Makna Sinamot dalam Penghargaan Keluarga Isteri pada Sistem Perkawinan Suku Batak Toba (studi kasus pada masyarakat Batak Toba Kristen Gereja HKBP dengan Gereja Kharismatik Di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi)

(1)

MAKNA SINAMOT DALAM PENGHARGAAN KELUARGA ISTERI PADA SISTEM PERKAWINAN SUKU BATAK TOBA

(Studi Kasus pada Masyarakat Batak Toba Gereja HKBP dengfan Gereja Kharismatik Di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi)

Diajukan

Oleh:

100901067 HOTRINA SIBURIAN

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

i ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Makna Sinamot Dalam Penghargaan Keluarga Isteri Pada Sistem Perkawinan Suku Batak Toba (Studi Kasus Pada Masyarakat Batak Toba Kristen Gereja HKBP dengan Gereja Kharismatik Di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi) berawal dari ketertarikan penulis terhadap Sinamot sebagai bagian dari adat suatu perkawinan Batak Toba yang tidak bisa dihilangkan, tidak terkecuali di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi khususnya mengenai Makna Sinamot dalam perkawinan Batak Toba terutama di pihak keluarga isteri. Kemudian makna Sinamot bagi Masyarakat Batak Toba yang bergereja di HKBP dan gereja Kharismatik lalu melihat apakah ada pergeseran tentang makna Sinamot dalam masyarakat suku Batak Toba. Kemudian melihat dari masyarakat Batak Toba gereja di Kharismatik yang tidak mengamini Adat dalam kehidupan mereka sehingga tidak menggunakan adat dalam perkawinan mereka.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Adapun yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah masyarakat Batak Toba yang gereja di HKBP dengan masyarakat Batak Toba yang gereja di Kharismatik di Kecamatan Sidikalang. Interpretasi data dilakukan dengan menganalisis data-data yang didapat dari hasil observasi, wawancara, dan diinterpretasikan berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna sinamot dalam perkawinan Batak Toba sebagai simbol harga diri bagi keluarga perempuan, hal tersebut bisa dikatakan menjadi status sosial bagi keluarga perempuan. Untuk mendapatkan harga diri yang baik dihadapan masyarakat maka pihak kelurga perempuan akan meminta Sinamot yang tinggi pada pihak laki-laki namun tetap diberikan sesuai kemampuan pihak keluarga laki-laki. Dimana masyarakat Batak Toba Gereja HKBP berpedoman pada Dalihan Na Tolu, yang menghormati pihak perempuan atau hula-hula. Bagi masyarakat Batak Toba yang bergereja Kharismatik tidak menggunakan Adat dalam kehidupan sehari-hari mereka sehingga mereka hanya berpedoman pada Alkitab dan ajaran Agama saja.

Kata Kunci : Perkawinan, Sinamot, Suku Batak Toba, Gereja HKBP, Gereja Kharismatik


(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan lindunganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Makna Sinamot dalam Penghargaan Keluarga Isteri pada Sistem Perkawinan Suku Batak Toba (studi kasus pada masyarakat Batak Toba Kristen Gereja HKBP dengan Gereja Kharismatik Di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi)” dapat diselesaikan.

Penulisan ini merupakan suatu keawajiban untuk diajukan sebagai salah satu syarat memeperoleh gelar Sarjana Sosial pada jurusan Sosiologi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Penulis yakin semua tidak akan terlewatkan tanpa Doa, bantuan, dukungan, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak kepada penulis. Bimbingan dan motivasi pada penulis hadir dari berbagaiu pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini terselesaikan. Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada:

1. Teristimewa Ayahanda T. Siburian dan Ibunda D. Sihombing tercinta yang selalu mendoakan penulis setiap saat, dengan penuh kasih dan sayang membesarkan dan tiada henti memberikan dukungan, motivasi kepada penulis baik dalam keadaan apapun, terimakasih untuk pengorbanan dan cinta kasih kalian yang tidak pernah ternilai harganya, kupersembahkan tulisan ini untuk kedua orangtuaku tercinta, tersayang dan terkasih yang menjadi semangat dalam hidupku untuk mencapai cita-citaku.


(4)

iii

2. Bapak Prof.Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, Selaku Ketua Departemen Sosiologi yang memberikan segenap ilmu dan pegetahuan semasa perkuliahan.

4. Bapak Drs. Henry Sitorus, M.Si, yang memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini, memberikan segenap ilmu pengetahuan semasa perkuliahan dan nasehat serta pengarahan yang telah diberikan sebagai penguji seminar proposal dan penguji pada saat sidang meja hijau penulis.

5. Ibu Dra. Ria Manurung, M.Si, sebagai dosen pembimbing penulis yang sangat banyak membantu serta banyak mencurahkan waktu, tenaga, nasehat, masukan, ide-ide dan pemikiran untuk membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini, juga memberikan segenap ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

6. Bapak Drs. Junjungan SBP. Simanjuntak, M.Si, sebagai Dosen Penasehat Akademik penulis yang memberikan nasehat-nasehat dan segenap ilmu pengetahuan selama perkuliahan.

7. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, kak Fenny Khairifa dan Kak Betty yang telah cukup banyak membantu penulis selama perkuliahan dalam hal administrasi.

8. Terkhusus untuk keluarga tercinta dan terkasih (abangku Ferry Swandi Siburian, S.T, dan kakakku Siti Afriana Siburian, S.Pd) yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan skripsi ini. Abang sepupuku Admiron David Patar Siburian, S.E, yang juga banyak membantu dukungan dan doa bagi penulis.


(5)

iv

9. Spesial untuk Sahabat-sahabatku tersayang Aniati Aritonang, A.Md, Lidya Masyani Siregar, A,Md, dan Melva C Sihombing, S.Pd, yang banyak memberikan dukungan motivasi membantu dikala suka dan duka semasa kuliah dan masa-masa penulisan skripsi hingga penyelesaian skripsi ini.

10. Untuk kakak angkatku terkasih Yanthi Fatricia Sinaga, S.T dan Erin Yoseva, S.E yang telah banyak memberikan motivasi dukungan juga semangat walau berjauhan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini.

11. Terimakasih juga untuk Lodewyk Tua Parlinggoman Simaremare, S.Sos yang terkasih sekaligus sebagai teman, sahabat, partner in crime, teman disaat penulis membutuhkan dukungan dan motivasi lebih pada saat-saat terakhir penulisan skripsi ini.

12. Rekan-rekan seperjuangan di jurusan Sosiologi khususnya stambuk 2010 (Irma Sinurat, Marlina F Sianturi, Ayu Kartika, Gabriel Sinaga, Adian P Sinambela, Indra Silaban, Andika Tarigan, Elisabet Turnip, Izatul Ismi, Semmy Tambunan, Terangta Tarigan, Warren Sianturi, Yuva Ayuning Anjar, Johan Simamora) dan rekan-rekan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan namanya.

13. Para Informan Keluaga Batak Toba gereja HKBP dan gereja Kharismatik yang telah bersedia meberikan informasi yang sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran-saran yang sifatnya membangun demi kebaikan tulisan ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca, dan akhir kata


(6)

v

dengan kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah membantuk penulisan skripsi ini.

