Starategi Pertumbuhan Gereja (Studi Kasus Pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza Di Jln. Iskanda Muda Medan)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

STRATEGI PERTUMBUHAN GEREJA

( Studi Kasus: Pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza di Jln. Iskandar Muda Medan)

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

TRI ENDA GIANINA

030901006

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Dan ILmu Politik

Universitas Sumatera Utara

MEDAN


(2)

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Tri Enda Gianina Nim : 030901006 Departemen : Sosiologi

Judul : STRATEGI PERTUMBUHAN GEREJA

(Studi Kasus Pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza Di Jln. Iskanda Muda Medan)

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

(Drs. Muba Simanihuruk, M.Si) (Dr. Badaruddin, M.Si)

NIP. 132 059 106 NIP. 131 996 175

Dekan


(4)

ABSTRAK

Sejak awal perkembangannya, agama Nasrani banyak mengalami gejolak perubahan. Perubahan tersebut dapat kita lihat dari tata cara dalam beribadah, yaitu dari yang bersifat tradisi atau liturgis, kini ada yang bersifat karismatis dan bebas. Salah satu gereja yang bersifat karismatis adalah Gereja Bethel Indonesia (GBI) Medan Plaza. Gereja ini memiliki jemaat sekira 35.000 jiwa, yang dimulai dari jemaat yang berjumlah 119 jiwa. Karena perkembangan yang pesat maka tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan strategi apa yang dilakukan oleh GBI Medan Plaza.

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus tipe deskriptif, dimana studi kasus merupakan suatu pendekatan dalam penelitian studi kasus yang penelaahannya terhadap satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Adapun studi kasus tipe deskriptif dapat melacak urutan peristiwa hubungan antar pribadi, menggambarkan sub budaya dan menemukan fenomena kunci (Yin, 2003:5). Hubungan antar pribadi dan sub budaya adalah hal-hal yang hampir ditemukan dalam suatu strategi pertumbuhan gereja. Tipe deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci atau fenomena sosial, misal : interaksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain.

Hasil penelitian bahwa strategi yang dilakukan oleh gereja ini adalah memiliki komitmen; mengadakan menara doa; mengadakan sekolah agar dapat melayani sesama; berjalan dalam tuntunan Tuhan; mendatangkan pembicara-pembicara yang dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan hidup para jemaat, misalnya, dalam hal keuangan, keluarga, jati diri dan bagaimana menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya; melakukan kebaktian di rumah para jemaat yang disebut dengan FA (Family Altar); KTM (Kebaktian Tengah Minggu); WBI (Wanita Bethel Indonesia); Ibadah Doa Pengerja dari seluruh Gereja Cabang dan Pos PI seputar wilayah Medan dan sekitarnya; Ibadah Doa Malam; Ibadah Pemuda; membuka pelayanan kemasyarakatan dimana gereja ini mempunyai Yayasan Surya Kebenaran International, seperti; membantu korban bencana alam, memberi makan fakir miskin, membangun rumah singgah dan lain-lain. Adapun motivasi para jemaat beribadah di gereja karismatik adalah untuk mencari kebebasan dalam mengekspresikan isi hati, suasana lebih hidup dan lebih modern, sukacita dan karena melihat gereja ini tidak hanya membantu dalam kebutuhan rohani saja, tetapi juga kebutuhan jasmani para jemaat melalui pelayanan kemasyarakatan, sehingga menjadi seimbang. Weber (dala m Robertson 1988:44) mengatakan bahwa kekuatan agama adalah kekuatan manusia, kekuatan moral. Kekuatan agama bahkan dapat menjelma menjadi semacam unsur fisik, material, kemudian dianggap mempunyai kemampuan menjelaskan apa yang terjadi. Strategi-strategi yang dilakukan dan motivasi para jemaat merupakan bentuk dari kepercayaan manusia akan sesuatu yang berada di luar dirinya, yang mereka anggap magik ataupun supranatural yang mampu mengendalikan dan memperkokoh kehidupan baik sosial maupun kerohanian, sehingga mendorong manusia untuk menjadikannya sebuah keyakinan atau agama. Permasalahan dalam kehidupan yang semakin modern tidak dapat lagi diselesaikan dengan akal pikiran manusia sehingga diperlukan sesuatu yang mengikuti perkembangan zaman dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.


(5)

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera..!

Puji dan syukur yang tidak terhingga dipanjatkan ke hadirat Allah Bapa yang di surga atas kasih-Nya yang besar, karunia dan berkat-Nya, sehingga penulis sampai pada tahap akhir perkuliahan ini. Sebagai pihak yang berperan penting dalam kehidupan penulis terutama dalam memyelesaikan masa perkuliahan dan akhirnya menyiapkan skripsi ini, Tuhan Yesus telah menunjukkan cinta terbesar-Nya dan mujizat-Nya. Penulis menyadari bahwa semua ini tidak mampu dilakukan tanpa campur tangan Tuhan dalam hidup penulis. Semua ini adalah karya Tuhan yang telah dirancang sedemikian sempurna.

Secara keseluruhan isi dari skripsi ini menjelasakan strategi-strategi dalam pertumbuhan Gereja Karismatik GBI Medan Plaza. Di mana strategi-strategi tersebut bukan hanya dalam bidang kerohanian, tetapi juga dalam bidang jasmani. Gereja ini menyadari bahwa manusia tidak hanya membutuhkan pertolongan dalam hal kejiwaan atau kerohanian, tapi juga dalam hal jasmani, sehingga jemaat merasakan kepuasan bagi tubuh, jiwa dan roh mereka. Semua penjelasan dan gambaran dijabarkan dalam skripsi ini disusun berdasarkan kaidah-kaidah sistematika Ilmu Pengetahuan.

Penulis mengakui bahwa dalam penyelesaian skripsi ini penulis tidak dapat bekerja sendiri tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak lain yang telah berbuat banyak hal dengan ketulusan dan keikhlasan. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa ide, pikiran, semangat, moril maupun materil yang tak terhingga sampai menghasilkan sebuah


(6)

karya, meskipun ucapan terima kasih tidak akan sanggup untuk membalasnya. Ucapan terima kasih ini ditujukan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku Dekan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, tempat di mana penulis menerima Ilmu Pengetahuan dan tempat penulis menempa diri menuju pribadi yang cukup mapan.

2. Bapak Dr. Badaruddin, M.Si., selaku Ketua Departemen Sosiologi FISIP, yang telah membantu pada tahap awal yaitu dengan memilih judul skripsi dan dosen pembimbing yang terbaik bagi penulis.

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA., selaku Sekretaris Departemen Sosiologi FISIP, yang telah berperan dalam membantu memberikan sumbangan ide dan pemikiran dalam penyusunan proposal skripsi sehingga penulis layak untuk menjalani seminar.

4. Bapak Drs. Muba Simanihuruk , M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang berperan penting dalam penyelesaian skripsi ini. Meskipun beliau memiliki kesibukan yang banyak, tetapi tetap mampu bertanggung jawab dalam membimbing anak didiknya dari mulai mengarahkan sampai memberi sumbangan ide, pemikiran, pengetahuan serta masukan agar penulis menghasilkan skripsi yang baik.

5. Pendeta pembantu (Pdp). Erni Simatupang, sebagai Koordinator Misi dan Penginjilan yang menjadi sumber utama informan. Dengan penuh semangat dan keramahan membantu memberikan informasi dan menjelaskan tentang strategi-strategi pertumbuhan GBI Medan Plaza dan membagi pengetahuan.

6. Sekretariat GBI Medan Plaza, khususnya: Pendeta muda (Pdm). Edy Prajitno (Wakil Gembala, Bid. Pelayanan Kerohanian), Pendeta (Pdt). Supardi (Gembala


(7)

GBI L. Pakam), Pdm. Jefry Karua (Koordinator Junior Community), K’ Janty Lim (Koordinator Sekretariat), Pdm. Bas Ingan Sebayang (Koordinator Penghiburan), Pdm. Shintaria Purba (Koordinator Dept. Konseling), B’ Timotius Silaban (Staff Misi dan Penginjilan), K’ Hotmaria (Staff Sekretariat) dan K’ Sabarina (Operator). Terima kasih untuk waktu, kesediaan dan keramahan dalam membantu penulis. Karena itu semua penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan baik.

7. Bapak dan Ibu Pegawai di FISIP (Khusus buat K’ Feni, K’ Betty dan yang lainnya). Buat B’ Fritz yang telah membantu dalam pencarian judul skripsi.

8. Terkhusus kepada kedua Orang Tua penulis, buat Ayahanda I. S. Maha dan Ibunda N. Ginting yang tidak henti-hentinya mengingatkan, menegur dan memberi semangat bagi penulis agar segera menyelesaikan skripsi, memberikan materil yang tak ternilai harganya dalam penyusunan skripsi dan juga memiliki kasih sayang yang besar sehingga mampu membesarkan dan mendidik penulis hingga bisa sampai pada tahap sekarang ini.

9. Kakanda-kakanda penulis: K’ Eva dan B’ Eko dan keluarga lainnya, K’ Lina, B’ Nathan, Sandy, Bi Tengah dan Bi Uda. Terima kasih atas kasih sayang, semangat dan dorongannya. Penulis merasa bersyukur memiliki keluarga seperti kalian dan bangga menjadi bagian keluarga ini.

10.Komunitas Sosiologi stambuk 2003 seluruhnya, di mana selama bersama-sama menjalani perkuliahan telah memberikan dukungan dan kesan-kesan yang menyenangkan dan tak terlupakan. Khususnya kepada teman-teman terdekat yang telah berbagi pengetahuan, pengalaman, semangat, yaitu: Lena, Manshur, Helen,


(8)

Ilham, Ratna, Lastri, Riza, Dewi, Siddik, Madhan, Ferdinand, Cecep, Feri dan semuanya.

11.Kakak-kakak senior Sosiologi yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, yang telah memberi bantuan dan berbagi pengalaman.

12.Sahabat-sahabat terbaik: Grace, Sri, Acong, untuk Kiki yang telah memberikan dorongan, mengingatkan dan menegur penulis, untuk K’ Endang yang dengan keikhlasan dan kesabaran menemani penulis dari awal penyusunan skripsi sampai pada tahap akhir.

13.Special untuk Benie yang telah memberikan semangat kepada penulis dan bantuan dalam mengurus keperluan skripsi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis sadari tidak luput dari kekurangan, namun segala hal masukan dan saran-saran dari segenap pihak yang dapat mambantu akan penulis perhatikan. Demikian yang bisa penulis sampaikan dan semoga skripsi ini kelak bisa berguna untuk berbagai pihak.

Terima Kasih! Tuhan Memberkati.

