Pencetakan Berbagai Uang Daerah di Keresidenan Sumatera Timur.

Pemerintah Kabupaten Nias untuk mencetak Oeang Republik Indonesia Nias ORIN. Hasil cetakan petama ORIN bertanggal 25 September 1947 dengan pecahan senilai 1 Rupiah. ORIN ditandatangani oleh Pejabat Pemegang Kas Kabupaten Nias dan dikeluarkan berdasarkan ketetapan Bupati Nias. Pencetakan Uang di Kabupaten Nias terus berlanjut mencetak uang pecahan ORIN dengan nilai yang lebih besar setelah terjadinya Agresi Militer Belanda II pada akhir tahun 1948. Pencetakan uang itu dilaksanakan setelah adanya keputusan dari Pemerintahan Darurat Republik Indonesia PDRI di Bukit Tinggi yang menyatakan setiap daerah dapat mencetak mata uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan pendanaan perjuangan di daerah. Pemerintah Kabupaten Nias kemudian mengeluarkan ORIN pecahan 100 Rupiah dan 200 Rupiah pada tanggal 20 Desember 1948, selanjutnya juga dikeluarkan ORIN pecahan 500 Rupiah pada tanggal 5 Januari 1949. Pada tanggal 12 November 1949, Pemerintah Keresidenan Nias kembali mengeluarkan ORIN pecahan 500 Rupiah untuk kebutuhan pendanaan perjuangan.

4.2.2. Pencetakan Berbagai Uang Daerah di Keresidenan Sumatera Timur.

Agresi militer Belanda I yang dilancarkan di wilayah Keresidenan Sumatera Timur mengakibatkan para pejabat pemeritahan Republik di Sumatera Timur menyingkir ke daerah Tanah Karo, Tapanuli, dan Tiga Binaga. Residen Sumatera Timur, Mr. Abubakar Jaar menyingkir ke Kabanjahe dan dari sana menuju ke Tiga Binanga. Melalui daerah Tapanuli, Mr. Abubakar Jaar kemudian membuat Pusat 61 Universitas Sumatera Utara Pemerintahan Residen Sumatera Timur di Rantau Parapat. 94 Pemerintahan Kawedahan Deli Hulu dan Serdang Hulu juga turut dipindahkan ke Tanah Karo. Pemerintahan daerah Sumatera Timur yang telah mengungsi ke berbagai wilayah yang tidak terkena dampak agresi militer Belanda akhirnya harus mengalami kesukaran-kesukaran perhubungan antar pemerintahan daerah. Kebutuhan keuangan untuk menjalankan perekonomian dan perjuangan semakin sulit akibat ketersediaan ORIPS yang semakin sedikit setelah percetakannya terhenti. Sebagai upaya untuk memperlancar perjuangan di daerah-daerah terutama dalam bidang ekonomi, pemerintahan, dan pertahanan, banyak dicetak uang darurat di berbagai tempat. 95 di daerah Distrik Serbelawan yang merupakan tempat pemerintahan Kabupaten Simalungun dilakukan pencetakan dan pengeluaran uang pada tanggal 5 Agustus 1947. Uang ini terdiri dari pecahan 5 Rupiah, 50 Rupiah, 100 Rupiah, dan 250 Rupiah. Pemerintah Kabupaten Asahan juga mencetak uang darurat sendiri dalam bentuk bon pengganti ORIPS pada tanggal 21 Agustus 1947. 96 Uang yang dicetak terdiri atas pecahan 10 sen, 50 sen, 1 Rupiah, 2½ Rupiah, 10 Rupiah, 50 Rupiah, 100 Rupiah, 2500 Rupiah, dan 100.000 Rupiah. 97 Uang daerah cetakan Kabupaten Asahan itu ditandatangani oleh Bupati Asahan dan Pejabat Keuangan Daerah 94 Tuanku Luckman Sinar, op.cit., hlm. 559. 95 Team Penyusun Sejarah Percetakan Uang RI, op.cit., hlm. 31. 96 J.D. Parera, loc.cit. 97 Team Penyusun Sejarah Percetakan Uang RI, op.cit., hm. 35. 62 Universitas Sumatera Utara Kabupaten Asahan. Pencetakan uang ini dilatarbelakangi akan kebutuhan pendanaan perjuangan di daerah Kabupaten Asahan yang berdekatan dengan garis demarkasi antara wilayah Republik dengan wilayah pendudukan. 