Medan, Oktober 2014 Penulis,

NIM. 100901067 Hotrina Siburian


(7)

vi DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….i

KATA PENGANTAR……….ii

DAFTAR ISI………..….vi

DAFTAR TABEL………..………xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………...………..1

1.2. Perumusan Masalah………....9

1.3. Tujuan Penelitian………9

1.4. Manfaat Penelitian………10

1.5. Defenisi Konsep………10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Sistem Perkawinan Masyarakat Suku Batak Toba………...13

2.2. Indikator Sinamot (Mahar)………...16

2.3. Institusi Keluarga………..19

2.4. Teori Interaksionisme Simbolik………...21

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitiam………25

3.2. Lokasi Penelitian………...25

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis………26


(8)

vii 3.4. Teknik Pengumpulan Data

3.4.1. Observasi………27

3.4.2. Wawancara Mendalam………...27

3.5. Interpretasi Data………27

3.6. Jadwal Kegiatan………28

3.7. Keterbatasan Penelitian……….29

BAB IV Deskripsi Dan Interpretasi Data 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Kecamatan Sidikalang………31

4.1.2. Letak Geografis dan Batas Wilayah………...32

4.2. Keadaan Penduduk 4.2.1. Jumlah Penduduk………33

4.2.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin………...33

4.2.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian……….34

4.2.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan…………..35

4.3. Sarana Fisik 4.3.1. Sarana Peribadatan………..36

4.4. Interaksi Sosial Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Sidikalang (Gereja HKBP dan Gereja Kharismatik)…...37

4.5. Profil Informan 4.5.1. Informan Kunci (Key Informan) ……….8 4.6. Interpretasi Data Penelitian


(9)

viii

4.6.1. Makna dan Tujuan Perkawinan pada Masyarakat Suku Batak

Toba………...42

4.6.2. Tahapan Adat Perkawinan Suku Batak Toba……...43

4.6.3. Syarat Perkawinan Masyarakat Suku Batak Toba……….45

4.6.4. Makna Sinamot………..46

4.6.5. Makna Sinamot yang Sebenarnya………..47

4.6.6. Bentuk Sinamot………..48

4.6.7. Tujuan Pemberian Sinamot dalam Perkawinan Batak Toba……..50

4.6.8. Makna Sinamot dalam Memposisikan Hula-hula………..51

4.6.9. Sinamot Menjadi Ukuran Status Sosial dan Harga Diri Keluarga.52 4.6.10. Hubungan Sinamot Dengan Cara Perkawinan yang Dilakukan dalam Suku Batak Toba………...54

4.6.10.1. Taruhon Jual………..54

6.6.10.2. Alap Jual………55

4.6.11. Jumlah Sinamot yang Berlaku Pada Suku Batak Toba di Kecamatan Sidikalang………..56

4.6.12. Konsep Sinamot Bagi Masyarakat Suku Batak Toba yang Beragama Kristen 4.4.12.1. Berdasarkan pandangan Suku Batak Toba Gereja HKBP………...58

4.4.12.2. Berdasarkan Pandangan Suku Batak Toba Gereja Kharismatik………..68


(10)

ix BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan………...64 5.2. Saran ………65 DAFTAR PUSTAKA………...67


(11)

i ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Makna Sinamot Dalam Penghargaan Keluarga Isteri Pada Sistem Perkawinan Suku Batak Toba (Studi Kasus Pada Masyarakat Batak Toba Kristen Gereja HKBP dengan Gereja Kharismatik Di Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi) berawal dari ketertarikan penulis terhadap Sinamot sebagai bagian dari adat suatu perkawinan Batak Toba yang tidak bisa dihilangkan, tidak terkecuali di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi khususnya mengenai Makna Sinamot dalam perkawinan Batak Toba terutama di pihak keluarga isteri. Kemudian makna Sinamot bagi Masyarakat Batak Toba yang bergereja di HKBP dan gereja Kharismatik lalu melihat apakah ada pergeseran tentang makna Sinamot dalam masyarakat suku Batak Toba. Kemudian melihat dari masyarakat Batak Toba gereja di Kharismatik yang tidak mengamini Adat dalam kehidupan mereka sehingga tidak menggunakan adat dalam perkawinan mereka.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara mendalam, dan studi kepustakaan. Adapun yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi. Adapun yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah masyarakat Batak Toba yang gereja di HKBP dengan masyarakat Batak Toba yang gereja di Kharismatik di Kecamatan Sidikalang. Interpretasi data dilakukan dengan menganalisis data-data yang didapat dari hasil observasi, wawancara, dan diinterpretasikan berdasarkan dukungan kajian pustaka sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa makna sinamot dalam perkawinan Batak Toba sebagai simbol harga diri bagi keluarga perempuan, hal tersebut bisa dikatakan menjadi status sosial bagi keluarga perempuan. Untuk mendapatkan harga diri yang baik dihadapan masyarakat maka pihak kelurga perempuan akan meminta Sinamot yang tinggi pada pihak laki-laki namun tetap diberikan sesuai kemampuan pihak keluarga laki-laki. Dimana masyarakat Batak Toba Gereja HKBP berpedoman pada Dalihan Na Tolu, yang menghormati pihak perempuan atau hula-hula. Bagi masyarakat Batak Toba yang bergereja Kharismatik tidak menggunakan Adat dalam kehidupan sehari-hari mereka sehingga mereka hanya berpedoman pada Alkitab dan ajaran Agama saja.

Kata Kunci : Perkawinan, Sinamot, Suku Batak Toba, Gereja HKBP, Gereja Kharismatik


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi. Perkawinan merupakan penerimaan status baru dengan sederetan hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang dimiliki oleh individu tersebut akan bertambah , serta pengakuan akan status baru oleh orang lain, dan persatuan dari dua atau lebih individu yang berlainan jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan dengan persetujuan masyarakat (Narwoko dan Suyanto, 2004:229). Artinya, ketika seorang guru laki-laki menikah maka statusnya akan bertambah, selain memiliki status sebagai guru dia juga memiliki status sebagai seorang suami.

Perkawinan yang ideal dilakukan melalui berbagai proses untuk mencapai satu ikatan rumah tangga. Salah satu proses yang dilalui dalam membentuk keluarga ditentukan oleh adat istiadat yang berlaku dalam tiap-tiap daerah. Pada umumnya di dalam proses acara adat perkawinan dikenal pemberian Mahar atau Mas Kawin. Mahar merupakan sejumlah harta yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai ganti rugi karena mempelai perempuan akan diserahkan kepada pihak laki-laki yang akan di per istri oleh mempelai laki-laki. Secara umum pengertian Mahar adalah keseluruhan prosedur penyerahaan sejumlah seserahan yang oleh adat telah ditetapkan oleh


(13)

2

pihak laki-laki kepada pihak perempuan sesuai dengan lapisan dan kedudukan sosial masing-masing keluarga sebelum meminang seorang perempuan.

Pada masyarakat suku Batak Toba, perkawinan merupakan peristiwa penting dalam kehidupan mereka. Peristiwa penting tersebut diadakan dengan upacara-upacara yang bersifat adat, kepercayaan dan agama. Dalam masyarakat suku Batak Toba, siklus kehidupan seseorang dari lahir kemudian dewasa, berketurunan sampai meninggal, melalui beberapa masa dan peristiwa yang dianggap penting. Upacara penting tersebut antara lain upacara turun mandi, pemberian nama, potong rambut dan sebagainya pada masa anak-anak, upacara mengasah gigi, upacara kematian dan lain-lain (Ihromi, 2004: 87).

Perkawinan bagi masyarakat suku Batak Toba sebuah pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan perempuan tetapi juga mengikat keluarga pihak laki-laki dengan keluarga pihak perempuan. Perkawinan mengikat kedua belah pihak dalam suatu ikatan kekerabatan yang baru, yang berarti membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu muncul karena perkawinan yang menghubungkan dua keluarga besar, dimana akan terbentuk suatu kekerabatan baru (Jurnal: Helga, Manik. 2011. Makna dan fungsi Sinamot dalam Adat Perkawinan Sukubangsa Batak Toba di Perantauan Surabaya: Surabaya Diakses 12/februari/2014).

