Banyak sekali tugas atau kegiatan yang harus dilakukan dalam setiap fase tersebut. Untuk itu manajemen bencana memerlukan berbagai elemen yang
mendukung penerapannya antara lain:
72
1. Kebijakan Manajemen
2. Identifikasi Keadaan Darurat
3. Perencanaan Awal
4. Prosedur Tanggap Darurat
5. Organisasi Tanggap Darurat
6. Sumberdaya dan Sarana
7. Pembinaan dan Pelatihan
8. Komunikasi
9. Inspeksi dan Audit
10. Investigasi dan Pelaporan
Kesepuluh elemen ini sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan penerapan manajemen bencana.
73
D. Aspek Hukum Internasional Dalam Penanganan Bencana
Beberapa tahun belakangan ini telah ada keterlibatan internasional yang lebih besar dalam manajemen bencana, khususnya keterlibatan pasukan
militer.Sejumlah organisasi dan lembaga manajemen bencana nasional dan internasional telah berkembang sebagai reaksi terhadap kebutuhan peningkatan
kapasitas pekerja kemanusiaan untuk mempunyai keterampilan yang dibutuhkan
72
Soehatman Ramli, Loc. Cit.
73
Ibid. , hal 40.
Universitas Sumatera Utara
dan untuk membantu masyarakat mempersiapkan diri sebelum datangnya bencana.Kadang-kadang ada keterlibatan swasta, khususnya dalam bidang
rekonstruksi.
74
Perhatian masyarakat dunia sangat tinggi terhadap semakin meningkatnya bencana alam di negara-negara sedang berkembang yang penduduknya sangat
padat. Konferensi Dunia pada Reduksi Bencana World Conference on Disaster Reduction
18-22 Januari 2005 di Kobe, Jepang maupun Simposium I Geo- Informasi untuk Manajemen Bencana di Delft, Belanda sepakat untuk
meningkatkan penelitian dan aplikasi teknologi serta memberdayakan masyarakat lokal untuk sadar bencana. Bahkan lembaga donor melalui Asia-Link tahun 2005
akan mengalokasikan dana sebesar 13,2 juta euro 15 milyar rupiah untuk pengembangan sumberdaya manusia termasuk pendidikan bidang manajemen
bencana alam.
75
Beberapa kali setiap tahunnya, kebutuhan terhadap respon peristiwa bencana melebihi kemampuan manajemen bencana suatu negara atau beberapa
negara. Dalam hal ini, pemerintah negara-negara yang terkena dampak menyerukan kepada sumber daya dari masyarakat tanggap internasional. Respon
internasional yang kooperatif ini adalah, menurut definisi, manajemen bencana internasional.
76
Seiring waktu dan melalui pengulangan, suatu proses yang diakui dan sistemik untuk menanggapi bencana internasional telah mulai muncul. Standar
74
Stephanie Delaney, Op. Cit., hal 16.
75
Sudibyakto, Manajemen Bencana di Indonesia Ke Mana?, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2011, hal 63.
76
Damon P.Coppola, Op. Cit., hal 9.
Universitas Sumatera Utara
tanggap darurat telah dikembangkan oleh berbagai sumber, dan suatu kelompok partisipan khusus yang diakui telah diidentifikasi. Adapun partisipan khusus
manajemen bencana internasional tersebut adalah: korban, responden lokal pertama, pemerintah negara yang terkena bencana, pemerintah negara lain,
organisasi internasional, institusi keuangan internasional, organisasi dan asosiasi regional, organisasi non-profit, organisasi privat–bisnis dan industri, serta donor
lokal dan regional. Melalui praktek dan penelitian, rumusan, proses yang metodis untuk menilai baik kerusakan negara yang terkena dampak dan berbagai
kebutuhan tanggap darurat mereka telah didentifikasi, dicoba, dan diperbaiki. Apa yang hanya 20 tahun lalu masih kacau, reaksi ad hoc terhadap bencana
internasional telah berkembang dengan kecepatan yang luar biasa menjadi suatu mesin yang sangat efektif.
