yang paling jagoan.
Ranggong : Gampang. Kamu kira kamu mampu memimpin saya dan
teman-teman semua?
Gustav : Bisa saja. Apa susahnya?
55
Ujaran yang diucapkan oleh Gustav dikatakan melanggar maksim kerendahan hati karena memaksimalkan pujian kepada diri sendiri dan meminimalkan cacian
kepada diri sendiri. Ranggong memikirkan siapa yang akan menjadi pemimpin jika Waska mati, tiba-tiba Gustav menjawabnya. Gustav merasa bisa memimpin
Ranggong dan teman-teman lainnya. Pemaksimalan pujian terhadap diri sendiri tersebut terlihat pada ujaran Gustav yakni, Bisa saja. Apa susahnya? Ujaran
Gustav dikatakan tidak santun karena dia menyombongkan dirinya dia merasa bisa menjadi pemimpin.
56
Konteks
: Ujaran ini diucapkan oleh Bigayah kepada Saru. Satu memberitahu Bigayah kalau Waska sedang sakit tetapi, Bigayah malah marah kapada Satu. Tujuan
Bigayah untuk mengancam Satu dan memamerkan bahwa dia punya kekuatan. Percakapan ini terjadi di gerbong tua.
Bigayah : Ayo, jangan bisu
Satu
: Bigayah, pacarmu Waska saat ini sedang dalam keadaan sakratul maut di gerbong tua itu.
Bigayah : Menjambak leher bajunya Jangan bicara sembarangan,
ya? Saya orang kuat di sini.
Satu : Betul, Bigayah, kami berkumpul di sekitar gerbong tua karena
di dalam gerbong itu Waska sedang berkelahi dengan ajalnya.
56
55
Ibid, h. 128
Ujaran Bigayah dikatakan melanggar maksim kerendahan hati, karena memaksimalkan pujian kepada diri sendiri dan meminimalkan cacian kepada diri
sendiri. Pemaksimalan pujian terlihat pada ujaran Bigayah yakni, Jangan bicara sembarangan, ya? Saya orang kuat di sini. Bigayah menyatakan dirinya adalah
orang yang kuat. Bigayah dikatakan tidak santun karena ujarannya mengandung makna menyombongkan diri.
57
Konteks : Ujaran ini disampaikan oleh Waska kepada Nabi. Waska
menjelaskan kepada Nabi kalau dia dan pengikutnya tidak lagi dalam keputus-asaan. Tujuannya untuk menjawab pernyataan Nabi yang menyatakan mereka dalam
keputuasaan. Percakapan terjadi di atas panggung.
Nabi : Tapi Waska, apakah kamu tidak menyadari sebenarnya kamu
dan kawan-kawanmu sedang diliputi oleh suatu sikap keputus- asaan yang sangat gelap mengerikan?
Waska : Nabi, ketahuilah, kami sudah melewati tahap itu. Kami sudah
jauh dari sikap serta keadaan itu. Kami telah menyebranginya. Kami telah mengarungi samudera luas keputus-asaan dan
sampai di suatu pulau seberang harapan yang masih belantara, yang masih lekat dengan hutan buah larangan, yang setiap
batangnya dari berjuta pohonan melilit seekor ular purba. Dan di pulau itu adalah sebuah bukit terjal. Dan di bukit terjal itu
adalah sebuah goa yang dinding-dindingnya adalah tembaga. Dan di tempat yang hanya berbau karat besi itu kami telah
bertemu dengan Dajjal.
Nabi : Tuhanku
57
Ujaran Waska kepada Nabi dikatakan melanggar maksim kerendahan hati karena memaksimalkan pujian kepada diri sendiri dan meminimalkan cacian
kepada diri sendiri. Waska mengatakan kalau dia dan pengikutnya telah melewati sikap putus asa. Pemaksimalan pujian itu terlihat jelas pada Nabi, ketahuilah,
kami sudah melewati tahap itu. Kami sudah jauh dari sikap serta keadaan itu. Kami telah menyebranginya. Ujaran Waska tersebut terlihat tidak santun karena
bersikap sombong.