Dalihan Natolu dalam adat Batak Toba memiliki artian Tungku Nan Bertiga dan masing-masing memiliki fungsi yang tidak dapat dipisahkan untuk menjaga keseimbangan. Ketiga unsur itu yang pertama Dongan Sabutuha atau Dongan Tubu yaitu keturunan dari laki-laki satu leluhur (oppung), kedua Boru


(14)

3

yaitu pihak penerima perempuan mulai dari anak, suami, orang tua dari suami, ketiga Hula-hula artinya pihak yang memberikan perempuan atau istri pada pihak laki-laki.

Pada proses perkawinan ketiga unsur Dalihan Natolu harus hadir dan berembuk untuk menjalankan hak dan kewajibannya sesuai adatnya salah satunya adalah pemberian mahar (sinamot) pada perkawinan Batak Toba (Jurnal: Jhonson, Pardosi.2008. Makna Simbolik Umpasa, Sinamot dan Ulos pada Adat Perkawinan Batak Toba : Medan, Diakses 12/februari/2014). Sinamot menjadi dasar yang harus dipenuhi dan tidak dapat dihilangkan dalam rangkaian perkawinan suku Batak Toba. Pada umumnya jika sinamot yang di minta oleh pihak perempuan tidak dapat di penuhi atau tidak sesuai dengan jumlah sinamot yang diinginkan oleh pihak perempuan maka hal ini dapat menghambat suatu pernikahan.

Pemberian uang mahar (sinamot) mempunyai falsafah dan makna simbolik yang mendalam sesuai dengan sistem nilai yang diwariskan secara turun-temurun dan berfungsi pada masyarakatnya. Pengertian dari pemberian sinamot yang paling hakiki adalah proses “pemberian dan penerimaan”. Mempelai wanita tidak lagi menjadi tanggungan ayahnya dalam adat karena haknya sudah diserahkan kepada pihak mempelai laki-laki dan mulai saat itu, mempelai perempuan sudah harus mengikuti marga suaminya dan menjadi tanggungan penuh oleh suaminya dan mengikuti adat dalam keluarga suaminya (Jurnal: Helga, Manik. 2011. Makna dan fungsi Sinamot dalam Adat Perkawinan


(15)

4

Sukubangsa Batak Toba di Perantauan Surabaya: Surabaya, Diakses 12/februari/2014).

Pada awalnya pemberian itu bukanlah berbentuk uang tetapi berupa benda-benda yang dianggap bermakna. Sinamot sering diberi berupa ternak yang dianggap mahal seperti kerbau, sapi, kuda, dan babi. Jumlahnya tergantung kesepakatan dan kemampuan pihak laki-laki atau permintaan perempuan, bisa 30 ekor kerbau tapi bisa pula satu ekor diluar ternak yang akan di potong untuk keperluan pesta. Pemberian inilah yang disebut sebagai penghargaan bagi keluarga perempuan, karena begitu pentingnya sinamot pada masyarakat suku Batak Toba, mereka yang belum memberikan sinamot kepada pihak perempuan maka perkawinan tersebut tidak sah dalam adat suku Batak Toba (Jurnal: Rumasta, Simalango. 2011. Fungsi uang jujur (sinamot) pada perkawinan menurut adat masyarakat Batak Toba: Medan, diakses 12 feb 2014).

Seiring berjalannya waktu sinamot berubah konsep dapat diberikan berupa uang. Didalamnya terjadi transaksi tawar menawar antara kedua belah pihak yang dilakukan pada saat marhata sinamot yaitu acara adat yang harus dilakukan sebeluam perkawinan dilangsungkan. Seberapa besar jumlah uang yang dapat diserahkan pihak laki-laki kepada pihak perempuan menjadi suatu ukuran setuju atau tidaknya mereka akan dilangsungkannya perkawinan tersebut. Besar sinamot sering di tentukan oleh tingkat ekonomi dan pendidikan yang sudah ditempuh oleh perempuan namun masih bisa dinegosiasikan dalam acara marhata sinamot oleh keluarga pihak laki-laki dan perempuan. Mereka menentukan besar sinamot berdasarkan apa yang sudah di miliki oleh anak


(16)

5

perempuan mereka dan dilihat kemampuan dari pihak laki-laki. Bagi pihak perempuan apa yang sudah orang tua beri selama hidupnya kepada anak perempuan mereka akan terlihat jumlahnya pada waktu anaknya akan menikah melalui sinamot karena bagi masyarakat Batak Toba sinamot merupakan “harga diri keluarga” (Jurnal: Rumasta, Simalango. 2011. Fungsi uang jujur (sinamot) pada perkawinan menurut adat masyarakat Batak Toba: Medan, diakses 12 feb 2014.)

Dalam adat Batak Toba sinamot yang telah di sepakati oleh kedua belah pihak nantinya akan di berikan kepada yang berhak menerimanya sesuai adat Batak Toba. Sinamot akan diberikan kepada orang tua mempelai perempuan, saudara laki-laki dari ayah mempelai perempuan, saudara laki-laki mempelai perempuan, saudara laki-laki dari calon ibu mertua perempuan, anak dari bibi mempelai perempuan, dan para undangan pihak perempuan walaupun sedikit jumlahnya namun itu hanya sebagai bukti saja. Ada dua macam upacara perkawinan dalam adat Batak Toba yang juga berkaitan dengan jumlah sinamot yang akan diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan, yaitu alap jual dan taruhon jual. Dimana pengertian alap jual adalah perkawinan yang dilakukan di kediaman pihak perempuan dan sinamot yang diberikan oleh pihak laki-laki akan lebih besar jumlahnya dan taruhon jual adalah perkawinan yang dilakukan di kediaman laki-laki dan sinamot yang diberikan oleh pihak laki-laki biasanya lebih sedikit (Jurnal: Jhonson, Pardosi.2008. Makna Simbolik Umpasa, Sinamot dan Ulos pada Adat Perkawinan Batak Toba : Medan, Diakses 12/februari/2014).


(17)

6

Pembayaran uang sinamot yang mahal dapat diartikan sebagai makna simbolik “harga diri” dari kedua belah pihak di mata sosial masyarakat, dimana kedua belah pihak berasal dari keluarga “Raja” yang masing-masing memiliki wibawa atau harga diri. Pemberian uang sinamot dilaksanakan di depan masyarakat umum pada saat pesta adat perkawinan berlangsung sehingga masyarakat yang hadir menyaksikan pemberian itu. Apabila terjadi kesalahpahaman di antara mereka, mereka tidak akan gampang untuk berbuat ke arah perceraian karena masyarakat mengamati perjalanan keluarga tersebut (Jurnal: Jhonson, Pardosi.2008. Makna Simbolik Umpasa, Sinamot dan Ulos pada Adat Perkawinan Batak Toba : Medan, Diakses 12/februari/2014). Sinamot selalu ditentukan berdasarkan status sosial seperti tingkat pendidikan yang di miliki oleh perempuan, ekonomi keluarga perempuan dan laki-laki. Dimana jika tingkat ekonomi keluarga perempuan tinggi maka keluarga perempuan tentu meminta jumlah sinamot yang tinggi juga, karena keluarga perempuan tidak mau dianggap rendah oleh masyarakat Batak Toba yang ada di lingkungan mereka dimana jumlah sinamot selalu menjadi ukuran harga diri bagi keluarga terutama keluarga pihak perempuan.