Medan, Maret 2008 Penulis

TRI ENDA GIANINA S. MAHA 030901006


(9)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN……….i

ABSTRAK………...…ii

KATA PENGANTAR………..…..iii

DAFTAR ISI……….vii

DAFTAR BAGAN………..x

DAFTAR GAMBAR……….…...xi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah………...……1

1.2.Perumusan Masalah………...…...8

1.3.Tujuan Penelitian………...8

1.4.Manfaat Penelitian………..…..9

1.5.Definisi Konsep………....…9

BAB II. KAJIAN PUSTAKA Motivasi Beragama………..…..….12

Teologi Pembebasan………....…...13

Teologi Sukses………..…..18

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian………...….…24

3.2. Lokasi Penelitian………...….….25

3.3. Unit Analisis dan Informan……….…………25


(10)

3.5. Interpretasi Data………....….….29 3.6. Jadwal Kegiatan……….…...30 3.7. Keterbatasan Penelitian………..…...31 BAB IV. INTERPRETASI DATA LAPANGAN

4.1. Interpretasi Data Lapangan………...…33 4.1.1. Sejarah Pendirian GBI (Gereja Bethel Indonesia)

Di Indonesia……….……...….33 4.1.2. Sejarah Berdirinya dan Perkembangan Gereja

GBI Medan Plaza Di Medan………...……37 4.1.3. Kegiatan Selain Ibadah Raya Minggu Dan

Kegiatan Kemanusiaan GBI Medan Plaza………….…..…40 4.2. Profil Informan………..…….48 4.2.1. Profil Informan Kunci………..48 4.2.2. Profil Informan Biasa………...……53 4.3. Strategi Pertumbuhan Gereja Karismatik Medan Plaza…………...…57 4.3.1. Strategi Dalam Bidang Kerohanian……….……..58 4.3.2. Strategi Dalam Bidang Jasmani……….……66 4.4. Motivasi Jemaat Beribadah Di Gereja Karismatik Medan

Plaza………...…….73 BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan………...………..81 5.2. Saran………..….89 DAFTAR PUSTAKA……….………91


(11)

LAMPIRAN:

1. Lembaran Bimbingan Skripsi 2. Surat Izin Penelitian dari:

a. FISIP

b. GBI Medan Plaza

3. Pedoman wawancara (Interview Guide)


(12)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Struktur Organisasi GBI Medan Plaza……….46


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bantuan kepada korban tsunami Aceh ………43 Gambar 2. Bantuan kepada bencana banjir di Besitang, Langkat, Sumatera Utara……..44 Gambar 3. Alat-alat musik dan sound system………...75 Gambar 4. Jemaat yang sedang menyembah Tuhan sambil mengangkat tangan dan

menangis………..76 Gambar 5. Jemaat yang sedang beribadah sambil bertepuk tangan………...77


(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Departemen Sosiologi

Hari :

Tanggal : Pukul : Tempat :

Tim Penguji

Ketua Penguji :

Penguji I (Reader) : Penguji II (Pembimbing) :


(15)

ABSTRAK

Sejak awal perkembangannya, agama Nasrani banyak mengalami gejolak perubahan. Perubahan tersebut dapat kita lihat dari tata cara dalam beribadah, yaitu dari yang bersifat tradisi atau liturgis, kini ada yang bersifat karismatis dan bebas. Salah satu gereja yang bersifat karismatis adalah Gereja Bethel Indonesia (GBI) Medan Plaza. Gereja ini memiliki jemaat sekira 35.000 jiwa, yang dimulai dari jemaat yang berjumlah 119 jiwa. Karena perkembangan yang pesat maka tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan strategi apa yang dilakukan oleh GBI Medan Plaza.

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus tipe deskriptif, dimana studi kasus merupakan suatu pendekatan dalam penelitian studi kasus yang penelaahannya terhadap satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif. Adapun studi kasus tipe deskriptif dapat melacak urutan peristiwa hubungan antar pribadi, menggambarkan sub budaya dan menemukan fenomena kunci (Yin, 2003:5). Hubungan antar pribadi dan sub budaya adalah hal-hal yang hampir ditemukan dalam suatu strategi pertumbuhan gereja. Tipe deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci atau fenomena sosial, misal : interaksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain.

Hasil penelitian bahwa strategi yang dilakukan oleh gereja ini adalah memiliki komitmen; mengadakan menara doa; mengadakan sekolah agar dapat melayani sesama; berjalan dalam tuntunan Tuhan; mendatangkan pembicara-pembicara yang dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan hidup para jemaat, misalnya, dalam hal keuangan, keluarga, jati diri dan bagaimana menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitarnya; melakukan kebaktian di rumah para jemaat yang disebut dengan FA (Family Altar); KTM (Kebaktian Tengah Minggu); WBI (Wanita Bethel Indonesia); Ibadah Doa Pengerja dari seluruh Gereja Cabang dan Pos PI seputar wilayah Medan dan sekitarnya; Ibadah Doa Malam; Ibadah Pemuda; membuka pelayanan kemasyarakatan dimana gereja ini mempunyai Yayasan Surya Kebenaran International, seperti; membantu korban bencana alam, memberi makan fakir miskin, membangun rumah singgah dan lain-lain. Adapun motivasi para jemaat beribadah di gereja karismatik adalah untuk mencari kebebasan dalam mengekspresikan isi hati, suasana lebih hidup dan lebih modern, sukacita dan karena melihat gereja ini tidak hanya membantu dalam kebutuhan rohani saja, tetapi juga kebutuhan jasmani para jemaat melalui pelayanan kemasyarakatan, sehingga menjadi seimbang. Weber (dala m Robertson 1988:44) mengatakan bahwa kekuatan agama adalah kekuatan manusia, kekuatan moral. Kekuatan agama bahkan dapat menjelma menjadi semacam unsur fisik, material, kemudian dianggap mempunyai kemampuan menjelaskan apa yang terjadi. Strategi-strategi yang dilakukan dan motivasi para jemaat merupakan bentuk dari kepercayaan manusia akan sesuatu yang berada di luar dirinya, yang mereka anggap magik ataupun supranatural yang mampu mengendalikan dan memperkokoh kehidupan baik sosial maupun kerohanian, sehingga mendorong manusia untuk menjadikannya sebuah keyakinan atau agama. Permasalahan dalam kehidupan yang semakin modern tidak dapat lagi diselesaikan dengan akal pikiran manusia sehingga diperlukan sesuatu yang


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup sendiri. Semua manusia pasti saling membutuhkan satu sama lain. Selama manusia itu hidup, ia akan membutuhkan orang lain untuk bergantung ataupun berlindung. Tidak kalah pentingnya, bahwa manusia juga membutuhkan sesuatu untuk dapat dipercayai atau sesuatu yang dapat menentramkan jiwa manusia. Sesuatu itu adalah agama, dimana manusia memiliki agama yang dijadikan sebagai sebuah kepercayaan yang bersifat supranatural.

Manusia pada awalnya mempunyai keyakinan atau kepercayaan tentang alam di sekitarnya. Pengetahuan tentang hal-hal supernatural tersebut akhirnya mendorong manusia untuk menganut kepercayaan atau beragama. Hal ini disebabkan oleh hal-hal yang supranatural tersebut dianggap suatu keajaiban yang tentunya tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa.

Agama adalah suatu kepercayaan atau keyakinan kepada sesuatu atau seseorang yang dianggap suci ataupun kudus dan bersifat supranatural yang dapat memberikan perlindungan, kekuatan, ketentraman jiwa dan raga. Dan tentunya agama yang dianut oleh setiap manusia pasti berbeda-beda sesuai dengan kepercayaan mereka masing-masing. Agama merupakan unsur penting dalam masyarakat. Agama adalah perwujudan hubungan manusia dengan


(17)

Tuhan secara perorangan maupun secara bersama (collective). Secara

sosiologis, pengertian agama tidak terfokus pada ajaran/dogma semata, tetapi juga berbicara mengenai masyarakat sebagai pelaksana dan pengembang nilai-nilai agama. Dampak agama bukan hanya pada hal-hal bersifat fisik. Secara sosiologis dalam agama yang paling penting bukan ibadat/ritual semata, tetapi dampak yang ditimbulkan oleh ritual itu bagi prilaku sosial masyarakat, sehingga menyebabkan adanya keharmonisan, kemajuan, kelanggengan atau bahkan perubahan masyarakat ( Nothingham, 1985:51).

Masyarakat yang tengah berada di zaman modern, di mana ilmu dan teknologi telah membantu usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mempertinggi kualitas kehidupan itu sendiri, tentu saja dapat merasa bahwa mereka tidak membutuhkan agama. Fenomena modernisasi yang paling kelihatan dalam masyarakat adalah dalam bidang komunikasi, ketidakadilan struktural dan sekularisasi. Komunikasi menyajikan tahap tradisional ke tahap elektronik dari budaya audio visual membuat masyarakat pasif dan konsumtif terhadap informasi.

Ketidakadilan struktural berawal dari peradaban modern dan teknologinya yang hanya menguntungkan sekelompok kecil manusia saja. Akibatnya kesenjangan sosial semakin terlihat, demikian juga ketidakadilan sosial dan kemiskinan, diperlukan suatu mekanisme sosial yang menghormat i hak setiap manusia dan memberi kesempatan kepada semua orang untuk maju secara manusiawi atau dengan kata lain dicari jalan bagaimana suatu


(18)

ini diabaikan, maka hal yang terjadi adalah erosi nilai-nilai secara tak terbendung.

Sekularisasi melihat otonom dunia dan manusia sebagai subjek otonom. Iman ditentang untuk dihayati dalam banyak situasi pilihan, di mana manusia harus menggunakan kebebasannya dengan bantuan segala informasi yang bisa diperoleh. Kehidupan sebagian besar masyarakat tampak lebih sekuler, lebih materialistis dan pragmatis, akibat adanya berbagai kemudahan dan fasilitas. Keadaan masyarakat semacam ini oleh Berger (dalam buku Schoorl, 1980:2-4) digambarkan sebagai keadaan masyarakat yang tengah dilanda arus sekularisasi. Dalam hal ini sekularisasi dimaksudkan sebagai suatu proses dipisahkannya pranata-pranata sosial dari simbol-simbo l keagamaan. Sekularisasi dalam masyarakat akan tampak sebagai pembebasan hal-hal yang semula berada di bawah pengawasan dan pengaruh-pengaruh agama.

Tapi di balik hal-hal modern itu semua, tentu saja suatu saat akan menimbulkan masalah batiniah dan peristiwa kehidupan yang sukar dicerna oleh teknologi modern dan diluar kemampuan mereka memecahkannya secara rasional, maka manusia membutuhkan suatu hal yang dapat menentramkan jiwa dan batin mereka. Karena itulah pada akhirnya manusia membutuhkan agama. Untuk memecahkan masalah tersebut, masyarakat memberikan suatu fungsi tertentu kepada agama menurut kebutuhannya sendiri atau alasannya memeluk suatu agama. Saat ini agama telah berkembang sesuai kebutuhan


(19)

masyarakat karena agama merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan manusia.

Secara filosofis, sosio-politis dan historis agama bagi Bangsa Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa. Agama juga telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam praktek kenegaraan Republik Indonesia. Negara memiliki tugas untuk memberikan perlindungan, pelayanan dan membantu pembangunan dan pemeliharaan sarana peribadatan serta mendorong pemeluk agama yang bersangkutan agar menjadi pemeluk agama yang baik.

Saat ini penulis tertarik untuk lebih membahas tentang agama Kristen Protestan. Sejak awal perkembangannya, agama Nasrani banyak mengalami gejolak perubahan. Dari waktu ke waktu berbagai istilah telah dipergunakan bagi penamaan timbulnya gejolak perubahan tersebut. Istilah-istilah tersebut antara lain: Lutherisme, Calvinisme, Anglikanisme, Anababtisme, Gerakan Metodis, Bala Keselamatan, Saksi Yehowa, Pantekosta, Gerakan Karismatik, Gerakan Ratu Adil, Gerakan Kenabian, Gerakan Keaslian Budaya, Gerakan Penghidupan Kembali juga sekte-sekte lain dalam agama Kristen Protestan.

Salah satu bentuk kekuatan dan kekuasaan agama di dunia adalah lembaga Gereja. Gereja merupakan agen agama yang paling konkrit di dunia, sebuah lembaga yang memiliki norma, nilai dan seperangkat peraturan-peraturan yang mengatur hidup jemaat secara khusus. Gereja adalah wujud


(20)

gereja dianggap perpanjangan tangan Tuhan untuk menyalurkan berkat dan kasih-Nya. Gereja ada oleh sebab Yesus memanggil orang menjadi pengikut-Nya, jadi wujud gereja adalah persekutuan dengan Kristus. Melalui gereja, Tuhan dapat menunjukkan karunia-karunia-Nya. Sebaliknya, melalui gereja manusia dapat mengenal keberadaan Tuhan. Gereja bagi orang Kristen memiliki arti penting, sebagai lembaga agama, gereja memiliki anggota-anggota. Secara administratif ia memiliki hirarki yang formal, selain itu ia memiliki orientasi yang menyeluruh dan cenderung menyesuaikan diri dan kompromi dengan masyarakat serta dengan nilai-nilai lembaga-lembaga yang ada. Artinya, Troeltsch menyimpulkan bahwa lembaga gereja adalah lembaga yang dianugrahi kemuliaan dan keselamatan sebagai karya penebusan. Ia mampu menerima massa dan menyesuaikan dirinya dengan dunia (O’Dea, 1996:131)

Dalam agama Kristen Protestan terdapat cara-cara yang berbeda dala m menjalankan ibadah atau sembahyang di dalam gereja, yaitu Kristen Protestan yang menganut aliran karismatik dan Kristen Protestan yang bersifat tradisi (konvensional).

Dalam menjalankan ibadanya gereja yang menganut aliran karismatik, tata cara beribadahnya berbeda dengan gereja tradisi (konvensional). Kata karismatik sendiri berasal dari sebuah kata Yunani charis yang berarti kasih

karunia istimewa yang diberikan oleh Roh Kudus. Kata charis digunakan

dalam Alkitab untuk menjelaskan mengenai berbagai-bagai pengalaman supranatural (http://id.wikipedia.org/wiki/ Jumat 16.03.2007).


