Universitas Sumatera Utara BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sumber daya keanekaragaman hayati dengan tingkat endemis yang tinggi. Satwa yang ada di habitat wilayah
Indonesia adalah ciri suatu pulau yang didiami satwa tersebut, karena ekosistem di dalamnya mendukung untuk perkembangan satwa itu sendiri.
1
Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh Tim Cegah Satwa Punah dari ProFauna Indonesia,
sekitar 300.000 jenis satwa liar atau 17 dari jenis satwa di dunia berada di Indonesia.
2
Hal tersebut merupakan suatu peluang bangsa Indonesia untuk dapat memanfaatkan kekayaan sumber daya ini untuk meningkatkan pendapatan
ekonomi, terutama yang hidup di sekitar habitat satwa. Namun pemanfaatan ini harus betul-betul memperhatikan kondisi populasi yang dimanfaatkan untuk
menjaga laju populasinya agar memperoleh manfaat yang berkelanjutan.
3
Disamping peluang pemanfaatan peningkatan ekonomi cukup besar, Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan tingkat laju kepunahan berbagai jenis
satwanya cukup tinggi. Banyak satwa yang berada diambang kepunahan. Dapat kita lihat dari semakin jarangnya kita menemui beberapa jenis hewan tersebut
1
Muhammad Iqbal, Tinjauan Yuridis Terhadap Kepemilikan Dan Penjualan Satwa Langka Tanpa Izin di Indonesia, Jurnal Beraja NITI Volume 3 Nomor 3, Samarinda, 2014, hlm 2.
2
Website Profauna Indonesia.co.id, Slamet Khoiri, Satwa Liar Indonesia, 25 Februari 2016, diakses pukul 21.47 WIB
3
Website WWF Indonesia.co.id, Choirul Saleh, Pelaksanaan CITIES di Indonesia, 25 Februari 2016 diakses pukul 21.55 WIB
Universitas Sumatera Utara
seperti kakak tua jambul kuning, harimau sumatera, orang utan, badak bercula satu, dan masih banyak lagi hewan lainnya hidup di daratan, perairan dan udara
hidup di daerah aslinya, bahkan ada beberapa diantaranya sudah hidup di penangkaran untuk mencegah kepunahannya.
Hal ini tidak lepas dari aktivitas manusia yang mengancam kelestarian satwa-satwa tersebut. Penebangan liar illegal loging,perburuan liar, pembakaran
hutan, alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan atau perluasan pemukiman, pembangunan infrastruktur dan lain sebagainya. Kondisi ini semakin diperparah
dengan adanya keinginan untuk memiliki atau memelihara satwa yang terancam punah tersebut. Banyak orang beranggapan dengan memelihara satwa yang
terancam punah tersebut dapat menaikkan nilai sosialnya dimasyarakat. Beberapa tahun terakhir beberapa kasus mencuat terkait dengan
penangkapan terhadap para pemilik satwa yang terancam punah tersebut. Kebanyakan dari mereka tidak dapat menunjukkan dokumen resmi izin
pemeliharan atau kepemilikan satwa tersebut. Sejak Januari hingga November 2015, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat menganai 25 kasus
satwa liar yang kehidupannya dilidungi undang-undang. Kasus tersebut berasal dari operasi penertiban kepemilikan satwa hingga penyerahan sukarela oleh
masyarakat.
4
Untuk megatasi hal tersebut, Indonesia telah meratifikasi Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora CITES
atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies
4
Website Tempo.Co, Bandung, BKSDA Jawa Barat Tangani Kasus Satwa Liar Hingga November, 25 Februari 2016, diakses pukul 22:45 WIB
Universitas Sumatera Utara
terancam punah. Perjanjian internasional antarnegara ini disusun berdasarkan resolusi sidang anggota World Conservation Union IUCN pada tahun 1963
dimana Indonesia adalah salah satu negara anggotanya. Konvensi ini bertujuan melindungi tumbuhan dan satwa liar terhadap perdagangan internasional maupun
kepemilikan spesimen tumbuhan dan satwa liar yang mengakibatkan kelestarian spesies tersebut terancam punah. Dalam CITES menetapkan berbagai tingkat
proteksi untuk lebih dari 33.000 spesies terancam punah. Pemerintah Indonesia meratifikasi CITES dengan Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978.