Fenomena yang menarik untuk dikaji di masyarakat kecenderungan sinamot menjadi ukuran status sosial dimana sebagai prestise (kebanggaan diri). Dimana sinamot bisa menaikkan kedudukan sosial atau status sosial dalam bermasyarakat. Kata sinamot yang saat ini dapat berupa uang dan disebut sebagai Tuhor (beli), Jual dan Boli. Kecenderungan sinamot yang di berikan mempengaruhi status sosial mempelai wanita pada masyarakat Batak Toba yang


(18)

7

semakin tinggi, begitu juga pada pihak keluarga laki-laki merasa bangga bisa membeli anak perempuan melalui sinamot. Ini menggambarkan bahwa ada kecenderungan perubahan makna sudah mempengaruhi sistem pemberian sinamot pada masyarakat Batak Toba. Tingkat pendidikan, pekerjaan yang digeluti oleh wanita, status sosial kelurga wanita, kedudukan yang sedang disandang masing-masing keluarga, sebagai indikator besarnya harga sinamot yang harus diserahkan pihak laki-laki kepada pihak perempuan.

Kota Sidikalang merupakan salah satu kecamatan yang berada di kabupaten Dairi, kota sidikalang di temukan beragam etnis yang tinggal menetap disana diantaranya adalah etnis Pak-pak yang menjadi etnis terbanyak dan sebagai pemilik tanah di sana, kemudian ada Etnis Karo, Jawa, Nias, Padang, Tinghoa dan Etnis Batak Toba yang saat ini hampir sama jumlahnya dengan etnis Pak-pak. Pada masyarakat etnis Batak Toba yang ada di kota Sidikalang, ditemukan hal yang sama dengan pemaparan penulis sebelumnya, dimana di dalam upacara pernikahan masyarakat etnis Batak Toba yang ada di kota Sidikalang masih menjalankan tradisi pemberian sinamot sebagai syarat yang tidak bisa diabaikan pada upacara perkawinan, dan sinamot bagi mereka adalah hal yang terpenting dalam menjalankan perkawinan. Jumlah sinamot yang akan diberikan pihak laki-laki kepada pihak perempuan sering dipertanyakan masyarakat etnis Batak Toba yang ada di sana untuk memberi nilai bagaimana pihak laki-laki menghargai pihak perempuan.

Hasil observasi dan wawancara sementara penulis, saat ini jumlah atau besarnya sinamot di kota Sidikalang bagi Etnis Batak Toba yang diberikan pihak


(19)

8

laki-laki ada yang berkisar antara 10 juta Rupiah hingga 80 juta Rupiah, terutama bagi anak perempuan mereka yang memiliki pendidikan tinggi dan memiliki pekerjaan menetap. Gambaran ini menunjukkan adanya fenomena pengertian sinamot yang berbeda diantara masyarakat. Makna simbolik yang terdapat di dalamnya dan makna sinamot sebenarnya dengan kenyataan yang ada menjadikan adanya pergeseran makna, maka perlu di kaji bagaimana makna itu bisa berubah.

Berbicara tentang Adat Istiadat Batak Toba, Kecamatan Sidikalang memiliki berbagai aliran kepercayaan yang berbeda namun bertujuan sama yaitu sama-sama mengajarkan hal yang baik. Dimana dalam ajarannya memiliki perbedaan dalam berbagai hal, misalnya dalam Kristen Protestan yang bergereja di HKBP dengan Kristen Protestan yang bergereja di Kharismatik. Dua gereja ini memiliki perbedaan yang sangat kontras dalam menjalankan suatu perkawinan namun sama-sama mewarisi darah Batak Toba dan menjadi masyarakat Batak Toba. Masyarakat Batak Toba Gereja HKBP sangat mengedepankan adat terutama dalam pelaksanaan perkawinannya dan mengikuti segala tahapan demi tahapan adat perkawinannya terutama dalam pemberian Sinamot kepada pihak perempuan. Berbeda hal nya dengan Masyarakat Batak Toba Gereja Kharismatik tidak sama sekali menerapkan adat istiadat dalam kehidupan mereka karena dalam pandangan masyarakat Batak Toba gereja Kharismatik menganggap adat berlawanan dengan Agama.

Berdasarkan latar belakang diatas muncul pertanyaan yaitu mengenai bagaimana sebenarnya makna Sinamot dalam keluarga perempuan masyarakat


(20)

9

Suku Batak Toba yang beragama Kristen Protestan pada gereja HKBP dengan gereja Kharismatik? Pertanyaan tersebut menarik untuk diteliti sebab dengan adanya konsep makna Sinamot dalam penghargaan keluarga Istri pada perkawinan masyarakat suku Batak Toba. Adakah pergeseran makna Sinamot tersebut dalam perkawinan masyarakat suku Batak Toba yang menjadikan Sinamot menjadi Status Sosial yang tinggi dalam masyarakat dimana jika Sinamot itu tinggi maka status sosial keluarga naik di masyarakat dan sebaliknya. Pada akhirnya hal tersebut membuat masyarakat Batak Toba berusaha untuk menunjukkan status sosial yang tinggi dengan meminta Sinamot yang tinggi pada pihak laki-laki. Selain menarik permasalahan tersebut juga penting untuk diteliti, karena dengan penelitian ini diharapkan mampu memberi suatu kontribusi yang baru dalam disiplin ilmu Sosiologi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana sebenarnya makna sinamot dalam keluarga perempuan pada sistem perkawinan masyarakat suku Batak Toba yang beragama Kristen Protestan pada Gereja HKBP dengan Gereja Kharismatik? 2. Apakah ada pergeseran makna sinamot pada sistem perkawinan

masyarakat suku Batak Toba? 1.3 Tujuan Penulisan


(21)

10

1. Untuk mengetahui makna sebenarnya sinamot dalam penghargaan keluarga isteri dalam sistem perkawinan masyarakat suku Batak Toba yang beragama Kristen Protestan pada Gereja HKBP dengan Gereja Kharismatik.

2. Untuk mengetahui pergeseran makna sinamot pada sistem perkawinan masyarakat suku Batak Toba.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis: hasil dari penelitian ini diarapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaatannya bagi masyarakat yang terkait pada pengetahuan sosial. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa sebagai rujukan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Manfaat praktis: hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran dalam upaya pemahaman akan kebudayaan daerah khususnya daerah Batak Toba, sehingga generasi muda dapat mengembangkan dan lebih memahami kebudayaan suku bangsa sendiri.

1.5 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan dimana kelompok atau individu menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989:33).

Konsep sangat diperlukan dalam penelitian agar dapat menjaga masalah atau menjadi pembatasan dan menghindarkan timbulnya


(22)

kesalahan-11

kesalahan defenisi yang dapat mengamburkan penelitian. Beberapa konsep yang dibatasi dengan pendefenisiannya secara operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Makna adalah sesuatu penghargaan yang diserahkan oleh pihak laki-laki kepada pihak wanita dan mempunyai tujuan memiliki dan menyimpannya. 2. Sinamot (mahar) adalah pemberian wajib yang berupa uang atau barang

dari mempelai laki-laki kepeda mempelai wanita ketika dilangsungkan perkawinan dengan adat Batak Toba.

3. Penghargaan adalah suatu pemberian dan penghormatan yang diberikan kepada seseorang yang dikagumi dan disenangi.

4. Keluarga adalah suatu wadah atau tempat untuk berhubungan antara ayah, ibu dan anak. Serta serangkaian tali hubungan antara anggota-anggota keluarga lainnya. Keluarga juga merupakan kelompok pertama yang mengenalkan nilai-nilai kebudayaan kepada pihak si anak dan disinilah dialami antar aksi dan disiplin pertama yang dikenalkan kepada anak dalam kehidupan sosil.

5. Isteri adalah hasil pasangan nikah antara laki-laki perempuan yang mempunyai peran penting dalam menjalani kehidupan rumah tangga. 6. Sistem adalah tata cara atau aturan yang disusun atas dasar syarat dan

nilai-nilai dalam kehidupan bermasyarakat.

7. Perkawinan adalah ikatan antara laki-laki dan wanita, namun lebih jauh dimana bersatunya dua keluarga besar. Dalam kebudayaan Indonesia,


(23)

12

perkawinan merupakan hal yang sangat sakral dan harus mengikuti pola budaya yang ketat.