(21)

Cara-cara berbeda dalam melakukan ibadah tersebut, yaitu bila dalam gereja tradisi (konvensional), para jemaat melakukan ibadah mereka dengan tata cara seperti: bernyanyi dengan menggunakan alat musik piano/organ, dengan tidak disertai tepuk tangan, tidak terdapatnya penyembahan dala m bentuk senandung yang spontan keluar dari hati para jemaat, bersifat monoton, tidak terdapatnya bahasa Roh dan lain-lain. Sedangkan dalam gereja yang menganut aliran karismatik, dimana para jemaat bernyanyi dengan diiringi alat musik yang lengkap, yaitu piano, keyboard, drum, bass, gitar listrik dan terkadang menggunakan alat musik lainnya. Para jemaatnyapun bernyanyi sambil bertepuk tangan riang, berdoa dengan merentangkan tangan, sharing (berbagi), berbahasa Roh, bersenandung dalam

bahasa Roh dan tindakan-tindakan lainnya yang dengan spontan mereka lakukan yang tentunya tidak dilakukan di dalam gereja yang tidak menganut aliran karismatik. Sehingga umat Kristen sendiri yang menganggap tata cara berdoa dan beribadah para penganut aliran karismatik ini aneh.

Bahkan ada umat Kristen yang bersifat “ekstrem”, yaitu dengan keras menolak dan benar-benar anti untuk menghadiri kebaktian di gereja karismatik, mereka sangat menentang aliran karismatik ini. Mereka menganggap aliran karismatik adalah suatu agama yang menyimpang atau suatu ajaran agama yang “sesat” karena dianggap mengesampingkan dan membuang adat istiadat dalam suku mereka. Aliran gereja karismatik ini tetap tidak dapat dicegah, bahkan semakin bermunculan, antara lain: GPDI (Gereja


(22)

Kemenangan Iman Indonesia), GKKI (Gereja Kristen Kudus Indonesia), GBI Succesfull Bethany Families, Gereja Bathany, Gereja Sidang Rohol Kudus, Gereja Sidang Jemaat Allah, yang masing-masing dari gereja aliran karismatik tersebut tidak hanya mendirikan satu bangunan di satu wilayah, melainkan memiliki cabang atau mendirikan gerejanya di mana-mana. Gereja-gereja tersebut sama-sama menganut aliran karismatik, hanya saja tidak berada dalam satu organisasi.

Dalam skripsi ini penulis lebih tertarik untuk meneliti Gereja Karismatik GBI Medan Plaza yang berada di jalan Iskandar Muda tepatnya di gedung Medan Plaza lantai 6 yang lebih dikenal dengan sebutan GBI Medan Plaza, alasannya karena gereja ini adalah salah satu gereja yang berkembang ataupun bertumbuh yang dapat dilihat dari jumlah jemaatnya yang sangat banyak. Dalam gereja ini terdapat 5 (lima) gelombang dalam menjalankan ibadahnya setiap Minggu. Ini disebabkan jemaatnya yang terlalu banyak, sehingga tempat tersebut tidak muat jika hanya memiliki 1 (satu) gelombang dalam menjalankan ibadahnya. Dan pada kelima gelombang itu, tetap saja dipenuhi oleh para jemaat. Menurut data yang ada, bahwa gereja ini memiliki jemaat tetap atau yang telah terdaftar sebanyak 35.000 orang. Sementara gereja ini juga dihadiri oleh orang-orang yang bukan merupakan jemaat tetap atau tidak terdaftar dalam gereja tersebut. Dan oleh karena itu, gereja ini mendirikan cabangnya di tempat lain, sehingga para jemaat yang ingin beribadah di gereja itu tidak perlu ke Medan Plaza, tetapi mereka bisa datang ke gereja cabang yang didirikan dekat dengan wilayah tempat tinggal mereka.


(23)

Banyaknya jemaat yang hadir di Gereja Karismatik GBI Medan Plaza ini tentu saja karena kebijaksanaan seorang pemimpin dan orang-orang yang mempunyai andil dalam gereja tersebut dan karisma-karisma yang mereka miliki. Para jemaat yang hadir tidak mungkin datang begitu saja tanpa mendengar atau mengetahui tentang apa yang ada atau apa yang menarik di gereja tersebut. Dalam pertumbuhannya, Gereja Karismatik GBI Medan Plaza ini pastinya mempunyai strategi-strategi sehingga memiliki banyak jemaat.

Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui staretegi-strategi yang dilakukan oleh Gereja Karismatik khususnya pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza ini.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah berikut uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis mencoba untuk menarik suatu permasalahan agar lebih mengarah pada penelitian yang dimaksud, yaitu :

1. Strategi apa yang dilakukan oleh Gereja Karismatik yang berada di jalan Iskandar Muda tersebut sehingga dapat bertumbuh memiliki banyak jemaat ?

2. Apakah motivasi para jemaat sehingga mau beribadah di Gereja Karismatik tersebut ?


(24)

1. Untuk mengetahui strategi apa yang dilakukan oleh Gereja Karismatik khususnya pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza sehingga dapat bertumbuh memiliki banyak jemaat.

2. Untuk mengetahui apa motivasi para jemaat sehingga mau beribadah di Gereja Karismatik GBI Medan Plaza tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat mengembangkan pemahaman peneliti tentang hal-hal apa yang memotivasi orang-orang mau menjadi anggota Gereja Karismatik.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat menambah referensi hasil penelitian dan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya serta dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi masyarakat umum tentang keberadaan Gereja Karismatik tersebut.

1.5. Definisi Konsep

Dalam penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dalam memfokuskan penelitian. Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman konsep yang dipakai dalam penelitian ini maka dibuat batasan-batasan makna dan arti konsep yang dipakai, yaitu :


(25)

1. Agama

Agama merupakan sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya sebagai yang maha kuasa, dimana terdapat sistem norma yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya. Agama itu muncul karena adanya kebutuhan manusia, di mana terdapat banyak hal-hal yang harus dihadapi manusia dan memerlukan perlindungan.

2. Gereja

Gereja adalah suatu organisasi orang-orang yang menganut agama Protestan dan Khatolik. Gereja juga dapat diartikan sebagai suatu bangunan tempat umat agama Protestan dan Khatolik melakukan ibadah dan kegiatan-kegiatan keagamaan.

3. Karismatik

Istilah karismatik sendiri berasal dari kata Karisma yang berarti karunia istimewa yang diberikan oleh Roh Kudus. Karunia ini sangat bersifat pribadi, tetapi dimaksudkan agar diterima dan diperuntukkan bagi kepentingan umat beriman.

4. Gereja Karismatik

Gereja Karismatik adalah suatu gereja yang menganut aliran karismatik, dimana dalam gereja tersebut para jemaat dan pemimpin sangat dihimbau dan diberi dorongan untuk mengejar atau mendapatkan suatu karunia dari Roh Kudus, sehingga para jemaat dan para pemimpin yang


(26)

diberikan atau mendapatkan karunia ataupun karisma tersebut mampu menyembuhkan jasmani maupun rohani seseorang dan berbahasa Roh.

5. Strategi

Strategi adalah prosedur yang mempunyai alternatif-alternatif pada pelbagai langkah.

6. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah suatu perkembangan yang terjadi yaitu yang berawal dari tidak ada menjadi ada dan semakin banyak. Dalam hal ini pertumbuhan yang dimaksud adalah pertumbuhan gereja adalah suatu gereja yang berawal dari jemaat yang sedikit menjadi banyak bahkan membuka cabang-cabang gereja di berbagai tempat.

7. Jemaat

Jemaat adalah orang-orang yang melakukan ibadah dalam gereja atau pengikut suatu aliran gereja.

8. Bahasa Roh

Bahasa Roh adalah salah satu karunia Roh Kudus yang memuji Allah di dalam doa dengan bahasa yang baru yang biasanya tidak dapat dipahami orang yang memakainnya (1 Kor 12 dan 14)


(27)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Motivasi Beragama

Agama dalam pandangan Weber lebih menekankan pada makna-makna subyektif, bahwa segala perbuatan itu mempunyai arti subyektif bagi si pelaku karena ia didorong oleh suatu motivasi, apa yang hendak ia capai (Veeger, 1985:71).

Menurut AM. Hardjana (1983:14-21), ada beberapa faktor yang mendorong manusia untuk beragama yaitu :

1. Mendapatkan keamanan

2. Mencari perlindungan dalam hidup

3. Menemukan segi penjelasan atas dunia dan hidup serta segala yang termaktub di dalamnya.

4. Memperoleh pembenaran atas praktik-praktik hidup yang ada 5. Meneguhkan tata nilai yang sudah mengakar dalam masyarakat 6. Memuaskan kerinduan hidup sebab manusia tidak pernah puas

Sebagai mahkluk rohani, manusia ingin mencapai nilai rohani yang paling sublime, paling luhur dan mulia. Manusia tidak puas dan tidak merasa cukup dengan nilai manusiawi seperti kebaikan, kejujuran, keadilan, cinta kasih. Dia juga ingin nilai rohani dan adi kodrati yang mampu memuaskan hasratnya yang paling dalam. Dengan singkat manusia tidak akan merasa puas


(28)

dan tenang sebelum mereka menemukan harta rohani dan adi kodrati yaitu Tuhan sendiri.

Ada dua konsep diri dari kekristenan yaitu kekristenan sebagai sesuatu yang selesai dan sempurna dan hanya perlu dipertahankan (sebagai suatu seni) dan kekristenan sebagai hasil perkembangan dari waktu ke waktu dalam proses mencari, menyaring, menyesuaikan dan menemukan dirinya. Aliran karismatik dengan segala aktivitasnya muncul untuk menjawab berbagai ketidakpuasan dan kebutuhan manusia. Interaksi yang mendalam dan pelepasan kegelisahan dapat ditemukan dalam persekutuan doa karismatik.

Untuk memahami gerakan karismatik ini akan dipergunakan pendekatan tentang Strukturalisme Pertukaran, “seseorang masuk dalam asosiasi karena mereka mengharapkan ganjaran, baik yang intrinsik maupun ekstrinsik”. Ganjaran intrinsik dapat berwujud kasih sayang, kehormatan atau kecantikan dan ganjaran ekstrinsik dapat berwujud uang, barang atau jasa-jasa ( Poloma, 1987:83).

Beberapa orang yang termotivasi untuk masuk dalam suatu kegiatan (lembaga gereja) menginginkan suatu imbalan yang diharapkannya akan didapatnya dalam organisasi tersebut.

2.2. Teologi Pembebasan

Teologi pembebasan adalah sebuah paham tentang peranan agama dalam ruang lingkup lingkungan sosial. Dengan kata lain Teologi


(29)

Pembebasan adalah suatu usaha kontekstualisasi ajaran-ajaran dan nila i keagamaan pada masalah kongkret di sekitarnya. Dalam kasus kelahiran Teologi Pembebasan, masalah kongkret yang dihadapi adalah situasi ekonomi dan politik yang dinilai menyengsarakan rakyat. Teologi Pembebasan merupakan refleksi bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial. Karena itu masyarakat terlibat dalam perenungan-perenungan keagamaan. Mereka mempertanyakan seperti apa tanggung jawab agama dan apa yang harus dilakukan agama dalam konteks pemiskinan struktural

Teologi Pembebasan membicarakan bagaimana belas kasih Allah dalam agama Kristen membebaskan orang-orang yang tertindas, miskin, menderita, mengalami ketidakadilan dan kekejaman sosial lainnya. Dalam hal ini bagaimana sebuah lembaga gereja dapat membuat dan membawa orang-orang yang tertindas tersebut mengalami perubahan di lingkungan sosialnya, sehingga menjadi lebih baik dalam hal perekonomian dan martabat mereka.

Gustavo Gutierrez Merino, O.P. (lahir 8 Juni 1928 di Lima) adalah seorang Teolog Peru dan Imam Dominikan yang dianggap sebagai pendiri Teologi Pembebasan. Menurut Gutierrez “pembebasan” sejati mempunyai tiga dimensi utama :

Pertama, ia mencakup pembebasan politik dan sosial. Penghapusan hal-hal yang langsung menyebabkan kemiskinan dan ketidakadilan.