98 Pada tanggal 7 Februari 1947 Keresidenan Asahan kembali mengeluarkan uang pecahan 1000 Rupiah, 2.500 Rupiah, dan 100.000 Rupiah. Seiring dengan pelemahan nilai tukar uang akibat banyaknya uang beredar, kemudian dicetak lagi uang pecahan 2.000.000 Rupiah pada tanggal 1 dan 2 April 1948. Selanjutnya dicetak uang pecahan 100.000 Rupiah dan 250.000 Rupiah pada bulan Mei dan 12 April 1948. Di daerah perkebunan karet Wingfoot, uang hasil cetakan Pemerintah Kabupaten Asahan tidak sampai didistribusikan di daerah ini. Sebagai upaya dalam pemenuhan kebutuhan alat tukar di tengah masyarakat, dikeluarkan kupon getah sebagai alat penukar senilai karet yang diperjualbelikan dan hanya berlaku di koperasi kebun Wingfoot. Kupon itu ditandatangani oleh pengurus kebun dan wakil buruh. 99 Di daerah Distrik Limapuluh, pada tanggal 1 September 1947 dilakukan pencetakan uang darurat dalam bentuk bon pengganti ORIPS pecahan 50 Rupiah dan 100 Rupiah. Penerbitan uang ini dilakukan oleh komunitas pedagang Tionghoa di Kecamatan Limapuluh setelah mendapat izin dari pemerintah setempat. 100 Uang ini 98 Dinas Sejarah Kodam II Bukit Barisan, Perang kemerdekaan di Sumatera 1945-1950, Medan: Perc. Poloks, 1984, hlm. 171-172. 99 Mohammad Iskandar, Oeang Republik dalam Kancah Revolusi, dalam Jurnal Sejarah Vol.6 , No.1, Agustus 2004, Jakarta: Arsip Nasional RI, 2004, hlm. 58. 100 Ibid., hlm. 58-59. 63 Universitas Sumatera Utara ditandatangani oleh anggota DPR Kabupaten Asahan dan Pemerintah Batu Bara. Di Kecamatan Koealoeh Leidong, Kota Kisaran, yang merupakan divisi administrasi Asahan dan bagian dari Residensi Sumatera Timur juga dicetak uang darurat berupa bon. Pada masa penjajahan Belanda, daerah ini terkenal dengan perkebunan karet yang besar milik Belanda “NV Karet Cultuur Mij-. Amsterdam”. 101 Pencetakan uang di daerah itu dilakukan untuk menjaga ekonomi lokal Koealoeh Leidong setelah terputusnya hubungan pemerintahan Republik dan terisolirnya Kota Kisaran akibat agresi militer Belanda I. Cetakan uang darurat pertama tertanggal 1 September 1947 dengan pecahan 50 Rupiah dan 100 Rupiah, selanjutnya dicetak kembali pecahan 250 Rupiah pada bulan Oktober 1947, dan pecahan 1000 Rupiah pada 10 Desember 1947. Pencetakan uang di daerah Koealoeh Leidong selanjutnya dilakukan pada awal bulan Januari hingga 3 Mei 1948 yang mengeluarkan uang pecahan, 2.500 Rupiah, 5.000 Rupiah, 10.000 Rupiah, 250.000 Rupiah, 25.000 Rupiah, 50.000 Rupiah, 10.000.000 Rupiah, dan 25.000.000 Rupiah. Uang ini ditandatangani Pejabat Keuangan Kecamatan dan Wedana Koealoeh Leidong. Pemerintah Republik Indonesia di Kota Rantau Parapat, Labuhan Batu juga turut melakukan pencetakan uang daerah yang disebut dengan Oeang Republik Indonesia Labuhan Batu ORLAB. 102 Tujuan pencetakan uang ini untuk mengatasi kekurangan uang gaji para pegawai dan kelancaran perekonomian rakyat. ORLAB 101 http:papermoney-indonesia.com. 102 A.E Kawilarang , op.cit., hlm. 17. 64 Universitas Sumatera Utara keluaran pertama adalah pecahan 2½ Rupiah, 5 Rupiah, 50 Rupiah, 100 Rupiah, dan 500 Rupiah pada pertengahan tahun 1947. Pada tanggal 29 November 1947, dikeluarkan lagi uang pecahan 100 Rupiah, 1.000 Rupiah, dan 2.500 Rupiah. Seiring dengan kebutuhan perjuangan dan pelemahan nilai ORLAB, sejak bulan Januari hingga Mei 1948, Pemerintah Republik di Rantau Parapat mengeluarkan uang dengan pecahan yang lebih besar, yaitu pecahan 5.000 Rupiah, 1.000 Rupiah, 25.000 Rupiah, 50.000 Rupiah, 250.000 Rupiah, 5.000.000 Rupiah, dan 25.000.000 Rupiah. 103 Sebagai pengesahannya, uang ini ditandatangani oleh Bupati dan Pejabat Keuangan Kabupaten Labuhan Batu. Memasuki bulan September 1947, kesulitan keuangan juga terjadi di daerah Kabupaten Karo terutama di daerah Tiga Binanga yang merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Karo. Di daerah ini uang darurat dalam bentuk bon dicetak terdiri atas pecahan 50 Rupiah, 100 Rupiah, 250 Rupiah, dan 1000 Rupiah yang dikeluarkan pada 17 September dan 20 November 1947. 