memiliki batasan-batasan yang ditetapkan oleh gereja bagi setiap jemaatnya.
2. Gereja yang tidak terikat akan tradisi atau budaya yang
memungkinkan jadi penghalang bagi jemaatnya untuk beribadah. 3.
Serta gereja yang lebiih mengutamakan pengalaman rohani dibandingkan pendidikan mengenai agama.
4.4.2. Tata Ibadah Yang Monoton
Tata ibadah biasa disebut dengan liturgi yang sudah terpola pada suatu gereja, seperti doa pembuka, nyanyian yang dinyanyikan bersama-sama,
pembacaan alkitab, pembacaan hukum Tuhan. Pengakuan dosa, pengakuan iman rasuli, persembahan serta doa penutup. Hal seperti inilah yang
diungkapkan oleh informan Yusniarti 28 tahun: ......” Tata ibadah yang monoton membuat saya merasa sangat
bosan serta merasa tidak mendapat berjat sehingga membuat saya untuk beralih dari gereja saya yang lama ke gereja
kharismatik. Gereja kharismatik yang spontan membuat saya sangat bisa menikmati dan merasa sudah mendapat berkat serta
lagu pujiannya yang sangat enerjik membuat saya bersemangat setiap kali beribadah ke gereja ini.acara-acara yang ada di gereja
kesukuan ini juga sudah mengikuti aturan yang terpola tidak seperti kegiatan yang dilakukan di gereja bethel yang kita dapat
bebas berekspresi tanpa ada aturan dan larangan.
Hal senada juga diucapkan oleh informan yang bernama herny Diana 44 tahun:
…”tata ibadah siilakoken ibas gerejaku sindekah erbahanca ate medu bagepe madat kel banna mataku janah pe medem ateku
paksana kebaktien enda mulai. Mbarenda sangana bas gerejaku si ndekah, enggo pe aku ikut kebatien tapi lalap bagi lit
sikurangna ku akap. Enca aku pindah ku gereja kharismatik
enda erbahanca aku lebih ngenanami kai ertina erkebaktien janah pe ku gejapken pasu-pasu dibata tata cara ibadah yang
seperti dilakukan oleh gereja saya yang lama membuat saya merasa jenuh dan mulai mengantuk setiap kali mulai beribadah.
Dulu saat saya beribadah di gereja lama saya, saya merasa ada yang kurang walupun saya sudah melakukan kebaktian.
Kepindahan saya ke gereja kharismatik ternyata mambuat saya lebih merasakan berkat Tuhan dan lebih mendapat arti
beribadah.
Hal ini senada juga dengan apa yang dikatakan oleh informan yang bernama Olive Tarigan 35 tahun:
….”ende-endeen pujin si iendeken I bas gerejaku si ndekah i buat bas buku ende-endeen nari erbahanca mis ateku medem
janah pe tata ibadahna si enggo terpola erbahanca aku bosan. Tata ibadah sibage-bage saja erbahanca aku mutusken gelah
pindah ku gereja si lebih meriah bagepe paksana rende ndanci sambil ertepuk. Aturen gereja konvensional pe ketat kel bage pe
mpersada ras adat istiadat si lit bas kabanjahe. Lagu pujian yang dinyanyikan di gereja lama saya diambil dari kidung agung
membuat saya merasa ingin sekali tidur karna sebagian dari lagu yang dinyanyikan sangat cocok untuk tidur serta tata ibadahnya
yang sangat terpola membuat saya merasa bosan. Tata ibadah yang monoton ini membuat saya beralih ke gereja yang memiliki
tata ibadah yang lebih bersifat enerjik dan saat bernyanyipun kita bisa sambil bertepu tangan. Lagi pula gereja konvensional
memiliki aturan yang sangat ketat dan karena masih menyatukan dengan adat istiadat yang berlaku..
Petikan wawancara dari ketiga informan diatas menunjukkan bahwa tata cara ibadah gereja konvensional memang terbilang monoton sehingga membuat
jemaatnya merasa bosan dan ingin mencari suasana baru dalam beribadah. Mereka pun akhirnya menemukan gereja yang cocok bagi mereka yang pada
awalnya tidak mendapatkan berkat saat beribadah ke gereja konvensional tersebut.
4.4.3. Hubungan Interaksi Antar Jemaat Gereja Huria Kristen Batak