Universitas Sumatera Utara
Tongat. 2008. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaruan. Malang : UMM Press
Suparni, Niniek. 2007. Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan. Jakarta : Sinar Grafika
Zain, Alam Setya, 1995, Hukum Lingkungan : Kaidah-Kaidah Pengelolaan Hutan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
B. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1998 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
C. Internet
Website Profauna Indonesia.co.id. Slamet Khoiri. Satwa Liar Indonesia. 25 Juli 2016. diakses pukul 21.47 WIB
Website WWF Indonesia.co.id. Choirul Saleh. Pelaksanaan CITIES di Indonesia. 25 Juli 2016 diakses pukul 21.55 WIB
Website Tempo.Co. Bandung. BKSDA Jawa Barat Tangani Kasus Satwa Liar Hingga November. 25 Juli 2016. diakses pukul 22:45 WIB
Website http:id.wikipedia.orgwikiIUCN.Red.List. diakses tanggal 27 Juli 2016 pukul 10.04 WIB
Website Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Apakah “CITES”. Diakses
tanggal 27 Juli 2016 pukul 10.00 WIB
Universitas Sumatera Utara BAB III
ANALISIS PUTUSAN PIDANA TENTANG PEMILIK SATWA YANG DILINDUNGI TANPA IZIN
Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor 469Pid.B2010Pn.Sby
Sebelum membahas mengenai analisis putusan dalam kasus putusan No. 469Pid.B2010Pn.Sby, maka terlebih dahulu menguraikan posisi kasus pada
putusan No. 469Pid.B2010Pn.Sby, yaitu sebagai berikut :
A. Kasus Posisi
1. Kronologis Kasus Pada tahun 2002-2003, petugas BKSDA datang ketempat Yulius Cokro
Budoyo untuk melakukan pendataan terhadap satwa yang terdapat di lingkungan tersebut dan mendapati saudara Yulius memelihara kakak tua putuh besar jambul
kuning, nuri merah kepala hitam, beo, dan jalak putih yang habitatnya berasal dari Irian, dan saudara Yulius tidak memiliki dapat menunjukkan izin untuk
memelihara atau memiliki satwa tersebut. Kemudian petugas BKSDA memberikan informasi kepada saudara
Yulius bahwa satwa yang dipelihara adalah satwa yang dilindungi berdasarkan ketentuan PP no. 7 thaun 1999 dan oleh petugas meminta untuk menyerahkan
satwa tersebut kepada petugas BKSDA untuk disita, namun karena alasan tidak memiliki jkandangsangkar yang besar seperti milik saudara Yulius, maka petugas
menitipkan burung tersebut dengan memberikan surat penitipan dari petugas BKSDA namun kemudian surat tersebut hilang.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian pada tahun 2007, petugas BKSDA datang kembali untuk melakukan pengecekan terhadap satwa yang ada di Komplek Hotel Permata Biru
di Jalan Trawas No.21 Prigen, Pasuruan. Saat melakukan pengecekan, saudara Yulius selaku pemilik hotel tidak berada di tempat sehingga para petugas ditemani
resepsionis hotel bernama Elok untuk melakukan pengecekan, kemudian petugas mendata bahwa saudara Yulius memiliki 7 tujuh ekor kakak tua putih besar
jambul kuning, 7 tujuh ekor nuri merah kepala hitam, 4 empat ekor beo dan 1 satu ekor jalak putih yang kemudian ditulis dalam Berita Acara Pemeriksaan
BAP untuk kemudian diserahkan saudari Elok kepada saudara Yulius sambil menjelaskan bahwa satwa tersebut dilindungi dan apabila tidak memiliki izin
pemeliharaanpenangkaran dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan pasal 21 ayat 2 huruf a Jo Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 2. Dakwaan
81
Adapun surat dakwaan yang diajukan oleh Penuntut Umum yaitu dakwaan tunggal, dimana dalam dakwaan ini terdakwa hanya didakwakan satu
tindak pidana saja yang mana Penuntut Umum merasa yakin bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut.
82
Oleh Penuntut Umum terdakwa didakwa dalam dakwaan tunggal yaitu melanggar Pasal 21 ayat 2 huruf a Jo Pasal 40 ayat 4 Undang-Undang Nomor
81
Dakwaan merupakan dasar penting hukum acara pidana karena berdasarkan hal yang dimuat dalam surat itu hakim akan memeriksa perkara itu. Pemeriksaan didasarkan kepada surat
dakwaan, Lihat E. Bona- Sasrodanukusum, Tuntutan Pidana, Siliwangi, Djakarta, hlm. 236.
82
H.M.A Kuffal, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, Malang, UMM Press, 2003, hlm 145
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1990 tetang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dimana unsur-unsurnya sebagai berikut :
1. Unsur Barang siapa;
2. Unsur karena kelalaiannya
Ad.1.Barang Siapa: Menimbang, bahwa yang dimaksud barang siapa adalah siapa saja yang dapat
menjadi subjek hukum suatu tindak pidana, sehat jasmani dan rohani serta dapat bertanggungjawab secara hukum dan tidak terkecuali Terdakwa, hal mana dalam
persidangan terdapat fakta hukum berupa alat bukti, keterangan saksi-saksi an keterangan Terdakwa, petunjuk serta adanya barang bukti, sehingga yang
dimaksud barang siapa adalah Terdakwa Yulius Cokro Budoyo Ad.2.Karena Kelalaiannya menangkap, melukai, membunuh, menyimpan,
memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
3. Tuntutan
83
Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya menuntut Terdakwa dengan Tuntutan sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa
84
Yulius Cokro Budoyo bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan Pasal 21
83
Tuntutan atau penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Lihat Pasal 1 angka 7 KUHAP.
84
Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan. Lihat: Pasal 1 angka 15 KUHAP.
Universitas Sumatera Utara
ayat 2 huruf a Jo Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Yulius Cokro Budoyo dengan
hukuman penjara selama 12 bulan; 3.
Menyatakan barang bukti berupa : 1.
3 tiga ekor kakatua putih jambul kuning, 2.
3 tiga ekor kakatua TanibarGofini, 3.
3 tiga ekor nuri merah kepala hitam dan , 4.
1satu ekor jalak putih, dirampas untuk negara Cq. BKSDA untuk dikembalikan ke habitatnya;
4. Menetapkan Terdakwa dibebankan biaya perkara sebesar Rp 5.000,00 lima
ribu rupiah; setelah mendengar pembelaan diri dari Penasehat Hukum Terdakwa yang menyatakan pada pokoknya sebagai berikut :
-menyatakan saudara Terdakwa Yulius Cokro Budoyo atas perbuatan yang didakwakan kepadanya, tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka
oleh karenanya membebaskan Terdakwa Yulius Cokro Budoyo atau setidak-tidaknya Terdakwa di atas lepas dari segala tuntutan hukum;
1. merehabilitasi nama Yulius Cokro Budoyo 2. membebankan biaya perkara kepada Negara
Universitas Sumatera Utara
4. Fakta Hukum a. Keterangan Saksi-Saksi
85
1. Yuli Harsono Saksi yang bekerja di Kantor BBKSDA Balai Besar Konservasi
Sumber Daya Alam Jawa Timur yang bertugas di Kantor Seksi VI Probolinggo bertugas melaksanakan penataan bahan-bahan Perlindungan
Kawasan Hutan di seksi IV Probolinggo dibawah sumpah menerangkan, pada hari Selasa, 7 Mei 2007 bersama dengan tim berada di Komplek
Hotel Permata Biru Jalan Trawas No. 21 Prigen, Pasuruan, melakukan pemeriksaan terhadap satwa-satwa yang ada di komplek tersebut dan
melakukan pendataan satwa-satwa yang meliputi jumlah satwa, jenis satwa, dan keadaan satwa. Dasar saksi melakukan pendataan terhadap
satwa-satwa tersebut di Hotel Permata Biru pada tanggal 7 Mei 2007 adalah SKEP Balai Besar KSDA Jatim Nomor : SK.06IV-
K.16Peg2007 tanggal 2 Januari 2007 tentang Penegasan pejabat Non Struktural dan Fungsional Lingkungan Balai Konservasi Sumber Daya
Alam Jawa Timur II dengan tanggungjawab melakukan pengamanan Kawasan Hutan Lindung dan diluar Kawasan Hutan Lindung pada RKW
Pasuruan SKW I Probolinggo. Setelah melakukan pemeriksaan dan pendataan, lalu saksi
memberikan selembar surat Berita Acara Pemeriksaan Satwa pada Sdr. Elok sebagai karyawan Hotel Permata Biru untuk disampaikan kepada
85
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan
alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu. Lihat Pasal 1 angka 27 KUHAP
Universitas Sumatera Utara
Terdakwa sebagai pemilik satwa-satwa tersebut sekaligus sebagai pengelola Hotel Permata Biru.
Tujuan saksi memberikan surat tersebut agar dilakukan pengurusan surat izin kepemilikan satwa-satwa milik Terdakwa, karena merupakan
satwa yang
tergolong dilindungi
oleh undang-undang.