77
Penting untuk menambahkan bahwa bencana tidak menjadi internasional hanya karena bencana tersebut melebihi kapasitas suatu negara untuk
menanggapinya. Harus ada suatu komitmen dari pihak partisipan untuk mengenali kebutuhan akan keterlibatan internasional dan untuk menerima seruan seperti
yang dibuat oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Kebenaran yang menyedihkan adalah bahwa, dalam prakteknya, tidak semua bencana memperoleh
perhatian dan tanggapan internasional di tingkatan yang sama, baik karena kelemahan donor, perhatian media, prioritas yang dialihkan, atau peristiwa
lainnya yang mungkin mencairkan perhatian masyarakat. Banjir Mozambik tahun
77
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
2000 adalah salah satu contoh dari situasi dimana masyarakat internasional telah dituduh duduk berpangku tangan ketika ratusan orang meninggal dunia.
78
Tanggapan dan pemulihan saja, bagaimanapun, bukan merupakan cara yang efektif dalam menangani bencana jika keduanya dilakukan tanpa adanya
suatu rejimen yang komprehensif dari kegiatan kesiapsiagaan dan mitigasi. Suatu pergeseran fokus penting diantara organisasi-organisasi penanggulangan bencana
internasional dunia, lembaga-lembaga, dan kelompok kepentingan dari tanggap bencana untuk pencegahan bencana adalah bukti akan pengakuan dan penerimaan
luas terhadap hal ini. Meskipun banyak pemerintah nasional, terutama di negara berkembang, belum melakukan suatu upaya yang berdedikasi untuk memulai atau
meningkatkan kegiatan manajemen pra-bencana mereka, banyak badan-badan pembangunan dan penanggulangan bencana internasional berkerja untuk
mengatasi masalah ini. PBB, yang para anggotanya terdiri dari hampir setiap negara di dunia, telah melakukan suatu upaya berkelanjutan untuk memimpin
negara-negara anggotanya dalam menangani kekurangan mereka—pertama dengan mendedikasikan IDNDR tahun 1990-an menghasilkan Strategi
Yokohama dan Rencana Aksi untuk Dunia yang Lebih Aman, dan kemudian diikuti dengan Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana ISDR untuk
memastikan bahwa momentum ke depan dipertahankan.
79
Pada 11 Desember 1987, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan tahun 1990-an sebagai “Dekade Internasional untuk Pengurangan
Bencana Alam” IDNDR. Tindakan ini diambil untuk mempromosikan secara
78
Ibid.
79
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
internasional upaya-upaya terkoordinasi untuk mengurangi kerugian materi serta gangguan sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh bencana alam, khususnya di
negara-negara berkembang.Misi yang dinyatakan oleh IDNDR adalah untuk meningkatkan kapasitas setiap negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB
untuk mencegah atau mengurangi efek yang merugikan dari bencana alam dan menetapkan pedoman untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
ada untuk mengurangi dampak bencana alam.
80
Pada 22 Desember, 1989, melalui resolusi PBB 44236, Majelis Umum menetapkan tujuan yang ingin mereka capai selama IDNDR. Disamping untuk
mendirikan sebuah kantor khusus PBB di Jenewa untuk mengkoordinasikan kegiatan IDNDR, resolusi tersebut menyerukan kepada berbagai badan PBB
untuk:
81
1. Meningkatkan kemampuan setiap negara untuk mengurangi dampak bencana
alam secara tepat dan efektif, memberikan perhatian khusus untuk membantu negara-negara berkembang dalam penaksiran potensi kerusakan bencana dan
dalam pembentukan sistem peringatan dini dan struktur tahan-bencana kapan dan dimana diperlukan;
2. Merancang pedoman yang tepat dan strategi untuk menerapkan pengetahuan
ilmiah dan teknis yang ada, dengan memperhatikan keragaman budaya dan ekonomi diantara bangsa-bangsa;
80
Ibid., hal 5.
81
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3. Memelihara upaya-upaya ilmiah dan rekayasa yang bertujuan untuk menutup
kesenjangan kritis dalam pengetahuan guna mengurangi hilangnya nyawa dan harta benda;
4. Menyebarluaskan informasi teknis yang sudah ada dan yang terbaru yang
terkait dengan langkah-langkah untuk pengkajian, prediksi, dan mitigasi bencana alam;
5. Mengembangkan langkah-langkah untuk pengkajian, prediksi, pencegahan,
dan pengurangan bencana alam melalui program bantuan teknis dan transfer teknologi, proyek percontohan, serta pendidikan dan pelatihan, disesuaikan
pada bencana dan lokasi tertentu, dan untuk mengevaluasi efektivitas dari program-program tersebut.