58
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Waska kedpada tukang pijat. Tukang pijat menawarkan diri untuk memijat Waska tapi Waska malah marah-marah. Tuajuan
Waska berkata seperti itu untuk menyatakan bahwa dirinya baik-baik saja di hadapan pengikutnya. Percakapan terjadi di tempat perkumpulan Waska.
56
Ibid, h. 143
57
Ibid, h. 155
Tukang Pijat : Nggak dipijit dulu, bapa?
Waska : Kamu kira aku kumpulin orang-orang sebanyak ini hanya
untuk nonton aku pijatan? Lagi siapa yang menyatakan aku sakit? Siapa Batuk-batuk hebat sekali Aku tidak sakit
Aku tidak sakit Aku sehat wal-afiat. Meludah Batuk sialan
58
Ujaran yang diucapkan oleh Waska tersebut di atas dikatakan melanggar maksim kerendahan hati, karena memaksimalkan pujian kepada dirinya sendiri.
Dalam ujaran ini Waska tidak mau mengakui dirinya sakit, dia merasa kuat padahal dia sering batuk-batuk. Hal ini dapat dibuktikan pada Lagi siapa yang
menyatakan aku sakit? Siapa Batuk-batuk hebat sekali Aku tidak sakit Ujaran tersebut dikatakan tidak santun, karena Waska tidak menghargai tukang pijat yang
ingin membantunya. Waska tidak terima kalau dia dibilang sakit, mungkin dia merasa malu kepada anak buahnya kalau sakit, karena dia adalah seorang
pemimpin dan seorang pemimpin adalah orang yang kuat.
59
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Borok kepada Debeleng dan Ranggong. Mengenai kostum yang akan digunakan untuk merampok nanti. Tujuannya
menyatakan dirinya penjahat besar dan punya gaya sendiri. Percakapan terjadi ditempat perkumpulan Waska.
Ranggong : kamu tidak pake kostum khusus dalam perampokan
nanti?
Debleng : ya, Borok. Aku kira kamu paling cocok mengenakan
kostum ala bandit Chicago seperti dalam film.
Borok
: Modar Gue bandit yang terbesar, lebih besar dari Alcapone, gue nggak mau tiru-tiru.
Debleng : Gua mau pake topeng biar serem. Habis muka gue
klimis.
59
Ujaran yang dilakukan oleh Borok dikatakan melangga r maksim kerendahan hati, karena memaksimalkan pujian kepada dirinya sendiri dan meminimalkan
cacian kepada diri sendiri. Pemaksimalan pujian tersebut terlihat pada ujaran Modar Gue bandit yang terbesar, lebih besar dari Alcapone, gue nggak mau tiru-
tiru. Ujaran tersebut dikatan tidak santun karena secara langsung Borok
58
Ibid, h. 160
59
Ibid, h. 189
mengatakan bahwa dirinya adalan bandit terbesar, kata-kata yang diucapkan Borok tersebut bermakna menyombongkan dirinya.
5. Pelanggaran Maksim Kesetujuan
Pelanggaran maksim kesetujuan terjadi apabila peserta tutur meminimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan memaksimalkan
ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. pelanggaran terjadi jika seseorang maunya menang sendiri dan pendapat orang lain tidak mau
didengarkan, orang tersebut akan dianggap tidak santun. Berikut penggalan ujaran atau petunjuk laku yang melanggar maksim
kesetujuan:
60
Konteks
: Ujaran diucapkan Nabi kepada para pengikut Waska. Nabi tidak setuju kalau anak buah Waska menangisi Waska. Tujuannya untuk menayakan
alasan mereka menangisi Waska. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Nabi : Kenapa Waska?
