Bentuk Pelanggaran Hak Konsumen

dirugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dnegan produsen. 54 Mengenai kewajiban kedua pelaku usaha, yaitu memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan, karena informasi merupakan hak dari konsumen. Apabila pelaku usaha memberikan informasi atau penjelasan yang kurang memadai kepada konsumen, maka hak tersebut merupakan salah satu jenis cacat produk cacat informasi yang dapat merugikan konsumen. Pencantuman informasi bagi konsumen yang berupa instruksi atau petunjuk prosedur pemakaian suatu produk merupakan hal yang wajib dilakukan oleh pelaku usaha agar produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha tersebut tidak dianggap cacat karena ketiadaan informasi maupun informasi yang kurang. Sebaliknya, konsumen juga memiliki kewajiban untuk membaca lalu mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian dari suatu produk agar konsumen dapat memakai atau memanfaatkannya secara baik dan benar demi keamanan konsumen. 55

F. Bentuk Pelanggaran Hak Konsumen dan Tata Cara Pengaduan Konsumen

1. Bentuk Pelanggaran Hak Konsumen

54 Ibid., hal. 54. 55 Ibid., hal. 55. Universitas Sumatera Utara Sebagaimana telah dibahas, tujuan perlindungan konsumen adalah untuk mengangkat harkat hidup dan martabat konsumen, yaitu dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barangjasa. Oleh karena itu, segala perbuatan yang melanggar hak konsumen harus dihindari. Pelaku usaha perlu memerhatikan apa saja perbuatan-perbuatan usaha yang dilarang menurut UUPK. Upaya untuk melindungi kepentingan konsumen yang dilakukan melalui perangkat hukum UUPK diharapkan mampu menciptakan norma hukum perlindungan konsumen dan memberikan rasa tanggung jawab kepada dunia usaha, terutama pelaku usahanya. 56 a. Produk atau Jasa yang Dilarang Menurut Pasal 8 ayat 1 UUPK, barangjasa yang dilarang sebagai berikut: a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang danatau jasa tersebut; e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinayatakan dalam label atau keterangan barang danatau jasa tersebut; f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barangjasa tersebut; g. tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaanpemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut; 56 Happy Susanto, Op.Cit., hal. 44-56. Universitas Sumatera Utara h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label; i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, beratisi bersih atau netto. komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasangdibuat; j. tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku; Di samping itu, pelaku usaha juga dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat, atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud Pasal 8 ayat 2. Pelaku usaha juga dilarang memperdagangkan persediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar Pasal 8 ayat 3. Jika pelaku usaha melanggar ketentuan tersebut, barangjasa tersebut wajib ditarik dari peredaran. Pelaku usaha dalam menawarkan barang danatau jasa dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang bisa menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen Pasal 15. b. Manipulasi Produk dan Jasa Berdasarkan Pasal 9 UUPK, menjelaskan bahwa produk barangjasa yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan secara tidak benar manipulasi oleh pelaku usaha dilarang, seolah barangjasa itu: a. barang tersebut telah memenuhi danatau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu; b. barang tersebut dalam keadaan baik danatau baru; Universitas Sumatera Utara c. barang danatau jasa tersebut telah mendapatkan danatau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja, atau aksesori tertentu; d. barang danatau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, atau afiliasi; e. barang danatau jasa tersebut tersedia; f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu; i. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barangjasa lain; j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman tidak berbahaya, serta tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap; k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. Barang danatau jasa tersebut sangat dilarang untuk diperdagangkan pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut dilarang untuk melanjutkan kegiatan penawaran, promosi, dan pengiklanan Pasal 9 ayat 3. c. Informasi yang Menyesatkan Berdasarkan Pasal 10 UUPK , pelaku usaha yang menawarkan barangjasa untuk diperdagangkan, dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan, atau membuat pernyataan yang tidak benar dan menyesatkan mengenai: a. harga atau tarif suatu barang danatau jasa; b. kegunaan suatu barang danatau jasa; c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang danatau jasa; d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan; e. bahaya penggunaan barang danatau jasa. d. Obral atau Lelang Universitas Sumatera Utara Pasal 11 UUPK menjelaskan, pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan dengan cara obral atau lelang, dilarang mengelabuimenyesatkan konsumen dengan: a. menyatakan barang danatau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu; b. menyatakan barang danatau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi; c. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain; d. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu danatau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain; e. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain; f. menaikkan harga atau tarif barang danatau jasa sebelum melakukan obral. e. Pemberian Hadiah Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barangjasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barangjasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya Pasal 13 ayat 1 UUPK. Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barangjasa lain Pasal 13 ayat 2 UUPK. Berdasarkan Pasal 14 UUPK, pelaku usaha dalam menawarkan barangjasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian dilarang untuk: Universitas Sumatera Utara a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan; b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa; c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan; d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan niai hadiah yang dijanjikan. f. Pesanan Pasal 16 UUPK, mengatur ketentuan bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barangjasa melalui pesanan dilarang untuk: a. tidak menepati pesanan atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan; b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan atau prestasi. g. Usaha Periklanan Pasal 17 UUPK, mengatur secara khusus tentang ketentuan periklanan. Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang: a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga barang danatau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang danatau jasa; b. mengelabui jaminangaransi terhadap barang danatau jasa; c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang danatau jasa; d. tidak memuat informasi risiko pemakaian barang danatau jasa; e. mengekspoitasi kejadian danatau seseorang tanpa seizing yang bewenang atau persetujuan yang bersangkutan; f. melanggar etika danatau ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai periklanan. Pelaku usaha periklanan yang melanggar ketentuan tersebut dilarang melanjutkan peredaran iklan Pasal 17 ayat 2. Tentang usaha periklanan ini, selain diatur dalam UUPK, ada beberapa kode etik yang berlaku dalam media promosi dan periklanan,yaitu: Universitas Sumatera Utara 1 IPRA International Public Relation Assocation Code of Conduct Dalam IPRA Code of Conduct butir c disebutkan bahwa lembaga kehumasan tidak diperkenankan untuk menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu dan menyesatkan. 2 Kode Etik Kehumasan Indonesia KEKI Dalam salah satu butir ketentuan KEKI Pasal III disebutkan bahwa anggota perhumasan tidak boleh menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau yang menyesatkan sehingga dapat menodai profesi kehumasan. 3 Kode Etik Penerangan Dalam kode etik penerangan, humas berusaha menciptakan pola komunikasi dan saluran-saluran komunikasi yang lebih mengukuhkan arus bebas informasi yang penting sehingga setiap anggota masyarakat akan merasakan bahwa mereka selalu mendapatkan informasi, adanya keterlibatan, dan adanya tanggung jawab dengan anggota masyarakat lainnya. Di samping itu, humas diharapkan menghindari upaya menutupi kebenaran atas dasar apapun juga. Humas juga dilarang menyiarkan informasi yang tidak didasarkan pada fakta yang nyata dan benar. 4 Kode Etik Profesi Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia APPRI Dalam Pasal 2 Kode Etik APPRI, disebutkan bahwa: “Seseorang anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggung jawab, infomasi yang palsu dan Universitas Sumatera Utara menyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban untuk menjaga integritas dan ketepatan informasi”. 57 h. Ketentuan Klausula Baku Selain memaparkan bentuk-bentuk pelanggaran hak konsumen, maka sub bab ini juga membahas tentang ketentuan klausula baku yang terkait erat dengan produk barangjasa. Berbicara tentang klausula baku tidak dilepaskan dari pembicaraan tentang apa sisi “perjanjian” dan bagaimana kaitannya dengan hak-hak konsumen. Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, konsumen perlu mendapatkan informasi yang menyeluruh tentang kondisi suatu barangjasa. Konsumen juga memiliki hak untuk menentukan sendiri pilihannya terhadap barangjasa yang dipilih untuk digunakan atau dimanfaatkan. Untuk itu, konsumen perlu mengetahui seluruh larangan tentang kelayakan barangjasa yang ditawarkan. 58 Ketika keputusan telah dijatuhkan untuk memilih mana barangjasa yang ditawarkan, maka berarti telah terjadi transaksi perdagangan antara produsen dan pelaku usaha. Dengan demikian, transaksi tersebut merupakan hubungan hukum jual-beli dan di dalamnya telah terkait adanya perjanjian. 59 Berdasarkan aturan, perjanjian dibuat berdasarkan kesepakatan bersama antara produsen dan konsumen. Menurut Kitab Undang-Undang 57 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, Cet. Ke- 2, Jakarta: Gramedia, 2003, hal. 46-49. 