3.2 Keadaan Ekonomi dan Keuangan di Sumatera Utara Hingga Tahun 1947
Pada masa permulaan revolusi, keadaan ekonomi di Sumatera Utara sangat memprihatinkan, ditandai dengan kemunduran produksi pertanian, pertambangan,
serta terganggunya perdagangan. Kemunduran produksi terjadi sejak masa pendudukan Jepang dengan sistem pemerintahan militernya. Pada masa pendudukan
Jepang, hasil-hasil pertanian seperti beras dibeli dengan harga yang sangat murah oleh Pemerintah Militer Jepang, hal itu mengakibatkan para petani menjadi tidak
bergiat dalam menjalankan pertanian. Kemunduran pertanian semakin parah ketika Pemerintah Jepang banyak merekrut masyarakat yang akan dipekerjakan sebagai
Romusha pekerja paksa dan tentara militer untuk keperluan perang. Di wilayah Sumatera Timur, sektor pertambangan yang banyak membantu
perekonomian Sumatera Utara juga telah mengalami kehancuran. Tambang minyak di Pangkalan Brandan dan Pangkalan Susu telah dirusak oleh Belanda ketika Jepang
memasuki daerah itu. Pengaktifan kembali sebagian dari pertambangan di Sumatera Timur telah diupayakan pemerintah Jepang semasa pendudukannya dengan
menggunakan tenaga kerja Jepang dan Indonesia, namun produksi tambang tidak sebanyak sebelumnya akibat proses rehabilitasi yang tidak maksimal. Produksi hasil
perkebunan di Sumatera Timur juga merosot akibat terbengkalainya perkebunan. Aktifitas perkebunan terganggu akibat banyak buruh yang direkrut sebagai pekerja
paksa dan anggota militer Jepang.
43
Universitas Sumatera Utara
Penjualan hasil produksi dari sektor pertambangan dan perkebunan di Sumatera Timur harus mengalami berbagai kendala yang begitu berat. Kondisi alat
pengangkutan dan jalanan yang rusak parah sejak masa pendudukan Jepang mempersulit pengangkutan produksinya. Selain itu proses ekspor hasil tambang dan
perkebunan juga terganggu akibat blokade ekonomi yang dilancarkan pihak Belanda yang mulai beraksi sejak November 1945.
64
Blokade itu dilakukan Belanda dengan alasan mencegah masuknya senjata dan peralatan mliter ke Indonesia yang dapat
memperkuat perlawanan-perlawanan pihak Republik dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan wilayahnya. Alasan lain Belanda melakukan blokade
ekonomi ialah mencegah pengeluaran hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya serta melindungi bangsa Indonesia dari tindakan-tindakan dan
perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh bukan bangsa Indonesia.
65
Blokade ekonomi yang dilakukan Belanda mengharuskan semua barang yang keluar dan
masuk ke wilayah Indonesia harus memiliki lisensi Belanda dan diperiksa pada tempat-tempat tertentu.
Kondisi perekonomian di Tapanuli juga sangat memprihatinkan, selama tiga tahun di bawah pendudukan Jepang tidak ada barang impor yang masuk ke Tapanuli.
Barang-barang peninggalan Belanda semuanya telah dikuasai oleh Jepang dalam pendudukannya. Memasuki masa penyerahan Jepang terhadap sekutu, persediaan
64
Kepolisian Negara RI No. 780 ARNAS
65
Marwati Djoenoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia IV, Jakarta: Balai Pustaka, 1984, hlm. 173.
44
Universitas Sumatera Utara
barang makanan semakin tipis bahkan nyaris habis, keadaan itu terus berlanjut di masa awal kemerdekaan. Pemerintah Tapanuli berusaha memenuhi kebutuhan akan
bahan makanan dan bahan impor dengan mendatangkannya dari Sumatera Timur, Sumatera Barat, serta dari Pekan Baru.