Gustav
:Waska, pemimpin besar kami, pemimpin umat manusia, sedang menderita sakit. Bahkan pada detik-detik ini ia sedang dalam
keadaan inkoma, sakratulmaut.
Nabi :Kalian kelewatan, betul-betul kalian kelewatan. Tuhan
ampunilah mereka karena mereka menangisi Waska.
Debleng
: Ya, kami menangisi Waska.
Nabi : Waska kalian tangisi?
Nabi : Nggak masuk akal. Nggak masuk akal.
Nabi : Waska? Orang semacam itu?
60
Ujaran yang dilakukan Nabi dikatakan melanggar maksim kesetujuan, karena meminimalkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan
memaksimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. Nabi tidak setuju anak buah Waska menangisi Waska. Peminimalan persesuaian tersebut
terlihat pada ujaran Waska kalian tangisi? Nggak masuk akal. Nggak masuk akal. Waska? Orang semacam itu? Ujaran Nabi tersebut mengandung makna kalau
Waska tidak pantas ditangis karena dia adalah seorang penjahat.
60
Ibid, h. 136
61
Konteks
: Ujaran diucapakan oleh Ranggong dan Borok kepada Nabi. Mereka membantah pendapat Nabi yang merendahkan Waska. Tujuannya agar nabi tidak
usah mencampuri urusan mereka. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Nabi : Saudaraku,
Ranggong : Pandanganmu ingin mengatakan bahwa Waska adalah tokoh
jahat dan karenanyalah tidak patut ditangisi. Tuhan, apakah benar saya nggak boleh menangisi orang yang telah membantu
banyak orang itu?
Nabi
: Tetapi….
Borok : Nggak pakai tetapi Kalau kalian merasa ganjil atau merasa
tidak terlibat dalam peristiwa ini lebih baik duduk saja menonton. Gustav
61
Ujaran yang diucapkan oleh oleh Borok dikatakan melanggar maksim kesetujuan karena memaksimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan
orang lain dan meminimalkan kesesuain dengan orang lain. ujaran Borok yang membantah perkataan Nabi menjelaskan kalau Borok tidak setuju dengan Nabi.
Pemaksimalan ketidaksesuain tersebut terlihat pada ujaran Borok yakni, Nggak pakai tetapi Ujaran borok tersebut menyatakan kalau dia tidak suka dibantah oleh
Nabi. Dari ujaran Borok tersebut terlihat jelas kalau dia tidak santun terhadap Nabi yang dengan tegas mengatakan tidak ada tetapi.
62
Konteks
: Ujaran disampaikan oleh Seniman kepada Gustav. Gustav menyampaikan pendapatnya bahwa dengan menangis berarti telah melakukan
segala-galanya, tetapi dibantah oleh Seniman. Tujuannya untuk menyatakan pendapatnya yaqng tidak setuju dengan Gustav. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Gustav : Menurut pendapat saya pribadi dengan menangis kita sudah
melakukan segala-galanya.
Seniman : Karena pada saat ini menangis hampir merupakan suatu atau
salah satu bentuk ekspresi yang jarang digunakan atau kurang disukai orang, belakangan ini kita lebih senang mengetawai
daripada menangisi. Barangkali karena kita sudah terlalu jenuh menangis, terlalu jenuh menderita atau apalah dan kita lebih
suka ketawa habis-habisan. Dan keadaan ini telah didukung secara mutlak dan merata di kalangan para seniman. Tetapi
kita semua tahu seniman menangis memang suatu sikap yang kurang agung, kecuali apabila tangis itu disaring sedemikian
rupa dan sebaliknya ketawa tanpa batas bagi mereka merupakan bentuk pernyataan perasaan yang lebih terhormat,
lebih intelek. Dan kita memang sama-sama tahu seniman adalah golongan semau gue sementara mereka menganggap
61
Ibid
diri mereka adalah segala-galanya. Dan dalam beberapa hal kalau mereka mengakui sikap seniman-seniman ini pada
hakekatnya nyaris suatu sikap kebangsawanan yang kenes dengan sedikit unsur kebuasan yang terselubung.