(30)

Kedua, pembebasan mencakup emansipasi kaum miskin, kaum marjinal, mereka yang terinjak-injak dari “segala sesuatu yang membatasi kemampuan mereka untuk mengembangkan diri dengan bebas dan dengan bermartabat.” Ketiga, Teologi Pembebasan mencakup pembebasan dari egoisme dan dosa, pembentukan kembali hubungan dengan Allah dan dengan orang-orang lain

Kedosaan manusia menurut Getierrez adalah keyakinan Gutierrez bahwa kedosaan manusia tidak hanya berakar dalam hati manusia sebagai pribadi, melainkan terlebih untuk zaman ini, berakar pada struktur sosial, ekonomi, politik, budaya dan keagamaan yang memeras dan menindas banyak orang miskin demi keuntungan sekelompok kecil masyarakat. Paradigma pembebasan adalah penegasan dari paradigma penyelamatan. Intinya bahwa manusia diciptakan dengan citra Allah yang kudus, artinya bebas dari segala bentuk dosa, namun karena kesombongan dan keserakahannya ia kehilangan kebebasannya, terkungkung dalam penjara dosa dan kegelapan ( Nitiprawiro, 2000:86)

Gutierrez dalam Teologi Pembebasannya, berusaha untuk menghapus hal-hal yang membuat kemiskinan terjadi, dalam hal dunia politik yang ingin mencari keuntungan sendiri dan mengorbankan rakyat bawah yang tidak memiliki kekuasaan. Gutierrez juga berusaha untuk membebaskan kaum miskin atau orang-orang yang terinjak-injak untuk mengembangkan diri dengan kemampuan dan pendidikan yang mereka miliki meskipun kemampuan dan pendidikan itu terbatas. Pembebasan kemiskinan dan


(31)

ketidakadilan tersebut tidak terlepas dari pembebasan egoisme dan dosa yang telah mereka lakukan. Mungkin karena dosa dan hubungan mereka dengan Allah yang tidak baik menyebabkan mereka tidak mampu menghadapi kekejaman dunia, meskipun kadang dosa manusia itu tidak sepenuhnya berasal dari diri manusia itu sendiri, melainkan karena adanya ketidakadilan dan pemerasan yang mereka alami di lingkungan sosialnya.

Kemiskinan dalam Kitab Suci memang pertama-tama adalah suatu kategoris sosiologis, tetapi tidak dapat didefenisikan menurut pengertian ekonomi semata-mata, apalagi Marxis (pengertian tidak memiliki sarana produksi). Kemiskinan dalam Kitab Suci mempunyai makna sosiologis yang lebih luas, bahkan makna keagamaan. Orang-orang miskin dalam Kitab Suci adalah sekelompok orang tertindas dalam konflik, tetapi dapat dilukiskan secara berguna sebagai perjuangan kelas ( Amaladoss, 2000:195-196).

Menurut Gutirrez, secara alkitabiah kemiskinan telah menjadi skandal bagi harkat kelayakan manusia dan dengan demikian melawan kehendak Allah. Manusia diciptakan menurut citra Allah, untuk menguasai dan menggunakan bumi seisinya untuk mengangkat harkat kemanusiannya dan dengan demikian memuliakan Allah. Kemiskinan bukan nasib yang harus diterima dan dengan sendirinya merupakan kesalehan. Kemiskinan adalah keadaan kurangnya sarana hidup layak bagi kemanusiaan yang mungkin dapat diubah dan harus diubah ( Nitiprawiro, 2000:88-89).


(32)

dunia ini. Doa-doa mereka terpusat pada kebutuhan akan makanan, pekerjaan, tempat bernaung dan makna kehidupan. Mereka bergantung seluruhnya pada

Allah, karena mereka tidak mempunyai sumber-sumber daya ekonomis dan

politis yang siap untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Mereka

berseru-seru kepada Allah memohon keadilan. Agama kosmis berurusan dengan

kekuatan-kekuatan kosmis yang kita perlukan tetapi juga kita takuti : api, angin, tanah, air dan sebagainya ( Amalodoss, 2000:252).

Pieris adalah seorang ahli Teolog dari Sri Langka. Ia bukan hanya pakar Buddhisme tetapi juga mempunyai hubungan dialog dan pengalaman yang erat dengan kaum Buddhis dan ia juga berkontak dengan banyak kelompok beraneka ragam agama yang menceburkan diri dalam perjuangan untuk pembebasan orang-orang miskin ( Amaladoss, 2000:191).

Gereja di Amerika Latin didefinisikan sebagai umat Allah. “Gereja adalah umat Allah yang ditetapkan oleh Roh Kudus sebagai Tubuh Kristus” adalah definisi yang tepat. Pembicaraan gereja di Amerika Latin untuk pembebasan adalah gereja sebagai umat Allah, yang didalamnya Roh Kudus bekerja. “Roh Kudus bukanlah roh ketakutan dan perbudakan, melainkan Roh kebebasan dan keberanian sebagai anak-anak Allah”, demikian tegas Paulus (Nitiprawiro, 2000:54).


(33)

2.3. Teologi Sukses

Teologi Sukses atau Injil Sukses (Gospel of Success) sering juga dikenal sebagai Injil-injil Kemakmuran (Prosperity). Kelimpahan, berkat (Gospel of Blessing) atau Teologi Anak Raja dan secara sederhana dapat disebutkan ajaran ini menekankan bahwa : Allah kita adalah Allah yang Mahabesar, kaya, penuh berkat dan manusia yang beriman pasti akan mengalami kehidupan yang penuh berkat pula, kaya, sukses dan berkelimpahan materi (M, Herlianto, 2006:1).

Pandangan ini mengatakan bahwa seseorang Kristen yang beriman seharusnya hidup dalam kekayaan dan kelimpahan materi sebagai tanda bahwa hidupnya diberkati oleh Tuhan. Jika seseorang Kristen tidak hidup dalam berkelimpahan, itu berarti dia tidak dekat dengan Allah dan memiliki iman yang lemah, sehingga Allah tidak memberkati mereka.

Kelimpahan sebuah ide yang diagungkan oleh penganut Teologi Kelimpahan atau Teologi Sukses. Mereka beranggapan bahwa Tuhan tidak mengkehendaki seseorang menjadi miskin dan menganggap orang miskin tidak diberkati Tuhan. Kelimpahan ini pula ditentang oleh penganut Teologi Kemiskinan. Mereka beranggapan bahwa Tuhan mengajak manusia mencari dulu Kerajaan Allah dan menolak materialisme. Ajaran Teologi Kemiskinan

membuang jauh-jauh segala macam ide duniawi dan segala obsesi terhadap uang. Ajaran ini secara “ekstrim” menyebutkan bahwa percaya kepada harta benda duniawi dan memilikinya dianggap sebagai kutukan. Teologi


(34)

Kemiskinan menolak materialisme dalam berbagai cara dan bentuk (

Penganut Teologi Kelimpahan meyakini bahwa seseorang tidak akan mendapatkan hasil yang baik jika tidak memohon kepada Tuhan. Penganut Teologi ini meyakini betapa berartinya persembahan. Kelimpahan berkat materi akan diperoleh jika seseorang mengikuti prinsip persepuluhan. Kelimpahan materi yang berlipat ganda dan kesuksesan akan didapat karena persepuluhan yang diberikannya. Penganut Teologi Kelimpahan berpendapat bahwa orang yang tidak kaya tidak mendapat berkat Tuhan, karena tidak memiliki iman. Jadi, tekanan Teologi Kelimpahan adalah besarnya materi, bukan hubungan dengan Tuhan. Seseorang yang tidak kaya atau tidak menjalankan uangnya dengan baik, dianggap tidak menerima berkat Tuhan. Karena bagi mereka, Tuhan tidak mengkehendaki seseorang menjadi miskin. Meskipun kebanyakan pengikut Teologi Kelimpahan justru bergaya hidup konsumtif

Kelimpahan ataupun kesuksesan yang dijanjikan oleh penganut Teologi Kelimpahan itu, membuat orang-orang yang datang beribadah dan memberikan persepuluhan karena memiliki suatu tujuan. Bukan lagi karena ingin berhubungan dengan Tuhan atau mendekatkan diri dengan Tuhan. Ayat-ayat yang dimanipulasi tersebut dijadikan sebagai alat untuk membenarkan ajaran Teologi Kelimpahan atau kesuksesan itu. Memang Allah akan memberikan imbalan dan memberkati orang-orang yang rela memberikan hartanya untuk Allah dengan cara memberi sumbangan kepada gereja sebagai


(35)

lembaga, tetapi yang Allah inginkan adalah memberi dengan ketulusan dan keikhlasan, bukan karena mengharapkan imbalan. Boleh saja kita mengharapkan imbalan, tapi bukan imbalan tersebut yang menjadi tujuan utama.

Cara penyebaran Teologi Sukses adalah melalui persekutuan-persekutuan doa dan praise centers, yang umumnya tidak memiliki liturgi. Ibadat dalam persekutuan-persekutuan doa maupun praise centers ini sifatnya lebih ringan, bebas dan emosional. Suasana seperti ini merupakan kompensasi bagi jemaat yang umumnya berasal dari gereja-gereja yang sifatnya liturgis, rutin dan monoton. Dalam persekutuan-persekutuan doa dan praise centers seperti ini telah memberikan semangat dan gairah yang besar pada para umat-umat Kristen yang mulai jenuh dengan gereja tradisi (konvensional).

Memanipulasi ayat-ayat Alkitab merupakan salah satu hal yang sering digunakan dalam mendasarkan banyak ajaran Teologi Sukses. Salah satu contohnya memanipulasi ayat yang diambil dari (Mat 19 : 26) yang isinya “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin”, ayat ini sering dipakai sebagai kata-kata yang berkhasiat atau

mantra ; yaitu, apabila diucapkan, maka mujizat apapun yang dikehendaki

oleh manusia, baik itu berupa mujizat kesembuhan maupun mujizat untuk memperoleh kekayaan dan kemakmuran pasti bisa kita peroleh, karena tidak ada yang mustahil bagi Allah untuk memenuhinya (M, Herlianto, 2006:38-40).


(36)

Alkitab adalah Firman Allah yang diwahyukan kepada manusia dan ditulis dalam bentuk kumpulan 66 buah kitab yang meliputi kurun waktu lebih dari 1600 tahun, yang menceritakan Sejarah Keselamatan Allah. Masing-masing kitab dapat merupakan kitab sejarah atau surat kiriman yang merupakan suatu satu kesatuan. Pembagian atas pasal dan ayat baru terjadi pada Abad Pertengahan. Karena itu, bila satu ayat ditafsirkan atas dasar kata-katanya saja dan dilepaskan dari kesatuannya dengan seluruh isi kitab atau

surat maupun isi Alkitab (kontekstual), maka artinya bisa jauh berbeda dan

bahkan berlawanan dengan yang dimaksudkan oleh penulis Alkitab yang digerakkan oleh Roh Kudus itu (M, Herlianto, 2006:38-39).

Pernyataan di atas seakan-akan membuat Allah itu adalah seseorang yang dapat kita perintah dan Allah tidak boleh menolak atau tidak mengabulkannya. Karena tidak ada yang mustahil bagi Dia, sehingga apapun yang kita minta atau perintahkan, harus kita dapatkan. Allah tidak lagi memiliki peran untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk bagi manusia. Tentu saja pernyataan tersebut tidak benar jika kita mentafsirkan isi Alkitab tersebut secara keseluruhan atau tidak dilepaskan dari kesatuannya dengan seluruh isi Alkitab.

Kesembuhan yang sempurna merupakan salah satu tujuan dari ajaran Teologi Sukses di samping kelimpahan harta, sebab dianggap bahwa salah satu tanda kehidupan yang sukses adalah kesembuhan yang sempurna dan bebas dari sakit penyakit. Itulah sebabnya mengapa kesembuhan merupakan tujuan utama dari mujizat-mujizat yang banyak dipraktikkan dalam ajaran


(37)

kemakmuran. Sebaliknya orang yang sakit sering dianggap sebagai orang yang sakit imannya atau bahkan dikatakan sebagai ketiadaan iman. Dan orang

beriman dapat menggunakan imannya umtuk mengalami kesembuhan apabila ia sakit (M, Herlianto, 2006:169).

Pembangunan gedung gereja yang megah dan mewah adalah salah satu buah kecenderungan yang dihasilkan Teologi Sukses, lebih lagi didorong oleh “sukses duniawi”. Mengikuti kecenderungan duniawi tersebut belakangan ini banyak dijumpai pembangunan gedung-gedung gereja di banyak tempat dibuat mahal dan mewah yang menghabiskan uang ratusan juta bahkan ada gereja-gereja metropolitan dan Christian Centers yang menghabiskan biaya pembangunan sampai milyaran rupiah (M, Herlianto, 2006:207).

