Macam uang yang dianggap sah didaerah Republik di luar Jawa akan ditetapkan dengan undang-
undang lain.”
30
Pengeluaran maklumat pemerintah tanggal 3 Oktober 1945 sebelumnya didahului dengan keluarnya maklumat tanggal 2 Oktober 1945 yang menyatakan
bahwa pemerintah Republik Indonesia tidak mengakui uang NICA sebagai uang yang sah. Peredaran dan penggunaan uang NICA di wilayah yang dikuasai pemerintah
Republik Indonesia kemudian dapat ditekan walau tak bisa dihentikan seluruhnya. Di daerah yang dikuasai pemerintah Republik Indonesia, peredaran uang NICA memang
dapat dihentikan, namun di daerah yang telah diduduki tentara NICA penggunaan uang NICA sebagai uang yang sah terus berlanjut, terutama akibat tekanan-tekanan
yang dilakukan tentara sekutu dan NICA yang menyatakan uang NICA adalah uang yang sah di kalangan masyarakat.
2.2 Upaya Pencetakan Oeang Republik Indonesia ORI
Peredaran berbagai jenis mata uang yang memicu inflasi besar-besaran di Indonesia juga secara langsung telah mempengaruhi kas Negara Republik Indonesia
dimana pada masa awal kemerdekaan berasal dari Fonds Kemerdekaan Indonesia FKI.
31
Pemerintah Republik kemudian memiliki dua jalan terbuka dalam mengatasi siasat licik NICA yang telah mengacaukan perekonomian Indonesia. Adapun jalan
pertama dengan mengintensifkan aparat pemungutan pajak dan jalan kedua adalah
30
Departemen Penerangan RI, op.cit., hlm. 660-661.
31
J.D Parera ed., op.cit., hlm. 87.
23
Universitas Sumatera Utara
mencetak uang. Pengintensifan aparat pemungutan pajak di masa awal tahun kemerdekaan begitu sulit terlaksana akibat kondisi keamanan yang tidak terjamin,
ditambah hubungan kantor-kantor perpajakan di setiap daerah juga terhalang akibat pendudukan Sekutu.
Upaya pencetakan uang kemudian menjadi perhatian serius bagi pemerintah untuk menghadapi kekacauan ekonomi. Penjejakan tentang kemungkinan pencetakan
uang akhirnya terjadi dalam pertemuan di kementrian keuangan Lapangan Banteng pada tanggal 24 Oktober 1945. Usaha ke arah pelaksanaan pencetakan uang
selanjutnya segera dilaksanakan oleh Menteri Keuangan yang pada masa itu dijabat oleh Mr. A.A. Maramis. Sebuah tim kemudian dibentuk yang anggotanya berasal
dari serikat buruh percetakan G. kolff di Jakarta dan juga wakil buruh dari Surabaya. Tim ini kemudian ditugaskan melakukan peninjauan beberapa percetakan di daerah
Surabaya, Malang, Solo, dan Yogyakarta yang dapat dipercaya dalam pelaksanaan pencetakan uang.
32
Pada tanggal 7 November 1945, Menteri Keuangan A.A. Maramis membentuk Panitia Penyelenggara Percetakan Uang R.I. yang bertugas untuk
melaksanakan, mengawasi, dan mengamankan proses dan hasil pencetakan uang. Adapun susunan kepanitiaan ini terdiri dari Ir. R.P. Soerachman sebagai pengawas,
dan T.R.B Sabarudin sebagai ketua panitia, keduanya berasal dari pegawai Kantor Besar Bank Rakyat Indonesia. Anggota-anggotanya yaitu, H.A. Padelaki Kementrian
32
Tim Penyusun Penerbitan Naskah Sumber, Penerbitan Naskah Sumber: Oeang Republik Indonesia ORI, Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia ANRI, 2003, hlm. 1.
24
Universitas Sumatera Utara
Keuangan, M. Tabrani Kementian Penerangan, M. Sugiono Kantor Besar Bank Rakyat Indonesia, E. Koesnadi Kas Negara Indonesia, R. Abubakar Winangun
Kementrian Keuangan, Osman Pimpinan Serikat Buruh Percetakan Jakarta, Agoes Soeryatama Buruh percetakan Jakarta.
33
Pada awalnya, Kota Surabaya direncanakan menjadi tempat pencetakan uang RI berdasarkan hasil penelitian tim awal yang telah dibentuk Mentri Keuangan.