66
Semua barang-barang kebutuhan itu kemudian ditukar dengan beras yang memasuki tahun 1945 keberadaannnya
melimpah di Tapanuli.
67
Upaya mendatangkan barang-barang impor dari Sumatera Timur, Sumatera Barat, dan Pekan Baru, serta menukarkannya dengan beras tidak dapat dilaksanakan
secara terus menerus karena dalam jangka panjang akan mengganggu ketersediaan beras di Tapanuli. Selain itu, mendatangkan barang-barang import itu juga tidak dapat
dijamin kontinuitasnya selalu berjalan dari kabupaten lain sekitar Tapanuli. Pemerintah Tapanuli pada akhirnya menghentikan upaya medatangkan barang impor
dan melarang pengeluaran beras dari Tapanuli. Jalan lain yang berusaha ditempuh oleh pemerintah Tapanuli untuk memenuhi kebutuhan barang impor ialah dengan
berusaha menembus blokade ekonomi yang dilakukan Belanda agar dapat melakukan kegiatan ekspor-impor dengan Malaya dan Singapura. Kegiatan ekspor-impor dapat
terlaksana setelah Residen Tapanuli melakukan pendekatan dengan para saudagar Pribumi dan Tionghoa untuk menyediakan kapal dan mencari jalan mengadakan
66
H. Afif Lumban Tobing, op.cit., hlm. 96.
67
Pengeluaran beras dari daerah Tapanuli yang dipergunakan sebagai alat penukar dengan barang-barang impor yang didatangkan dari Sumatera Timur, Sumatera Barat, dan Pekan Baru,
dilaksanakan sesuai peraturan hasil rapat Komite Nasional Indonesia KNI Tapanuli. Peraturan ini muncul dalam rapat KNI pada bulan Maret 1946. Lihat A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan
Indonesia Jilid 2, Diplomasi Atau Bertempur, Bandung: Angkasa, 1977, hlm. 451.
45
Universitas Sumatera Utara
hubungan dengan Malaya dan Singapura. Adapun jenis barang yang di ekspor dari Tapanuli adalah bahan ekspor seperti karet, kemenyan, kopi, kopra, serta babi dari
daerah Nias. Barang ekspor tersebut kemudian ditukarkan dengan barang tekstil, obat-obatan, dan perbekalan militer.
Pemerintah Republik Indonesia di Sumatera Utara terus berupaya memperbaiki perekonomian di daerahnya. Sebagai langkah pertama, Pemerintah
Republik mulai mengatur peredaran bahan makanan dengan membentuk Ekonomi Rakyat Republik Indonesia ERRI di kota Medan.
68
Badan ini bertugas menguasai seluruh barang-barang yang masuk ke kota Medan. Badan-badan perjuangan yang
telah terbentuk sebelumnya di berbagai daerah juga turut membentuk bandan-badan yang mengatur peredaran barang-barang, seperti Partai Nasional Indonesia
membentuk Nasional Control. Hadirnya badan-badan perjuangan yang turut mengatur peredaran barang di daerah mengakibatkan timbulnya pertentangan-pertentangan di
kalangan badan-badan perjuangan itu demi memperebutkan pengaruh sebagai upaya memperoleh perbelanjaan barisan perjuangan. Untuk mengatur agar tidak terjadi
pertentangan antar badan-badan perjuangan, dibentuk Pimpinan Persatuan Perjuangan Sumatera Timur P3ST.
69
Penguasaan bidang ekonomi seutuhnya oleh pemerintah di Sumatera Utara dilakukan dengan membentuk Pengawas Makanan Rakyat PMR oleh pemerintah
68
Team Penyusun Naskah Penelitian dan Pencatatan Sejarah Daerah Sumatera Utara., op.cit., hlm. 197-198.
69
Ibid., hlm. 198.