(24)

13 BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sistem Perkawinan Masyarakat Suku Batak Toba

Nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat berguna untuk mencari keseimbangan dalam tatanan kehidupan. Nilai-nilai dan norma-norma itu di bentuk sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, yang pada akhirnya berkembang menjadi adat-istiadat yang diwujudkan dalam bentuk tata upacara. Upacara merupakan wujud dari adat-istiadat yang berhubungan dengan segala aspek kehidupan manusia, dan disertai dengan berbagai perasaan serta perlengkapan yang bersifat simbolis. Praktek dan penggunaannya secara simbolis itu dapat di tangkap maknanya melalui interpretasi orang-orang di dalamnya maupun para penganutnya.

Perkawinan merupakan suatu pranata yang berfungsi untuk memenuhi keperluan hidup keluarganya dan di ikuti adanya norma-norma perkawinan dan sebagai media budaya dalam mengatur hubungan antara sesama manusia yang berlainan jenis kelamin. Dimana perkawinan bertujuan untuk mencapai dua tingkat kehidupan yang lebih dewasa dan untuk memiliki keturunan untuk meneruskan garis keturunan keluarga. Dalam perkawinan ada syarat yang harus dipenuhi oleh pihak laki-laki yaitu mahar atau mas kawin sebagai tanda seserahan kepaada pihak perempuan. Pada suku Batak Toba perkawinan yang dianggap ideal dan yang dianggap menyebabkan kebahagiaan yang paling besar adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan anak perempuan saudara laki-laki ibunya (marpariban) namun hal itu tidak selalu menjadi patokan saat ini, jika seorang laki-laki sudah


(25)

14

menemukan seorang perempuan yang layak untuk di nikahi maka tidak ada paksaan dari orangtua untuk menikahi pariban (Mangaraja Siahaan, 2004).

Perkawinan bagi suku Batak Toba adalah pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan seorang perempuan tetapi mengikat suatu keluarga besar yaitu keluarga pihak laki-laki (paranak) dengan keluarga pihak perempuan (parboru). Perkawinan batak toba di Batak dikenal dengan dua macam upacara yaitu alap jual (jemput kemudian jual) dan taruhon jual (antar kemudian jemput). Tahap atau proses yang dilaksanakan pada kedua jenis upacara ini pada dasarnya adalah sama, hanya dibedakan oleh siapa tuan rumah pelaksana upacara adat perkawinannya. Alap jual adalah perkawinan yang dilaksanakan di tempat kediaman pihak perempuan, mas kawin atau sinamot diberikan lebih besar untuk jenis perkawinan ini. Perkawinan Taruhon Jual adalah perkawinan yang dilaksanakan di tempat kediaman pihak laki-laki biasanya sedikit dibandingkan alap jual. Masyarakat Batak Toba cenderung lebih menyukai upacara alap jual karena pada upacara jenis ini, perempuan lebih terkesan berharga dan terhormat. Keputusan untuk pelaksanaan upacara perkawinan seperti apa yang akan di pilih adalah berdasarkan kesepakatan bersama diantara kedua belah pihak pada saat diadakannya tradisi marhata sinamot atau pada saat membicarakan uang mahar yang akan diserahkan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan (Jurnal: Helga, Manik. 2011. Makna dan fungsi Sinamot dalam Adat Perkawinan Sukubangsa Batak Toba di Perantauan Surabaya: Surabaya Diakses 12/februari/2014).

Perkawinan dalam masyarakat Batak Toba tidak dapat dipisahkan dari berlakunya dasar adat yaitu Dalihan Na Tolu. Konsep ini menentukan segalanya


(26)

15

termasuk tutur (peraturan). Perkawinan dalam masyarakat Batak Toba dipandang sebagai suatu alat untuk mempersatukan dua buah keluarga atau dua buah marga yang berbeda. Demikian juga dalam memberikan Mahar (Sinamot) yang dipandang sebagai suatu alat magis yang tidak dapat dipisahkan dari animisme (kepercayaan). Pemberian mahar ini suatu alat magis yang bertujuan untuk melepaskan ikatan seorang gadis dari klan ayahnnya untuk bergabung dengan klan suaminya dengan maksud agar tidak terjadi gangguan dalam kesinambungan. Inilah yang membuat setiap anggota masyarakat Equal dalam berlakunya adat tersebut dalam masyarakat Batak Toba salah satunya dalam hal Sinamot.

Berbicara tentang perkawinan syarat yang paling penting dalam perkawinan adalah mas kawin. Demikian juga bagi suku Batak Toba mas kawin lebih dikenal dengan sebutan Sinamot. Pembicaraan tentang berapa besarnya sinamot telah dibicarakan sebelum perkawinan berlangsung, kedua belah pihak berunding untuk bersepakat dengan pelaksanaan pesta perkawinan. Pertemuan ini disebut dengan marhata sinamot (membicarakan sinamot) dan akan ada transaksi tawar menawar besarnya sinamot yang akan disepakati oleh kedua belah pihak. Pada saat berlangsungnya perkawinan sinamot diserahkan secara penuh kepada pihak keluarga perempuan dan pada saat upacara perkawinan berlangsung sinamot dibagi-bagikan kepada pihak kerabat yang berhak. Suhut bagian orang tua dari perempuan (Ayah dan Ibu), Si jalo Bara saudara laki-laki ayah dari perempuan (Amang Tua, atau Amang Uda), Sijalo Todoan sudara laki-laki perempuan (Abang atau Adik), Tulang ”upa Tulang”(saudara laki-laki dari ibu mertua perempuan), Pariban ”upa pariban” bagian saudara perempuan dari ibu mertua atau bibi dari


(27)

16

pempelai perempuan (anak ni Namboru dari pihak perempuan), dan para undangan pihak perempuan (parboru) yang hadir walaupun jumlah uang yang dibagikan sedikit hanya untuk sebagai bukti (tuhor ni boru) (Mangaraja Siahaan, 2004).

Hal ini sebagai wujud dari sistem kemasyarakatan Batak Toba yang masing-masing mempunyai status dan peran. Ketiga unsur kemasyarakatan mendapatkan bagian dari sinamot, sebaliknya mereka akan melaksanakan perannya pada upacara adat perkawinan. Filosofi "Somba marhula-hula, Manat mardongan sabutuha, Elek marboru" masih dijaga sampai sekarang. Somba marhula-hula artinya Hula-hula adalah keluarga yang harus dihormati karena mempunyai anugerah untuk memberikan berkat kehidupan kepada keluarga Boru. Manat mardongan tubu artinya harus berhati-hati dalam hubungan sesama satu marga karena hubungannya sangat sensitif. Dan jika ada perselisihan, hubungan satu marga diharapkan selalu bersatu bagaikan memotong air yang tidak akan putus. Elek marboru artinya keluarga boru yang selalu hormat kepada hulahula, sebaliknya hula-hula juga harus sayang dan memanjakan serta menuruti kemauan pihak boru. Hula-hula dihormati dan berwibawa karena sikap hormat kelompok boru yang selalau menopang, memberikan bantuan ketika melakukan suatu kegiatan (Mangaraja Siahaan, 2004). Pemberian Sinamot pada masyarakat suku Batak Toba memiliki falsafah dan makna simbolik yang mendalam sesuai dengan sistem nilai yang diwariskan secara turun-temurun dan berfungsi pada masyarakatnya.

2.2 Indikator Sinamot (Mahar)

Bagi masyarakat suku Batak Toba, sinamot merupakan media alat tukar pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan dalam sistem perkawinan


(28)

17

adat-istiadat mereka. Dengan adanya sinamot pada masyarakat Batak Toba, melahirkan sebuah kesepakatan serta menciptakan hubungan sosial antara pihak laki-laki dan pihak perempuan yang diwadahi oleh ikatan Dalihan Na Tolu sebagai pengikat hubungan sosial masyarakat Batak Toba (Mangaraja Siahaan, 2004).

