perbatasan, dan banyaknya orang yang keluar masuk daerah bencana mengakibatkan kondisi ideal bagi penculikan ilegal.
Adapun negara-negara yang telah mensahkan undang-undang khusus mengenai perdagangan anak adalah: Fiji, Filipina, Ethiopia, Pantai Gading
dan Mali, Benin, Burkana, Faso, Kamerun, Gabon, Gambia, Irak, Republik Demokrasi Rakyat Laos, Mali, Mauritius, Republik Demokrasi Korea,
Papua New Guinea, Afrika Selatan, Togo dan Uruguai.
B. Perlindungan Anak-anak Korban Bencana Menurut Hukum Nasional
Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia yang berkualitas, kelangsungan hidup, pengembangan
fisik dan mental serta perlindungan dari berbagai marabahaya yang dapat mengancam integritas dan masa depan mereka, perlu upaya pembinaan yang
berkesinambungan dan terpadu.
128
Negara Indonesia yang terletak di antara dua benua dan di lintasan khatulistiwa merupakan wilayah yang rawan bencana, baik itu akibat dari proses
yang alamiah yang tak dapat dihindari maupun akibat ulah tangan manusia yang sebetulnya masih bisa dicegah. Anak-anak terutama anak usia dini, merupakan
kelompok paling rentan yang menjadi korban pertama dan paling menderita daripada orang dewasa. Mereka belum bisa menyelamatkan diri sendiri, sehingga
peluang menjadi korban lebih besar. Sebagai akibatnya mereka mengalami trauma fisik dan psikis yang salah satunya karena kehilangan orang tua dan keluarganya;
128
Sulaiman Zuhdi Manik, Kekerasan terhadap Anak dalam Wacana Realita, Medan: Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, 1999, hal 19.
Universitas Sumatera Utara
selain itu, keterbatasan pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti pangan, mengakibatkan mereka mengalami kekurangan gizi; pelayanan kesehatan,
sanitasi, dan air bersih di tempat penampungan pengungsian yang terbatas mengakibatkan mereka mudah terserang berbagai macam penyakit; akses
terhadap pendidikan, perolehan informasi dan hiburan dari televisi, radio, telepon dan suratkabar juga terbatas; demikian pula anak-anak beresiko terhadap tindak
kekerasan seperti menjadi sasaran perdagangan dan pengiriman keluar daerah bencana trafficking.
Pasca tsunami di Aceh dan Nias tahun 2004, anak-anak yang selamat dari bencana alam tidak serta merta aman dari ancaman.Ratusan anak-anak menjadi
korban penculikan dan trafficking yang disebabkan keterpisahan dari keluarga dan munculnya kemiskinan baru pasca bencana.Ratusan anak-anak di Nias menjadi
pekerja kontruksi dan penggali tambang pasir untuk memenuhi kebutuhan material bangunan di masa rehabilitasi dan rekonstruksi.Pasca gempa bumi di
Yogyakarta dan Sumatera Barat, anak-anak dijadikan pengemis untuk mencari bantuan di jalanan.
129
129
“Melindungi Anak dalam Situasi EmergencyPengalaman PKPA dalam respon tanggap darurat di Indonesia” sebagaimana dimuat dalam
Untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat tersebut, Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak mengamanatkan dalam beberapa pasal, sebagai berikut; Pertama, pada pasal 59, diamanatkan bahwa pemerintah dan lembaga negara
lainnya, berkewajiban dan bertanggungjawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat. Kedua, pada pasal 60 dinyatakan antara
http:www.pkpa- indonesia.orgindex.php?option=com_contentview=articleid=211Itemid=287, diakses pada 7
Juni 2014.
Universitas Sumatera Utara
lain bahwa anak dalam situasi darurat adalah anak korban bencana alam. Ketiga, pada pasal 62 dinyatakan bahwa perlindungan khusus tersebut dilaksanakan
melalui: 1
Pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan, belajar dan berekreasi, jaminan keamanan, dan
persamaan perlakuan; dan 2
Pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak berkebutuhan khusus disability dan anak yang mengalami gangguan psikososial.
Sejalan dengan itu Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 pada Bab
12 menyatakan, salah satu kegiatan pokok Program Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak adalah Pengembangan Mekanisme Perlindungan bagi
Anak dalam Kondisi Khusus, seperti bencana alam dan sosial termasuk konflik. Fakta di lapangan terhadap penanganan perlindungan anak di Indonesia
pada saat bencana alam:
130
1 Penanganan bencana selama ini masih terpusat pada tahap penyelamatan
korban, dan belum menyentuh pada pemulihan hak anak korban bencana. 2
Terbatasnya pengetahuan orang tua dan masyarakat tentang perlindungan anak khususnya dalam situasi bencana.
3 Terbatasnya sumber daya bagi perlindungan anak korban bencana
130
“Bencana Alam”, sebagaimana dimuat dalam http:file.upi.eduDirektoriFIPJUR._PEND._LUAR_BIASA195604121983011-
ATANG_SETIAWANPENDIDIKAN_ANAK_MASALAH_SOSIALKORBAN_BENCANA.pd f, diakses pada 7 Juni 2014.