Para penganut Teologi Sukses ini beranggapan bahwa gereja adalah Rumah Allah atau Bait Suci, jadi harus dibangun seindah-indahnya dan semegah-megahnya sebagai tanda bahwa gereja yang megah tersebut ini adalah hasil dari berkat Tuhan.

Dari kedua ajaran Teologi di atas terdapat persamaan yang mana kedua Teologi tersebut menjunjung kemakmuran dan menentang kemiskinan. Teologi Sukses menyatakan bahwa sebagai anak Allah yang diberkati dan Teologi Pembebasan yang menyatakan manusia diciptakan menurut citra Allah, haruslah hidup dalam berkecukupan, karena kemiskinan bukanlah kehendak Allah. Gereja-gereja yang menganut ajara Teologi Sukses berusaha untuk membawa perubahan bagi jemaatnya. Tetapi sayangnya ajaran ini dapat


(38)

Orang-orang yang datang ke gereja menjadi sebuah usaha untuk mendapatkan bekat, bukan lagi memiliki tujuan utama untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

Tetapi dalam kedua teologi ini terdapat juga perbedaan yang mana Teologi Pembebasan berusaha untuk melawan kemiskinan, baik kemiskinan dalam hal sosial maupun kemiskinan perekonomian dengan mengajak orang-orang untuk mendekatkan diri dengan Tuhan. Memperbaiki egoisme dan dosa yang membuat jarak antara manusia dengan Allah dan menghalangi turunnya berkat Allah. Karena Roh Kudus bukanlah roh ketakutan dan perbudakan, melainkan roh kebebasan dan roh keberanian sebagai anak-anak Allah, seperti yang ditegaskan oleh Paulus, maka sebagai anak Allah harus mampu melawan kekejaman sosial yang ada di dunia ini.


(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus tipe deskriptif. Studi kasus merupakan suatu pendekatan dalam penelitian studi kasus yang penelaahannya terhadap satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail dan komprehensif.

Studi kasus bisa dilaksanakan atas individu atau kelompok (Sanafiah, 2003:22).

Adapun studi kasus tipe deskriptif dapat melacak urutan peristiwa hubungan antar pribadi, menggambarkan sub budaya dan menemukan fenomena kunci (Yin, 2003:5). Hubungan antar pribadi dan sub budaya adalah hal-hal yang hamper ditemukan dalam suatu strategi pertumbuhan gereja.

Tipe deskriptif digunakan untuk menggambarkan atau melukiskan tentang apa yang diteliti dan berusaha mendapatkan data sebanyak mungkin sehingga dapat memberikan suatu gambaran yang jelas dan tepat tentang apa yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian.

Tipe deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci atau fenomena sosial, misal : interaksi sosial, sistem kekerabatan dan lain-lain.


(40)

Dalam hal ini nilai-nilai agama dalam gereja karismatik dalam strategi pertumbuhannya dapat digambarkan melalui penelitian deskriptif.

3.2. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah di kota Medan, di mana kota Medan termasuk kota yang memiliki banyak sekte-sekte atau aliran-alira Gereja Karismatik yang tumbuh dan berkembang. Gereja Karismatik GBI Medan Plaza ini berada di jalan Iskandar Muda yang bertempat di Gedung Medan Plaza lantai 6. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Gereja Karismatik GBI Medan Plaza merupakan gereja karismatik yang mengalami perkembangan ataupun pertumbuhan dan cukup dikenal banyak orang.

2. Banyak jemaat yang melakukan kebaktian di Gereja Karismatik Medan Plaza tersebut dan peneliti sendiri adalah salah satu jemaat pada gereja karismatik ini.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah Pemimpin Gereja Karismatik dan jemaat yang melakukan kebaktian di Gereja Karismatik Medan Plaza.


(41)

3.3.2. Informan

Informan dibedakan atas 2 (dua) jenis, yakni informan kunci dan informan biasa.

• Informan Kunci

Informan kunci merupakan sumber informasi yang aktual dalam menjelaskan tentang nilai-nilai agama gereja karismatik dala m strategi pertumbuhan gereja tersebut.

Kriterianya adalah :

 Merupakan Pemimpin gereja yang mengatur atau memberikan arahan bagi pengurus gereja.

 Memiliki pemahaman yang mendalam mengenai nilai-nilai ajaran agama dalam gereja karismatik dan mengetahui perkembangannya.

• Informan Biasa

Informan biasa merupakan sumber informasi sebagai data-data pendukung dalam menjelaskan faktor yang menyebabkan banyak jemaat yang melakukan kebaktian dan apa motivasi jemaat melakukan kebaktian di Gereja Karismatik Medan Plaza. Kriterianya adalah :

 Para jemaat Gereja Karismatik GBI Medan Plaza yang setiap Minggunya beribadah di Gereja GBI Medan Plaza.


(42)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan metode tertentu sesuai dengan tujuan. Metode yang dipilih berdasarkan pada berbagai faktor terutama jenis data dan ciri informan. Metode pengumpulan data tergantung karakteristik data, maka

metode yang digunakan tidak selalu sama untuk setiap informan (Gulo, 2002:110-115).

Untuk mendapatkan data, maka penulis memakai teknis pengumpulan data melalui :

Field Research (Penelitian Lapangan)

Yaitu cara mengumpulkan data yang dilakukan di lapangan. Dalam hal ini, pengumpulan data yang dilakukan di Gedung Medan Plaza lantai enam (6). Adapun teknik pengumpulan data dengan cara :

Observasi Partisipan

Adalah suatu bentuk observasi khusus, dimana peneliti tidak hanya menjadi pengamat yang pasif, melainkan juga mengambil peran dalam situasi tertentu dan berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa yang akan diteliti (Yin,2003:113). Dalam hal ini peneliti mengamati aktifitas para jemaat ketika sedang beribadah dan ikut beribadah di gereja karismatik tersebut.


(43)

Wawancara Mendalam

Bertujuan untuk mengumpulkan keterangan-keterangan dari proses tanya jawab langsung. Untuk melengkapi wawancara ini, maka digunakan daftar pertanyaan yang telah disusun tersebut dinamakan pedoman wawancara (Interview Guide).

Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data historis, sebagian data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan harian, laporan, memorial, dokumen dan foto. Dalam penelitian ini data yang dimaksud disediakan adalah foto-foto atau gambar yang diambil dari lapangan seperti, foto gedung tempat beribadah, foto Ibadah Raya atau Ibadah Minggu, foto kebaktian-kebaktian lainnya dan kegiatan organisasi-organisasi yang ada dan sebagainya.

Library Research (Telaah Kepustakaan)

Yaitu cara memperoleh data yang dilakukan melalui studi kepustakaan. Dalam hal ini kajian pustaka dilakukan untuk mendapatkan data yang bersifat teoritis, asas-asas, konsepsi, pandangan, tema melalui buku, dokumen, artikel, jurnal, tulisan dan catatan lainnya yang berhubungan dengan topik penelitian.


(44)

3.5. Interpretasi Data

Bogdan dan Biklei menjelaskan bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang diceritakan pada orang lain (Moleong, 2005:248).

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu. Di sini penelit i akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara seksama. Diinterpretasikan/analisis sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik.


(45)

3.6. Jadwal Kegiatan

No KEGIATAN

B U L A N

Mei Juni Juli Agustus Septembre Oktober 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1. Penyusunan Prop. Penelitian √ √

2. Seminar Prop. Penelitian √

3. Revisi Prop. Penelitian √ √ √ √ √

4. Turun Lapangan √ √ √ √

5. Bimbingan √ √ √

6. Penulisan Laporan Akhir √ √ √ √


(46)

3.7. Keterbatasan Peneliti

Sebagai mahasiswi yang baru menyusun skripsi untuk pertama kalinya, maka sebagai peneliti yang belum berpengalaman mengalami masalah yang harus dihadapi sehingga hal tersebut menjadi suatu keterbatasan dala m penelitian ini. Dalam mewawancarai informan kunci dan informan biasa, penulis merasa kesulitan untuk mendapatkan informasi karena para informan biasa merasa takut dan curiga sehingga penulis tidak dapat mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari para informan biasa atau jemaat. Kesulitan lainnya adalah bahwa pihak gereja tidak menyetujui judul awal dari skripsi ini yang isinya “Strategi Gereja Karismatik Dalam Merekrut Jemaat” pihak gereja merasa judul ini terlalu sensitif dan khawatir akan menimbulkan masalah dan mengatakan bahwa kata merekrut adalah suatu pengertian untuk sebuah perusahaan yang ingin memperoleh keuntungan.

Oleh karena itu, atas seizin dari dosen pembimbing maka penulis merubah judul skripsi ini menjadi “Strategi Pertumbuhan Gereja”. Sebagai peneliti dan sebagai anggota jemaat dari gereja ini, maka penulis mengalami kesulitan dalam bersikap dalam penulisan skripsi ini. Penulis sadar akan posisi sebagai peneliti sosial yang harus dituntut untuk dapat bersikap netral dan mampu mengungkapkan kebenaran dalam pelaksanaan berdasarkan metode penelitian.

Untuk mewawancarai Pemimpin gereja inipun penulis mendapat kesulitan, karena para pegawai gereja ini mengatakan bahwa akan sulit untuk menemui Pemimpin tersebut. Butuh waktu yang cukup lama untuk dapat


(47)

menemui Pemimpin gereja ini. Untuk mendapatkan profil pihak-pihak yang memegang peranan sebagai wakil Gembala atau wakil Pemimpin juga sulit, karena ini menyangkut kehidupan pribadi.

Akhirnya wawancara ini dialihkan kepada yang dapat memberikan informasi yang akurat yang tentunya berkaitan dengan permasalahan penelitian penulis, yaitu Koordinator Misi dan Penginjilan karena beliau merupakan jemaat mula-mula yaitu jemaat yang telah bergabung dengan gereja ini mulai dari berdirinya gereja, sehingga beliau mengetahui perkembangan gereja ini dari awal sampai saat ini.


(48)

BAB IV

INTERPRETASI DATA LAPANGAN

4.1. INTERPRETASI DATA LAPANGAN

4.1.1. Sejarah Pendirian GBI (Gereja Bethel Indonesia) Di Indonesia

Gereja Bethel Indonesia yang disingkat GBI adalah salah satu sinode Gereja di Indonesia yang bernaung di bawah Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). Selain PGI, GBI juga merupakan anggota dari Dewan Pentakosta Indonesia (DPI) dan Persekutuan Injili Indonesia (PII).

Pada 6 Oktober 1970, di Sukabumi, Jawa Barat, Pdt. H.L. Senduk (yang juga dikenal sebagai Oom Hoo) dan rekan-rekannya membentuk sebuah organisasi gereja baru bernama Gereja Bethel Indonesia (GBI). Gereja ini diakui oleh Pemerintah secara resmi melalui Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 41 tanggal 9 Desember 1972.

Pada tahun 1922, Pendeta W.H. Offiler dari Bethel Pentecostal Temple

Inc., Seattle, Washington, Amerika Serikat, mengutus dua orang

misionarisnya ke Indonesia, Pdt. Van Klaveren dan Groesbeek, orang Amerika keturunan Belanda. Pada mulanya mereka memberitakan Injil di Bali, tetapi kemudian pindah ke Cepu, Jawa Tengah. Di sini mereka bertemu dengan F.G. Van Gessel, seorang Kristen Injili yang bekerja pada Perusahaan Minyak Belanda Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM). Van Gessel pada tahun sebelumnya telah bertobat dan menerima hidup baru dalam kebaktian Vrije Evangelisatie Bond yang dipimpin oleh Pdt. C.H. Hoekendijk


(49)

(ayah dari Karel Hpekendjik). Groosbeek kemudian menetap di Cepu dan mengadakan kebaktian bersama-sama dengan Van Gessel. Sementara itu, Van Klaveren pindah ke Lawang, Jawa Timur.

Januari 1923, Nyonya Van Gessel sebagai wanita yang pertama di Indonesia menerima Baptisan Roh Kudus dan demikian pula dengan suaminya beberapa bulan setelahnya. Tanggal 30 Maret 1923, pada hari raya Jumat Agung, Groesbeek mengundang Pdt. J. Thiessen dan Weenink Van Loon dari Bandung dalam rangka pelayanan babtisan air pertama kalinya di Jemaat Cepu ini. Pada hari itu, lima belas jiwa baru dibabtiskan.