Indikator Sinamot dalam perkawinan masyarakat Batak Toba bisa dilihat dari segi pendidikan, pekerjaan, dan status sosial keluarga perempuan. Hal ini akan menjadi patokan seberapa besar sinamot yang akan diberikan pihak laki-laki kepada pihak keluarga perempuan. Indikator ini juga akan melihat besar, sedang, rendahnya sinamot (Mangaraja Siahaan, 2004).

Mengutip dari Narwoko dan Suyanto (2004 : 169), dijelasakan bahwa stratifikasi sosial adalah pembagian sekelompok orang ke dalam tingkatan atau strata yang berjenjang secara vertikal atau hierarkis. Stratifikasi berbicara mengenai posisi yang tidak sederajat antar individu ataupun antar kelompok. Salah satu unsur penting dalam stratifikasi yaitu status atau kedudukan. Status diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam kelompok sosial. Mengutip Soekanto (2006 : 210) dijelaskan bahwa status sosial yaitu sebagai “tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya”. Status sosial tidak hanya mengenai kedudukan seseorang dalam kelompok yang berbeda, akan tetapi status sosial turut mempengaruhi status individu dalam kelompok sosial yang berbeda. Status sosial menandakan perbedaan kelompok berdasarkan kehormatan dan kedudukan mereka di tengah- tengah masyarakat.


(29)

18

Untuk mengukur status seseorang menurut Pitirim Sorokin (dalam Narwoko dan Bagong, 2011 :156) disebutkan yaitu

1. Jabatan atau pekerjaan

2. Pendidikan dan luasnya ilmu pengetahuan 3. Kekayaan

4. Politis 5. Keturunan 6. Agama

Status pada dasarnya dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu status sosial yang bersifat objektif dan subjektif. Status yang bersifat objektif yaitu status yang diperoleh atas usaha sendiri dangan hak dan kewajiban yang terlepas dari individu dan status yang bersifat subjektif adalah status yang menunjukkan hasil dari penilaian orang lain dan tidak bersifat konsisten. Mengutip dari Soekanto (2006) dijelaskan bahwa masyarakat pada umumnya mengembangkan tiga macam status, yaitu ascribed status, achieved status, dan assigned status.

Adapun pengertian dari masing-masing jenis status sebagaimana yang disebutkan dalam Soekanto (2006 : 211) yaitu ascribed status yaitu status seseorang dalam masyarakat yang diperoleh atas dasar kelahiran, achieved status adalah status yang dicapai seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Status ini tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung kemampuan masing-masing dalam mengejar tujuannya. Assigned Status adalah status yang diberikan oleh seseorang yang berkedudukan tinggi kepada seseorang yang telah berjasa dalam masyarakat.

Bentuk stratifikasi yang sering dijumpai dalam masyarakat yaitu stratifikasi dalam bidang pekerjaan, pendidikan dan status sosial keluarga. Dalam bidang pekerjaan terdapat berbagai klasifikasi yang mencerminkan stratifikasi pekerjaan,


(30)

19

seperti misalnya pembedaan antara manager dan tenaga administratif, antara rektor dan dosen, antara kepala sekolah dan guru, serta berbagai klasifikasi lainnya. Pekerjaan merupakan salah satu ukuran yang menentukan status sosial seseorang. Selain itu jabatan dalam pekerjaan juga menentukan status sosial masyarakat tersebut. Dalam bidang pendidikan terdapat klasifikasi yang mencerminkan stratifikasi antara tamatan SD,SMP, SMA, dan tamatan Sarjana. Ukuran yang dapat menggolong masyarakat kedalam lapisan-lapisan sosial. Status sosial yang didapatnya dalam masyarakat akan semakin tinggi. Dari status sosial keluarga yang telah didapat sejak lahir juga sangat mempengaruhi kelas sosial antara keturunan orang kaya, sederhana dan miskin.

2.3 Institusi Keluarga

Keluarga bukan saja tempat hubungan antara suami dan istri atau anak-anak dan orang tua, tetapi sebagai suatu rangkaian tali hubungan antara jaringan sosial anggota-anggota keluarga, dan jaringan yang lebih besar yaitu masyarakat. Keluarga mempunyai semacam kedudukan dalam sistem lapisan, yang mengatur perkawinan antara kedua mempelai. Keluarga juga menjadi petunjuk terbaik bahwa garis keluarga yang satu memandang dengan yang lainnya kira-kira sama secara sosial dan ekonomis. Bagi keluarga-keluarga itu sendiri yang satu akan memperoleh dan keluarga yang satu akan kehilangan satu anggota.

Secara sosiologis, keluarga mempunyai fungsi-fungsi pokok yaitu fungsi yang sulit di rubah dan digantikan oleh orang lain. Sedangkan fungsi-fungsi lainnya


(31)

20

atau fungsi sosial, relatif lebih mudah berubah atau mengalami perubahan. Fungsi pokok keluarga adalah.

1. Fungsi Biologis

Menurut Paul dalam (William, 2000:13) suami hendaknya mengisi tugas pernikahannya kepada istrinya dan juga terhadap suami. Jasmani istri bukan miliknya sendiri tapi juga miliknya suaminya. Cara yang sama jasmani suaminya bukan hanya miliknya sendiri tetapi juga dimiliki oleh istrinya. Didalam halnya kita berkeluarga, keluarga merupakan suatu tempat lahirnya anak-anak, fungsi biologis orang tua adalah melahirkan anak-anak.

Fungsi ini juga dasar dari kelangsungan hidup masyarakat. Namun fungsi ini juga dapat membawa perubahan, karena keluarga sekarang cenderung kepada jumlah anak yang sedikit. Kecenderungan ini disebabkan oleh faktor-faktor:

a. Perubahan tempat tinggal. b. Perbedaan lingkungan.

c. Penyesuain diri secara drastis terhadap apa yang ada disekitar, dan lain sebagainya.

2. Fungsi Afeksi

Dalam keluarga terjadi hubungan sosial yang penuh dengan kemesraan dan afeksi. Hubungan afeksi ini tumbuh akibat hubungan cinta kasih yang menjadi dasar perkawinan. Dari hubungan cinta kasih inilah


(32)

21

lahir hubungan persaudaraan, persahabatan, kebiasaan, identifikasi, persamaan pandangan mengenai nilai-nilai.

Dasar cinta kasih dan hubungan afeksi ini merupakan faktor penting bagi perkembangan kepribadian anak. Dalam masyarakat yang makin interpersonal, pribadi sangat membutuhkan hubungan afeksi seperti terdapat dalam keluarga.

2.4 Teori Interaksionisme Simbolik

Mead (Ritzer, 2004) menjelaskan Interaksi manusia bukan tertuju pada bagaimana cara mental manusia menciptakan arti dan simbol, tetapi bagaimana cara mereka mempelajarinya selama interaksi pada umumnya dan selama proses sosialisasi pada khususnya. Manusia mempeajari simbol dan makna di dalam interaksi sosial. Manusia menanggapi tanda-tanda dengan tanpa berfikir sebaliknya mereka menanggapi simbol dengan cara berfikir. Tanda-tanda memiliki artinya sendiri (misalnya, gerak isyarat anjing yang marah atau air bagi seseorang yang hampir mati kehausan). Simbol adalah objek sosial yang dipakai untuk merepresentasikan (atau menggantikan) apapun yang disetujui orang yang akan mereka representasikan. Tidak semua objek sosial dapat merepresentasikan sesuatu yang lain, tetapi objek sosial yang dapat menggantikan sesuatu yang lain adalah simbol, dengan simbol orang sering mengkomunikasikan sesuatu mengenai ciri mereka sendiri (Ritzer, 2004: 291-293).