Saksi menerangkan bahwa dokumen yang dibuat oleh saksi tersebut bukan
merupakan legalitas kepemilikan satwa, dimana hal tersebut telah diterangkan dengan jelas kepada Sdr. Elok agar disampaikan pada
Terdakwa. Dalam keterangannya, saksi menjelaskan pada waktu yang
disebutkan di atas, saksi tidak pernah bertemu langsung dengan Terdakwa. Saksi bertemu dengan saudari Elok sebagai perwakilan
Terdakwa yang kemudian oleh saksi diberikan pengarahan sehubungan dengan kepemilikan dan ijin-ijin satwa -satwa tersebut sebagaimana yang
disampaikan saksi di depan persidangan bahwa untuk memelihara satwa- satwa yang dilindungi harus mengurus ijin penangkaran terlebih dahulu
ke Menteri Kehutanan dan ini berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 serta Permenhut PP 25 tahun 2006 tentang Ijin Peragaan
Satwa untuk kemudian informasi tersebut diteruskan kepada Terdakwa, saksi juga tidak mengetahui darimana Terdakwa memperoleh satwa-
satwa tersebut. Saksi selanjutnya membuat Berita Acara Pemeriksaan Nomor
02BAPRKWP2007 dengan tujuan untuk melakukan pendataan atas
Universitas Sumatera Utara
satwa-satwa langka yang dilindungi tersebut yang dipelihara oleh masyarakat agar tidak dipindahtangankan kepada orang lain.
Satwa-satwa langka yang didata oleh saksi sebagaimana yang tercantum dalam lampiran PPO RI Nomor 7 tahun 1999 tanggal 27
Januari 1999 tentang Jenis-Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi dengan nomor urut 82, 83, 85, dan 121 adalah sebagai berikut:
1. 7 tujuh ekor Kakatua Putih Besar Jambul Kuning cacatua
2. 7 tujuh ekor Nuri Merah Kepala Hitam lorius lorylorius domicellus
3. 4 empat ekor Kakatua TanibarGofini cacatua gofini
4. 1 satu ekor Kakatua Kecil Putih Jambul Kuningcacatua sulphurea
Pada prosesnya Saksi menerangkan bahwa jumlah satwa yang tercantum
di dalam
Berita Acara
Pemeriksaan Nomor
02BAPRKWP2007 tertanggal 7 Mei 2007 tidak lagi sesuai dikarenakan ada satwa yang telah mati sehingga jumlah satwa pada saat
persidangan berlangsung yaitu : 1.
3 tiga ekor Kakatua Putih Besar Jambul Kuning cacatua 2.
3 tiga ekor Nuri Merah Kepala Hitam lorius lorylorius domicellus 3.
3 tiga ekor Kakatua TanibarGofini cacatua gofini 4.
1 satu ekor Kakatua Kecil Putih Jambul Kuningcacatua sulphurea Perbuatan yang dilakukan Terdakwa adalah salah karena
memiliki satwa langka yang dilindungi tanpa ijin dan dapat diancam hukuman pidana penjala paling lama 5 lima tahun dan denda maksimal
Rp. 100.000.000,00 sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 ayat 2
Universitas Sumatera Utara
huruf a jo. Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
2. Rudy Hariyanto
Saksi adalah Petugas Kepolisian sebagai penyidik pada unit IKehutanan Sat IVTindak Pidana tertentu Direktorat Reserse Polda
Jatim, menerangkan sebagai berikut: Saksi mengenal Terdakwa setalah adanya kejadian ini, yaitu
pada tanggal 23 Juli 2009, saksi dan AKP Urias Saban, SH beserta Aiptu Priyanto bersama dengan pegawai Perum Perhutani Unit II Jatim sedang
melakukan penyelidikan terhadap kasus batas hutan milik Perhutani di Desa Lumbang Rejo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan dan
berbatasan dengan komplek Hotel Permata Biru. Dari sana saksi bisa melihat satwa berupa burung kakatua dan nuri kepala hitam yang
dilindungi berada di komplek Hotel Permata Biru tersebut, lalu esok harinya yaitu pada tanggal 24 Juni 2009 setelah dilaporkan dan
dikonsultasikan ke pimpinan dan dikondisikan dan mendapat perintah dari atasan saksi, maka saksi bersama dengan Aiptu Priyanto mendatangi
komplek Hotel Permata Biru dan menanyakan tentang kepemilikan satwa atau burung yang dilindungi tersebut serta dokumen-dokumen
kejadiannya. Saksi menemukan satwaburung-burung langka yang dilindungi
di dalam area Hotel Permata Biru di Jalan Raya Trawas Nomor 21 Dusun
Universitas Sumatera Utara
Sumber Wekas, Desa Lumbang Reja, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.
Saksi datang di Hotel Permata Biru tanggal 23 Juni 2009 dan dilakukan penangkapan pada esok harinya yaitu tanggal 24 Juni 2009.
Dalam proses penangkapan, saksi menemukan satwa ditempatdilokasi Hotel Permata Biru tersebut berupa:
1. 3 tiga ekor Kakatua Putih Besar Jambul Kuning cacatua
2. 3 tiga ekor Nuri Merah Kepala Hitam lorius lorylorius domicellus
3. 3 tiga ekor Kakatua TanibarGofini cacatua gofini
4. 1 satu ekor Kakatua Kecil Putih Jambul Kuning cacatua sulphurea
Saksi menerangkan, satwa-satwa tersebut ditaruh dalam sangkar yang terbuat dari ram-raman kawat dan besi yang disatukan dengan
satwaburung lain dan kandang dalam kondisi terawat dan terjada dengan baik.
Berdasarkan keterangan saksi dipersidangan, pada saat dilakukan penangkapan dan penyitaan terhadap satwa yang dilindungi
tersebut, Saksi tidak bertemu langsung dengan Terdakwa, melainkan dengan Sadudari Elok selaku orang kepercayaan Terdakwa dan pengurus
satwa di Hotel tersebut, dan pada saat itu Saudari Elok menunjukkan surat dari BKSDA tetapi bukan surat ijin pemeliharaanpenangkaran atas
burung-burung tersebut. Dasar dari penangkapan dan penyitaan terhadap satwaburung-
burung langka yang dilindungi tersebut adalah Undang-Undang Nomor 5
Universitas Sumatera Utara
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7
Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta ketentuan yang diatur dalam lampiran PP No. 7 Tahun 1999 tanggal 27
Januari 1999 tentang jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi dalam nomor urut 82, 83, 85, dan 121 tercantum nama Indonesianya,
kakatua putih besar jambul kuning, kakatua Gofini, kakatua kecil jambul kuning, dan nuri kepala hitam atau nuri Irian.
3. Siti Rohma Elok
Saksi dibawah sumpah menerangkan pada pokoknya sebagai berikut:
Saksi kenal dengan Terdakwa karena saksi merupakan salah satu karyawan Terdakwa yang bekerja di Hotel Permata Biru yang beralamat
di Jalan Raya Trawas No. 21 Dusun Sumber Wekas Desa Lumbang Rejo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, yang bekerja sebagai
resepsionis di hotel tersebut dengan tugas tanggungjawab Saksi adalah memberikan informasi pelayanan hotel dan menerima tamu.
Pada hari Selasa tanggal 24 Juni 2009 sekitar jam 11.20 WIB saksi pernah menerima petugas dari BKSDA Pasuruan bersama dengan tim
berada di komplek Hotel Permata Biru dan melihat ada satwa yang dilindungi dalam kandangsangkar yang berada dalam komplek tersebut,
kemudian saksi menemani petugas bersama dengan tim yang sedang melakukan pemeriksaan terhadap satwa-satwa tersebut dan memberikan
Universitas Sumatera Utara
surat pendataan satwa-satwa tersebut untuk diberikan kepada pengelola sekaligus pemilik satwa-satwa tersebut yaitu Terdakwa.
Saksi menerangkan satwa-satwa yang ada di komplek Hotel Permata Biru tersebut adalah milik Terdakwa Yulius Cokro Budoyo.
Menurut Saksi, tujuan Terdakwa memelihara satwa-satwa tersebut agar pengunjung hotel tertarik dan memberikan rasa segar serta memperindah
suasana hotel dengan satwa yang ada di komplek dalam area Hotel Permata Biru yang dikelola Terdakwa.
Burung-bururng yang dilindungi tersebut dipelihara dengan baik oleh Terdakwa dan juga diperhatikan makanannya, kesehatannya, dan
ditempatkan di sangkar yang besar diletakkan di lokasi Hotel Permata Biru;
4. Karim
Dalam keterangannya dipengadilan, saksi mengenal Terdakwa dan Saksi merupakan salah satu karyawan Hotel Permata Biru yang
beralamat di Jalan Raya Trawas Nomor 21, Dusun Sumber Wekas, Desa Lumbang Rejo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan
Pekerjaan Saksi sehari-hari di Hotel Permata Biru adalah dibagian kebun yaitu memotong rumput, memotong pohon yang
menghalangi jalan, menyiram bunga, dan juga memberikan makan burung serta membuang sampah. Dalam keterangannya saksi
menjelaskan pengelola Hotel Permata Biru serta pemilik burung-burung kakatua dan nuri yang dipelihara dalam sangkar besar adalah Terdakwa.
Universitas Sumatera Utara
Saksi tahu jenis burung yang dipelihara tersebut adalah 7 tujuh ekor burung kakatua warna putih dan berjambul dan 3 tiga ekor nuri
warna merah kepala hitam tetapi Saksi tidak tahu apakah satwa-satwa yang dipelihara oleh Terdakwa tersebut sudah ada surat izinnya atau
tidak, karena saksi hanya merawat burung-burung tersebut sejak tahun 2003.