62
Ujaran yang diucapkan oleh Seniman dikatakan melanggar maksim kesetujuan, karena memaksimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain dan
meminimalkan kesesuaian dengan orang lain gustav. Seniman tidak setuju dengan Gustav yang menganggap dengan menangis berarti telah melakukan
segala-galanya. Ketidaksetujuan itu terlihat pada ujaran Seniman yakni, Tetapi kita semua tahu seniman menangis memang suatu sikap yang kurang agung,
kecuali apabila tangis itu disaring sedemikian rupa dan sebaliknya ketawa tanpa batas bagi mereka merupakan bentuk pernyataan perasaan yang lebih terhormat,
lebih intelek. Menurut Seniman menangis bukan sikap yang agung, dan sebaliknya tertawalah yang menujukkan sikap terhormat dan intelek.
63
Konteks
: Ujaran disampaikan oleh Seniman kepada Nabi dan Semar. Mereka membicarakan Waska yang keras kepala dan Nabi meminta pendapat Seniman
tentang Waska. Tujuannya mengatakan jika dia tidak mau ikut campur dengan diskusi tersebut. Percakapan terjadi di atas panggung.
Semar : Waska memang keras kepala.
Nabi : Betul-betul putra Nuh. Saya harap saja pada akhir sandiwara
ini, ia akan mendapatkan karunia cahaya.
Semar : Saya sendiri juga mengharapkan itu, tapi sayangnya, seperti
juga pengarang sendiri, kita hampir tidak pernah bisa menduga akhir kisah seseorang. Benih peristiwa selalu luput dari tangan
kita.
Nabi : Nah, pendapatmu bagaimana, seniman?
Seniman : Aku hanya berurusan dalam lakon Waska tapi tidak dalam
diskusi kalian. Tapi kalau aku boleh berkata aku hanya mau mengatakan bahwa aku tidak punya urusan dengan semua itu.
Terus terang belakangan ini kemurnian elemen-elemen itu ditunganggi secara kurangajar dan tak senonoh.
63
Ujaran yang diucapkan Seniman tersebut di atas dikatakan melanggar maksim kesetujuan, karena memaksimalkan ketidaksesuaian dengan orang lain dan
meminimalkan kesesuaian dengan orang lain Nabi dan Semar. Pemaksimalan ketidaksesuaian tersebut terlihat pada ujaran Seniman yakni, Aku hanya berurusan
62
Ibid, h. 140
63
Ibid, h. 157
dalam lakon Waska tapi tidak dalam diskusi kalian. Tapi kalau aku boleh berkata aku hanya mau mengatakan bahwa aku tidak punya urusan dengan semua itu.
Ujaran yang diucapkan seniman dikatakan tidak santun karena ketika Nabi meminta pendapatnya dia menjawab tidak mau ikut serta dalam diskusi tersebut,
tetapi ia tetap mengungkapkan pendapatnya.
64
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Ranggong kepada Borok. Borok mengatakan kalau Juru kunci mempermainkan mereka tapi Ranggong membantahnya. Tujuannya
menyatakan ketidak setujuan dengan pendapat Borok. Percakapan terjadi di kuburan.
Borok : Dia mempermainkan kita.
Ranggong : Tidak. Justru dia mempermainkan dirinya.
Borok : Dia membuang waktu.
Ranggong : Tidak. Waktu membuang dia.
64
ujaran yang dilakukan oleh Ranggong dikatakan melanggar maksim kesetujuan, karena memaksimalkan ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan
orang lain Borok. Pemaksimalan ketidaksetujuan tersebut terlihat pada Tidak. Justru dia mempermainkan dirinya. Dan Tidak. Waktu membuang dia. Sikap
seperti itu dikatakan tidak santun karena Ranggong selalu membalikkan kata-kata yang diucapkan oleh Borok menyatakan dia tidak setuju dengan apa yang
dibicarakan oleh Borok.