Pada Mei 1994, negara-negara anggota PBB bertemu di Konferensi Dunia tentang Pengurangan Bencana Alam World Conference on Natural Disaster
Reduction di Yokohama, Jepang, untuk menilai kemajuan yang dicapai oleh
IDNDR. Pada pertemuan ini mereka mengembangkan Strategi dan Rencana Aksi Yokahama untuk Dunia yang Lebih Aman.
82
Beberapa isu dan tantangan yang teridentifikasi dalam strategi Yokohama antara lain:
83
a Tata pemerintahan, organisasi, hukum dan kerangka kebijakan
b Identifikasi risiko, pengkajian, monitoring, dan peringatan dini
c Pengetahuan dan pendidikan
d Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana
e Persiapan tanggap darurat dan pemulihan yang efektif
82
Ibid., hal 6.
83
http:www.bappenas.go.idfiles511350226066versi-bahasa- indonesia__20081122175120__826__0.pdf, diakses pada 5 Mei 2014.
Universitas Sumatera Utara
Sejak itu, serangkaian pertemuan regional dan tematik berlangsung dari 1995-1999 pada isu-isu mulai dari sistem peringatan dini, aplikasi ruang untuk El
Niño.Pada akhir dekade tahun 1999, Forum Program IDNDR diadakan di Jenewa untuk menarik hasil pembelajaran dari IDNDR.Pada kesempatan itu, masyarakat
internasional menyepakati Mandat Jenewa dan Strategi untuk Dunia yang Lebih Aman di Abad 21, sebagai tindaklanjut dari Strategi Yokohama.Selanjutnya pada
tahun 2000, Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana ISDR diluncurkan sebagai rencana penerus untuk meneruskan pekerjaan IDNDR dan
berusaha keras untuk pengimplementasian terhadap rekomendasi yang terdapat dalam Rencana Aksi Yokohama.
84
Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB Nomor 63 Tahun 1999 tentang Dekade Pengurangan Risiko Bencana Internasional IDNDR yang memfokuskan
tindakan kepada pelaksanaan Strategi Internasional untuk Pengurangan Risiko Bencana International Strategy for Disaster ReductionISDR. Sasaran utama
ISDR adalah untuk: 1 mewujudkan ketahanan masyarakat terhadap dampak bencana alam, teknologi dan lingkungan; 2 mengubah pola perlindungan
terhadap bencana menjadi manajemen risiko bencana dengan melakukan penggabungan strategi pencegahan risiko ke dalam kegiatan pembangunan
84
“Ten-year review of the Yokohama Strategy and Plan of Action”, sebagaimana dimuat dalam
http:www.unisdr.orgsearch?cx=0149321121525567943153Aev9g2xr_5nicof=FORID3A1 1ie=UTF-8q=Ten-
year+review+of+the+Yokohama+Strategy+and+Plan+of+Actionsa.x=0sa.y=0, diakses pada 7 Mei 2014.
Universitas Sumatera Utara
berkelanjutan.
85
Strategi Internasional Pengurangan Risiko Bencana dilakukan dengan tujuan:
86
a. Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap bencana alam, teknologi
lingkungan dan bencana sosial. b.
Mewujudkan komitmen pemerintah dalam mengurangi risiko bencana terhadap manusia, kehidupan manusia, infrastruktur sosial dan ekonomi serta sumber
daya lingkungan. c.
Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana melalui peningkatan kemitraan dan perluasan jaringan upaya
pengurangan risiko bencana. d.
Mengurangi kerugian ekonomi dan sosial akibat bencana. Saat ini, Badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Bencana
UNISDR memandu upaya misi penanggulangan bencana masyarakat internasional secara keseluruhan.Secara khusus, UNISDR berupaya membangun
“masyarakat yang tahan bencana dengan memajukan peningkatan kesadaran akan pentingnya pengurangan bencana sebagai suatu komponen integral dari
pembangunan berkelanjutan, dengan tujuan mengurangi kerugian manusia, sosial, ekonomi dan lingkungan akibat bencana alam serta bencana teknologi dan
lingkungan terkait”.