Tujuan Terdakwa memelihara satwa-satwa tersebut agar pengunjung hotel tertarik dan memberikan rasa segar serta memperindah
suasana hotel dengan satwa yang ada di komplek dalam area Hotel Permata Biru yang dikelola Terdakwa. Burung-burung yang dilindungi
tersebut dipelihara dengan baik oleh Terdakwa dan juga diperhatikan makanannya, kesehatannya, dan ditempatkan di sangkar yang besar
diletakkan di lokasi Hotel Permata Biru; b. Keterangan Ahli
86
Saksi Ahli Agus Irwanto, SP, yang bekerja di Balai Besar Koservasi Sumber Daya Alam BBKSDA Jawa Timur sejak tahun 2000
sebagai Polisi Kehutanan memberikan keterangan di bawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
Saksi dalam hal ini akan menerangkan masalah satwa liar dan tumbuhan, hal-hal yang tidak diperbolehkan atau dilarang dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang berkaitan dengan Pasal 21 ayat 2
86
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan. Lihat: Pasal 1 angka 28 KUHAP.
Universitas Sumatera Utara
huruf a adalah memiliki, memelihara. Dalam hal yang berkaitan dengan perkara ini adalah burung kakatua putih kecil jambul kuning, burung
kakatua TanimbarGofini, dan burung nuri merah kepala hitam. Apabila seseorang iningin memiliki, memelihara burung-burung
yang dilindungi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya untuk tujuan
kesenangan atau atau hobi tidak diperkenankan, dan bagi orang yang memiliki satwaburung-burung
yang dilindungi tersebut,
harus diserahkan kepada negara melalui BKSDA. Apabila perseorangan yang
mengajukan izin untuk memiliki satwaburung-burung tersebut untuk hobikesenangan melalui BKSDA, maka BKSDA menyarankan agar
satwa tersebut diserahkan kepada BKSDA karena melanggar undang- undang, sedangkan untuk budidaya atau penangkaran, diperbolehkan
tetapi dengan surat izin khusus yaitu izin usaha, untuk perseorangan dikeluarkan oleh KBBSDA sedangkan perusahaan harus dari
Departemen di Jakarta atau melalui Menteri Kehutanan dan harus memiliki fasilitas yang lengkap.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 37 ayat 2, apabila petugas dari BKSDA melkukan pendataan terhadap
satwa langka yang dilindungi, oleh petugas dibuatkan Berita Acara pemeriksaan satwatumbuhan dan atas bagian-bagiannya serta Berita
Acara penitipan atas satwatumbuhan yang dilindungi yang telah didata tersebut dan akan dilakukan pengawasan secara berkala dan terus
Universitas Sumatera Utara
menerus terhadap perkembangan atas satwatumbuhan langka yang dilindungi tersebut. Bila pemilik memiliki 2 dua surat tersebut yaitu
Berita Acara pemeriksaan atas satwatumbuhan dan atas bagian- bagiannya dan Berita Acara penitipan satwatumbuhan yang telah
dicatatdidata oleh petugas dari BKSDA tersebut, maka atas satwatumbuhan langka yang dilindungi tersebut sudah menjadi
tanggungjawab negara, dan Berita Acara tersebut ditandatangani oleh petugas, kepala seksi dan orang yang dititipi satwa tersebut. Sedangkan
tenggang waktu untuk pengawasan secara berkala oleh petugas dari BKSDA atas satwatumbuhan langka yang dilindungi yang sudah didata
sampai diurusnya surat izin oleh pemilik satwa tersebut tidak diatur dalam undang-undang dan ini berdasarkan kebijaksanaan dari Kepala
Seksi. Tujuan dari pendataan adalah untuk melihatmengukur
kapasitaskemampuan orang tersebut merawat satwa tersebut dan bila dianggap
memenuhi syarat
maka disarankan
untuk mengurusmengajukan surat izin penangkaran atas satwa-satwa tersebut
dan bila tidak maka satwa-satwa tersebut akan disita dan diambil negara. Sedangkan yang dapat melakukan penyitaan atas satwa liar yang
dilindungi tersebut adalah adalah penyidik PNS dan Berita Acara penyitaan tersebut ditandatangani oleh penyidik PNS. Dan sebagai
tambahan, BKSDA itu ada BKSDA Resort Pasuruan melaporkan data- data ke Kepala Seksi Wilayah di Probolinggo lalu Kepala Seksi Wilayah
Universitas Sumatera Utara
melaporkan ke Kepala Bidang di Jember dan di Surabaya adalah Balai Besarnya Konservasi Sumber Daya Alam. Pada tahun 2007 aadalah masa
peralihan, yaitu pada tahun 2007 pada bulan Agustus mau digabung dengan Balai Besar dan pada akhir 2007 berganti menjadi Balai Besar.
c. Keterangan Terdakwa
87
Terdakwa dalam
keterangannya dimuka
persidangan menjelaskan pada pokonya sebagai berikut:
Terdakwa memelihara satwaburung-burung langka yang dilindungi tersebut di dalam lokasi Hotel Permata Biru milik Terdakwa.
Terdakwa baru mengetahui kalau burung kakaktua putih besar jambul kuning, kakatua TanimbarGofini, kakatua kecil jambul kuning dan
burung nuri merah kepala hitam tersebut adalah satwaburung-burung langka yang dilindungi yang dilarang untuk dipelihara, ketika ada
petugas dari BKSDA yang datang ke lokasi Hotel Permata Biru yaitu pada tahun 2002-2003 untuk mendata satwaburung-burung langka
yang dilindungi tersebut dan Terdakwa pada waktu itu telah menyerahkan burung-burung langka tersebut kepada petugas BKSDA,
tetapi petugas dari BKSDA tidak bersedia dan menitipkan burung- burung tersebut kepada Terdakwa karena di BKSDA tidak mempunyai
kandangsangkar yang besar seperti milik Terdakwa dan memberikan buku kepada Terdakwa.
87
Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Lihat: Pasal 189 KUHAP.
Universitas Sumatera Utara
Terdakwa mendapatkan burung-burung langka yang dilindungi tersebut dari beli di pasar burung dan Terdakwa tidak pernah menjual
burung-burung tersebut karena Terdakwa hanya memelihara saja. Pada tahun 2002-2003 ada petugas dari BKSDA yang datang ke lokasi Hotel
Permata Biru mengecek burung-burung langka tersebut dan pada tahun 2007 ada pengecekan lagi BKSDA. Terdakwa membenarkan
satwaburung-burung langka yang dilindungi tersebut tidak mempunyai surat izin
Pada tahun 2002 saat petugas dari BKSDA datang ke tempat Terdakwa, waktu itu petugas berkata yang katanya burung-burung
tersebut adalah burung-burung langka yang dilindungi dan memberikan pengarahan kepada Terdakwa. Pada waktu Terdakwa telah meminta
atau menyerahkan burung-burung tersebut agar dibawa oleh petugas dari BKSDA, tetapi katanya BKSDA tidak punya sangkarkandang
sebesar milik Terdakwa lalu menitipkan burung-burung tersebut kepada Terdakwa.
Pada waktu petugas BKSDA menitipkan burung-burung langka yang dilindungi tersebut kepada Terdakwa, Terdakwa diberikan
surat penitipan oleh petugas BKSDA, tetapi surat tersebut sudah hilang. Bahwa pada tahun 2007, ketika ada pengecekan dari petugas BKSDA,
petugas hanya bertemu dengan Sdr. Elok karyawan Terdakwa dan disarankan untuk mengurus surat izinnya.
Universitas Sumatera Utara
Pada pokoknya Terdakwa membenarkan seluruh keterangan Saksi-Saksi.
d. Barang Bukti
88
Barang bukti yang diajukan adalah: 1.
3 tiga ekor Kakatua Putih Besar Jambul Kuning cacatua 2.
3 tiga ekor Nuri Merah Kepala Hitam lorius lorylorius domicellus
3. 3 tiga ekor Kakatua TanibarGofini cacatua gofini
4. 1 satu ekor Kakatua Kecil Putih Jambul Kuning cacatua
sulphurea untuk disita dan dikembalikan ke habitatnya melalui BKSDA.
e. Pembuktian Jaksa Penuntut umum dalam pembuktian unsur-unsur tindak
pidana menyebutkan sebagai berikut: 1.
Unsur ke-1 “barang siapa” Yang dimaksud barang siapa adalah siapa saja yang dapat menjadi
subjek hukum suatu tindak pidana, sehat jasmani dan rohani serta dapat bertanggungjawab secara hukum. Di dalam persidangan telah diperiksa
identitas diri Terdakwa. Hal mana dalam persidangan terdapat fakta hukum berupa alat bukti, keterangan saksi-saksi dan keterangan
88
Barang bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang twelah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam
tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Lihat: Pasal 1 angka 5 Peraturan Kapolri No. 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Terdakwa, petunjuk serta adanya barang bukti, sehingga yang dimaksud barang siapa adalah Terdakwa Yulius Cokro Budoyo.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka dengan demikian unsur setiap orang dalam hal ini telah secara sah dan meyakinkan menurut
hukum. 2.
Unsur ke-2 “karena kelalaiannya” Berdasarkan fakta hukum yang terugkap dipersidangan berupa
keterangan Terdakwa yang tidak mengetahui status burung-burung tersebut dilindungi, maka dengan demikian Terdakwa melakukan tindak
pidana tersebut memenuhi unsur kelalaiannya. 3.