46
Universitas Sumatera Utara
daerah provinsi. Seiring dengan dibentuknya PMR, ERRI dibubarkan karena dianggap menguasai kegiatan pemerintah. Tugas-tugas pokok PMR ialah mendorong
memperbanyak hasil bumi, mengatur organisasi pertambangan dan perkebunan serta mengatur kilang-kilang dan industri. Pemerintah Provinsi Sumatera kemudian
membentuk Dewan Kemakmuran Provinsi Sumatera Utara yang bertugas memajukan perdagangan, dan koperasi, diikuti dengan membentuk dewan perkebunan yang
bertugas menyelenggarakan produksi, memelihara, dan menjual hasil perkebunan. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Provinsi Sumatera dalam
memperbaiki perekonomian ternyata belum memberi pengaruh signifikan. Kondisi perekonomian Sumatera Utara semakin sulit akibat peredaran uang pendudukan
Jepang yang sangat banyak kira-kira 2 miliar yang mengakibatkan nilai uang tersebut sangat rendah inflasi. Mata uang Jepang menjadi salah satu alat tukar yang
sah di Sumatera disamping mata uang Dollar Singapura yang berlaku di beberapa daerah di Sumatera.
70
Pemerintah Republik di Sumatera Utara tidak dapat mengatasi masalah keuangan karena secara resmi sampai tahun 1946 belum memiliki mata uang
sendiri. Pengiriman Oeang Republik Indonesia ORI dari Pulau Jawa tidak dapat terlaksana akibat blokade laut dan blokade ekonomi yang dilakukan militer Sekutu
dan Belanda. Harga barang-barang di pasaran terus melambung tinggi akibat peredaran uang Jepang yang terus meningkat.
70
Algemeene Secretarie No. 82. ARNAS
47
Universitas Sumatera Utara
Penyebab inflasi mata uang Jepang ternyata adalah ulah Belanda yang memperoleh klise untuk mencetak uang dari pihak pemerintah Inggris di Singapura.
Dengan alat-alat itu, Belanda kemudian mencetak uang palsu yang kemudian diedarkan ke daerah Republik.
71
Uang palsu ini kemudian disebar ke berbagai pasar di wilayah Sumatera Utara, sebelumnya bersamaan dengan pendudukan Kota Medan
oleh tentara Sekutu dan NICA, juga telah diedarkan uang Jepang hasil rampasan dari berbagai bank yang telah dikuasai di Kota Medan. Inflasi dan kesulitan keuangan
pemerintahan Republik Indonesia di Sumatera Utara semakin parah ketika Letnan Jendral Sir Montagu Stopford, panglima AFNEI Allied Forces Nederland East
Indie yang baru menyatakan berlakunya uang baru di wilayah yang diduduki Serikat pada 6 Maret 1946. Uang ini disebut dengan uang NICA dan digunakan oleh pihak
Belanda sebagai upaya untuk menggantikan mata uang Jepang yang nilainya sudah sangat rendah. Kurs mata uang NICA ditentukan 3 yaitu setiap f. 1,- uang Jepang
dinilai sama dengan 3 sen uang NICA.
72
Keadaan itu tentu saja mengakibatkan kekacauan ekonomi yang mengganggu kehidupan masyarakat dan jalannya Pemerintahan Repulik Indonesia di Sumatera
Utara. Masyarakat semakin menderita akibat kesulitan dalam memperoleh bahan makanan karena harganya yang terus melambung di tengah munculnya berbagai jenis
mata uang yang berlaku. Munculnya berbagai jenis mata uang yang berlaku di
71
Budi Agustono, Dkk., op.cit., hlm. 377-378.
72
Nani Maesraoh, op.cit., hlm. 8.
48
Universitas Sumatera Utara
berbagai daerah berdampak langsung pada suburnya “perdagangan gelap” ketika gejala kepialangan menjamur di bebrapa daerah khususnya di daerah Jawa dan
Sumatera.
3.3 Kebutuhan Pendanaan Pemerintahan dan Alat Tukar Yang Sah.