Dalam kebaktian-kebaktian berikutnya, bertambah-tambah lagi jemaat yang menerima Baptisan Roh Kudus, banyak orang sakit mengalami kesembuhan secara mujizat. Karunia-karunia Roh Kudus dinyatakan dengan ajaib di tengah-tengah jemaat itu.

Inilah permulaan dari gerakan Pentakosta di Indoneia. Berempat, Van Klaveren, Groesbeek, Van Gessel dan Pdt. J. Thiessen, berempat merupakan pionir dari “Gerakan Pentakosta” di Indonesia. Kemudian Groesbeek pindah ke Surabaya dan Van Gessel telah menjadi Evangelis yang meneruskan memimpin Jemaat Cepu.

April 1926, Groesbeek dan Van Klaveren berpindah lagi ke Batavia (Jakarta). Sementara Van Gessel meletakkan jabatannya sebagai Pegawai Tinggi di BPM dan pindah ke Surabaya untuk memimpin Jemaat Surabaya. Jemaat yang dipimpin Van Gessel itu bertumbuh dan berkembang pesat


(50)

pengakuan Pemerintah Hindia Belanda dengan nama “De Pinksterkerk in Indonesia” (sekarang Gereja Pentakosta di Indonesia).

Pada 1932, Jemaat di Surabaya ini membangun gedung gereja dengan kapasitas 1.000 tempat duduk (Gereja terbesar di Surabaya pada waktu itu). Tahun 1935, Van Gessel mulai meluaskan pelajaran Alkitab yang disebutnya “Studi Tabernakel”. Gereja Bethel Pentecostal Templ, Seattle, kemudian

mengurus beberapa misionaris lagi. Satu diantaranya yaitu, W.W. Patterson membuka Sekolah Alkitab di Surabaya (NIBI: Netherlands Indies Bible Institute). Sesudah Perang Dunia II, para misionaris itu membuka Sekolah Alkitab di berbagai tempat.

Sesudah pecah perang, maka kepimpinan gereja harus diserahkan kepada orang Indonesia. H.N. Rungkat terpilih sebagai ketua Gereja Pentakosta di Indonesia untuk menggantikan Van Gessel. Jemaat gereja yang seharusnya menjaga jarak dari sikap politik yang terpecah belah terjebak dalam nasionalisme yang tengah berkobar-kobar pada saat itu. Akibatnya roh nasionalisme meliputi suasana kebaktian dalam Gereja-gereja Pentakosta. Van Gessel menyadari bahwa ia tidak bisa lagi bertindak sebagai pemimpin.

Kondisi rohani Gereja Pentakosta di saat itu menyebabkan ketidakpuasan di sebagian kalangan pendeta-pendeta gereja tersebut. Ketidakpuasan ini juga ditambah lagi dengan kekuasaan otoriter dari Pengurus Pusat Gereja. Akibatnya, sekelompok pendeta yang terdiri dari 22 orang, memisahkan diri dari Organisasi Gereja Pentakosta, diantaranya adalah Pdt. H.L. Senduk. Pada tanggal 21 Januari 1952, di kota Surabaya,


(51)

mereka kemudian membentuk suatu organisasi gereja yang baru yang bernama Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS).

Van Gessel dipilih menjadi “Pemimpin Rohani” dan H.L Senduk ditunjuk menjadi “Pemimpin Organisasi” (Ketua Badan Penghubung). Senduk berperan sebagai pendeta dari jemaatnya di Jakarta, sedangkan Van Gessel memimpin jemaatnya di Jakarta dan Surabaya. Pada tahun 1954, Van Gessel meninggalkan Indonesia dan pindah ke Irian Jaya (waktu itu di bawah Pemerintahan Belanda). Jemaat Surabaya diserahkannya kepada menantunya, Pdt. C. Totays.

Di Hollandia (sekarang Jayapura). Van Gessel membentuk suatu organisasi baru yang bernama Bethel Pinkesterkerk (sekarang Bethel

Pentakosta). Van Gessel kemudian meninggal dunia pada tahun 1957 dan kepemimpinan Jemaat Bethel Pinkesterkerk diteruskan oleh Pdt. C. Totays. Tahun 1962, sesudah Irian Jaya diserahkan kembali kepada Pemerintah Indonesia, maka semua warga Negara Kerajaan Belanda harus kembali ke negerinya. Jemaat berbahasa Belanda di Hollandia ditutup, tetapi jemaat-jemaat berbahasa Indonesia berjalan terus di bawah pimpinan pendeta-pendeta Indonesia.

Roda sejarah berputar terus dan GBIS di bawah pimpinan H.L. Senduk berkembang dengan pesat. Bermacam-macam kesulitan dan tantangan yang harus dihadapi organisasi ini. Namun semakin besarnya organisasi, begitu banyak kepentingan yang harus diakomodasi. Pada tahun 1968-1969,


(52)

disokong suatu keputusan Menteri Agama. Senduk dan pendukungnya memisahkan diri dari organisasi GBIS. 6 Oktober 1970, H.L. Senduk dan rekan-rekannya membentuk sebuah organisasi gereja baru bernama Gereja Bethel Indonesia (GBI) dan diakui Pemerintah secara sah pada tahun 1972 sebagai suatu Kerkgenootschap yang berhasil hidup dan berkembang di bumi

Indonesia.

Pdt. H.L. Senduk melayani GBI Jemaat Petamburan dibantu oleh istrinya Pdt. Helen Theska Senduk, Pdt. Thio Tjong Koan dan Pdt. Harun Sutanto. Pada tahun 1972, Pdt. H.L. Senduk memanggil anak rohaninya, Pdt. S.J. Mesach untuk membantu pelayanan di GBI Jemaat Petamburan. Saat itu, Pdt. S.J. Mesach telah menjadi Gembala Sidang GBI Sukabumi, yang telah dilayaninya sejak 1963.

4.1.2. Sejarah Berdirinya dan Perkembangan Gereja GBI Medan Plaza Di Medan

Gereja yang berakar pada aras Gerakan Karismatik di bawah naungan GBI Surabaya yang dipimpin oleh Pdt. Alex Tanusaputra ini bertumbuh dan berkembang bukan hanya di bagian Timur Pulau Jawa. Perkembangannya juga nyata terlihat di wilayah barat Pulau Jawa di bawah naungan Pdt. Ir. Niko Njotoraharjo.

Pada perkembangannya gereja ini mengutus seorang Hamba Tuhan yang diurapi untuk melayani di wilayah Sumatera Utara, yaitu Pdt. R. Bambang Jonan yang membuka Gereja Bethany Indonesia sejak tahun 1993,


(53)

yang terletak di Uniland selama beberapa waktu lamanya. Dikarenakan beberapa hal GBI pindah ke tempat lain, Hotel Tiara dan Hotel-hotel ataupun tempat lainnya juga sudah pernah menjadi tempat beribadah untuk jemaat GBI, tetapi dikarenakan di Tiara sudah ada GKPB (Gereja Kristen Perjanjian Baru), maka GBI pindah lagi ke tempat lain.

Setelah mendapat tempat yang pasti yaitu di Hotel Danau Toba Internasional dan melalui pergumulan-pergumulan mereka, maka dibentuklah nama Kemah Daud di belakang dari GBI tersebut. Setelah sekian lama kebaktian berjalan di Hotel Danau Toba Internasional, maka dibentuklah jemaat baru (tempat ibadah yang baru) ke Hotel Asean dan membuat jemaat baru dengan sekretariat berada di jalan Teuku Umar. Setelah berada di Hotel Asean beberapa waktu dan melihat pertambahan atau pertumbuhan jemaat yang begitu pesat sehingga tempat tersebut tidak lagi mencukupi untuk menampung banyak jemaat yang hadir untuk beribadah. Oleh karena itu mereka mencari tempat yang lebih luas yang dapat menampung jemaat yang banyak. Akhirnya mereka menemukan Medan Plaza sebagai tempat untuk mengadakan kebaktian yang baru pengganti dari Hotel Asean.

Alasan mereka pindah dari Hotel Asean ke Medan Plaza dikarenakan ruangan yang kecil tidak cukup untuk menampung semua anggota jemaat dan simpatisan yang beribadah di GBI. Beliau memulai ibadah dengan anggota jemaat berjumlah 119 orang dan terus berkembang sampai dengan saat ini mencapai sekira 35.000 jiwa termasuk seluruh cabang yang ada di dalam kota


(54)

Perkembangan Gereja ini bisa dikatakan cepat mengingat banyaknya gerakan-gerakan Pantekostal yang telah mengalami titik jenuh dalam pelayanan jemaatnya setelah sebelumnya gerakan ini merupakan salah satu gerakan awal bagi revival (kebangunan rohani) di Indonesia. Dan sebagian

yang mengikuti perkembangan kebangunan rohani masih terus bertahan dan berkembang hingga saat ini.

Kemudian Pdt. Niko Njotorahardjo menurunkan nama Kemah Daud dari belakang nama GBI, karena nama Kemah Daud sudah sangat terkenal, sehingga beliau tidak ingin nama gereja yang diagung-agungkan bukan Tuhan Yesus. Oleh karena itu nama gereja yang digunakan hanya GBI dan disesuaikan dengan letak gereja itu berada.

Gereja Karismatik ini memiliki visi-visi mulai dari tahun 1993 sejak awal di bukanya gereja ini sampai saat ini tahun 2007.

Adapun jumlah cabang yang telah berdiri saat ini ialah, Medan Pusat: HDTI, Medan Plaza, Selecta dan Ria. Cabang Medan: Novotel, Sun Plaza, Setia Budi, Pardede Hall, Delitua, Helvetia, Simpang kantor, Menteng, Simalingkar, Padang Bulan, Medan Timur, Adam Malik, Sunggal, Simpang Pemda dan Pinang Baris. Luar Kota: Binjai Mandarin, Tanjung Langkat, Binjai Langkat, Pematang Siantar, Tebing Tinggi, Lubuk Pakam, Kabanjahe, Tanjung Balai, Padang Sidempuan, Rantau Prapat, Porsea, Tarutung, Sibolga, Gunung Sitoli, Galang, Pulau Tello, Sidikalang, Lintong, Tiga Binanga, Langsa, Berastagi dan Pulau Baluta.


(55)

Namun demikian kegiatan gereja tidak terbatas pada ibadah-ibadah yang diselenggarakan tiap-tiap Minggunya saja, karena Gembala (Pemimpin Gereja) secara khusus memiliki ikatan yang kuat dengan Gereja Induk di Jakarta yang telah membelah dengan Gereja Pusatnya di Surabaya GBI (Gereja Bethany Indonesia).

4.1.3. Kegiatan Selain Ibadah Raya Minggu Dan Kegiatan Kemanusiaan GBI Medan Plaza

Selain Ibadah Raya, Gereja GBI Medan Plaza ini memiliki kegiata-kegiatan setiap minggunya. Dimulai pada hari Rabu malam diadakan KTM (Kebaktian Tengah Minggu), dalam kebaktian ini diutamakan untuk melayani orang-orang sakit baik fisik maupun jiwanya diakhir ibadahnya. Karena pada hari Minggu tidak memiliki kesempatan untuk waktu yang panjang. Pada hari Kamis pagi diadakan WBI (Wanita Bethel Indonesia), ini ditujukan bagi kaum wanita agar dapat berfungsi dengan baik di rumah tangga, masyarakat dan gereja. Karena wanita memiliki multiperan, sehingga memerlukan dorongan semangat dan motivasi. Kemudian hari Sabtu sore diadakan kebaktian pemuda, karena pemuda dianggap generasi penerus kepemimpinan, oleh karena itu harus dipersiapkan dengan baik mulai dari pendidikannya sampai masalah kerohanian mereka. Sehingga para pemuda dapat menjadi penerus yang berpendidikan dan jujur.


(56)

wilayah Medan dan sekitarnya. Ini ditujukan untuk memberitahukan visi yang harus dicapai dan dilaksanakan oleh setiap Gereja-gereja Cabang. Ibadah Doa Malam juga diselenggarakan sebulan sekali dalam rangka menjawab panggilan untuk berdoa bagi visi dan misi gereja yang didukung oleh seluruh pengerja baik di Pusat dan Cabang. Tiap-tiap hari gereja mengadakan doa di menara doa dan rumah doa untuk meninggikan Tuhan, sehingga api di Mezbah tidak pernah padam dinaikkan melalui GerejaNya (Im 6:13).