104 Uang ini ditandatangani oleh Bupati Karo beserta Bendahara Kabupaten Karo serta diberi stempel khusus pemerintah Kabupaten Karo. 103 Team Penyusun Sejarah Percetakan Uang RI, op.cit., hlm. 35. 104 J.D. Parera., op.cit, hlm. 253. 65 Universitas Sumatera Utara Selain uang yang dicetak oleh pemerintah kabupaten, di daerah Karo juga berlaku uang cetakan Daerah Resimen IV Aceh. 105 Agresi militer Belanda I yang terjadi tahun 1947-1948 mengakibatkan terjadinya pertempuran seperti di daerah Pancur Batu, Medan Area, Kaban Jahe, Samura, Seberaja, Sukanalu, Suka, Barus, Barus Jahe, Sarinembah, dan Tiga Binanga. Pertempuran ini mengakibatkan Markas Resimen IV harus berpindah-pindah, dan terakhir pada September 1947 kembali dipindahkan dari Titi Laulisang di Tanah karo ke daerah Lawedua di Tanah Alas Aceh. Seiring dengan peperangan yang terus berlanjut, kebutuhan pangan dan perlengkapan perang prajurit terus meningkat. Let.Kol. Djamin Gintings yang menjadi Komandan Resimen IV berupaya memenuhi kebutuhan tersebut dengan memerintahkan Kepala Keuangan Resimen, Letnan Abdul Muluk Lubis untuk mempersiapkan permintaan biaya resimen. Biaya kebutuhan resimen tiap bulannya minimum 10.000.000 Rupiah Jepang. Keadaan uang tunai pada kas Resimen IV saat itu sudah sangat tipis, sekitar 500.000 Rupiah Jepang. Keadaan darurat mengakibatkan pengambilan uang dari Divisi X yang berkedudukan di Bireuen 106 tidak bisa dijamin keberhasilannya. Rencananya, jika pengiriman uang dari Divisi X tersebut macet, maka Resimen IV akan mencetak uang sendiri. Resimen IV melakukan persiapan membuat alat-alat drukpress serta klise 105 Edisaputra, Sumatera Dalam Perang Kemerdekaan, Perlawanan Rakyat Semesta Menentang, Jepang, Inggris, dan Belanda, op.cit., hlm. 486. 106 Bireuen menjadi markas Divisi X setelah terjadinya agresi militer Belanda I pada bulan Juli 1947 yang menyerang markas awal Divisi X di Bah Jambi sekitar Pematang Siantar. Lihat Djamin Gintings, Bukit Kadir, Medan: CV. Umum, 1968, hlm. 13. 66 Universitas Sumatera Utara uang yang akan dicetak nantinya. Pada tanggal 1 Januari 1948 Letnan Abdul Muluk Lubis berangkat menuju markas Divisi X untuk mengambil uang kebutuhan resimen. Mengingat letak antara markas kedua pasukan pengaman itu yang berjauhan, dipastikan kedatangan uang yang dibutuhkan menjadi terlambat. Kebutuhan keuangan yang mendesak di Resimen IV akhirnya memaksa Komandan Resimen, Let.Kol. Djamin Gintings pada tanggal 2 Januari 1948 menggunakan uang kertas ORIPS pecahan 10 Rupiah yang dianggap palsu dari kas Bupati Tanah Karo yang berkedudukan di Laubalang Tanah Karo. 107 Rencananya, ORIPS palsu itu akan ditarik kembali dari peredaran setelah Letnan Abdul muluk Lubis kembali dari markas Divisi X. Sebelum dipergunakan, ORIPS palsu itu diberi nomor dan cap stempel yang penugasannya dipimpin oleh Letnan G. Siregar dan dilaksanakan tanggal 2-3 Januari 1948. Kegiatan peregistrasian ORIPS palsu tersebut dilakukan di rumah Komandan Resimen IV di Lawedua dan disaksikan Pemerintah Kabupaten Karo beserta Kasir Bupati Tanah Karo. Pada tanggal 30 Januari 1948, melalui instruksi Gubernur Militer Aceh, Komandan Resimen IV. Let.Kol. Djamin Ginting memerintahkan penarikan kembali ORIPS palsu yang telah diedarkan dan mengembalikannya kepada Bupati Tanah Karo. Mengatasi kekurangan uang biaya perang, Gubernur Militer Aceh memberi kuasa kepada Resimen IV sebelumnya telah mundur dari Mardinding ke arah Tanah 107 Ibid., hlm 14. 