87
Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB No. 63 tahun 1999 ditindaklanjuti oleh Majelis Umum dengan mengeluarkan Resolusi Nomor 56195
85
http:www.bappenas.go.idfiles511350226066versi-bahasa- indonesia__20081122175120__826__0.pdf, diakses pada 7 Mei 2014.
86
Ibid.
87
Damon P. Coppola, Op. Cit., hal 9.
Universitas Sumatera Utara
tanggal 21 Desember 2001.
88
Hari Pengurangan Bencana Alam Internasional dirancang oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
mendorong masyarakat dan pemerintah untuk ambil bagian dalam membangun komunitas dan masyarakat yang tahan terhadap bencana alam, yang pada awalnya
diperingati setiap Rabu kedua di bulan Oktober.Hari peringatan ini merupakan bagian dari proklamasi Dekade Pengurangan Bencana Alam Internasional yang
dimulai pada tahun 1990.Pada tahun 2002, resolusi lebih lanjut dari Majelis Umum PBB memutuskan untuk mempertahankan upaya pengurangan dampak
dan mitigasi bencana alam global dengan membuat hari peringatan internasional yang diperingati setiap tahun. Dan pada tahun 2009, Majelis Umum PBB
menetapkan 13 Oktober sebagai Hari Pengurangan Bencana Alam Internasional.
89
Pada Januari 2005, di Hyogo, Jepang, PBB kembali menyelenggarakan Konferensi Dunia tentang Pengurangan Bencana theWorld Conference on
Disaster Reduction . Lebih dari 4000 peserta hadir, termasuk perwakilan dari 168
negara, 78 badan khusus PBB dan organisasi pengamat, 161 organisasi non- pemerintah, dan 562 jurnalis dari 154 media. Forum publik menarik lebih dari
40.000 pengunjung.
90
Empat dokumen kunci berikut, yang disetujui oleh 168 negara anggota PBB yang hadir di Konferensi, adalah hasil utama dari Konferensi
Dunia tentang Pengurangan Bencana kedua bulan Januari 2005:
91
88
http:www.bappenas.go.idfiles511350226066versi-bahasa- indonesia__20081122175120__826__0.pdf, diakses pada 7 Mei 2014.
89
“Hari Pengurangan Bencana Alam Internasional”, sebagaimana dimuat dalam http:id.wikipedia.orgwikiHari_Pengurangan_Bencana_Alam_Internasional, diakses pada 10
Mei 2014.
90
Damon P. Coppola, Op. Cit., hal 9-10.
91
ISDR Informs, Edisi 2, 2006, sebagaimana dimuat dalam http:www.adpc.netv2007ikmONLINE20DOCUMENTSdownloads2008ISDR_Indo.pdf,
diakses pada 10 Mei 2014.
Universitas Sumatera Utara
1. Tinjauan tentang Strategy Yokohama dan Rencana Kegiatan untuk Dunia
yang lebih aman Review of the Yokohama Strategy and Plan of Action for a Safer World
. Yokohama Review adalah suatu analisa tentang kemajuan yang dicapai sejak tahun 1994 saat Konferensi Yokohama dilaksanakan sampai
saat ini. Dokumen ini mencerminkan kondisi kesadaran saat ini dan kemajuannya, batasan-batasan yang ada serta menggambarkan observasi yang
kuat tentang pengurangan resiko bencana global. 2.
Hyogo Framework of Action 2005-2015: Membangun Ketahanan Negara dan Masyarakat terhadap Bencana. Berdasarkan pelajaran yang diambil dan
adanya gap yang teridentifikasi dalam proses review terhadap Strategi Yokohama, Hyogo Framework mengidentifikasi lima prioritas dan beberapa
kegiatan yang kongkret dan spesifik yang perlu diterapkan di tingkat lokal, nasional dan internasional pada kurun waktu 2005- 2015.
3. Deklarasi Hyogo: Deklarasi ini mencerminkan suatu kehendak politis untuk
meningkatkan perhatian terhadap pengurangan bencana dan menyadari pentingnya menterjemahkan Hyogo Framework for Action kedalam tindakan
kongkret pada semua level untuk mengurangi resiko dan kerawanan bencana. 4.