Namun demikian kegiatan gereja tidak terbatas pada Ibadah-ibadah yang diselenggarakan tiap-tiap minggunya saja, karena Gembala (Pemimpin Gereja) secara khusus memiliki ikatan yang kuat dengan Gereja Induk di Jakarta yang telah membelah dengan Gereja Pusatnya di Surabaya GBI (Gereja Bethany Indonesia).

Gembala Gereja yang bertahan pada GBI (Gereja Bethel Indonesia) di bawah pimpinan Pdt. Ir. Niko Njotoraharjo menjalin hubungan yang baik dengan Hamba-hamba Tuhan dan gereja-gereja yang berada di Luar Negeri seperti Amerika dan Eropa. Melalui tuntunan Tuhan, Gembala yang memiliki hubungan baik dengan gereja-gereja aras Internasional ini menuai banyak kepercayaan yang secara individu maupun kelompok telah mendapatkan visi dan misi untuk membantu baik gereja maupun sarana-sarana umum seperti Sekolah dan Rumah-rumah Sakit di wilayah Asia, termasuk Indonesia.

Pada masa VOC pelayanan kepada orang miskin diserahkan

sepenuhnya kepada gereja. Gereja dengan sendirinya mempercayakan tugas itu kepada para diaken. Di samping persembahan-persembahan, pemasukan


(57)

diakoni itu terdiri dari sumbangan-sumbangan, hibah-hibah dan denda-denda yang dikenakan oleh Kompeni kepada pegawai-pegawainya karena alas an-alasan tertentu (Locher, 1997:35).

Begitu pula pada Gereja Karismatik GBI Medan Plaza ini, yaitu melakukan berbagai pelayanan kemasyarakatan atau organisasi. Gereja ini melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan seperti; mengadakan kegiatan medis di Desa Muara. Jumlah pasien yang dilayani sebanyak 250 orang yang terdiri dari orangtua dan anak-anak. Tim medis yang melayani sebanyak 4 orang terdiri dari 2 orang dokter dan 2 orang suster, juga dibantu oleh tim dari Medan. Gereja ini juga mengelola sebuah rumah singgah yang kini terdapat 20 anak usia pra remaja yang ditampung. Selain disekolahkan, anak-anak ini juga diajar untuk bersosialisasi dengan benar. Kemudian memberikan bantuan medis gratis kepada korban-korban gempa di Jogjakarta.

Memberikan bantuan sembako kepada 100 kepala keluarga korban bencana banjir di Babura dan kepada 70 kepala keluarga korban-korban kebakaran di Belawan. Gereja ini juga menyalurkan bantuan kepada para korban bencana gempa di Muara Sipongi – Mandailing Natal berupa selimut dan mie instant, serta pengobatan gratis kepada 45 korban (pasien). Pada saat perayaan natal tahun lalu gereja ini memberikan 5000 bingkisan natal untuk anak-anak Desa Muara, Tapanuli Utara dan pelayanan kesehatan gratis. Pada bencana banjir di Besitang, Langkat, Sumatera Utara, gereja memberikan barang-barang bantuan berupa makanan, pakaian, keperluan


(58)

Singapura, kain-kain penutup mayat, minuman, indomie dan masih banyak lagi yang merupakan kebutuhan untuk bencana alam di Aceh tersebut.

Gambar 1.


(59)

Gambar 2.

Bantuan kepada bencana banjir di Besitang, Langkat, Sumatera Utara

Kemudian kegiatan kemanusiaan yang rutin dilakukan adalah kegiatan donor darah yang diadakan tiga kali dalam setahun dan gratis. Kegiatan ini bertempat di ruang Poliklinik GBI Medan Plaza yang disediakan secara gratis bagi semua orang. Kegiatan ini dilakukan melalui kerjasama dengan Palang Merah Indonesia. Gereja ini juga telah mendirikan sebuah Sekolah Kristen yang bernama Sekolah Kristen SD Mulia yang terdapat di Sitinjo, Dairi. Sekolah ini terdiri dari 12 kelas (Playgroup, TK & SD) dan juga terdapat di dalamnya sarana untuk olahraga dan tentunya dengan pembayaran uang sekolah yang murah.

Bukan hanya Sekolah dengan pembayaran yang murah yang telah didirikan oleh gereja ini, tetapi juga sebuah Rumah Sakit yang diberi nama Rumah Sakit Tello yang terdapat di Kecamatan Pulau Pulau Batu, Nias


(60)

bernama MAP International (Medical Assistance Program dari Amerika) dan para agen minyak goreng Sania. Dibangun di atas tanah seluas 4.500m2, dengan luas bangunan 1150m2. Rumah Sakit ini terdiri dari Poliklinik Umum, Gigi, Ruang Gawat Darurat, Ruang Bersalin, Apotik, Ruang Rapat, Ruang Dokter dan juga Ruang Pengolahan Limbah dan lain sebagainya. Yang terlibat dalam pembangunan Rumah Sakit Tello ini adalah para donator, GBI Medan Plaza, Pemda setempat.


(61)

BAGAN I

STRUKTUR ORGANISASI GBI MEDAN PLAZA

Sumber: GBI Medan Plaza, 2007.

GEMBALA SIDANG SEKRETARIAT KEUANGAN DEWAN PENASEHAT TIM AHLI PELAYANAN KEMASYARAKATAN SOSIAL

KESEHATAN PENDIDIKAN

PELAYANAN KEROHANIAN

PI MISI PENDIDIKAN

PASTORAL PELAYANAN KEMATIAN DEPARTEMEN ANAK FAMILY ALTAR PELAYANAN PERNIKAHAN PELAYANAN KONSELING PELAYANAN BAPTISAN DEPARTEMEN DOA DEPARTEMEN MUSIK DEPARTEMEN KUNJUNGAN PEMUDA WBI KOM


(62)

BAGAN II

STRUKTUR MISI & PENGINJILAN

MISI & PENGINJILAN

Market Place Gereja & Pos PI Suku Terabaikan

Sekolah Kantor Kampus

Bidang Keuangan Bidang Penjadwalan Bidang Administrasi Bidang Pengajaran


(63)

4.2. PROFIL INFORMAN 4.2.1. Profil Informan Kunci

Adapun yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah Koordinator Misi dan Penginjilan, dimana seorang Koordinator ini memiliki pemahaman yang mendalam mengenai nilai-nilai ajaran agama dalam gereja karismatik dan mengetahui perkembangannya dari awal sampai saat ini.

Koordinator Misi dan Penginjilan yaitu Pdp. Erni Simatupang (40 tahun) adalah jemaat mula-mula, maksudnya telah menjadi jemaat gereja karismatik ini mulai dari awal berdirinya gereja ini pada tahun 1993 di Pekan Baru. Sebelum menjadi Koordiantor Misi dan Penginjilan, Pdp. Erni bekerja di sebuah Perusahaaan PT. INAGAR MEDANA selama satu setengah tahun (1,5) sebagai Kepala Bagian, dimana pekerjaan ini adalah sebuah pekerjaan yang keras, karena Pdp. Erni ini harus memimpin bawahannya yang kebanyakan adalah para pria yang berbadan besar. Perusahaan ini sendiri adalah perusahaan plastik seperti misalnya; ember, karung dan barang-barang lain yang berupa plastik. Kemudian Pdp. Erni mengundurkan diri karena merasa terpanggil untuk mengabdi di gereja karismatik ini dan menyerahkan seluruh waktunya untuk memenuhi Amanat Agung pada tahun 1997. Sebenarnya sangat disayangkan sekali beliau harus mengundurkan diri, karena beliau telah diberikan kepercayaan. Pada saat Pdp. Erni selesai menjalani training selama 3 bulan, beliau langsung dipercayakan menjadi kepala bagian, padahal masih banyak yang lebih senioran atau lebih lama


(64)

Selama Pdp. Erni bekerja di perusahaan plastik tersebut, beliau juga bekerja atau mengabdi sebagai sukarelawan di GBI Medan Plaza tanpa mendapatkan imbalan apapun juga selama 7 tahun sebelum menjadi Koordinator Misi dan Penginjilan. Pada saat itu Pdp. Erni merasa bahwa bekerja atau mengabdi di GBI sebagai sebuah kesenangan meskipun tanpa imbalan sama skali, karena beliau mengerjakan pekerjaan tersebut untuk Tuhan. Kemudian beliau tidak mampu lagi mengatur waktu antara pekerjaan di Perusahaan plastik dan di GBI, maka wanita yang berumur 40 tahun ini memilih untuk mengundurkan diri dan memberikan seluruh waktunya bekerja sebagai sukarelawan di GBI meski tanpa imbalan. Pekerjaan yang dilakukan Pdp. Erni di GBI adalah ikut membantu melayani orang-orang yang membutuhkan pertolongan, seperti misalnya; butuh doa, mengadakan penghiburan kematian, mendoakan orang sakit, melayani korban-korban bencana alam dan lain sebagainya.

Selama proses wawancara, Pdp. Erni ini sangat ramah dan penuh semangat dalam memberikan keterangan. Wanita kelahiran Tapanuli Utara ini adalah anak ke 5 dari 6 bersaudara, dimana Pdp. Erni ini yang selalu memberikan semangat kepada keluarganya dan menjelaskan bagaimana hidup yang benar sebagai seorang Kristen. Pdp. Erni ini tinggal di Jln. Sei Lepan No. 36/19.

Pdp. Erni ini dulu mempunyai cita-cita menjadi anggota DPR karena sifatnya yang suka terhadap debat. Wanita yang suka membaca ini dulunya menjalani perkuliahan di FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan) di


(65)

UNITA (Universitas Tapanuli) Siborong-borong dan pernah menjadi seorang Guru. Pdp. Erni ini juga pernah menjadi anggota AMPI di Tarutung sebagai pelatih Kader. Tapi setelah mengabdi pada gereja karismatik ini lalu diangkat menjadi Koordinator Misi dan Penginjilan, cita-cita itu berubah. Saat ini Pdp. Erni memiliki cita-cita untuk membuka gereja baru sebanyak mungkin dan melayani suku-suku yang terabaikan, maksudnya adalah suku-suku yang sama sekali belum mendengar dan mengenal Tuhan, sehingga mereka belum memiliki agama. Pdp. Erni juga adalah seorang yang sangat murah hati, beliau pernah menerima seorang yang berpenyakit TBC untuk tinggal di rumahnya. Seorang yang berpenyakit TBC ini adalah teman Pdp. Erni selama bekerja di perusahaan plastik, dia diusir dari tempat kostnya karena orang-orang yang berada di tempat kostnya dan pemilik rumah kostnya takut terjangkit. Pdp. Erni dengan hati yang ikhlas menerima dan melayani orang tersebut hingga akhirnya orang tersebut sembuh.

Pdp. Erni memiliki pengalaman-pengalaman yang berkesan selama mengabdi di gereja karismatik ini. Beliau adalah salah satu orang yang ikut menjadi sukarelawan dalam tim penyelamat ke Aceh, tim penyelamat ini merupakan tim pertama yang sampai di Aceh, padahal tim ini sama sekali belum pernah ke Aceh. Dan selama mereka melayani di Aceh tersebut, awalnya mereka tidak diterima dengan baik, karena ada PKS yang melarang untuk menerima bantuan dari umat kristiani, karena mereka menganggap bantuan tersebut ingin mengkristenkan rakyat Aceh. Tetapi setelah mereka


(66)

pertolongan, maka mereka mulai menerima dan akhirnya banyak yang mendatangi posko GBI ini untuk mendapatkan pertolongan. GBI membawa dokter dari Singapura, kain-kain penutup mayat, minuman, indomie dan masih banyak lagi yang merupakan kebutuhan untuk bencana alam di Aceh tersebut.

Kemudian Pdp. Erni pernah di utus untuk melayani ke Singapura, hal tersebut tidak pernah di bayangkan sebelumnya oleh Pdp. Erni, karena Pdp. Erni merasa belum banyak melakukan apa-apa, tetapi telah diberikan kepercayaan tersebut. Keluarga Pdp. Erni sangat mendukung selama mengabdi di gereja karismatik ini. Dalam memandang perkembangan gereja karismatik ini, Pdp. Erni merasa perkembangan itu adalah sebuah visi dari Tuhan. Gereja adalah alat Tuhan, oleh sebab itu gereja harus mempunyai program dalam menjalankan Amanat Agung (pergi dan menjadikan semua bangsa murid Tuhan).

