Prinsip Moral Jepang dalam Konfusionisme

2.4 Sistem Nilai dalam Masyarakat Jepang

2.4.1 Prinsip Moral Jepang dalam Konfusionisme

Ajaran konfusianisme mulai masuk ke Jepang pada abad ke-6. Ajaran ini mulai masuk ke Jepang ketika pangeran shotoko mengirim wakil-wakilnya untuk belajar di China. Sepulang dari China mereka membawa banyak ilmu pengetahuan China salah satunya adalah ajaran konfusianisme. Nilai-nilai konfusius menjadi jiwa dan karakter Jepang hingga kini dan menjadikan jepang sebagai Negara maju. Masyarakat Jepang masih memegang erat nilai-nilai konfusianisme yang mengajarkan etikamoral dan mementingkan akhlak yang mulia. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajarkan bagaimana seharusnya manusia bertingkah laku. Bagi masyarakat Jepang ajaran konfusianisme ini dianggap penting sebagai dasar dalam menjalankan kehidupan, terutama yang berhubungan dengan alam dan manusia. Nosco dalam chang and kalmanson ,2010:57 . 1. Ren Cinta kasihkasih sayang Menurut konfusius manusia yang bermartabat adalah manusia yang memiliki “Ren”. Konsep Ren merupakan pusat kualitas moral manusia, intisari dari cinta terhadap sesama, perikemanusiaan, hati nurani, keadilan, halus budipekerti, dan kasih sayang. Cinta kasih itu adalah mengendalikan diri pulang kepada kesusilaan dan tergantung kepada usaha diri sendiri. Seseorang yang berperi cinta kasih rela menderita lebih dahulu dan membelakangkan keuntungan. Seseorang yang berperi cinta kasih ingin dapat tegak, maka berusaha agar orang lain pun tegak; ingin maju maka berusaha orang lain pun maju. Sikap saling mengasihi mendasari seseorang yang memiliki Ren pastilah mempunyai kemampuan yang baik dalam memikirkan keadaan orang lain dan juga mampu mengetahui apa yang tidak diinginkan oleh orang lain karena ia lebih dahulu mengetahui hal apa yang tidak diinginkan terjadi pada dirinya. Saputra: 2002 2. Zhong Shu Setia Zhongartinya perilaku yang tepat, berlandaskan suara hati nurani dengan mewujudkan dalam segala tindakan. Zhong bertindak sesuai dengan cinta dan kebaikan, tanpa pamrih dan dengan tulus. Setia kepada seseorang berarti selalu membimbingnya. Zhong juga berarti kepatuhanketaatan kesetian terhadap tuhan, atasan, teman, kerabat, hubungan dan negara. Shu merupakan tindakan bagaimana mengaktualisasikan Ren sebagai cinta. Perikemanusiaan mengutamakan sikap tenggang rasa. Jadi Shu artinya sebagai perbuatan tenggang rasa yang disesuaikan dengan suara hati nurani sanubari. Maka seorang yang sudah kehilangan hatinya tentu sudah kehilangan kemampuannyauntuk tenggang rasa. Manusia harus melihat dirinya agar dapat mengerti orang lain dan mengarahkan manusia untuk bertindak sesuai dengan cinta dan kebaikan, dengan tulus menghormati orang lain. Prinsip Zhong-shu sekaligus merupakan prinsip Ren, sehingga pengalaman Zhong-shu berarti mengamalkan Ren yang mengakibatkan pelaksanaan tanggung jawab serta kewajiban seseorang dalam masyarakat.http:repository.usu.ac.idbitstream123456789519214Chapter20 II.pdf Penulis menggunakan nilai konfusionisme yang mengajarkan tentang akhlak dan moral dalam kehidupan yang dicerminkan dalam kehidupan percintaan masyarakat di Jepang. Hal inilah yang membuat penulis merasa kasih sayang dan kesetiaan tokoh Mikage, Yuichi dan Eriko dapat ditiru oleh masyarakat zaman sekarang dalam hubungan percintaan. Untuk mengetahui nilai pragmatik yang ada dalam isi cuplikan novel, maka penulis menggunakan pendekatan semiotik. Semiotik adalah ilmu atau tanda metode analisis untuk mengkaji tanda Hoed dalam Nurgiyantoro 1995:40. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan yang mungkin tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Dengan pendekatan ini penulis dapat menafsirkan segala tanda yang merujuk adanya nilai-nilai kasih sayang, kepedulian dankesabaranyang terdapat dalam novel Kitchen yang diprediksikan dapat menjadi cerminan yang baik bagi pembaca.

2.5 Biografi Pengarang