Persiapan kemudian dilaksanakan, bahkan pada tanggal 17 Oktober 1945, Menteri Keuangan telah membubuhkan tanda tangan pada bahan pencetak uang. Pada awal
bulan November 1945 Panitia Pencetakan Uang RI telah menyiapkan klise yang dibutuhkan dan direncanakan uang baru akan dikeluarkan pada bulan Januari 1946.
Namun semua persiapan yang telah direncanakan harus dibatalkan akibat pertempuran besar yang terjadi di Surabaya pada 10 November 1945.
Pertempuran yang terjadi di Kota Surabaya mengakibatkan rencana proses pencetakan Uang Republik Indonesia tertunda. Surabaya tidak mungkin lagi
dijadikan sebagai tempat pencetakan uang, selanjutnya pilihan jatuh ke Kota Jakarta. Di kota ini bahan-bahan yang diperlukan untuk pencetakan uang diperoleh dari
berbagai pabrik melalui bantuan para karyawan yang membantu secara sukarela. Selain itu, ada juga yang diperoleh dengan cara mencuri pada malam hari seperti
33
Team Penyusun Sejarah Percetakan Uang RI, Percetakan Uang RI dari Masa ke Masa, Cukilan Fakta dan Peristiwa dari Masa Perjuangan Fisik Hingga Tahun 1957, Jakarta: tanpa
penerbit,1984, hlm. 28.
25
Universitas Sumatera Utara
mesin aduk pembuat tinta yang diambil dari Pabrik Pieter Choen, dan kertas yang di ambil dari Percetakan Kolff Co.
34
Upaya pembuatan desain dan bahan-bahan induk berupa negatif-negatif kaca dilakukan di Percetakan Balai Pustaka serta pembuatan lithoghrafi dilakukan di
Percetakan De Unie.
35
Pencetakan Uang Republik Indonesia baru kemudian dimulai pada bulan Januari 1946 di Percetakan RI Salemba dengan cetakan pertama pecahan
100 Rupiah. Adapun uang yang direncanakan akan dicetak adalah dengan nilai 100 Rupiah, 10 Rupiah, 5 Rupiah, 1 Rupiah, ½ Rupiah, 10 sen, 5 sen, dan 1 sen.
Pada awal Desember 1945 semua kegiatan pencetakan uang Republik harus dihentikan akibat kondisi Kota Jakarta yang tidak kondusif setelah aksi-aksi profokasi
yang dilakukan tentera NICA. Semua uang hasil cetakan yang belum diberi nomor seri dan segala alat percetakannya dipindahkan ke Yogyakarta dengan menggunakan
kereta api. Pemindahan tersebut berlangsung secara tiba-tiba agar tidak diketahui oleh tentera Sekutu. Sesampainya di Yogyakarta, uang hasil cetakan Jakarta yang terdiri
atas pecahan 100 Rupiah, 10 Rupiah dan 5 Rupiah diserahkan pada satu bagian Kementrian Keuangan di Jalan Malioboro. Adapun sisa uang pecahan yang
direncanakan akan dicetak sebelumnya di Jakarta, belum sempat dilaksanakan akibat kondisi yang tidak memungkinkan. Pada tanggal 3 Januari 1946 Ibukota
34
Upaya dalam memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam mencetak uang dilakukan dengan cara mencuri karena pabrik-pabrik yang memiliki bahan keperluan pencetakan uang tersebut
merupakan pabrik milik Belanda. Pabrik-pabrik tersebut telah dikuasai pasukan Sekutu sejak bulan Oktober 1945.
35
Tim Penyusun Penerbitan Naskah Sumber, op.cit., hlm 2-3.
26
Universitas Sumatera Utara
Pemerintahan Republik Indonesia juga turut dipindahkan ke Yogyakarta akibat kondisi kota Jakarta yang semakin tidak aman.
Pencetakan uang Republik Indonesia kemudian dilanjutkan di Yogyakarta dengan mengandalkan Percetakan Canisius dan Percetakan Kolff Yogyakarta.
Percetakan Canisius kemudian bertugas melanjutkan pencetakan ORI pecahan 1 Rupiah, 10 sen, 5 sen, 1 sen, dan penyelesaian uang hasil percetakan RI Jakarta yang
belum bernomor seri. Sedangkan di percetakan Kolff Yogyakarta dilakukan pencetakan ORI pecahan 100 Rupiah dibawah pimpinan Marsidi. Pencetakan ORI
juga dilakukan di Percetakan Gading Surakarta di bawah pimpinan Soedarbo dan Soekijo.