Universitas Sumatera Utara
4 Koordinasi dan kerjasama antara lembaga belum efektif dalam upaya
perlindungan terhadap anak korban bencana. Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI sebagai badan perlindungan
anak nasional memahami bahwa anak dalam situasi bencana merupakan kelompok rentan, yang harus mendapatkan perhatian khusus dari semua pihak,
agar tetap terpenuhi hak-hak dasarnya; kesehatan, pendidikan dan hak sosialnya.Oleh karenanya demi kepentingan terbaik bagi anak-anak dalam situasi
bencana, KPAI pada Senin, 3 Februari 2014, bertempat di KPAI menyelenggarakan pertemuan koordinasi dengan BNPB, KEMENSOS, dan
Kemdikbud.
131
Pertemuan koordinasi antara Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI, Badan Nasional Penggulangan Bencana BNPB, Kementerian Sosial RI
dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tersebut menghasilkan berbagai masukan dan informasi penting dalam rangka meningkatkan efektifitas
penyelenggaraan perlindungan anak, utamanya perlindungan anak dalam situasi bencana, sebagai berikut:
132
1. Terhitung sejak 1 Januari–31 Januari di Indonesia telah terjadi bencana
sebanyak 303 kali. Dengan korban 1,2 juta orang mengungsi, 1280 diantaranya balita dan 280 ibu hamil
2. Dalam rangka mengefektifkan penanganan anak dalam situasi bencana BNPB
berharap KPAI bisa menyusun pedoman perlindungan anak dalam
131
KPAI Selenggarakan Pertemuan Koordinasi “Perlindungan Anak dalam Situasi Bencana”, sebagaimana dimuat dalam http:www.kpai.go.idberitakpai-selenggarakan-
pertemuan-koordinasi-perlindungan-anak-dalam-situasi-bencana, diakses pada 8 Juni 2014.
132
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
situasi bencana, yang nantinya bisa menjadi Peraturan Kepala BNPB. Hal tersebut diperlukan mengingat dalam peraturan BNPB tidak mengatur
penanganan bencana khusus anak. 3.
BNPB berharap dalam penyebaran informasi, media hendaknya sesuai dengan fakta yang ada, atau sebaiknya media juga turun langsung ke area bencana.
4. Kementerian sosial menegaskan bahwa Perlindungan Anak, menjadi
tanggungjawab semua institusi, oleh karenanya harus menjadi sistem sehingga anak-anak dalam situasi bencana terpenuhi hak-haknya.
5. Shelter pengungsian dibangun untuk kepentingan meningkatkan perlindungan
anak, tidak sekedar menjadi tempat berkumpul. Oleh karenanya shelter harus dijadikan pusat kegiatan. Namun demikian faktanya shelter tidak berfungsi
secara maksimal. 6.
Dalam pendataan anak korban bencana, hendaknya dengan data yang lengkap, untuk menjaga agar anak–anak terlindungi dari prilaku orang-orang yang tidak
bertanggungjawab. 7.
Dalam rangka memenuhi hak pendidikan anak, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menanggarkan dana sebesar 11 Milyar untuk anak-anak di
Sinabung dari tingkat SD, SLTP, SLTA hingga mahasiswa. Selain itu Kemendikbud telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan; Sumut, Sulut,
Jateng dan DKI Jakarta. Khusus untuk korban bencana Gunung Sinabung, Kemendikbud juga telah mengirim 5885 paket peralatan sekolah kepada anak-
anak SD, SMP, SMA dan SMK untuk korban Gunung Sinabung.
Universitas Sumatera Utara
8. Kemendikbud akan segera merehabilitasi sekolah-sekolah yang rusak di
Sinabung, setelah mendapat rekomendasi dari BNPB. 9.
Khusus untuk DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Sulawesi Utara, Kemendikbud berkomitmen untuk merehabilitasi sekolah yang rusak dengan dana abadi
pendidikan. Selain hal diatas pertemuan koordinasi juga melahirkan beberapa
kesimpulan:
133
1. Masalah bencana menjadi tanggungjawab bersama
2. Media sudah menyampaikan informasi yang baik, sehingga masyarakat
termotivasi untuk ikut berpartisipasi dalam penanganan korban bencana. Namun demikian perlu informasi yang seimbang dan proporsional
3. Untuk meningkatkan efektifitas penanganan bencana, perlu koordinasi dan
kolaborasi dengan berbagai pihak dalam penanganan bencana. 4.
Perlu dilakukan langkah-langkah preventif agar anak korban bencana tidak menjadi korban orang-orang yang tidak bertanggungjawab.
5. KPAI secara mandiri dan atau bersama–sama akan melakukan monitoring ke
area bencana 6.
KPAI akan menyusun Pedoman Penanganan Anak Korban Bencana sebagaimana saran dan harapan dari BNPB.
C. Pihak-Pihak yang Bertanggungjawab Dalam Menjamin Perlindungan Terhadap Anak-Anak Korban Bencana