Unsur ke-3 “dalam keadaan hidup” Fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan secara jelas bahwa
Terdakwa memelihara burung-burung tersebut dengan tujuan untuk menambah keindahan dan daya tarik hotel yang dikelola oleh
Terdakwa. Kata memelihara dalam pengertiannya adalah memberikan makan, menjaga kebersihan kandang dan merawat kesehatan satwa
tersebut, sehingga dapat diartikan bahwa satwa tersebut dalam keadaan hidup. Dengan demikian, unsur dalam keadaan hidup telah terpenuhi
secara sah dan meyakinkan.
Universitas Sumatera Utara
5. Pertimbangan Hakim
89
Pertimbangan hakim menyatakan perbuatan Terdakwa telah diatur dan melanggar Pasal 21 ayat 2 huruf a Jo. Pasal 40 ayat 2
Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1995 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan tidak ditemukannya alasan memaafkan atau membenarkan perbuatan
Terdakwa, sehingga dapat menghapuskan sifat pidana dari perbuatan Terdakwa, dengan demikian Terdakwa harus dipersalahkan atas
perbuatannya. Pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa dianggap sudah sepatutnya dan selayaknya diterima Terdakwa sesuai dengan
perbuatannya. Karena Terdakwa dijatuhi pidana, maka Terdakwa dibebankan
biaya perkara dan membenkan Terdakwa untuk membayar denda. Terhadap alat bukti yang diajukan dipersidangan berupa:
1. 3 tiga ekor Kakatua Putih Besar Jambul Kuning cacatua
2. 3 tiga ekor Nuri Merah Kepala Hitam lorius lorylorius
domicellus 3.
3 tiga ekor Kakatua TanibarGofini cacatua gofini
89
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nialai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan ex eaquo et bono dan
megandung kepastian hukum, deasmping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim harus disikapi dengan teliti, baik dan cermat. Apabila
pertimbangan hakim tidak teliti, baik dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.
Lihat: Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata dan Pengadilan Agama, cet v, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,2004, hlm.140.
Universitas Sumatera Utara
4. 1 satu ekor Kakatua Kecil Putih Jambul Kuning cacatua
sulphurea Sebelum
menjatuhkan pidana,
Majelis perlu
mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan: Hal-hal yang memberatkan:
Perbuatan Terdakwa melanggar peraturan pemerintah, mengingat Pasal 21 ayat 2 huruf a 1 Jo. Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1995 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan peraturan hukum lain yang bersangkutan.;
Hal-hal yang meringankan: a. Terdakwa belum pernah dihukum;
b. Terdakwa mengakui perbuatannya dan bersikap sopan dalam persidangan;
c. Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga; Ancaman dalam Pasal 21 ayat 2 huruf a 1 Jo. Pasal 40 ayat
4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah berupa pidana penjara dan
denda, maka kepada Terdakwa yang dinyatakan bersalah akan dikenakan pidana penjara dan denda berupa uang.
Universitas Sumatera Utara
6. Amar Putusan
90
Majelis dalam putusannya memutuskan sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa YULIUS COKRO BUDOYO tersebut, telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Tanpa hak memiliki, memelihara satwa yang dilindungi
dalam keadaan hidup tanpa disertai surat izin dari pihak yang berwenang”;
2. Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 9
sembilan bulan; 3.
Menetapkan pidana tersebut tidak perlu dijalani Terdakwa, kecuali dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain,
disebabkan karena Terdakwa melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 satu tahun terlampaui;
4. Menetapkan barang bukti berupa : 3 tiga ekor kakatua putih jambul
kuning, 3 tiga ekor kakatua TanibarGofini, 3 tiga ekor nuri merah kepala hitam dan 1 satu ekor kakatua putih kecil jambul
kuning dirampas untuk Negara Cq. BKSDA untuk dikembalikan ke habitatnya;
5. Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp 5.000,00
lima ribu rupiah
90
Amar Putusan atau Putusan Hakim menurut Prof. Sudikno Mertokusumo adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan
dan bertujuan mengahiri atau menyelesaikan suatu perkara atau suatu sengketa antara para pihak. Lihat: Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1993, hlm.
158.
Universitas Sumatera Utara B. Analisis Kasus
Jika dianalisis unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 21 ayat 2 huruf a Jo Pasal 40 ayat 4 adalah sebagai berikut:
a. Barang Siapa
Unsur setiap orang dalam hal ini adalah subjek hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban berupa orang perorangan, kelompok atau badan
hukum. Berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, barang bukti dan dan keterangan terdakwa dapat disimpulkan bahwa Terdakwa Yulius
Cokro Budoyo harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. b.
Karena kelalaiannya Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan Terdakwa yang
diungkapkan di depan persidangan, Terdakwa tidak mengetahui burung-burung yang dipelihara Terdakwa adalah jenis yang dilindungi, hal ini juga disebabkan
karena Terdakwa memperoleh burung-burung tersebut dari pasar burung yang ada di daerahnya. Disamping itu, keinginan Terdakwa memiliki burung-burung
tersebut untuk memperindah kawasan hotel agar menarik minat pengunjung. Secara prinsip dalam ilmu hukum, tidak dapat dibenarkan seseorang
“tidak tahu” apabila diterapkannya sebuah ketentuan hukum. Dengan berlakunya ketentuan sebuah peraturan perundang-undangan, maka setiap warga negara harus
“dianggap tahu” sehingga tidak dapat mengelak untuk diterapkan suatu perundang-
undangan dengan alasan “tidak tahu”. Asas ini kemudian dikenal dengan istilah Asas Fictie Hukum
.
Artinya asas berlakunya hukum yang menganggap setiap orang mengetahui adanya sesuatu Undang-Undang. Sehingga,
Universitas Sumatera Utara
tidak ada alasan seseorang membebaskan diri dari Undang-Undang dengan pernyataan tidak mengetahui adanya Undang-Undang tersebut.
Bahkan didalam UU No. 4 Tahun 2004 telah tegas dinyatakan, sebuah produk hukum selain
berlakunya setelah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang, kemudian diundangkan dalam Lembaran Negara dan Penjelasannya sudah dimuat dalam
Tambahan lembaran negara, maka semua orang dianggap sudah mengetahuinya dan isi peraturan itu sudah mengikat umum fictie hukum
91
. Dengan demikian, unsur karena kelalaiannya harusnya dikaji ulang oleh Majelis Hakim terhadap
dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, karena asas tersebut dapat dijadikan alasan oleh Hakim untuk menyatakan bahwa perbuatan tersebut terdapat
unsur kesengajaan. c.
Dalam keadaan hidup Unsur ini membedakan penjatuhan pidana terhadap Terdakwa yang
memiliki satwa tersebut dalam keadaan hidup atau mati. Dalam kasus ini, satwa yang dimiliki Terdakwa dalam keadaan hidup.
Berdasarkan keseluruhan berkas perkara, yaitu berkas perkara register perkara Nomor 469Pid.B2010Pn.Sby tentang kasus pidana pemilik satwa yang
dilindungi tanpa izin, maka dapat diberikan beberapa analisis sebagai berikut: 1. Dakwaan Yang Didakwakan Jaksa Penuntut Umum
Berdasarkan kasus di atas, jika melihat dari dakwaan yang didakwakan oleh Penuntut Umum kepada Terdakwa, dakwaan tersebut termasuk dalam
dakwaan biasa atau tunggal. Dakwaan biasa atau dakwaan tunggal adalah
91
C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hlm. 54
Universitas Sumatera Utara
dakwaan yang disusun dakam rumusan dakwaan tunggal, surat dakwaan hanya berisi satu dakwaan saja. Umumnya perumusan dakwaan tunggal dijumpai dalam
tindak pidana yang jelas serta tidak mengandung fakor penyertaan mededaderschap atau alternatif concursus atau faktor subsidair.
92
Dalam hal dakwaan tunggal yang didakwakan oleh Penuntut Umum, karena hakim merasa
yakin bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana yang didakwakan. Dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Terdakwa adalah sebagai
berikut : Diancam Pidana Pasal 21 ayat 2 huruf a Jo Pasal 40 ayat 4 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum merumuskan bahwa perbuatan pidana yang telah dilakukan Terdakwa telah melanggar ketentuan
dalam Pasal 21 ayat 2 huruf a dan dijuntokan dengan Pasal 40 ayat 4 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Dimana apabila dikaji lebih lanjut mengenai kedua pasal tersebut, maka akan didapati bahwa dalam rumusan Pasal 21 ayat 2 huruf a adalah
tentang tindak pidana yang dilarang untuk dilakukan terhadap satwa langka yang dilindungi dalam keadaan hidup, sedangkan dalam rumusan Pasal 40 ayat 4
adalah sanksi pidana bagi yang melanggar rumusan Pasal 21 ayat 1 dan ayat 2 Undang-Undang Konservasi.
92
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP,Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 398.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pembahasan pada bab sebelumnya, telah dijelaskan mengenai teori-teori kesalahan yang mana kesalahan terdiri atas dua bagian yaitu dolus
kesengajaan dan culpa kealpaan. Dalam pasal 40 ayat 4 sangat jelas tercantum kalimat “karena kelalaiannya” yang dapat diartikan bahwa keadaan
batin sipelaku bersifat ceroboh, teledor, atau kurang hati-hati sehingga perbuatan atau akibat yang dilarang oleh hukum terjadi.