Statemen Umum dari Sesi Khusus tentang Bencana Samudera Hindia: Pengurangan Resiko untuk Masa Depan yang Lebih Aman. Pernyataan ini
“menekankan kebutuhan akan Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana guna mengidentifikasi, meneliti dan menyebarluaskan semua
pelajaran yang dapat diambil dari bencana Tsunami baru-baru ini.” Statemen ini meminta sekretariat ISDR untuk mengirimkan laporan ke sesi inti dari
Universitas Sumatera Utara
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB UN Economic and Social Council - ECOSOC dan sesi ke-60 Majelis Umum PBB. Statemen tersebut juga
“meminta Dewan Ekonomi dan Sosial untuk memasukkan mekanisme pengurangan bencana regional ke dalam agenda sesi inti dari segmen
pertemuan kemanusiaan tahun 2005.” Empat dokumen tersebut mencerminkan suatu komitmen yang kuat dari
masyarakat internasional untuk melakukan usaha pengurangan bencana dan mulai bekerja dengan sebuah rencana kegiatan tertentu yang berorientasi hasil untuk
kurun waktu tahun 2005-2015. Deklarasi Hyogo, Hyogo Framework for Action 2005-2015 dan Statemen Umum adalah bagian dari laporan pelaksanaan
konferensi. Kerangka Hyogo merupakan hasil dari konferensi berupa 24-halaman
“kerangka kerja aksi”, yang diadopsi oleh semua negara anggota, yang menguraikan tekad anggota untuk mengikuti “pengurangan substansial terhadap
kerugian yang terjadi karena bencana, baik kerugian karena kehilangan nyawa maupun karena kehilangan aset-aset sosial, ekonomi, dan aset lingkungan
masyarakat dan negara pada 2015”. Kerangka tersebut menguraikan 3 tujuan strategis untuk mencapai hal ini:
92
1 Integrasi yang lebih efektif terhadap pertimbangan resiko bencana ke dalam
kebijakan pembangunan berkelanjutan, perencanaan, dan pemrograman di semua tingkatan, dengan penekanan khusus pada pencegahan bencana,
mitigasi, kesiapsiagaan, dan pengurangan kerentanan
92
Damon P. Coppola, Op. Cit., hal 10.
Universitas Sumatera Utara
2 Pengembangan dan penguatan lembaga, mekanisme, dan kapasitas di semua
tingkatan, khususnya pada tingkat masyarakat, yang dapat secara sistematis berkontribusi untuk membangun ketahanan terhadap bahaya
3 Penggabungan secara sistematis terhadap pendekatan-pendekatan
pengurangan resiko ke dalam desain dan pelaksanaan program-program kesiapsiagaan terhadap keadaan darurat, tanggap darurat, dan pemulihan
dalam rekonstruksi masyarakat yang terkena dampak. Kerangka kerja tersebut juga menguraikan pertimbangan umum dan
kegiatan utama dalam lima bidang berikut, diidentifikasi sebagai prioritas untuk tahun 2005-2015:
93
1 Memastikan bahwa pengurangan resiko bencana merupakan sebuah prioritas
nasional dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya
2 Mengidentifikasi, menjajaki, dan memonitor resiko-resiko bencana dan
meningkatkan peringatan dini 3
Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun suatu budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkatan
4 Mengurangi faktor-faktor resiko yang mendasari
5 Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respon yang efektif di
semua tingkatan. Dengan pengadopsian kerangka kerja ini, yang bertepatan dengan
beberapa bahaya dan bencana yang paling dahsyat dalam ingatan belum lama ini
93
Ibid., hal 11.
Universitas Sumatera Utara
termasuk tsunami di Asia pada Desember 2004, gempa bumi berkekuatan 7,6 skala richter pada 8 Oktober 2005 di Pakistan, kerusuhan di Perancis pada
November 2005, dan menghadapi kemungkinan pandemi flu burung yang sedang berlangsung, penanggulangan bencana internasional telah naik ke garis depan
agenda kebijakan internasional. Selama bertahun-tahun, bangsa-bangsa di dunia telah menyaksikan negara demi negara, baik kaya dan miskin, menderita akibat
bencana yang mengerikan.Namun, belum hingga baru-baru ini para pemimpin dunia telah mulai memahami sepenuhnya bahwa banyak dari konsekuensi ini bisa
saja dikurangi melalui upaya mitigasi dan kesiapsiagaan yang lebih baik dan kemampuan tanggap darurat yang lebih efektif. Akibatnya, bidang
penanggulangan bencana internasional saat ini dalam posisi untuk mempengaruhi para pemimpin ini dengan cara yang sebelumnya tidak mungkin.