6. Pelanggaran Maksim Simpati
Pelanggaran maksim simpati terjadi apabila dalam tuturan peserta tutur meminimalkan rasa simpati antara diri sendiri dengan orang lain dan
memaksimalkan rasa antipati antara diri sendiri dengan orang lain. orang yang tidak memiliki rasa simpati dan bersikap antipati terhadap orang lain akan
dianggap tidak santun. Berikut penggalan ujaran yang melanggar maksim simpati:
65
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Bigayah kepada Waska. Bigayah terus mendekati Waska namun, Waska terus menolaknya. Ujaran diucapkan Bigayah agar
dia bisa mendekati Waska. Percakapan terjadi di gerbong tua.
Bigayah
: Waska.
64
Ibid, h. 180
Waska : Jangan mendekat, Gayah.
Bigayah : Waska.
Waska : Kasihani aku, Gayah, aku sedang sakit parah, inkoma,
dalam keadaan sakratul maut.
Bigayah : Justru itu artinya kesempatan yang baik.
65
Ujaran yang dilakukan oleh Bigayah tersebut dikatakan melanggar maksim kesimpatian, karena memaksimalkan rasa antipati terhadap orang lain dan
meminimalkan rasa simpati terhadap orang lain. hal ini terlihat pada ujaran Bigayah Justru itu artinya kesempatan yang baik. Ujaran bigayah dikatakan tidak
santun karena Bigayah tidak mempedulikan Waska yang telah memohon kepadanya jangan menganggunya karena dia lagi sakit , tetapi bigayah tetap
menganggunya. Dari ujaran tersebut terlihat jelas Bigayah tidak memiliki rasa simpati terhadap Waska karena terus mendesak Waska.
66
Konteks
: Ujaran diucapkan oleh Embah kepada Borok dan Ranggong. Borok menyampaikan kepada Embah kalau Waska sakit namun, Embah menanggapi hal
itu biasa saja. Tujuan Borok ingin meminta pertolongan Embah. Percakapan terjadi di rumah Embah.
Borok : Waska sakit.
Embah : Sakit?
Ranggong : Sakit keras sekali, Albert.
Embah : sakit apa?
Borok : Sakit tua.
Embah : Lalu apa ada yang istimewa?
Borok : Ia meraung-raung saja.
Embah : Tidak usah dikuatirkan. Tidak lama lagi ia akan tenang.
Sembuh atau mati.
66
Ujaran yang dilakukan oleh Embah dikatakan melanggar maksim simpati, karena memaksimalkan antipati terhadap orang lain dan meminimalkan simpati
terhadap orang lain. Embah tidak peduli terhadap Ranggong dan Borok yang meminta pertolongan kepadanya untuk pemimpinya. Pemaksimalan rasa antipati
Embah dapat dilihat pada Lalu apa ada yang istimewa? Dan Tidak usah dikuatirkan. Tidak lama lagi ia akan tenang. Sembuh atau mati. Ujaran Embah
65
Ibid, h. 148
66
Ibid, h. 168
tersebut menyatakan kalau Embah tidak bersimpati terhadap penyakit yang dialami Waska.
C. Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Dalam kegiatan berbahasa, manusia sebagai pengguna bahasa harus dapat menguasai empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis. Dalam kehidupan sehari-hari aspek berbicara menjadi sesuatu yang penting karena melalui berbicara seseorang dapat menjalin komunikasi dengan
orang lain dan mengungkapkan perasaan, gagasan, serta ide-idenya. Dalam berbahasa,
manusia perlu
memperhatikan adanya
kesantunan ketika
berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hal itu bertujuan agar manusia tidak melakukan penyimpangan dalam berbahasa.
