Latar Belakang Perlindungan Terhadap Anak-Anak Korban Bencana Ditinjau Dari Konvensi Hak-Hak Anak Dan Hukum Nasional

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan bagian yang sangat penting dalam kelangsungan kehidupan suatu bangsa. Anak-anak merupakan bagian dari masyarakat yang masih memiliki ketergantungan terhadap orang lain, mempunyai kebutuhan- kebutuhan khusus, dan membutuhkan perawatan dan perlindungan agar mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi dalam kehidupan. Di dalam implementasinya, anak merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan suatu bangsa, penentu masa depan dan penerus generasi. Perhatian terhadap anak sudah lama ada sejalan dengan peradaban manusia itu sendiri, yang dari hari ke hari semakin berkembang. Anak adalah putra kehidupan, masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu anak memerlukan pembinaan, bimbingan khusus agar dapat berkembang fisik, mental dan spritualnya secara maksimal. 1 Namun demikian disadari bahwa kondisi anak masih banyak yang memprihatinkan. Hal ini dapat dilihat bahwa belum semua anak mempunyai akta kelahiran, belum semua anak diasuh oleh orang tua kandungnya, keluarga maupun orang tua asuh atau wali dengan baik, masih belum semua anak mendapatkan pendidikan yang memadai, masih belum semua anak mempunyai kesehatan optimal, masih belum semua anak dalam pengungsian, daerah konflik, korban bencana alam, anak-anak korban eksploitasi, kelompok minoritas dan anak-anak 1 Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997, hal 4. Universitas Sumatera Utara yang berhadapan dengan hukum seharusnya mendapatkan perlindungan khusus. Kondisi ini lebih diperparah lagi dengan adanya berbagai krisis ekonomi di Indonesia dan di negara-negara lain dan juga terjadinya berbagai bencana alam di berbagai negara, yang mengakibatkan banyaknya permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kependudukan termasuk permasalahan-permasalahan di dalam perlindungan hak-hak anak korban bencana. Sebagai salah satu unsur yang harus ada di dalam negara hukum dan demokrasi, perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia termasuk di dalamnya perlindungan terhadap hak-hak anak yang diharapkan sebagai penentu masa depan bangsa dan sebagai generasi penerus harus mendapatkan pengaturan yang jelas. Hal ini perlu dilakukan, mengingat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya sehingga HAM merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu HAM harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Sejarah umat manusia penuh dengan peristiwa bencana.Dalam berbagai kitab suci banyak kisah-kisah mengenai bencana sebagai peringatan bagi umat manusia misalnya Banjir Nabi Nuh dan kaum Luth semuanya disertai dengan peristiwa bencana yang memusnahkan satu generasi. 2 2 Soehatman Ramli, Pedoman Praktis Manajemen Bencana Disaster Management, Jakarta: PT Dian Rakyat, 2010, hal 1. Peristiwa bencana senantiasa disertai dengan cerita tragis penderitaan manusia yang tidak habis- habisnya.Menyisakan kerusakan alam dan materi yang tidak ternilai serta Universitas Sumatera Utara hancurnya peradaban manusia. 3 Korban tentunya akan merasa sangat terpukul dengan keadaan yang mereka alami, dan yang paling mengkhawatirkan adalah yang berasal dari kalangan anak-anak. Anak-anak masih sangat rentan kondisi psikologisnya, parahnya persentase jumlah koban yang berasal dari anak-anak di seluruh dunia lumayan besar, baik dalam angka kematian ataupun dampak lainnya.Misalkan dalam bencana tsunami, 37 persen dari jumlah korban meninggal adalah berasal dari anak-anak lebih dari 90.000, anak-anak yang masih hidup kehilangan saudara dan teman-temannya dan 7.722 anak ditinggal kedua orang tua mereka.Dan kasus bencana terbaru yang terjadi adalah bencana Topan Haiyan yang melanda Filipina pada 8 November 2013, dimana data UNICEF Pada beberapa tahun terakhir ini sering sekali terjadi bencana alam yang melanda di berbagai negara.Bencana itu telah menyebabkan begitu banyak korban jiwa, fisik serta harta benda.Banjir, gempa bumi dan badai memaksa puluhan ribu orang mengungsi di seluruh dunia.Dalam beberapa tahun terakhir tanggapan masyarakat internasional terhadap bencana- bencana itu semakin cepat dan lebih canggih.Tetapi, sampai kini dan karena penyaluran bantuan untuk menyelamatkan jiwa dilakukan tergesa-gesa, hanya sedikit perhatian tertuju pada hak-hak korban yang mengungsi.Bagi korban yang selamat, maka ia akan sangat merasa terbebani dengan adanya cacat fisik yang ia derita, kerugian material, dan juga keadaan psikologis mereka. Hal ini tentu akan terasa sangat berat apabila tidak ada penanganan yang serius dari pihak-pihak yang terkait. 3 Ibid. , hal 2. Universitas Sumatera Utara menunjukkan sekitar 4 juta anak menjadi korban. 