Simbol adalah aspek penting yang memungkinkan orang bertindak menurut cara-cara yang khas dilakukan manusia. Dimana dengan simbol manusia tidak memberikan respon secara pasif terhadap realitas yang memaksakan dirinya


(33)

22

sendiri, tetapi secara aktif menciptakan dan mencipta ulang dunia tempat mereka berperan (Ritzer, 2004:292)

Ada sejumlah fungsi khusus simbol pada umunya dan bahasa pada khusunya bagi aktor:

1. Simbol memungkinkan orang menghadapi dunia material dan dunia sosial dengan memungkinkan mereka untuk mengatakan, menggolongkan dan mengingat objek yang mereka jumpai.

2. Simbol meningkatkan kemampuan manusia untuk memahami lingkungan.

3. Simbol meningkatkan kemampuan untuk berfikir. Jika sekumpulan simbol bergambar hanya dapat meningkatkan kemampuan berfikir secara terbatas, maka bahasa akan dapat lebih mengembangkan kemampuan ini. Artiannya adalah berpikir dapat dibayangkan sebagai berinteraksi secara simbolik dengan diri sendiri.

4. Simbol meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan berbagai masalah. Manusia dapat memikirkan dengan menyimbolkan berbagai alternatif tindakan sebelum benar-benar melakukannya.

5. Simbol memungkinkan aktor mendahului waktu, ruang bahkan pribadi mereka sendiri. Melalui penggunaan simbol, aktor dapat membayangkan seperti apa kehidupan di masa lalu atau seperti apa kemungkinan hidup di masa depan.

6. Simbol memungkinkan kita membayangkan realitas metafisik, seperti surga dan neraka.


(34)

23

7. Simbol memungkinkan manusia menghindar dan diperbudak oleh lingkungan mereka.

Interaksionisme simbolik memusatkan perhatian terutama dampak dari makna dan simbol terhadap tindakan dan interaksi manusia. Di sini akan bermanfaat menggunakan pemikiran Mead (Dalam Ritzer,2004:293) yang membedakan antara perilaku lahiriah dan perilakuk tersembunyi. Perilaku tersembunyi adalah proses berfikir dan melibatkan simbol dan arti. Perilaku lahiriah adalah perilaku sebenarnya yang dilakukan oleh seorang aktor. Perilaku tersembunyi menjadi sasaran perhatian terutama interaksionisme simbolik (Ritzer, 2004:293)

Simbol dan arti memberikan ciri-ciri khusus pada tindakan sosial manusia (yang melibatkan aktor tunggal) dan pada interksi sosial manusia(yang melibatkan dua aktor atau lebih yang terlibat dalam tindakan sosial timbal-balik). Dalam proses interaksi sosial, manusia secara simbolik mengkomunikasikan arti terhadap orang yang terlibat. Orang lain menafsirkan simbol komunikasi itu dan mengorientasikan tindakan balasan mereka berdasarkan penafsiran mereka. Dengan kata lain, dalam interaksi sosial, para aktor terlibat dalam proses saling mempengaruhi (Ritzer, 2004:294).

Sebagian karena kemampuan menggunakan arti dan simbol itulah maka manusia dapat membuat pilihan tindakan di mana mereka terlibat. Orang tidak harus menyetujui arti dan simbol yang dipaksakan terhadap mereka. Menurut interaksionisme simbolik, aktor setidaknya mempunyai sedikit otonomi. Mereka tidak semata-mata sekedar dibatasi atau ditentukan, mereka mampu membuat


(35)

24

pilihan yang unik dan bebas dan mereka mampu membangun kehidupan dengan gaya yang unik (Ritzer, 2004:294).


(36)

25 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis peneltian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2006:4). Arikunto (2005 : 238) menjelaskan bahwa penelitian studi kasus (case studies) adalah penelitian dimana peneliti mencoba untuk mengamati individu atau sebuah unit secara mendalam. Peneliti mencoba menemukan semua variabel penting yang melatarbelakangi timbulnya serta perkembangan variabel tersebut. Penelitian ini menekan pada mengapa individu bertindak demikian, apa wujud tindakannya, serta bagaimana individu bertindak bereaksi terhadap lingkungannya.

Dalam penelitian ini pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang diteliti, yaitu makna sinamot dalam penghargaan keluarga istri pada perkawinan Batak Toba, dan akibat dari pemaknaan sinamot dikalangan institusi perkawinan dalam adat Batak Toba di Sidikalang.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di sekitaran Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera-Utara. Pemilihan tempat di Kecamatan Sidikalang tersebut sebagai secara fisik masih kentalnya adat Batak Toba yang melekat


(37)

26

pada masing-masing masyarakatnya, hampir seluruh penduduk Batak Toba disana masih menganut kental tentang pengartian Sinamot ini sebagai syarat yang penting bagi Perkawinan. Lokasi tempat peneliti berada di sekitaran kota Sidikalang, dan kota Sidikalang adalah tempat tinggal peneliti. Selain itu lokasi yang relatif mudah untuk dijangkau oleh peneliti karena jumlah sarana dan prasarana banyak didapat oleh peneliti.

3.3 Unit Analisis dan Informan 3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek dari penelitian. Adapun unit analisis dalam penelitian ini adalah pasangan suku Batak Toba yang sudah menikah yang beraliran Kharismatik, HKBP dan Tokoh adat.

3.3.2 Informan

Informan adalah orang-orang yang masuk dalam karakteristik unit analisis dan dipilih menjadi sumber data yang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Adapun informan dalam penelitian ini adalah:

1. Informan kunci, yaitu pasangan yang sudah menikah dengan sinamot yang sama-sama disepakati gereja kristen HKBP tiga orang, pasangan yang tidak menggunakan sinamot dalam gereja kristen Kharismatik tiga orang. Kriteria ini ditetapkan untuk menjawab dan menggali informasi mengenai makna sinamot dalam penghargaan keluarga perempuan.


(38)

27

2. Informan biasa, yaitu tokoh adat dalam upacara perkawinana adat Batak Toba satu Orang.

Dari informan tersebut, baik informan kunci maupun informan biasa dianggap mengetahui tentang masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat memeberikan sumber data yang dibutuhkan peneliti satu Orang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Observasi

Observasi atau pengamatan kegiatan adalah setiap kegiatan diukur untuk melakukan pengukuran, pengamatan dengan menggunakan indera penglihan yang berarti mengajukan pertanyaan-pertanyaan, observasi berstruktur dimana peneliti memusatkan perhatian pada pentingnya sinamot pada perkawinan adat Batak Toba, dan maknanya.

3.4.2 Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dimana adanya proses tanya jawab secara dari peneliti terhadap informan mengenai masalah-masalah yang terkait secara lengkap dan mendalam. Wawancara dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang terkait informasi yang ingin diperoleh dari penetua adat Batak Toba dan pasangan yang sudah melakukan adat Perkawinan Batak Toba tersebut.

3.5 Interpretasi Data

Secara umum, data terbagi atas data primer dan data skunder.

a. Data primer, adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan penelitian seperti dari wawancara dengan objek penelitian.


(39)

28

b. Data skunder, adalah data yang diperoleh tidak langsung dari lapangan, misalnya dari literatur kepustakaan, majalah, koran atau sumberlainnya. Boglan dan Biklei menjelaskan bahwa analisis data adalah upaya yang diakukan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilih-memilah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang diceritakan pada orang lain (Moleong, 2005:247). Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurukan, dikelompokkan kedalam kategori, pola, atau uraian tertentu. Disini peneliti akan mengelompokkan data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara seksama. Bagian akhir dari analisis data adalah upaya pemaparan dan penegasan kesimpulan.