Di sekolah yang merupakan lembaga pendidikan pengajaran kesantunan berbahasa merupakan aspek yang sangat penting untuk membentuk karakter dan
sikap seseorang. Dari penggunaan bahasa seseorang dalam bertutur kepada orang lain, dapat diketahui karakter dan kepribadian seseorang. Dengan adanya muatan
pendidikan karakter di sekolah pada setiap mata pelajaran, dalam hal ini khususnya mata pelajaran bahasa Indonesia.
Pada kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia, keterampilan berbicara sangat diperlukan, agar proses komunikasi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa
dapat berjalan dengan baik. Kegiatan yang pembelajaran yang berhubungan dengan aspek keterampilan berbicara yakni kegiatan berdiskusi. Diskusi berasal
dari bahasa yaitu discutio atau discusium yang artinya bertukar pikiran. Diskusi pada dasarnya suatu bentuik tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam
kelompok kecil maupun dalam kelompok besar.
67
Dalam pembelajaran diskusi sejumlah orang dapat menyampaikan gagasan, ide, dan pendapatnya, oleh karena
itu dalam pembelajaran sering digunakan metode diskusi sebagai upaya pencapaian tujuan pembelajaran.
67
Djago Tarigan, Pendidikan Keterampilan Berbahasa, Jakarta : Universitas Terbuka, 2005 h, 7.18.
Pelajaran berdiskusi terdapat di SMP kelas VIII semester genap dengan kompetensi dasar menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan
pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan. Dalam kegiatan berdiskusi terkadang sering muncul penggunaan ujaran yang kurang santun pada
siswa dalam mengungkapkan pendapatnya. Tidak jarang saat berdiskusi adu pendapat dan menyalahkan pendapat orang lain dilakukan oleh siswa.
Dalam berdiskusi di kelas sering juga terlihat antara kelompok penyaji dan penanggap kurang saling menghargai terkadang tuturan yang digunakan berupa
sindiran dan ejekan atau bantahan yang dapat menyinggung perasaan orang lain. Oleh sebab itu, dalam kegiatan pembelajaran diperlukan materi cara berdiskusi
yang santun dan pilihan kata yang tepat ketika berbicara dengan orang lain. Melalui pelajaran diskusi seorang guru dapat memberikan penilaian terhadap
siswanya dari bahasa yang digunkaan oleh siswa, santun atau tidak bahasa yang digunakan oleh siswa. Sebelumnya dalam pengajaran diskusi guru harus
menjelaskan bagaimana menyampaikan pendapat, menyanggah dan menolak pendapat orang lain dengan baik sehingga orang lain dapat menerima pendapat
dan tidak tersinggung. Metode diskusi merupakan metode pembelajaran yang melibatkan siswa
secara langsung. Dengan demikian banyak manfaat yang di dapat oleh siswa jika sering menggunakan metode diskusi dalam setiap pembelajaran yaitu, siswa dapat
mengembangkan sikap sosial yaitu belajar bagaimana menghargai pendapat orang lain, selanjutnya dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa dan dapat
melatih siswa berbicara di hadapan orang banyak. Dalam pembelajaran diskusi pemilihan kata yang digunakan oleh siswa
menentukan kesantunan berbahasa siswa, semakin santun bahasa yang digunakan semakin santun dan baik karakter siswa tersebut. Adapun rancangan pembelajaran
yang berhubungan dengan kajian penelitian dapat dilihat pada rencana pelaksanaan pembelajaran RPP terlampir.
82
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis kesantunan berbahasa menggunakan prinsip kesantunan berbahasa Geoffrey Leech yang dilakukan pada naskah drama
Umang-Umang karya Arifin C. Noer, dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1.