67 Universitas Sumatera Utara Karo 108 untuk mencetak uang tentara pecahan, 10 Rupiah, 5 Rupiah, dan 1.000.000 Rupiah. Contoh uang tentara tersebut harus selesai pada 31 Januari 1948 untuk segera dilakukan pengesahan oleh Gubernur Militer yang berada di Kotacane. Uang militer cetakan resimen IV dikenal juga dengan sebutan “uang senapan” karena adanya gambar senapan pada setiap jenis pecahan uang kertas ini. Alat percetakan uang senapan dibuat sendiri dan untuk setiap klise dibuat sebuah drukpress. Sebelum dicetak, terlebih dahulu klise diolesi dengan tinta stensil sehingga ada hasil cetakan yang terkadang terlalu tebal dan terlalu tipis. Pada pencetakan dari jam 19.00 sampai jam 04.00 tanggal 31 Januari 1948, dapat diproduksi sejumlah 645 lembar uang pecahan 10 Rupiah, namun belum diberi nomor yang harus dikerjakan dengan mesin tik. 109 Luasnya wilayah Sumatera yang harus diurus oleh Gubernur T.M Hasan tidak diimbangi dengan kelancaran pemerintahan akibat faktor transportasi dan peperangan melawan pendudukan Belanda. Mengatasi masalah tersebut, pada tanggal 15 April 1948 ditetapkan berlakunya undang-undang No. 10 tahun 1948 tentang pembagian wilayah Sumatera atas 3 provinsi yang masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur muda. Pembagian wilayah tersebut yaitu: A. Provinsi Sumatera Utara di pimpin oleh Mr. S.M. Amin 108 Resimen IV mundur dari daerah Kampung Mardinding setelah tercapainya Perjanjian Renville pada tanggal 18 Januari 1948. Resimen IV diperintahkan harus mundur sekitar ± 60 KM Kampung Mardinding. Ibid., hlm. 16-17. 109 Ibid., hlm. 19. 68 Universitas Sumatera Utara B. Provonsi Sumatera Tengah dipimpin oleh Mr. M. Nasroen C. Provinsi Sumatera Selatan dipimpin oleh Dr. M. Isa. Disamping itu juga dibentuk sebuah institusi Pemerintahan Sumatera yang meliputi Pulau Sumatera seluruhnya dengan nama Komisariat Pemerintah Pusat Sumatera KOMPEMPUS. Komisaris KOMPEMPUS dipercayakan kepada mantan Gubernur Sumatera Mr. T.M. Hasan dan berkedudukan di Bukit Tinggi. 110 Pada tanggal 19 Juni 1948 Mr. S.M Amin dilantik oleh Presiden RI menjadi Gubernur Provinsi Sumatera Utara dan berkedudukan di Kutaraja Aceh. Agresi militer Belanda ke II yang terjadi pada tanggal 18 Desember 1948 mengakibatkan keuangan Provinsi Sumatera Utara di Kutaraja semakin menipis. Upaya pencetakan uang kertas di daerah Aceh seketika terhenti akibat keadaan yang semakin buruk. Dalam mengatasi masalah keuangan Provinsi Sumatera Utara, Gubernur Muda Mr. S.M Amin menginstruksikan pelaksanaan pencetakan tanda pembayaran yang sah di Sumatera Utara yang dikenal dengan Uang republik Indonesia Provinsi Sumatra Utara URIPSU. Uang ini dicetak dengan pecahan senilai 250 Rupiah dan ditandatangani oleh Gubenur Sumatera sebagai pengesahannya. Banyaknya jenis mata uang daerah yang beredar mengakibatkan rendahnya nilai mata uang sebagai alat tukar. Uang yang dicetak di setiap daerah menjadi motor penggerak perjuangan dalam menghadapi agresi militer Belanda I dan II pada tahun 1947-1948. Selain sebgai motor perputaran ekonomi dan pembiayaan perang, 110 Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara, op. cit., hlm. 212-213. 69 Universitas Sumatera Utara penggunaan ORIDA difungsikan sebagai pemicu tumbuhnya semangat nasionalisme yang kuat dalam jiwa masyarakat Indonesia dimasa revolusi kemerdekaan dengan lebih mencintai alat tukar yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik. Melalui penggunaan berbagai macam ORIDA, masyarakat menunjukkan pengakuannya akan keberadaan pemerintah Republik dan menjadi dasar pijakan pemerintah menuju lahirnya kemandiriaan ekonomi untuk menghadapi berbagai tantangan ekonomi dan politik di masa perang kemerdekaan. Dalam segala tantangan pendudukan oleh Sekutu dan Belanda dimasa perang kemerdekaan, pencetakan uang terus berlanjut walau pasukan Belanda semakin meluaskan pendudukannya atas wilayah Republik. Dari sekian banyak uang daerah di Sumatera Utara, hanya ORIPS dan ORITA yang dicetak dengan mesin cetak, selainnya dicetak dengan stensil.

4.3 Akhir Berlakunya ORIDA