5
Pada perkembangannya, Pemerintah Indonesia penetapkan peraturan perundang-undangan berupa UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya selanjutnya disebut UU Konservasi, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Meskipun telah ada peraturan pedoman di Indonesia yang mengatur tentang perdagangan maupun kepemilikan
satwa tersebut, namun tetap banyak pihak yag tidak mematuhi peraturan tersebut. Hal ini dikarenakan banyak pihak di Indonesia masih kurang mengenal jenis
satwa yang dilindungi sehingga dapat dengan mudah memperolehnya untuk kemudian dijadikan sebagai koleksi pribadi.
Bagaimanapun juga, apabila hal ini tidak segera ditindak lanjuti, maka akan semakin banyak masyarakat yang tidak peduli dengan keberadaan satwa
yang dilindungi tersebut, masyarakat akan terus berupaya untuk mengoleksinya mejadi peliharaan pribadi yang tanpa sadar telah melanggar ketentuan peraturan
5
Website Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Apakah ” CITES”. diakses tanggal 27 Februari 2016 pukul 10.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
perundang-undangan yang berlaku dan tentunya menghambat perkembangan satwa tersebut yang pada akhirnya akan punah dan tentu merugikan dan merusak
ekosistem yang ada, bahkan mengganggu sistem rantai makanan yang akan berdampak pada kelangsungan mahluk hidup di bumi.
Produk-produk hukum merupakan suatu alat perlindungan bagi semua pihak, tanpa terkecuali tumbuhan, satwa dan lingkungan hidup. Tujuan hukum itu
sendiri adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, dengan menciptakan ketertiban dan keseimbangan dalam masyarakat.
6
Banyaknya kasus kepemilikan satwa langka di Indonesia perlu ditanggulangi. Para pelaku tindak pidana perlu
dikenakan sanksi pidana sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana atas perbuatan melawan hukum yang dilakukannya untuk memberikan efek jera,
memberi peringatan kepada orang lain, dan tentu untuk menjaga kelestarian satwa yang dilindungi itu sendiri.
Seperti yang pada kasus yang dianalisis pada skripsi ini, dimana pelaku tidak mengetahui bahwa hewan yang dipelihara termasuk dalam satwa yang
dilindungi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaku memperoleh satwa tersebut dari pasar burung, tentu hal ini harus mendapat
perhatian lebih, bahwa ternyata banyak masyarakat tidak mengetahui jenis-jenis satwa yang dilindungi bahkan memperolehnya dengan mudah. Perlu ada suatu
sosialisai yang lebih membuka wawasan banyak pihak tentang keberadaan satwa yang dilindungi tersebut. Pihak terkait juga perlu melakukan pengawasan secara
intensif, bukan secara insidensial, dimana pihak terkait mengetahui adanya
6
Sudikno Mertukusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, Liberti, Yogyakarta, 1991, hlm 15
Universitas Sumatera Utara
pemilik satwa dilindungi tanpa izin hanya karena suatu kebetulan. Juga dalam hal penjatuhan sanksi pidana bagi para pemilik satwa tanpa izin, perlu ada suatu
sanksi tegas baik administratif maupun penjara, agar kemudian orang-orang tidak melakukan tindakan yang sama. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi penulisan
skripsi ini. Skipsi ini menganilisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemilik satwa dilindungi tanpa ijin yang dikaji secara teoritis
berdasarkan perspektif Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, serta pengaturan lain yang
berkaitan dengan perlindugan satwa, termasuk juga penerapannya melalui putusan Pengadilan Negeri Surabaya, dengan kasus kepemilikan satwa yang dilindungi
tanpa ada surat atau dokumen resmi bukti kepemilikan satwa tersebut. Kasus tersebut dianalisis berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Surabaya dengan
register nomor 469Pid.B2010PN.SBY.
B. Rumusan Masalah