93
Sehingga dalam hal rumusan pemidanaan, perbuatan pidana yang dilakukan karena kelalaian akan lebih ringan
hukumannya dibanding dengan perbuatan yang dilakukan karena kesengajaann. Hal ini jelas terlihat dalam rumusan Pasal 40 ayat 2 dan Pasal 40 ayat 4 dimana
pidana penjara dan denda dalam Pasal 40 ayat 2 lebih berat dibandingkan dalam Pasal 40 4.
2. Pembuktian Kasus Menurut Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti adalah
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa.
a. Keterangan Saksi Berdasarkan kasus diatas, saksi-saksi yang dihadirkan dalam proses
pengadilan adalah : 1.
Yuli Harsono
93
Mahrus Ali, Dasar-Dasar....op.cit, hlm. 178
Universitas Sumatera Utara
2. Rudi Hariyanto
3. Siti Rohma Elok
4. Karim
Keterangan saksi-saksi diatas menyebutkan bahwa pemilik Hotel Permata Biru dan satwaburung tersebut adalah Terdakwa Yulius Cokro Budoyo.
Para saksi juga membenarkan bahwa pada sekitar tahun 2002-2003 ada petugas BKSDA yang datang untuk menanyakan surat izin kepemilikan satwa tersebut,
dimana petugas menerangkan bahwa satwa tersebut dilindungi dan harus memiliki surat izin untuk dapat memelihara satwa tersebut dan Terdakwa tidak mampu
menunjukan surat izin yang dimaksud. Berdasarkan keterangan saksi yang satu dengan yang lainnya, maka Jaksa Penuntut Umum yakin bahwa Terdakwa telah
melanggar ketentuan dalam Pasal 21 ayat 2 junto Pasal 40 ayat 4 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. b. Keterangan Ahli
Saksi ahli Agus Irwanto, SP menjelaskan bahwa tidak diperbolehkan atau dilarang undang-undang yang berkaitan dengan Pasal 21 ayat 2 huruf a tentang
memiliki, memelihara satwa liar yang dilindungi. Apabila seseorang memiliki satwa liar yang dilindungi tersebut, maka satwa tersebut harus diserahkan kepada
negara melalui BKSDA. Saksi ahli juga menjelaskan bahwa memelihara satwa yang dilindungi secara perseorangan untuk kesenanganhobi tidak dibenarkan
dalam undang-undang, kecuali untuk penangkaran dan harus memenuhi syarat yang dibenarkan oleh undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
c. Surat Dalam kronologis pemeriksaan perkara ini, terdapat surat Berita Acara
Pemeriksaan Nomor : 02BAPRKWP2007 yang diberikan petugas BKSDA untuk mempermudah pendataan atas satwa-satwa yang dilindungi dan agar tidak
dipindahtangankan kepada orang lain. d. Petunjuk
Berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa yang dihubungkan dengan barang bukti, maka dalam persidangan diperoleh fakta
hukum sebagai berikut : Hari Selasa tanggal 24 Juni 2009, Hotel Permata Biru milik Terdakwa
didatangi petugas BKSDA untuk melakukan pendataan dan pemeriksaan terhadap satwa-satwa milik Terdakwa.
Terdakwa adalah pemilik satwa-satwa yang dilindungi yaitu 3 tiga ekor kakatua putih jambul kuning, 3 tiga ekor kakatua tanibargofini, 3 tiga ekor
nuri merah kepala hitam dan 1 satu ekor jalak putih yang berada di hotel milik Terdakwa di Jalan Trawas No. 21 Desa Sumber Wekas, Kecamatan Prigen,
Kabupaten Pasuruan. Terdakwa mendapatkan satwa-satwa tersebut dibeli dari pasar burung
Bratang dan Kupang di Surabaya. Tujuan Terdakwa merawat satwa-satwa tersebut untuk memperindah pemandangan Hotel Purnama Biru miliknya.
Terhadap satwa-satwa milik Terdakwa tersebut, Terdakwa tidak memiliki surat izin kepemilikan dan hanya mempunyai surat Berita Acara Pemeriksaan dari
BKSDA
Universitas Sumatera Utara
e. Keterangan Terdakwa Berdasarkan fakta-fakta dalam persidangan bahwa Terdakwa pada
intinya Terdakwa tidak menyanggah keterangan saksi-saksi. Terdakwa membenarkan bahwa ia adalah pemilik satwa tersebut. Terdakwa menjelaskan
bahwa ia tidak tahu bahwa satwa yang dibeli yang kemudian dipelihara tersebut adalah satwa yang dilindungi, yang kemudian Terdakwa mengetahui hal tersebut
ketika petugas BKSDA melakukan pendataan terhadap satwa milik Terdakwa. Terdakwa juga menjelaskan bahwa Terdakwa membeli satwa tersebut bukan
untuk diperjual-belikan, namun semata-mata hanya untuk memperindah dan menarik pengunjung terhadap hotel milik Terdakwa.
3. Tuntutan Requsitoir dan Kaitannya Dengan Pasal yang Didakwakan Jaksa Penuntut Umum
Pada Pasal 1 butir 7 KUHAP tercantum definisi penuntutan sebagai berik
ut : “Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan
perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”.
94
Pasal 137 KUHAP menentukan bahwa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu delik
dalam daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.
95
Requisitoir berisikan tuntutan hukuman atas yang telah didakwakan terhadap terdakwa. Requisitoir dibacakan oleh jaksa penuntut umum
94
Andi Hamzah, Hukum Acara Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 161
95
Op.cit
Universitas Sumatera Utara
setelah pemeriksaan alat bukti dan sebelum pembacaan pledoi dalam tahapan persidangan di pengadilan dalam kasus pemeriksaan biasa. Dalam kasus ini
Tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum sejalan dengan apa yang telah didakwakan dalam dakwaan tunggal yang diajukan dalam surat dakwaan. Dalam
kasus ini, Jaksa Penuntut Umum menuntut terdakwa bersalah melakukan tindak pidana “karena kelalaiannya menangkap, melukai, membunuh, meyimpan,
memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup”, sesuai dengan dakwaan Jaksa Penunut Umum yaitu Pasal
21 ayat 2 huruf a junto Pasal 40 ayat 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 19990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pasal 40 ayat
2 mengancam pidana secara kumulatif yakni adanya pidana penjara dan pidana denda sebagai tambahannya. Dalam kasus ini, Jaksa Penunut Umum menuntut
terdakwa dengan pidana penjara maksimal yaitu 12 bulan atau 1 tahun. 4. Putusan Pengadilan Dikaitkan Dengan Fakta-Fakta Hukum dan Tuntutan Jaksa
Penuntut Umum Dalam kasus di atas, Hakim memutus sama dengan tuntutan pidana yang
diajukan Jaksa Penuntut Umum, yaitu Pasal 21 ayat 2 huruf a junto Pasal 40 ayat 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Hayati dan Ekosistemnya dan memutus lebih ringan dari tuntutan pidana yang diajukan Jaksa Penuntut Umum sebelumnya menjadi 9 sembilan bulan, yang
kemudian pidana tersebut tidak perlu dijalani Terdakwa, kecuali ada putusan Hakim yang menentukan lain disebabkan karena Terdakwa melakukan suatu
tindak pidana sebelum masa percobaan 1 satu tahun terlampaui. Di dalam fakta
Universitas Sumatera Utara
persidangan juga terungkap bahwa Terdakwa membeli satwa tersebut di pasar burung dan Terdakwa tidak mengetahui bahwa satwa yang dibelinya tersebut
adalah dilindungi, terdakwa juga merawat satwa-satwa tersebut secara baik dengan menempatkan pada kandang besar, makanan dan kebersihannya selalu
diperhatikan. Pertanggungjawaban pidana dalam kasus ini dikenakan kepada terdakwa.
Seseorang akan dipertanggungjawabkan atas perbuatannya terhadap tindak pidana tersebut jika tindakannya telah nyata melanggar hukum dengan tidak alasan
pembenar dan pemaaf serta kemampuannya bertanggungjawab. a. Kemampuan bertanggungjawab
Seperti yang telah di jelaskan sebelumnya bahwa mengenai kemampuan bertanggungjawab ini dalam KUHP tidak dijelaskan ukurannya secara pasti,
Seseorang dikatakan memiliki kemampuan bertanggung jawab apabila dilihat dari :
a. Keadaan jiwanya, yaitu tidak terganggu oleh penyakit yang terus
menerus maupun sementara, tidak cacat dalam pertumbuhan serta tidak terganggu kerena terkejut, amarah dan sebagainya.
b. Kemampuan jiwanya, yaitu dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya
serta dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut. Terdakwa dalam kasus ini, berada dalam keadaan batin yang normal dan
sehat, tidak ditemukan fakta bahwa terdakwa tidak mampu bertanggung jawab. Oleh karena terdakwa mampu bertanggung jawab maka dinyatakan bersalah dan
dijatuhi pidana.