58 Happy Susanto, loc.cit. 59 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op. Cit., hal. 51. Universitas Sumatera Utara Hukum Perdata KUHPer Bab IV Buku III Pasal 1320, perjanjian diikat melalui rumusan-rumusan sebagai berikut: a. Kesepakatan yang bebas. b. Dilakukan oleh pihak yang demi hukum dianggap cakap untuk bertindak. c. Untuk melakukan suatu prestasi tertentu. d. Prestasi tersebut haruslah suatu prestasi yang diperkenankan oleh hukum, kepatutan, kesusilaan, ketertiban umum, dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat suatu klausula yang halal. Dalam praktiknya, perjanjian sering dibuat dalam kondisi yang tidak berimbang. Pelaku usaha memanipulasi perjanjian yang dibuat dalam ketentuan klausula baku. Biasanya, perjanjian tersebut lebih menguntungkan salah satu pihak, yaitu pelaku usaha itu sendiri, karena ketentuan klausula baku biasanya dibuat oleh pihak yang lebih dominan pelaku usaha. Klausula tersebut tidak dapat dinegosiasikan atau ditawar- tawar oleh pihak lainnya. Akibatnya, konsumen sebagai pihak yang tidak dominan menerima begitu saja, tanpa bisa bernegosiasi sedikit pun. Berdasarkan kondisi yang tidak seimbang ini, maka UUPK mengatur ketentuan perjanjian baku dan pencantuman klausula baku dalam perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha. UUPK merumuskan klausula baku bahwa: “Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat- syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu Universitas Sumatera Utara secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.” Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat 1 mengatur bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barangjasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen danatau perjanjian jika: a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang danatau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan danatau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. Dalam UUPK juga diatur bahwa pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak bisa dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha Universitas Sumatera Utara pada dokumen atau perjajian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 dinyatakan batal demi hukum. Pasal 18 ayat 1 ayat 1 UUPK yang menjelaskan bahwa larangan membuat danatau mencantumkan klausula baku disetiap dokumen danatau perjanjian yang menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha, perlu dicermati lebih lanjut. Larangan tersebut perlu disesuaikan dengan ketentuan UUPK Pasal 27 huruf e, yaitu bahwa pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, jika lewatnya jangka waktu penuntutan empat tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan. Menurut Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, ketentuan ini berlebihan karena menutup kemungkinan bagi pelaku usaha untuk lepas dari tanggung jawabnya dengan cara mencantumkannya dalam klausula baku seperti itu. 60 i. Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Berdasarkan ketentuan di dalam etika bisnis, praktik-praktik usaha yang tidak sehat sangat dilarang. Kegiatan monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat hanya akan menimbulkan efek-efek yang negatif sehingga tidak dibenarkan secara hukum. Menurut pandangan N.H.T. Siahaan, praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat berkorelasi secara multiaspek. Dalam pengertian bahwa banyak faktor yang ditimbulkan secara negatif oleh praktik monopoli dan persaingan ekonomi yang tidak 60 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit., hal. 108-109. Universitas Sumatera Utara sehat. Multiaspek di sini bisa saja merugikan pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya; dengan konsumen; dengan kepentingan publik, dengan pemerintah; dan dengan negara. 61 Praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat dapat mematikan usaha pihak lain. Dengan pasar yang dimonopoli, maka hanya pelaku usaha yang dominan saja yang mampu mengendalikan orientasi konsumen. Dengan kondisi seperti ini, konsumen akan dirugikan karena pelaku usaha yang dominan tersebut dengan seenaknya bisa menerapkan harga yang sangat tinggi. Praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat secara umum mencakup 3 tiga objek pokok, yaitu: 1 Mengenai perjanjian yang dilarang prohibited agreements, yang meliputi oligopoli, perjanjian penetapan harga price fixing agreement, diskriminasi harga price discrimination, bentuk strategi yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjual produk dengan harga yang sangat rendah dengan tujuan utamanya untuk menyingkirkan pelaku usaha pesaing dari pasar dan juga mencegah pelaku usaha yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam pasar yang sama disebut dengan predatory pricing, penetapan harga jual kembali resale price maintenance, pembagian pasar market division, boikot, kartel, 61 N.H.T Siahaan, Op.Cit., hal. 47. Universitas Sumatera Utara oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri. 2 Aktivitas bisnis yang dilarang prohibited agreements, misalnya monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, kecurangan menetapkan biaya produksi, dan konspirasi. 3 Posisi dominan dominant position, yaitu bahwa pelaku usaha tidak memiliki pesaing yang sepadan di pasar atau pelaku usaha memiliki pesaing yang sepadan dipasar atau pelaku usaha memiliki posisi yang dominan dibandingkan dengan para pesaingnya yang lain. 62 Praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat memberikan dampak yang tidak baik dalam masalah perlindungan konsumen. Kegiatan- kegiatan semacam itu justru kian melemahkan posisi konsumen dibandingkan dengan pelaku usaha. Konsumen hanya menjadi objek yang sering dieksploitasi hak-haknya. Untuk itulah, penciptaaan praktik bisnis dan persaingan usaha yang sehat membantu penegakan perlindungan konsumen bagi masyarakat pada umumnya.

2. Tata Cara Pengaduan Konsumen