Agama Interaksionis simbolik KAJIAN PUSTAKA

berbagai bangsa di dunia tidak sama. Secara sederhana budaya dapat dibedakan menjadi dua yaitu budaya tradisional dan budaya modern. Antar jemaat kharismatik dan jemaat konvensional terlihat perbedaan yaitu jemaat konvenional jemaat setempat memiliki budaya yang sederhana atau tradisional terlihat dari bentuk bangunan gerejanya yang masih menyelipkan budaya yang dibawanya sedangkan jemaat kharismatik jemaat pendatang memiliki budaya modern terlihat dari tidak dipakainya lagi budaya adat setempat dan bentuk gedung gerejanya yang sudah seperti rumah toko ruko yang mewah. 4. Masalah minoritas dan mayoritas Fenomena konflik sosial juga mempunyai aneka penyebab. Dalam masyarakat agamanya pluralitas penyebab terdekat adalah maslah minoritas dan mayoritas jemaat yang ada di suatu daerah. Seperti jemaat kharismatik yang lebih sedikit dibandingkan jemaat gereja konvensional yaitu jemaat gereja HKBP di kabanjahe.

2.2. Agama

Agama adalah sebuah realitas sosial yang tidak dapat dielakkan oleh siapapun baik dalam masyarakat modern maupun dalam masyarakat tradisional. Agama mempunyai peranan didalam masyarakat sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat dan melestarikan, nmaun agama juga mempunyai fungsi lain. Agama mempersatukan kelompok pemeluknya dengan begitu kuatnya sehingga apabila agamatidak dianut oleh seluruh atau sebagian besar masyarakat, agama bisa menjadi kekuatan yang mencerai beraikan, memecah belahkan dan bahkan menghancurkan. Selain itu agama juga sering mempunyai efek negatif terhadapa kesejahteraan masyarakat dan individu. Isu-isu keagamaan sering menimbulkan sikap tidak toleran. Loyalitas agama hanya menyatukan beberapa orang tertentu dan memisahkan yang lainnya O’Dea dalam Hasbullah. Agama dalam kehidupan masyarakat sangatlah penting, misalnya saja dalam pembentukan diri seseorang. Adapun yang menjadi komponen- komponen agama adalah sebagai berikut: 1. Emosi keagamaan, yaitu suatu sikap yang tidak rasional yang mampu menggetarkan jiwa, misalnya sikap takut bercampur percaya. 2. Sistem keyakinan terwujud dalam bentuk pikiran atau gagasan manusia seperti keyakinan akan sifat-sifat Tuhan, wujud dalam gaib, kosmologi, masa akhirat, cincin sakti, roh nenek moyang, dewa-dewa dan sebagainya. 3. Upacara keagamaan, yang berupa bentuk ibadah kepada Tuhan, dewa-dewa, dan roh nenek moyang. 4. Umat, yakni anggota salah satu umat agama yang merupakan kesatuan sosial. Secara umum ajaran agama memberikan kerangka norma yang tegas bagi tingkah laku umatnya, hanya kebudayaan yang mengemasnya dengan berbeda. Perbedaan agama disatu sisi memang rawan karena bisa menjadi benih perpecahan. Tetapi sepanjang masing-masing umat mau saling mengembangkan sikap toleransi dan saling menghormati hak masing-masing umat, kerukunan dan kestabilan akan tetap terjaga dengan baik.

2.3. Interaksionis simbolik

Interaksionis simbolik adalah suatu aktivitas yang menunjuk pada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah manusia saling menerjemahkan dan saling mendefenisikan tindakannya. Bukan hanya reaksi belaka dari tindakan orang lain, tapi didasarkan atas makna yang diberikan tehadap tindakan orang lain. Interaksi antar individu diantarai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau dengan saling memahami maksud dari tindakan masing-masing. Bagi Blumer interaksionis simbolik bertumpu pada tiga premis yaitu: 1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. 2. Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan orang lain”. 3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi sosial berlangsung. Meurut Blumer Poloma, 2010, bagi seseorang makna dari sesuatu berasal dari cara-cara orang lain bertindak terhadapnya dalam akan melahirkan batasan bagi orang lain. Masyarakat juga merupakan hasil dari interaksi-simbolik. Bagi Blumer Poloma, 2010 keistimewaan pendekatan kaum interaksionis simbolik ialah manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing-masing tindakan mereka dan bukan hanya saling bereaksi kepada setiap tindakan menurut mode stimulus-respon. Seseorang tidak langsung memeberi respon pada tindakan orang lain, tetapi didasari oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan itu. Interaksionisme simbolik yang diketengahkan Blumer mengandung sejumlah ide-ide dasar yang dapat diringkas sebagai berikut: 1. Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi, kegiatan tersebut saling bersesuaian melalui tindakan bersama, membentuk apa yang dikenal sebagai organisasi atau struktur sosial. 2. Interaksi terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan kegiatan manusia lain. Interaksi nonsimbolis mencakup stimulus-respon yang sederhana, sedangkan interaksi simbolis mencakup penafsiran tindakan. 3. Objek-objek tidak mempunyai makna yang intrinsik, makna lenih merupakan produk interaksi-simbolis. Objek yang dapat diklasifikasi kedalam tiga kategori luas: a. objek fisik, seperti meja, tanaman dan mobil, b. objek sosial seperti ibu, guru, menteri atau teman; dan c. objek abstrak seperti nilai-nilai, hak dan peraturan. 4. Manusia tidak hanya mengenal objek eksternal, mereka dapat melihat dirinya sebagi objek. 5. Tindakan manusia adalah tindakan interpretative yang dibuat oleh manusia itu sendiri. 6. Tindakan tersebut saling dikaitkan dan disesuaikan oleh anggota- anggota kelompok, hal ini disebut sebagai tindakan bersama yang dibatasi sebagai “organisasi sosial dari perilaku tindakan-tindakan berbagai manusia. Sebagian besar tindakan bersama tersebut berulang-ulang dan stabil, melahirkan apa yang disebut para sosiolog sebagai kebudayaan dan aturan sosial.

2.4. Stereotipe

Dokumen yang terkait

Starategi Pertumbuhan Gereja (Studi Kasus Pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza Di Jln. Iskanda Muda Medan)

19 251 108

Makna Sinamot dalam Penghargaan Keluarga Isteri pada Sistem Perkawinan Suku Batak Toba (studi kasus pada masyarakat Batak Toba Kristen Gereja HKBP dengan Gereja Kharismatik Di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi)

14 165 80

Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)

2 51 95

Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)

0 1 11

Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)

0 0 2

Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)

0 0 12

Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)

0 0 11

Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)

0 0 3

Potensi Konflik Laten Antara Penganut Aliran Kristiani Gereja “Konvensional” dengan Gereja “Kharismatik” (Studi pada gereja HKBP dengan GBI di kota Kabanjahe Kabupaten Karo)

0 0 4

STUDI TERHADAP KOMUNITAS GEREJA HKBP KOTA PEKANBARU

0 2 18