Universitas Sumatera Utara
b. Kesalahan Dalam hukum pidana terdapat asas yang menyebutkan bahwa tidak
dipidana jika tidak ada kesalahan Geen straf zonder schuld, actus non facit reum nisi mens sir rea. Kesalahan adalah dapat dicelanya pembuat tindak pidana
karena dilihat dari segi masyarakat sebenarnya ia dapat berbuat lain jika tidak ingin melakukan perbuatan tersebut
96
. Orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan, jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi
masyarakat dapat dicela karenanya, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan masyarakat padahal mampu untuk mengetahui makna dari perbuatan
tersebut, dan oleh karenanya bahkan dapat menghindari perbuatan demikian
97
. Dengan pengertian tersebut, maka pengertian psikologis yang menitikberatkan
pada keadaan batin tertentu dari si pembuat dan hubungan antara keadaan batin tersebut dengan perbuatannya sedemikian rupa, sehingga pembuat dapat
dipertanggungjawabkan atas perbuatannya
98
. Intinya, pengertian kesalahan justru terletak pada penilaian hukum terhadap kenyataan bahwa pembuat dapat berbuat
lain. Ketiadaan kemungkinan pembuat berbuat lain, selain melakukan tindak pidana menyebabkan dapat dilepaskan dari keadaan bersalah
99
. Oleh karena itu, ada kesalahan jika kelakuan tidak sesuai dengan norma yang harus diterapkan
100
Terdakwa pada kasus ini, telah melakukan perbuatan pidana memiliki satwa liar
96
Roeslan Saleh, Perbuatan dan Pertanggungjawaban Pidana; Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Cetakan Ketiga, Aksara Baru, 1983, hlm.77
97
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Kedelapan, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm.169
98
Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif Pembaharuan, UMM Press, Malang, 2008, hlm. 222
99
Roeslan Saleh,...op.cit
100
Ibid
Universitas Sumatera Utara
yang dilindungi tanpa izin dan perbuatan yang dilakukan terdakwa diketahui oleh telah melanggar aturan hukum, artinya terdakwa memiliki pengetahuan terhadap
perbuatannya dan perbuatan tersebut pun dilakukan berdasarkan kehendak dari Terdakwa serta ia juga mengetahui akibat jika ia malakukan perbuatan itu. Oleh
karena itu Terdakwa telah memenuhi unsur kesalahan. Dalam kasus ini, Terdakwa memang secara sah dan meyakinkan telah
memenuhi unsur-unsur kesalahan sebagaimana telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya. Namun yang menjadi pertentangan adalah, dimana hakim memutus
sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Seharusnya hakim menggali lagi mengenai kebenaran kasus ini. Undang-Undang Konservasi sendiri sudah ada
sejak tahun 1990 dan sejak saat itu pasti sudah ada isu mengenai perlindungan terhadap satwa-satwa yang dilindungi hingga memunculkan Undang-Undang
Konservasi tersebut. Sedikit banyak saudara Terdakwa sebagai warga negara yang baik harusnya mengetahui hal tersebut.
Dalam hal ini, Terdakwa membeli burung-burung tersebut di pasar burung, kemungkinannya adalah burung tersebut jarang ada di pasar tersebut
sehingga menarik minat Terdakwa untuk memilikinya karena sedikit yang menjualnya. Tentunya apabila ada itikad baik dari Terdakwa, saudara Terdakwa
seharusnya menelusuri dan menggali informasi mengenai satwa-satwa tersebut. Ditengah era globalisasi tentu sangat mudah dan cepat untuk mengetahui
informasi tersebut. Disinilah letak kelemahan putusan hakim, dimana tidak ada pertimbangan lebih lanjut mengenai keadaaan batin Terdakwa ketika berusaha
untuk memiliki satwa-satwa tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Penulis pada dasarnya, bertentangan terhadap dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum dan terhadap putusan hakim. Berdasarkan apa yang penulis
ungkapkan di atas, sudah selayaknya Terdakwa dijatuhi Pasal Pasal 21 ayat 2 huruf a Jo Pasal 40 ayat 2, dimana Terdakwa melakukan tindakanannya debgan
sengaja. Hal ini tentu akan menambah berat hukuman Terdakwa atas perbuatannnya tersebut
c. Alasan pemaaf Terdapatnya alasan pemaaf apabila seseorang telah memenuhi unsur-
unsur dalam rumusan delik tetapi ia tidak dapat dipidana karena tidak sepantasnya orang tersebut dicela dan tidak sepatutnya ia disalahkan karena adanya alasan-
alasan pemaaf tersebut. Terdakwa dalam kasus ini tidak didapati adanya alasan pemaaf.
Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum hanya menuntut Terdakwa dengan pidana penjara selama 12 bulan. Tentu saja tuntutan tersebut terlalu ringan
mengingat isi pasal yang dikenakan kepada Terdakwa terdapat denda Rp 50.000.000,00 lima puluh juta rupiah.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tersebut masih terlalu rendah walaupun sudah menuntut dengan tuntutan pidana penjara maksimal. Harusnya Jaksa
Penunut Umum juga menyertakan pidana denda kepada pelaku tindak pidana kepemilikan satwa liar yang dilindungi tanpa izin. Dikaitkan dengan tujuan
Universitas Sumatera Utara
pemidaan, pidana denda tersebut harusnya dapat menambah sifat penderitaan bagi para pelaku tindak pidana tersebut.
101
Apabila kita cermati saat ini, banyaknya perburuan satwa liar yang terjadi khususnya di wilayah Indonesia. Hal ini tentu sedikit demi sedikit mengganggu
ekosistem yang tentu mengganggu keseimbangan kehidupan mahluk hidup termasuk mengancam manusia. Seharusnya dengan keadaan tersebut, hukum
Indonesia khususnya tentang perlindungan satwa sudah harus diperbaharui mengingat kebutuhan akan adanya suatu hukum yang lebih tegas bagi para pelaku
tidak pidana tersebut. Lembaga-lembaga yang dibentuk untuk perlindungan satwa tersebut juga harus secara aktif mengedukasi masyarakat agar pelanggaran karena
karena ketidaktahuan akan informasi satwa dilindungi lebih minim, sehingga tidak ada alasan karena lalai dalam kasus ini. Karena kelalaian dapat dijadikan sebagai
alasan untuk meringankan hukuman. Selain itu, tentu dibutuhkan pengawasan berkelanjutan mengingat Terdakwa mendapatkan burung-burung tersebut dari
pasar burung bukan dari pasal gelap. Untuk menjatuhkan putusan terhadap pelaku tindak pidana konservasi
hakim membuat pertimbangan-pertimbangan. Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana perikanan menggunakan pertimbangan yang
bersifat yuridis dan non-yuridis. Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan hakim yang didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap didalam
Keterangan terdakwa persidangan atau faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh Undang-Undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus
101
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 60.
Universitas Sumatera Utara
dimuat didalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis ialah sebagai berikut :
a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum b. Keterangan saksi
c. Barang-barang bukti d. Pasal-pasal dalam UU Perikanan
Disamping pertimbangan yang bersifat yuridis hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan yang bersifat nonyuridis. Pertimbangan no
yuridis ialah antara lain sebagai berikut : a. Akibat perbuatan terdakwa
b. Kondisi diri terdakwa Setiap
putusan Hakim
juga mempertimbangkan
harus mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan Terdakwa.
Dalam putasan dalam kasus ini, Hakim mempertimbangkan hal yang meringankan dan memberatkan tersebut.
Berat ringannya sebuah vonis Hakim terhadap Terdakwa tentu disesuaikan dengan niat, motivasi dan akibat dari perbuatan Terdakwa. Tiap vonis
yang dijatuhkan Hakim harus sesuai dengan pasal yang didakwakan dalam arti batas maksimal dan minimun hukuman sehingga Hakim dapat menjalankan tugas
dengan tepat dan benar. Putusan Hakim dalam menjatuhkan pidana penjara sudah tepat dan sesuai dengan dakwaan dari Jaksa dan mempertimbangkan kondisi
Terdakwa baik secara psikologis, sosiologis, dan status sosial Terdakwa. Dalam
Universitas Sumatera Utara
hal ini, Hakim juga menjatuhkan hukuman percobaan sehingga Terdakwa tidak harus menjalani masa hukumannya.
Hal ini tertuang dalam Pasal 14 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang berbunyi :
1 Apabila hakim menjatuhkan pidana paling lama satu tahun atau
pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti maka dalam putusannya hakim dapat memerintahkan pula bahwa
pidana tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan karena si
terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut diatas habis,
atau karena si terpidana semala masa percobaan tidak memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan lain dalam perintah itu.
2 Hakim juga mempunyai kewenangan seperti di atas, kecuali
dalam perkara-perkara yang mengenai penghasilan dan persewaan negara apabila menjatuhkan pidana denda, tetapi harus
ternyata kepadanya bahwa pidana denda atau perampasan yang mungkin diperintahkan pula akan sangat memberatkan si
terpidana. Dalam menerapkan ayat ini, kejahatan dan pelanggaran candu hanya dianggap sebagai perkara mengenai penghasilan
negara, jika terhadap kejahatan dan pelanggaran itu ditentukan bahwa dalam hal dijatuhkan pidana denda, tidak diterapkan
ketentuan pasal 30 ayat 2.
3 Jika hakim tidak menentukan lain, maka perintah mengenai
pidana pokok juga menganai pidana pokok juga mengenai pidana tambahan.
4 Perintah tidak diberikan, kecuali hakim setelah menyelidiki
dengan cermat berkeyakinan bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum, bahwa terpidana
tidak akan melakukan tindak pidana, dan syarat-syarat khusus jika sekiranya ditetapkan.