94
Pada tahun 2011, Majelis Umum PBB meminta UNISDR untuk memfasilitasi pengembangan kerangka kerja pengurangan risiko bencana pasca-
2015.Pada tahun 2012, Majelis memutuskan untuk mengadakan Konferensi Dunia ke-3 tentang Pengurangan Risiko Bencana untuk meninjau pelaksanaan Kerangka
Aksi Hyogo dan untuk mengadopsi kerangka kerja pengurangan risiko bencana pasca-2015.Majelis juga meminta UNISDR untuk menjadi sekretariat Konferensi
Dunia ke-3 dan mengkoordinasikan kegiatan persiapan dengan berkonsultasi dengan semua pihak terkait.
95
Resolusi Majelis Umum PBB memutuskan untuk mengadakan Konferensi Dunia ke-III tentang Pengurangan Resiko Bencana pada tahun 2015 di Jepang,
94
Ibid., hal 11-12.
95
http:www.unisdr.orgwecoordinatewcdrr, diakses pada 16 Mei 2014.
Universitas Sumatera Utara
menyambut tawaran Jepang untuk menjadi tuan rumah. Pada Sesi Keempat Platform Global Pengurangan Risiko Bencana Mei 2013, Pemerintah Jepang
mengumumkan akan menjadi tuan rumah Konferensi Dunia di Sendai. Tanggal yang diusulkan adalah 14-18 Maret 2015. Konferensi Dunia ke-III tentang
Pengurangan Resiko Bencana pada Maret 2015 diperkirakan dapat menarik sekitar 8.000 peserta dengan beberapa ribu peserta lagi berpartisipasi dalam acara-
acara publik terkait yang berhubungan dengan Konferensi Dunia.
96
Selain di tingkat global, di tingkat regional juga dibentuk suatu kerangka kerja yang disebut Kerangka Aksi Beijing. Penyusunan Aksi Beijing untuk
Pengurangan Risiko Bencana di Asia Beijing Action for Disaster Risk Reduction in Asia
27-29 September 2005 memberikan suatu platform bagi negara-negara Asia untuk:
97
a Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana menjadi sebuah prioritas
nasional dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya b
Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana dan meningkatkan peringatan dini
c Menggunakan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun suatu
budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat d
Mengurangi faktor-faktor risiko yang mendasar e
Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respon yang efektif di semua tingkat.
96
Ibid.
97
http:www.pidiejayakab.go.idindex.phpendatabasecategory29-buku-rencana-aksi- daerah?download=66:bab-ii, diakses pada 17 Mei 2014.
Universitas Sumatera Utara
Setiap negara berhak atas kedaulatannya dan tak satupun negara boleh campur tangan dalam penyelesaian berbagai masalah yang terjadi. Sementara
hukum internasional hanya akan menjadi komplementer dan menundukkan diri bila memasuki wilayah kedaulatan suatu negara kecuali pada kondisi-kondisi
tertentu, misalnya pada saat terjadi bencana atau perang.
98
98
REKOMENDASI SYMPOSIUM INTERNASIONAL “Pembahasan Aspek Hukum Internasional dalam Penanganan Bencana” Dalam rangka memberikan input RUU PB Jakarta, 11
April 2006, sebagaimana dimuat dalam http:www.mpbi.orgfilespustakarekomendasi20Simposium20Internasional_20final.pdf
diakses pada tanggal 20 Mei 2014.
Universitas Sumatera Utara
80
BAB IV PERLINDUNGAN ANAK-ANAK KOBAN BENCANA DITINJAU
DARI KONVENSI HAK-HAK ANAK DAN HUKUM NASIONAL
A. Perlindungan Anak-Anak Korban Bencana Menurut Konvensi Hak-Hak Anak