Dalam naskah drama Umang-Umang karya Arifin C. Noer ditemukan pematuhan dan pelanggaran maksim kesantunan. Dari keseluruhan data pada
ujaran diperoleh 27 data yang mematuhi prinsip kesantunan Leech yaitu 7 maksim kebijaksanaan, 3 maksim penerimaan, 9 maksim kemurahan, 2
maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 1 maksim simpati. Sedangkan yang melanggar prinsip kesantunan Leech diperoleh 39 data yaitu,
6 maksim kebijaksanaan, 8 maksim penerimaan, 13 maksim kemurahan, 5 maksim kerendahan hati, 5 maksim kesetujuan, dan 2 maksim simpati. Pada
naskah drama Umang-umang tersebut lebih didominasi oleh pelanggaran maksim kemurahan. Hal ini karena di dalam dialog yang terjadi antara tokoh
banyak menggunakan bahasa yang tidak santun, yaitu mengunakan kata-kata kasar untuk menghina orang lain dan banyak terdapat cacian pada orang lain .
2. Kesantunan berbahasa dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia di SMP pada materi kelas VIII semester genap kompetensi dasar menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan
pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan. Kegiatan diskusi dalam pembelajaran banyak memberikan manfaat bagi siswa yaitu dapat
mengembangkan sikap sosial yaitu belajar bagaimana menghargai pendapat orang lain, selanjutnya dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa dan
dapat melatih siswa berbicara di hadapan orang banyak. Semakin santun bahasa yang digunakan oleh seorang anak maka semakin santunlah sikap
anak tersebut
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian analisis beserta kesimpulan yang telah dijelaskan dalam skripsi ini. Penulis memiliki beberapa saran, diantaranya:
1. Bagi peneliti yang ingin mengkaji kesantunan berbahasa selanjutnya
hendaklah mengkaji dengan menggunakan objek penelitian yang lain dan lebih mendetail analisisnya guna menambah khazanah ilmu bahasa.
2. Bagi Guru hendaklah mengajarkan kepada siswa bagaimana
menggunakan bahasa yang santun dan dalam memberikan bahan pelajaran seharusnya terlebih dulu memilih bahan bacaan yang berkualitas
kepada peserta didiknya yang dapat memberi manfaat baik sehingga menjadikan siswa lebih berkarakter, baik di lingkungan sekolah mapun
lingkungan masyarakat 3.
Bagi peserta didik, diharapkan mampu menggunakan bahasa yang santun dalam pelajaran diskusi dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
84
DAFTAR PUSTAKA
Black, Elizabeth. Stilistika Pragmatis. Terj. dari Pragmatic Stylistic oleh Ardianto dkk. Yogyakarta:Pustaka Pelajar. 2011
Budianta, Melani. dkk, Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera, 2003
Chaer, Abdul. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta, 2010 -------. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2007
Gunarwan, Asim. Pragmatik Teori dan Kajian Nusantara. Jakarta: Universitas Atma Jaya 2007
Hardo S.. ―Arifin C. Noer Sineas Lengkap”. Suara Karya Minggu. Jakarta,
Minggu ke 3 Agustus 1992 Hasanudin. Drama karya dalam dua dimensi. Bandung: Angkasa, 1996
Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial. Jakarta : Referensi, 2013 Jaszczolt, K.M. Semantics and Pragmatics: Meaning in Language and Discourse.
London: Longman, 2002 Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia, 2008
Leech, Geofrrey. Prinsip-Prinsip Pragmatik. terj. dari The Principles of Pragmatics. oleh M.D.D Oka. Jakarta:UI Press 1993
Mahsun. Metode Penelitian Bahasa. Jakara: PT Raja Grafindo Persada. 2007 Muhammad. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2011
Nadar, F. X. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2009 Noer, Arifin C. Orkes Madun. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000
Nurhaidah, Nuri. Wacana Poloitik Pemilihan Presiden di Indonesia. Yogyakarta:
Smart Writing, 2014 Priyatni, Endah T. Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis. Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2010 Rahardi, Kunjana. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga,2005 -------. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga, 2009