5 Perintah tersebut dalam ayat 1 harus disertai hal-hal atau yang
menjadi alasan perintah itu. Sederhananya, Wirjono Prodjodikoro S. dalam bukunya “Asas-Asas
Hukum Pidana di Indonesia ” menjelaskan mengenai pidana penghukuman
bersyarat pidana bersyarat yang diatur dalam pasal 14a dan seterusnya dalam KUHP, bahwa apabila seorang dihukum penjara selama-lamanya satu tahun atau
kurungan, maka hakim dapat menentukan bahwa hukuman itu tidak dijalankan.
Universitas Sumatera Utara
Kecuali, kemudian ditentukan lain oleh hakim, seperti apabila si terhukum dalam tenggang waktu percobaan melakukan tindak pidana lagi atau tidak memenuhi
syarat tertentu, misalnya tidak membayar ganti rugi kepada si korban dalam waktu tertentu.
102
Dari aspek tujuan pemidanaan, tujuan dari pidana bersyarat ini lebih pada resosialisai terhadap pelaku tindak pidana daripada pembalasan terhadap
perbuatannya. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan aliran hukum pidana modern yang berorientasi pada pelaku kejahatan yang pemidanannya ditekankan
untuk kemanfaatan atau memperbaiki dengan mempertimbangkan sifat-sifat atau keadaan terpidana. Oleh karena itu tujuan dari penjatuhan sanksi bukan karena
orang telah melakukan kejahatan, melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan. Sehingga putusan Hakim yang dijatuhkan kepada Terdakwa Yulius
Cokro Budoyo dalam putusan PN Surabaya No. 469Pid.B2010Pn.Sby kurang sesuai apabila melihat kemungkinan yang seharusnya bisa menjadi alasan hakim
untuk menjatuhkan pasal lain yang hukumannya lebih berat, kesalahan yang dilakukan Tersangka adalah kesengajaan, bukan kelalaiannya sebagaimana di
dakwakan Jaksa Penuntut Umum.
102
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2003, hlm 183-184
Universitas Sumatera Utara BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :
1. Pemerintah Indonesia telah membentuk beberapa peraturan yang
mengatur mengenai penegakan hukum terhadap tindak pidana kepemilikan satwa yang dilindungi tanpa izin di Indonesia, yang
dirumuskan dalam berbagai regulasi peraturan perundang-undangan, termasuk dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
serta telah meratifikasi konvensi internasional yang telah menjangkau segala jenis dan bentuk-bentuk tindak pidana yang
diancam disertai dengan sanksi-sanksi pidananya. Pengaturaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pengaturan tentang tindak pidananya sendiri tertuang dalam Pasal
19, Pasal 21, dan Pasal 33. Dalam Pasal 19 menjelasakan tentang perlindungan terhadap kawasan suaka alam. Pasal 21 mengatur
tentang satwa-satwa yang dilindungi, sedangkan Pasal 33 mengatur tentang Zona Inti Taman Nasional. Sedangkan pemidanaannya
sendiri tertuang dalam Pasal 40 baik perbuatan yang disengaja maupun karena kelalaiannya.
Universitas Sumatera Utara
2. Penerapan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya terhadap kasus kepemilikan satwa liar yang dilindungi tanpa izin pada putusan
dengan Register Nomor 469Pid.B2010Pn.Sby kurang tepat, dimana hakim hanya mempertimbangkan fakta-fakta hukum yang
terungkap di pengadilan, pertimbangan yuridis, dan kondisi kesehatan terdakwa dimana terdakwa sehat jasmani dan rohani, serta
mampu mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dalam kasus ini Hakim menjatuhkan putusan kepada Terdakwa pidana penjara
selama 9 sembilan bulan dengan ketentuan bahwa pidana penjara tersebut tidak dijalani terdakwa, kecuali dikemudian hari ada putusan
hakim yang menentukan lain, disebabkan karena Terdakwa melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1
satu tahun terlampaui, serta merampas barang bukti berupa tiga ekor kakatua putih besar jambur kuning cacatua, 3tiga kakatua
TannibarGofini cacatua gofini, 1 satu ekor kakatua putih kecil jambul kuning cacatua sulphurea, dan 3 tiga nuri merah kepala
hitam lorius lorylorius domicellus untuk disita dan dikembalikan ke habitatnya melalui BKSDA. Penjatuhan sanksi pidana tersebut
tidak menggali lebih dalam adanya kemungkinan unsur kesengajaan terhadap terjadinya kasus tersebut, dimana alasan ketidaktahuan
Terdakwa seolah-olah dijadikan sebagai alasan untuk menyebabkan perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaiannya.
Universitas Sumatera Utara 2.
Saran
1. Perlu ketegasan oleh aparat penegak hukum dalam penjatuhan sanksi
dengan mempertimbangkan efek jera bagi Tersangka. Sehingga tindak pidana seperti ini tidak dilakukan kembali oleh Tersangka
maupun orang lain, mengingat banyak habitat satwa langka berada di wilayah Indonesia.
2. Perlu pengoptimalan peranan aparat pemerintah terutama dalam hal
sosialisasi dan edukasi mengenai satwa-satwa yang dilindungi tanpa izin dan dampak yang ditimbulkan akibat kepunahan satwa agar
kedepannya masyarakat lebih terbuka wawasannya sehingga kasus yang seperti ini tidak terulang kembali.
3. Perlu pengawasan terhadap pasar-pasar burung atau tempat jual-beli
satwa harus lebih ditingkatkan, karena dari kasus ini terungkap bahwa mudahnya masyarakat memperoleh satwa liar yang dilindungi
tanpa izin bahkan terkesan tidak sembunyi-sembunyi.
Universitas Sumatera Utara BAB II
PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA KEPEMILIKAN SATWA YANG DILINDUNGI TANPA IZIN
Peran satwa dalam menjaga kelestarian alam sangatlah penting. Satwa berperan dalam roda ekosistem yang ada yang tentu berpengaruh pada kehidupan
manusia. Mengingat perannya yang sangat penting termasuk sebagai faktor pendukung kehidupan manusia dalam keseimbangan ekosistem, maka perlu diatur
suatu usaha melindungi keberadaan satwa-satwa tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah membuat beberapa peraturan nasional
terkait perlindungan satwa dan meratifikasi perjanjian Internasional. Pengaturan mengenai jenis satwa yang dilindungi dapat dilihat pada
Pasal 4 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah nomor 7 Tahun 1999 tantang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Di dalam pasal tersebut dijelaskan
mengenai jenis tumbuhan dan satwa atas dasar golongan : a.
Tumbuhan dan satwa yang dilindungi b.
Tumbuhan dan satwa yang tidak dilindungi Penggolongan satwa yang dilindungi atau tidak dilindungi tergantung
pada jumlah populasi yang ada, ikatan hewan dilindungi apabila jumlah populasi yang ada di dunia kurang dari 10.000 ekor dan penurunan jumlah populasi
tersebut sangat cepat. Sedangkan untuk hewan yang tidak dilindungi adalah hewan yang memiliki populasi lebih dari 10.000 di seluruh dunia.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan di dalam Pasal 4 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa menjelaskan mengenai
jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi sebagaimana yang akan dilampirkan dalam skripsi ini.
Di dalam Pasal 8 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa menjelaskan mengenai
pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitatnya yang dilakukan dalam bentuk :
a. pemeliharaan
b. pengembangbiakan
c. pengkajian, penelitian, dan pengembangan
d. rehabilitasi satwa
e. penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa
Berikut ini peraturan yang terkait dengan upaya perlindungan satwa langka yang telah di keluarkan oleh pemerintah Indonesia :
A. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Dalam Pasal 1 butir 5 menyebutkan bahwa satwa adalah semua jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat danatau di air, danatau udara.
Pasal 1 butir 7 menyebutkan Satwa Liar adalah semua binatang yang hidup di arat, danatau di air, danatau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik
yang hidup bebas maupun yang dipelihara manusia. Di dalam penjelesan Pasal 1
Universitas Sumatera Utara
butir 7, terdapat batasan mengenai pengertian satwa liar, dimana ikan dan ternak tidak termasuk kedalam pengertian tersebut, tetapi masuk ke dalam pengertian
satwa. Ada beberapa perbuatan yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 yang diatur dalam beberapa pasal di dalamnya, yaitu :
Pasal 19 1
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam
2 Ketentuan sebagaimana dimaksud alam ayat 1 tidak termasuk
kegiatan pembinaan Habitat untuk kepentingan satwa di dalam suaka marga satwa
3 Perubahan terhadap kutuhan kawasan suaka alam sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas kawasan suaka alam, serta mengubah jenis tumbuhan
dan satwa lain yang yang tidak asli
Pasal 21 1
Setiap orang dilarang untuk : a.
mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan
yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;
b. mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-
bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
2 Setiap orang dilarang untuk :
a. menangkap, melukai, membunuh, meyimpan, memiliki,
memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati; c.
mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di alam atau di luar Indonesia;
d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau
bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang lain satwa yang dibuat dari bagian-bagian hewan tersebut
atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan,
menyimpan, atau memiliki telur danatau sarang satwa yang dilindungi.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 33 1
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.
2 Perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 ini meliputi mengurangi, menghilangkan fungsi dan luas zona inti taman nasional, serta menambah jenis
tumbuhan satwa dan satwa lain yang tidak asli.