Pdp. Erni menjelaskan bahwa para jemaat yang telah mengabdi sepenuhnya pada gereja untuk menjalankan Amanat Agung haruslah mempunyai komitmen total. Komitmen total berarti suatu tindakan atau suatu proses mempercayakan atau membaktikan diri secara sepenuhnya kepada seseorang atau suatu tujuan. Pdp. Erni merasa yakin sepenuhnya bahwa unsur utama untuk keberhasilan dalam misi adalah komitmen. Faktor utama di dalam pertumbuhan gereja, baik secara jumlah maupun rohani adalah komitmen. Tanpa komitmen dalam diri para gembala dan jemaat, hampir


(67)

tidak ada pertumbuhan yang dapat terjadi, baik secara jumlah, maupun secara rohani.

Jika kita melihat ke dalam sejarah gereja , maka kita akan menemukan bahwa orang-orang yang membawa perubahan bagi Tuhan dan membawa kebaikan bagi dunianya adalah mereka yang komitmennya tanpa batas, yang menundukan diri dan kehendak mereka kepada Allah, tutur Pdp. Erni dengan tegas dan penuh keyakinan.

Menurut Pdp. Erni jika komitmen tidak dimiliki oleh para jemaat, maka mereka akan mudah terpengaruh oleh hal-hal baru yang mereka anggap lebih baik. Dan ketika mereka mengalami masalah, mereka akan mula i meninggalkan tujuan awal mereka di tempat dimana mereka bekerja mula-mula dan begitu seterusnya sehingga mereka tidak akan pernah menemukan tempat yang sesuai. Dalam sebuah gereja, di mana gereja dibangun berdasarkan jiwa-jiwa yang dimenangkan kepada Kristus, dipelihara dengan pelatihan dan kemudian diarahkan kepada pelayanan Tuhan, maka jiwa-jiwa yang telah dipelihara dengan pelatihan tersebut haruslah memiliki komitmen yang tanpa batas. Di mana mereka juga pada gilirannya akan memenangkan, melatih, mengajar dan mengembangkan yang lain. Jadi dengan kata lain, misi gereja adalah untuk memberitakan Kristus dengan setia, untuk mengajarkan Kristus dengan setia di dalam setiap aspek programnya, serta mengembangkan dan menumbuhkan semua orang percaya dengan pelatihan dengan pengajaran yang pada akhirnya akan berakibat terbangunnya gereja


(68)

ini tidak akan berjalan dengan baik dan tidak akan membawa perubahan jika jiwa-jiwa atau orang-orang yang telah mengabdi pada gereja ini tidak memiliki komitmen yang tanpa batas. Dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gereja ini juga tidak akan berjalan dengan baik jika jiwa-jiwa atau orang-orang yang memiliki komitmen tadi hanya mencari keuntungan untuk sendiri, melainkan gereja harus ini membagi-bagikan apa yang telah mereka terima.

4.2.2. Profil Informan Biasa

Adapun yang menjadi informan biasa dalam penelitian ini adalah para jemaat yang selalu beribadah di Gereja karismatik GBI Medan Plaza.

1) Ibu N. Ginting

N br. Ginting ini (56) adalah seorang ibu rumah tangga meskipun beliau telah menyelesaikan pendidikannya hingga perguruan tinggi dan telah memperoleh gelar Dra. Pada saat diwawancarai Ibu tiga orang anak ini sangat serius dan menggebu-gebu saat menceritakan pengalamannya ketika pertama kali bergabung di gereja ini. Ibu ini berkata pada awalnya hanya ingin memperoleh kesembuhan atas anaknya yang sakit meskipun telah dibawa ke RS tidak juga sembuh-sembuh. Setelah kurang lebih 13 tahun beribadah di GBI Medan Plaza ini, Ibu ini merasa bahwa pembahasan Alkitab terasa lebih mendalam, sehingga Ibu N br. Ginting ini merasa lebih mengerti apa arti hidup sebagai seorang yang beragama Kristen.


(69)

Seperti yang telah dikatakan Ibu ini, bahwa Ia telah mengerti lebih dalam tentang isi Alkitab, karena itu Ia merasa cara beribadah bertepuk tangan sambil menari bahkan terkadang menangis dan berbahasa Roh memang sesuai dengan isi Alkitab, bahkan oleh karena cara beribadah seperti itulah yang menjadi penariknya, sehingga para jemaat tidak merasa jenuh, sedangkan di gereja non karismatik Ia merasa beribadah sebagai suatu rutinitas.

Memang semua itu tergantung dari pribadinya masing-masing, kalau motivasi mereka datang ke gereja telah salah dari awal, maka di manapun mereka beribadah tidak memiliki pengaruh apa-apa dalam hidup mereka. Tapi alangkah lebih baik jika orang-orang yang datang ke gereja dengan motivasi yang benar kemudian beribadah pula pada gereja yang benar-benar dapat mengubah hidup mereka menjadi sangat baik, tutur Ibu yang suka berkebun ini.

Ibu N br. Ginting ini juga bergabung dalam kelompok sel yang disebut dengan FA, dimana berawal dari kelompok sel inilah pertumbuhan jemaat dimulai. Dalam FA ini mereka dapat lebih akrab seperti keluarga karena jumlahnya dibatasi, sehingga dapat melayani setiap jemaat yang bergabung dalam kelompok sel tersebut.

Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan oleh gereja ini juga telah menarik perhatian Ibu N br. Ginting ini, di mana Ibu ini pun terkadang ikut bergabung dalam memberikan sumbangan, karena Ibu ini merasa


(1)

Tetapi tidak semudah itu manusia mendapatkan kelimpahan, karena manusia tersebut haruslah benar-benar mengasihi Tuhan, melaksanakan segala perintah-Nya dan rela melakukan apa saja untuk Tuhan, bahkan rela menanggung malu ataupun cercaan. Oleh karena itu GBI Medan Plaza juga memberikan ajaran-ajaran bagaimana manusia seharusnya hidup sebagai seorang Kristen dengan melaksanakan semua perintah Tuhan dan memperbaiki hubungan dengan Tuhan. Karena menurut ajaran Teologi Pembebasan bahwa manusia mengalami penderitaan baik dalam hal perekonomian juga dalam lingkungan sosial maupun keluarga karena dosa yang mereka lakukan. Oleh karena itu manusia harus memperbaiki hubungan mereka dengan Tuhan dengan lebih mendekatkan diri kepada-Nya, maka Tuhan akan memberikan pembebasan dalam segala hal.

Hal negatif yang terdapat dalam ajaran Teologi Sukses adalah bahwa ajaran tersebut memang bertujuan untuk menarik manusia agar datang ke sebuah gereja kemudian gereja memanfaatkan persembahan para jemaat untuk kepentingan orang-orang yang bersangkutan dalam gereja tersebut. Gereja yang menggunakan ajaran Teologi Sukses secara keseluruhan tidak akan menabur atau memberikan persembahan-persembahan dari para jemaat kepada orang-orang yang kekurangan, sehingga gereja ini tidak akan berkembang baik secara jasmani maupun rohani.


(2)

5.2 Saran

Jika pengertian gereja adalah wujud nyata dari keberadaan Tuhan dalam agama Kristen, maka sudah seharusnyalah tidak ada jarak atau tembok-tembok yang memisahkan antara satu gereja dengan gereja yang lain. Kefanatikkan dapat menimbulkan konflik, begitu juga dalam agama. Bila kita menganggap gereja yang ini lebih baik dari gereja yang itu, biarlah itu menjadi iman kita sendiri.

Gereja Karismatik GBI Medan Plaza ini diharapakan tidak menjadi sombong ataupun tinggi hati karena berkat-berkat dan jemaat yang banyak, tetapi tetaplah berpedoman pada Amanat Agung dan tetap menjalankan program-program kegiatan kemasyarakatannya.

Bagi para jemaat yang beribadah di gereja karismatik ini, sebaiknya tidak hanya mencari keramaian dalam beribadah sebagai pemberi semangat, tetapi juga mencari firman Tuhan yang dapat memberi arahan dalam menghadapi segala permasalahan dalam kehidupan keluarga, sosial dan rohani, sehingga mampu bersosialisasi dengan baik dan tidak membeda-bedakan gereja yang satu dengan yang lain.

Masyarakat Indonesia yang majemuk haruslah mampu hidup saling menghormati, menghargai dan bertoleransi. Karena itu, antara gereja yang satu dengan gereja yang lain haruslah dapat berdamai dan saling menghargai, sehingga tidak terjadi perpecahan dalam gereja. Meskipun gereja adalah tempat untuk beribadah tetap saja terdapat masalah, karena manusianya yang


(3)

telah salah dalam bertingkah laku. Manusia itu sendiri yang menciptakan jarak dan tembok diantara mereka.

Manusia sendiri yang menciptakan pemikiran-pemikiran yang negatif antara gereja yang satu dengan gereja yang lain. Mereka melabelkan bahwa gereja itu ‘sesat’ dan gereja ini tidak. Jika mereka dapat berfikir secara positif dan melihat kebaikannya, maka dapat terhindar dari suatu masalah. Manusia harus dapat menghilangkan rasa iri terhadap keberhasilan orang lain, turut berbahagia atas keberhasilan orang lain dan berusaha juga untuk bisa jadi lebih baik tanpa berbuat kecurangan dan menjelekkan orang lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

AM. Hardjana. 1993. Penghayatan Agama. Yogyakarta : Kanisius.

Agus, Bustanuddin. 2003. SOSIOLOGI AGAMA. Padang: UNIVERSITAS ANDALAS.

Amaladoss, Michael, S.J. 2000. Teologi Pembebasan Asia. Yogyakarta : PUSTAKA BELAJAR.

Bennis, Warren & Nanus, Burt. 1990. KEPEMIMPINAN. Jakarta: Erlangga Dr. De JONGE, CHRISTIAAN. 1996. MENUJU KEESAAN GEREJA. Jakarta: BPK

GUNUNG MULIA.

Dr. Dister, Nico S, OFM. 1988. Pengalaman dan MOTIVASI BERAGAMA. Jakarta: Kanisius.

Geertz, Cliford. 1992. Kebudayaan dan Agama. Yogyakarta : Kanisius.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta : Grasindo.

Johnson, Doyle Paul. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid 2. Jakarta : Gramedia.

Locher, G.P.H. 1997. Tata gereja Gereja Protestan di Indonesia: suatu sumbangan pikiran mengenai sejarah dan asas-asasnya. Jakarta: Gunung Mulia

Mardalis. 1990. Metode Penelitian : Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta : Bumi Aksara.

Moleong, Lexy. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya.

M, Herlianto, Th. 2006. Teologi Sukses.Jakarta : Gunung Mulia.

Nothingham, K. Elizabeth. 1985. Agama dan Masyarakat, Suatu Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta : Rajawali.


(5)

Nitiprawiro, Wahono, Fr. 2000. Teologi Pembebasan. Sejarah, Metode, Praksis dan Isinya. Yogyakarta : LkiS.

O’Dea, Thomas. 1996. Sosiologi Agama : Suatu Pengenalan Awal. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Puspito, Hendro. 1983. Sosiologi Agama. Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Poloma, M. Margareth. 1987. Sosiologi Kontemporer. Jakarta : Rajawal Pers. Robertson, Roland. 1988. AGAMA: dalam analisa dan interpretasi sosiologis.

Jakarta: Rajawali

Scharf, R. Betty. 1995. Kajian Sosiologi Agama. Yogyakarta : Tiara Wacana.

Sanafiah, Faisal. 2003. Format-format Penelitian Sosial : Dasar-dasar dan Aplikasi. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Schoorl, JW. 1980. Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara sedang Berkembang. Jakarta : Gramedia.

Veeger, KJ. 1985. Realita Sosial. Jakarta : Gramedia.

Yin, Robert K. 2003. Studi Kasus (Desain dan Mode). Jakarta : Rajawali Pers.

Majalah:

• Majalah GBI, The 4th Anniversary GBI Mandarin Novotel, Edisi Juni 2007, untuk kalangan sendiri. Hal 38

Situs Internet :

Mirifica e–News–Opini, diakses Sabtu 23.06. 2007.


(6)

Dari Wikipedia Indonesia, Teologi Pembebasan, , diakses Sabtu 23.06. 2007.

diakses Rabu