36
Akibat keadaan yang semakin genting, pencetakan ORI juga dilaksanakan di percetakan NIMEF Nederlands-indische Metaalwaren en Emballage Fabriken
Kedalpayak, Malang. Percetakan ORI di daerah ini mendapat bantuan kertas dari Serikat Buruh Kertas Padalarang yang dipimpin Amat Sumadisastra. Kertas ini
diperoleh dari Pabrik Kertas Leces di Probolinggo sebelum pabrik tersebut dikuasai tentera Sekutu. Bahan-bahan kimia untuk mencetak uang kemudian didatangkan dari
Jakarta, selain itu juga ada yang diperoleh dari dr. Mustafa Zakir yang bekerja sebagai dokter perusahaan gula di Kediri dan dari beberapa pabrik gula di Jawa
Timur. Dalam segala kesulitan terkait pencetakan Uang Republik Indonesia, hal-hal yang berkaitan tentang rencana pengeluaran uang tersebut sangat dirahasiakan agar
tidak diketahui tentara NICA yang siap menggagalkan upaya pencetakan ORI.
36
Team Penyusun Sejarah Percetakan Uang RI, op.cit., hlm. 28-29.
27
Universitas Sumatera Utara
Demikian juga halnya kepada masyarakat, hal-hal yang berkaitan dengan rencana pengeluaran uang juga dirahasiakan agar tidak terjadi kegaduhan ekonomi akibat
kebingungan masyarakat dengan munculnya jenis uang baru. Sebelum ORI diedarkan di masyarakat, pemerintah harus menarik semua uang
Jepang dan uang Belanda dari peredaran, namun penarikan berbagai jenis uang yang beredar tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba dan dengan menyatakan uang tersebut
tidak berlaku lagi, hal ini guna menghindari kerugian besar yang akan dialami masyarakat jika kebijakan demikian dilaksanakan. Untuk itu, sebagai kebijakan
pertama dari pemerintah, pada tanggal 9 Mei 1946 Presiden Soekarno mengeluarkan Undang-undang No. 4 Tahun 1946 tentang Pinjaman Nasional. Dalam kebijakan ini
diharapkan masyarakat mau meminjamkan uang kepada pemerintahan negara yang diakuinya dengan sukarela dan tanpa paksaan, pinjaman ini akan dibayarkan kembali
kepada masyarakat selambat-lambatnya 40 tahun dengan bunga uang 4 per tahun.
37
Jumlah pinjaman uang yang diperoleh dari kebijakan Pinjaman Nasional ini berkisar 1 miliar Rupiah, dimana pinjaman pertama dilaksanakan di Pulau Jawa dan
Madura sebesar 500 juta Rupiah, dan tahap berikutnya di Pulau Sumatera. Uang hasil pinjaman tersebut akan dipergunakan untuk menutupi anggaran belanja pemerintah
pada bulan Juni dan Juli 1946, serta menjadi modal dasar pendirian Pusat Bank Nasional Indonesia yang kemudian berdiri pada tanggal 19 September 1946 dan
direncanakan menjadi bank sirkulasi Negara Republik Indonesia. Bank ini baru kemudian resmi dibuka pada tanggal 17 Agustus 1946 melalui peraturan pemerintah
37
Kristaniarsi, op.cit., hlm. 75-76.
28
Universitas Sumatera Utara
pengganti undang-undang No. 2 tanggal 5 Juli 1946 dengan nama Bank Negara Indonesia BNI. BNI kemudian bersama dengan Bank Rakyat Indonesia BRI
menjadi ujung tombak penjualan obligasi dalam rangka kebijakan Pinjaman Nasional di setiap daerah. Kebijakan Pinjaman Nasional ini mendapat sambutan hangat dari
masyarakat, terbukti setelah kebijakan ini dibuka tanggal 15 Mei 1945 dan ditutup pada 15 Juni 1946, dari dana yang dibutuhkan pada tahap I sebesar 500 juta Rupiah,
telah diperoleh sebesar 70 dari yang dibutuhkan.