3 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan
fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari tamn nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.
Dalam uraian pasal-pasal di atas, seluruhnya membahas mengenai perbuatan pidana terkait dengan tindak pidana perlindungan hewan secara
langsung diatur dalam pasal 21 ayat 2, dimana dalam pasal ini menyebutkan ada 5 lima bentuk perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
perlindungan satwa, diantaranya adalah : a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara,
mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Dalam Pasal 21 ayat 2 huruf a tersebut terdiri dari unsur-unsur
1 unsur objektif
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki,
memelihara, mengangkut, dan memperniagakan, b.
satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Semua kegiatan tersebut dapat dipahami sebagai suatu upaya untuk
memperoleh satwa dari habitatnya yang dapat mengancam populasinya di alam dan dapat mengakibatkan kepunahan.
Tetapi tidak semua kegiatan menangkap dapat dihukum, misalnya : a.
Seekor satwa dalam keadaan sakit atau luka ditangkap semata- mata untuk diobati dan dilindungi;
Universitas Sumatera Utara
b. Mengangkut satwa yang tidak dapat terbang dengan maksud
untuk menyelamatkan satwa tersebut, misalnya burung yang sayapnya tidak dapat dipergunakan karena terkena minyakoli
yang mencemari air. Dalam hal tersebut, kegiatan menangkap tidak dapat dipersalahkan.
Penerapan pasal 21 ayat 2 ini perlu memperhatikan pengecualian yang diatur alam pasal 22 yang mengatur bahwa :
64
Pasal 22 1
Pengecualian dari larangan sebagaimana dimaksud alam Pasal 21 hanya
dapat dilakukan
untuk keperluan
penelitian, ilmu
pengetahuan, danatau penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa yang bersangkutan.
2 Termasuk dalam penyelamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
1 adalah pemberian atau penukaran jenis tumbuhan dan satwa kepada pihak lain di luar negeri dengan izin Pemerintah.
3 Pengecualian dari larangan menangkap, melukai, dan membunuh
satwa yang dilindungi dapat pula dilakukan dalam hal oleh karena suatu sebab satwa yang dilindungi membahayakan manusia.
4 Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat
2, dan ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penjelasan pasal 22 tersebut menyatakan :
Ayat 1 Yang dimaksud dengan penyelamatan jenis tumbuhan dan satwa adalah
suatu upaya penyelamatan yang harus dilakukan apabila dalam keadaan tertentu tumbuhan dan satwa terancam hidupnya bila tetap berada di
habibatnya dalam bentuk pengembangbiakan dan pengobatan, baik di dalam maupun luar negeri
Ayat 2 Yang dimaksud dengan pemberian atau penukaran jenis tumbuhan dan
satwa kepada pihak lain di luar negeri adalah untuk keperluan tukar menukar antar lembaga yang bergerak di bidang konservasi tumbuhan
dan satwa dan adalah hadiah Pemerintah. Ayat 3
Membahayakan disini berarti tidak hanya mengancam jiwa manusia melainkan juga menimbulkan gangguan atau keresahan terhadap
64
Leiden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Hasil Hutan, Hasil Hutan dan Satwa, Erlangga, Jakarta, 1995, hlm 51
Universitas Sumatera Utara
ketentraman hidup manusia, atau kerugian materi seperti rusaknya lahan atau tanaman atau hasil pertanian.
Ayat 4 Dalam Peraturan Pemerintah tersebut antara lain diatur cara-cara
mengatasi
bahaya, cara
melakukan penagkapan
hidup-hidup, penggiringan dan pemindahan satwa yang bersangkutan, sedangkan
pemusnahan hanya dilaksanakan kalau cara lain ternyata tidak memberikan hasil efektif.
Dari ketentuan Pasal 22 ayat 4 tersebut, yaitu mengenai berbagai cara mengatasi bahaya, cara melakukan penangkapan hidup-hidup, penggiringan dan
pemindahan satwa yang bersangkutan dan pemusnahannya apabila tidak ada jalan lain yang diatur dalam Peraturan Pemerintah, maka perlu dikembangkan keahlian
khusus tentang cara-cara ini, dengan memperhatikan cara-cara yang telah digunakan di negara-negara lain.
65
b. Menyimpan,
memiliki, memelihara,
mengangkut, dan
memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Dalam Pasal 21 ayat 2 huruf b tersebut terdiri dari unsur-unsur
1 unsur objektif
a. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan
memperniagakan b.
satwa yang dilindungi dalam keadaan mati Jika diamati rumusan dalam pasal ini, maka ada 3 jenis perbuatan yang
diatur dalam Pasal 21 ayat 2 huruf a, tidak diatur dalam pengaturan pasal ini yakni menangkap, melukai, dan membunuh. Hal ini karena satwa yang telah mati
tiddak mungkin lagi dilakukan perbuatan tersebut, karena tidak merupakan rumusan yang tepat. Perlakuan terhadap satwa yang telah mati cukup ditentukan
65
Koesnadi Hardjosoemantri, Hukum Lingkungan : Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Yogyakarta, Gajah mada University Press, 1991, hlm. 288.
Universitas Sumatera Utara
dalam 4 perbuatan saja, yaitu menyimpan, memiliki, mengangkut, dan memperniagakan.
66
c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia
Dalam Pasal 21 ayat 2 huruf b tersebut terdiri dari unsur-unsur 1
unsur objektif a.
Mengeluarkan satwa yang dilindungi b.
Dari suatu tempat di Indonesia c.
Ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia Rumusan ini menjelaskan bahwa yang dimaksud mengeluarkan satwa
adalah mengambil satwa tersebut dari habitat aslinya baik secara paksa atau tidak dengan tujuan mempertahankan habitat satwa tersebut dan berkembang secara
alami. Kata memindahkan juga memiliki dua arti,
67
yaitu : 1
Mengangkat atau memindahkan satwa tersebut secara langsung Dalam hal ini berati si pelaku mengadakan kontak fisik secara
langsung dengan satwa tersebut dengan cara mengangkut dan memindahkan satwa tersebut. Pada umumnya pelaku yang
memindahkan atau mengangkut satwa tersebut keluar negeri untuk kemudian diperdagangkan, atau untuk dimiliki secara
pribadi. Tujuan pengiriman satwa tersebut keluar negeri seperti
66
Leiden Marpaung, Tindak Pidana...., Op.Cit., hlm 52
67
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Frankfurt, Amsterdam, Brussels, Paris, Stockholm, Bangkok, dan Singapura.
68
2 Tanpa menangkap atau mengangkut satwa tersebut secara
langsung Salah satu aktifitas manusia yang berhubungan dengan hal ini
adalah mengusik tempat tinggal satwa tersebut. Contohnya seperti melakukan kegiatan penambangan, membukan lahan perkebunan
atau ladang atau kegiatan lainnya yang dapat mengganggu kehidupan satwa tersebut dan mengakibatkan satwa-satwa
tersebut keluar dan berpinah ke tempat lain. d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-
bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian- bagian satwa tersebut atau mengeluarkan dari suatu tempat di Indonesia ke tempat
lain di dalam atau di luar Indonesia Dalam Pasal 21 ayat 2 huruf d tersebut terdiri dari unsur-unsur
1 unsur objektif
a. memperniagakan, menyimpan atau memiliki
b. kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi
c. barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa
tersebut atau mengeluarkan dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia
d. mengeluarkan dari suatu tempat di Indonesia
68
Tommy Soehartono dan Ani Mardiasturi, Pelaksanaan Konvensi CITES, hlm 5
Universitas Sumatera Utara
e. ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia
Perbuatan dalam rumusan ini sudah sangat jelas dilarang dan perbuatan dalam rumusan pasal ini banyak sekali terjadi. Hal ini bisa terjadi karena nilai
ekonomi yang tinggi dari produk yang dihasilkan oleh bagian-bagian tubuh tersebut. Seperti gading gajah, kulit harimau, kepala harimau yang diawetkan
yang biasanya digunakan hanya sebagai pajangan saja. Orang-orang yang membuat barang-barang yang menggunakan bahan baku dari kulittubuhsebagian
tubuh satwa yang dilindungi, dapat dikenakan sanksi pidana.
69
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur danatau sarang satwa yang dilindungi
Dalam Pasal 21 ayat 2 huruf e tersebut terdiri dari unsur-unsur 1
unsur objektif a.
mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki
b. telur danatau sarang
c. satwa yang dilindungi
Dalam rumusan pasal ini, perbuatan mengambil dan memiliki telur satwa yang dilindungi karena kelalaian adalah hal sulit untuk diterima, tetapi memiliki
dan menguasai sarang satwa merupakan hal yang mungkin seperti memiliki pohon yang menjadi tempat sarang satwa yang dilindungi. Dalam hal ini, si pemilik
pohon tidak dapat dipersalahkan apabila kemudian ia menebang pohon tersebut tanpa mengetahui ada sarang satwa yang dilindungi di atasnya, tetapi lain hal
69
Leiden Marpaung, Tindak Pidana.....,Op.Cit., hlm 54.
Universitas Sumatera Utara
apabila ia dengan sengaja menebang pohon tersebut, padahal ia mengetahui ada sarang satwa yang dilindungi di atasnya, maka ia dapat dipersalahkan.
B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana Kepemilikan