4 Di samping itu, dalam situasi pasca bencana, kehidupan yang serba darurat sering membuat orangtua kehilangan kontrol atas pengasuhan dan bimbingan terhadap anak-anak mereka. Keadaan ini dapat mengancam perkembangan mental, moral dan sosial anak, sekaligus menempatkan anak dalam posisi rentan terhadap kemungkinan tindak eksploitasi, penculikan, kekerasan dan perdagangan. Kondisi tersebut diperparah lagi dengan rusaknya fasilitas kesehatan dan sanitasi serta lingkungan yang tidak sehat di tempat penampungan yang dalam Semua bencana yang terjadi tentunya akan menyebabkan trauma yang mendalam bagi para korbannya. Baik orang dewasa, maupun anak-anak. Pada awalnya, gejala trauma dari bencana pada anak dianggap sama dengan yang dialami oleh orang dewasa, hingga ditemukan satu hasil penelitian baru yang dilakukan oleh Terr 1979 yang mengemukakan pandangan bahwa anak akan merespon trauma dengan cara yang berbeda dengan orang dewasa. Hal ini menjadikan anak-anak sebagai salah satu kelompok yang paling rentan terdampak bencana alam karena secara fisik dan mental masih dalam pertumbuhan dan masih tergantung dengan orang dewasa. Mengalami kejadian yang sangat traumatis dan mengerikan akibat bencana seperti gempa bumi dan letusan gunung merapi dapat mengakibatkan stress dan trauma mendalam bagi anak. Pengalaman trauma yang dialami anak tersebut kalau tidak diatasi segera akan berdampak buruk bagi perkembangan mental dan sosial anak sampai dewasa. 4 UNICEF Indonesia, “Jumlah Anak Korban Topan Haiyan Mencapai 4 Juta, UNICEF mengirimkan Bantuan”, sebagaimana dimuat dalam http:www.unicef.orgindonesiaidmedia_21751.html, diakses pada tanggal 25 Februari 2014. Universitas Sumatera Utara perkembangan selanjutnya berdampak buruk terhadap kesehatan anak yang dalam jangka panjang dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan kesehatan anak. Dalam situasi darurat anak-anak membutuhkan perlindungan khusus. Anak-anak yang telah menjadi yatim piatu atau terpisah dari keluarganya sangat berisiko terhadap penyiksaan, kekerasan, pengabaikan dan eksploitasi;tanpa perlindungan orang tua, mereka lebih rawan terhadap pengadopsian ilegal, perkawinan di bawah umur, dan perdagangan orang. Bahkan ketika anak-anak tidak dipisahkan dari keluarga mereka, tempat tinggal yang tidak aman, pengungsian, kehilangan pekerjaan, kehancuran sumber mata pencaharian, serta kematian pencari nafkah utama, meningkatkan kerentanan mereka dalam rumah tangga. Kesulitan ekonomi khususnya memicu risiko tambahan bagi anak-anak, yang dapat muncul pada tahap keadaan darurat. Di keluarga, mereka mungkin menjadi korban kekerasan dan akses yang kurang kepada kebutuhan pokok seperti tempat berlindung, makanan, air dan perawatan kesehatan. Kelangkaan sumber daya juga menempatkan anak-anak berisiko terhadap putus sekolah;banyak anak yang dipaksa untuk mendapatkan penghasilan–sering dalam pekerjaan berisiko tinggi seperti pertambangan dan pertanian. Anak-anak perempuan secara khusus menjadi korban dari pornografi anak atau bentuk lain eksploitasi seksual. 5 Berdasarkan kondisi itulah, maka banyak sekali pemangku kepentingan stakeholder baik dari unsur pemerintah dan non-pemerintah seperti lembaga swadaya masyarakat lokal maupun internasional, perusahaan, organisasi massa dan masyarakat selalu mengambil bagian dalam upaya penanggulangan bencana 5 Erica Harper, International Law and Standard Applicable in Natural Disaster Situation = Perlindungan Hak-Hak Warga Sipil dalam Situasi Bencana , Jakarta: Grasindo, 2009, hal 203. Universitas Sumatera Utara khususnya untuk memenuhi kebutuhan anak-anak yang menjadi koban bencana. Perhatian dan bantuan dalam masa tanggap darurat bencana tersebut dari sisi jumlah dan jenis bantuan sangat banyak dan seringkali kalau tidak diorganisir dengan baik akan mengakibatkan tidak meratanya distribusi bantuan sehingga bantuan yang sifatnya temporer seperti makanan menjadi rusak dan tidak dapat dimanfaatkan. Bantuan tanggap darurat bencana alam tersebut dari sisi jenis bantuannya lebih banyak diprioritaskan pada bantuan logistik dan kalau sasarannya anak-anak program-program yang ditawarkan lebih banyak bersifat permainan-permainan yang bertujuan untuk mencegah sekaligus mengatasi trauma yang dihadapi anak akibat bencana alam. Bantuan dan maksud baik dari semua pemangku kepentingan tersebut akan menjadi lebih komprehensif dan efektif jika setiap program dan bantuan yang diberikan untuk anak berangkat dari sebuah landasan konsep yang kuat yang untuk selanjutnya dapat dipergunakan sebagai panduan dalam melakukan aksi-aksi nyata untuk membantu anak yang menjadi korban bencana. Bantuan logistik dan program permainan adalah salah satu upaya perlindungan anak dan upaya perlindungan anak dalam konteks bencana alam sangat luas sekali. Kondisi ini sangatlah perlu untuk diperhatikan tanpa kecuali. Hal semacam inilah yang melatar belakangi penulis untuk membahas dan menyusun sebuah skripsi yang berjudul: “Perlindungan Terhadap Anak-Anak Korban Bencana Ditinjau dari Konvensi Hak-Hak Anak dan Hukum Nasional.” Universitas Sumatera Utara

B. Perumusan Masalah