38
Langkah selanjutnya, untuk mengurangi jumlah uang yang masih banyak beredar, pemerintah kemudian mengeluarkan maklumat kementrian No. 11 tahun
1946 pada tanggal 12 April 1946. Peraturan itu kemudian dipertegas dengan ditetapkannya undang-undang No. 10 tahun 1946 oleh Presiden Soekarno. Dalam
peraturan tersebut menekankan pembatasan pengiriman uang lewat pos atau bank lebih dari f. 1.000,- per hari. Dengan kebijakan ini pemerintah berharap adanya
penekanan serbuan uang dari daerah yang dikuasai tentara NICA ke daerah kekuasaan Republik.
Sebagai tahap akhir dari persiapan pengeluaran ORI, pada tanggal 5 juli 1946 Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No. 3 tahun 1946 tentang kewajiban menyimpan uang dalam bank.
39
Peraturan ini membatasi penggunaan uang di masyarakat yaitu untuk satu kelurga diperkenankan memiliki uang paling banyak f. 3000, bagi orang yang hidup sendiri
38
Ibid,. hlm. 76.
39
Sekretariat Negara Republik Indonesia No. 376. ARNAS
29
Universitas Sumatera Utara
tidak dalam keluarga diperkenankan memiliki uang paling banyak f. 1000,- Jika masyarakat memiliki uang yang lebih dari yang ditetapkan, dianjurkan untuk
menyimpan uangnya pada bank-bank yang telah disediakan pemerintah.
40
Sementara, untuk perusahaan-perusahaan diadakan peraturan-peraturan tersendiri.
Dalam upaya untuk menggiatkan masyarakat dalam menyimpan uang dalam bank dan persiapan menyambut peredaran ORI, pada tanggal 1 Oktober 1946
Pemerintah Republik Indonesia kemudian mengeluarkan undang-undang No. 17 tahun 1946 untuk meyakinkan masyarakat bahwa uang Republik Indonesia akan
segera dikeluarkan.
41
Selanjutnya pada tanggal 26 Oktober 1946, pemerintah kembali mengeluarkan Undang-Undang no. 19 tahun 1946. Di dalam undang-undang ini
pemerintah kemudian mentapkan dasar nilai dan dasar penukaran ORI terhadap uang pendudukan Jepang. Sebagai dasar nilai ORI ditentukan 10 Rupiah ORI sama dengan
5 gram emas murni. Untuk dasar penukaran ORI, di daerah Jawa ditentukan 1 Rupiah ORI sama dengan 50 Rupiah uang Jepang, sedangkan untuk daerah di luar Pulau
Jawa dan Madura ditetapkan 1 rupiah ORI sama dengan 100 Rupiah uang Jepang.
42
Penukaran uang Jepang dan ORI hanya dilakukan melalui perantara bank dan untuk sementara, uang yang dapat ditukar dengan ORI adalah uang Jepang yang telah
disimpan di dalam Bank.
40
Adapun bank yang ditunjuk sebagai penerima simpanan berdasarkan kewajiban menurut peraturan tersebut adalah: Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, Kantor Tabungan Pos, dan
bank-bank lain yang mendapat izin dari Menteri Keuangan. Lihat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 3 tahun 1946.
41
Sekretariat Negara Republik Indonesia No. 343. ARNAS
42
Sekretariat Negara Republik Indonesia No. 344. ARNAS
30
Universitas Sumatera Utara
Langkah peresmian
berlakunya ORI
kemudian ditandai
dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan No. Ss135 tanggal 29 Oktober 1946
tentang saat berlakunya ORI sebagai alat pembayaran yang sah, yaitu pada tanggal 30 Oktober 1946 tepat pukul 24.00. Selanjutnya mulai jam yang telah ditentukan, maka
uang Hindia Belanda dan Uang pendudukan Jepang dinyatakan tidak berlaku lagi.
43
Sebelum ORI diedarkan, timbul permasalahan tentang jaminan uang yang akan diedarkan, namun Wakil Presiden Moh. Hatta pada waktu itu berpendapat bahwa
uang yang baru diedarkan tersebut tidak perlu dikeluarkan oleh suatu bank tetapi oleh pemerintah sendiri dengan dasar A-metalisme.
44
Dalam hal ini kepercayaan rakyat kepada pemerintahnya adalah dasar terpenting keabsahan uang tersebut. Melalui RRI
Radio Republik Indonesia Yogyakarta, wakil presiden Moh. Hatta kemudian menyampaikan pidatonya menyongsong keluarnya ORI pada tanggal 29 Oktober
1946, adapun bunyi pidatonya yaitu: “Besok mulai tanggal 30 Oktober 1946 adalah suatu hari yang
mengandung sejarah bagi tanah air kita Rakyat kita menghadapi penghidupan baru. Besok mulai beredar Uang Republik Indonesia sebagai satu-satunya alat
pembayaran yang sah. Mulai pukul 12 tengah malam nanti, uang Jepang yang selama ini beredar sebagai uang yang sah, tidak berlaku lagi. Beserta dengan
uang Jepang itu, ikut pula tidak laku uang De Javasche Bank. Dengan ini tutuplah suatu masa dalam sejarah keuangan Republik Indonesia . Masa yang
penuh dengan penderitaan dan
kesukaran bagi rakyat kita…”
45
43
Team Penyusun Sejarah Percetakan Uang RI, op.cit., hlm. 30.
44
Tim Penyusun Penerbitan Naskah Sumber, op.cit., hlm. 3.
45
Dikutip dari I Wangsa Widjadja dan Meutia f. Swasono, Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato dari Tahun 1942 sampai dengan 1949, Djakarta: Yayasan I Dayu, 1981, hlm. 105-106.
31
Universitas Sumatera Utara
Dalam pencetakan selanjutnya, ORI diterbitkan lima emisi, ORI emisi pertama bertuliskan “Djakarta 17 Oktober 1945” ditandatangani oleh A.A. Maramis,
dalam 8 pecahan yaitu 1 sen, 5 sen, ½ Rupiah, 5 Rupiah, 10 Rupiah, dan 100 Rupiah. Emisi kedua bertuliskan “Djokjakarta 1 Januari 1947” ditandatangani oleh Mr.
Sjafruddin Prawiranegara dalam 4 pecahan yaitu 5 Rupiah, 10 Rupiah, 25 Rupiah, dan 100 R
upiah. Emisi ketiga bertuliskan “Djokjakarta 26 Djuli 1947” ditandatangi oleh A.A. Maramis dalam pecahan ½ Rupiah, 2 ½ Rupiah, 25 Rupiah, 50 Rupiah,
100 Rupiah, dan 250 Rupiah. ORI Emisi keempat diterbitkan dengan bertuliskan “Djogjakarta 23 Agustus 1948” ditandatangani oleh Drs. Moh. Hatta dalam pecahan
yang unik yaitu 40 Rupiah, 75 Rupiah,100 Rupiah, dan 400 Rupiah, sedangkan pecahan 600 Rupiah yang disiapkan belum sempat diedarkan. Emisi kelima
bertuliskan “Djogjakarta 17 Agustus 1949” ditandatangani oleh Mr. Loekman Hakim dan merupakan Rupiah baru dalam pecahan 10 sen baru, ½ Rupiah baru, dan 100
Rupiah baru.
46
Setelah beredar di Jawa dan Madura, peredaran ORI di Pulau Sumatera tidak sertamerta dapat terlaksana dengan baik. Belanda telah melakukan blokade ekonomi
dengan menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Pulau Sumatera. Pengiriman ORI yang direncanakan dilaksanakan lewat jalur laut pun terkendala keamanan sehingga
pengiriman uang ke wilayah Pulau Sumatera harus ditunda untuk sementara waktu. Pemerintah Indonesia kemudian mengeluarkan kebijakan bahwa untuk daerah di luar
46
Nani Maesraoh, Peranan Oeang Republik Indonesia ORI Dalam Periode Revolusi Kemerdekaan 1946-1950, Jurnal FIS Uiversitas Negeri Malang, Malang: 2013, hlm.18.
32
Universitas Sumatera Utara
Pulau Jawa dan Pulau Madura, untuk sementara waktu tetap menggunakan uang Jepang. Namun seiring berjalannya waktu pengiriman ORI ke Pulau Sumatera tidak
dapat terealisasikan. Agresi militer Belanda I pada tahun 1947 justru mempersulit keadaan dan tidak memungkinkan lagi untuk pelaksanaan pengiriman ORI. Di lain
sisi, kebutuhan keuangan di Sumatera terus meningkat seiring dengan upaya mempertahankan kemerdekaan Indonesia di Sumatera serta untuk kebutuhan
pendaanaan pemerintahan daerah.
33
Universitas Sumatera Utara
BAB III KONDISI POLITIK DAN EKONOMI SUMATERA UTARA HINGGA