3.6 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1. Pra proposal 

2. ACC penelitian  3. Penyusunan proposal

penelitian

 

4. Seminar proposal penelitian

5. Revisi proposal

penelitian

6. Penelitian lapangan    

7. Pengumpulan data dan analisa data

     

8. Bimbingan skripsi     

9. Penulisan laporan akhir      


(40)

29 3.7 Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menyadari masih banyak keterbatasan penelitian baik karena faktor intern dan eksternal. Dalam untuk faktor intern peneliti memiliki keterbatasan ilmu dan materi juga dan untuk faktor ekstenal yaitu seperti informan. Untuk itu bagi para akademisi yang menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar kajian ilmiah maupun bagi praktisi yang menggunakan hasil penelitian ini sebagai dasar pengambilan keputusan diharapkan memperhatikan keterbatasan peneliti dalam penelitian ini yaitu:

1. Ruang waktu dalam penelitian ini hanya sekitar tiga bulan untuk pencarian data di lapangan dengan observasi lapangan dan wawancara dengan para informan. Penelitian ini sebaiknya dilakukan dalam waktu yang relatif lebih lama supaya data-data lapangan dapat terkumpul lebih mendalam lagi.

2. Dalam melakukan wawancara, peneliti kesulitan untuk mencari informan karena baru berada di rumah pada sore atau malam hari. Para Informan bekerja mulai pukul 08.00 WIB dan kembali pukul 18.00 WIB sehingga peneliti hanya dapat menjumpai informan pada malam hari. Hal tersebut juga setelah peneliti membuat janji dengan informan. Keterbatasan waktu peneliti membuat peneliti hanya mengambil informan yakni tiga orang suku Batak Toba yang sudah menikah dengan sinamot yang sama-sama disepakati kristen HKBP, tiga orang suku Batak Toba yang sudah menikah tapi tidak menggunakan adat Batak Toba kristen Kharismatik,


(41)

30

satu orang penetua adat (raja adat Batak Toba), serta satu orang masyarakat lokal yang memahami budaya Batak Toba.

3. Peneliti merasa kesulitan dalam memperoleh data-data tertulis disebabkan masih sedikitnya referensi-referensi yang berkaitan dengan Sinamot sebagai simbol penghargaan bagi keluarga isteri.


(42)

31 BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1 Sejarah Kecamatan Sidikalang

Sebelum pemerintah penjajah Belanda memasuki daerah Kabupaten dairi, pemerintahan dipimpin oleh Takal Aur (Pertaki) yang bertugas sebagai Kepala Pemerintahan dan merangkap Raja Adat. Seiring berjalannya waktu semasa penjajahan Belanda, Pemerintahan di Kecamatan Sidikalang ini dulunya disebut Kenegrian Kepas, yang dipimpin oleh Raja Ikutan yang dibantu oleh Raja Pandua. Selanjutnya semasa penjajahan Jepang susunan pemerintahan masih tetap seperti penjajahan Belanda, namun istilah jabatan diganti menjadi GUNYO, dan pemerintahan ini pada umumnya diarahkan untuk kepentingan perang dan pengarahan gotong royong, disamping penyuluhan memperbanyak bahan pangan (Data Kependudukan Kecamatan Sidikalang dalam angka 2014, 2014:20).

Sejak 1 Oktober 1947 kewendanaan Sidikalang dipisah menjadi 3 asisten Wedana dan salah satu diantaranya Asisten Wedana Sidikalang, yang saat ini disebut Kecamatan Sidikalang. Masyarakat asli Kecamatan Sidikalang ini adalah masyarakat yang bersukukan adat Pak-Pak akan tetapi saat ini telah banyak pendatang seperti suku adat Batak Toba, Karo, Jawa, dan juga etnis Cina yang masuk ke daerah Kecamatan Sidikalang ini. Masyarakat aslinya lebih banyak tinggal di Kecamatan Pak-Pak Bharat. Sedangkan sidikalang saat ini lebih banyak ditinggali oleh suku beradatkan Batak Toba dan hampi 85% suku Batak Toba


(43)

32

menempati Kecamatan Sidikalang (Data Kependudukan Kecamatan Sidikalang dalam angka 2014, 2014:20).

4.1.2 Letak Geografis dan Batas Wilayah

Secara geografis Kecamatan Sidkalang terdiri dari 11 desa/kelurahan, 41 lingkungan dan 34 dusun dengan luas kecamatan 70,67km² atau 4, 20% dari total luas Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, yang memanjang dari arah Utara ke Tenggara dimana sebagian besar arealnya terdiri dari pegunungan yang bergelombang dan hanya sebagian kecil yang datar atau rata.

Berdasarkan kemiringan lahan terlihat bahwa yang luas kemiringannya adalah kemiringan 0-25. Ketinggian Kecamatan Sidikalang berkisar 700-1.100 m di atas permukaan laut dan ketinggian ibukota Kecamatan Sidikalang yang sekalogus ibukota Kabupaten Dairi adalah 1.066 m di atas permukaan laut. Rata-rata hari hujan sebanyak 12 hari dan tidak merata setiap bulannya dengan curah hujan rata-rata 16 mm. Letak dan Geografis dari Kecamatan Sidikalang antara lain:

1. Terletak anatara:

Lintang Utara : 2E – 3E Bujur Timur : 98E – 98E30’

2. Letak di atas permukaan laut : 700 – 1.100 meter 3. Luas Wilayah : 110, 15 km²

4. Berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kecamatan Siempat Nempu Sebelah Selatan : Kecamatan Kerajaan

Sebelah Barat : Kecamatan Brampu


(44)

33 4.2 Keadaan Penduduk

4.2.1 Jumlah Penduduk

Penduduk Kecamatan Sidikalang sebanyak 49.429 jiwa yang terdiri dari laki-laki sebanyak 24.818 jiwa dan perempuan sebanyak 24.616 jiwa. Kepadatan penduduk adalah sebanyak 699 jiwa per km persegi dengan penyebaran yang tidak merata pada setiap dasa/kelurahan.

Dari 11 desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Sidikalang penduduk yang terdapat berada di Kelurahan Kota sidikalang dengan kepadatan 227 jiwa per km persegi. Sementara desa/kelurahan yang penduduknya palng tinggi adalah kelurahan Batang Beruh dengan jumlah penduduk mencapai 10.615 jiwa, dan yang paling rendah jumlah penduduknya adalah desa Bintang dengan jumlah hanya 1.982 jiwa.

4.2.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah penduduk menurut jenis kelamin, penulis mengelompokkan penduduk Kecamatan Sidikalang hanya dalam dua jenis saja tanpa membedakan anak-anak atau orang dewasa. Penulis hanya melihat antara jumlah penduduk yang jenis kelamin laki-laki dan perempuan jika dilihat dari persentase perkembangan tiap tahun. Adapun untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1

Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah %

1 2

Laki-laki Perempuan

24.818 24.611

50.70 49.30


(45)

34

Total 49.429 100

Sumber: Kantor Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2013

Diperoleh keterangan bahwa penduduk yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Dimana yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 24.818 atau 50.70% dan yang berjenis kelamin perempuan yaitu 24.611 atau 49.30% dari jumlah keseluruhan penduduk Kecamtan Sidikalang. Keadaan ini tidak menjadi permasalahaan bagi penduduk karena di sini tidak membedakan ketidakseteraan gender.

4.2.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian

Distribusi penduduk berdasarkan mata pencarian, menggambarkan aktifitas penduduk setempat dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, baik sebagai pegawai, wiraswasta, supir, ABRI dan pensiunan. Distribusi penduduk menurut mata pencarian di daerah penelitian ini di tunjukkan pada tabel 4.2 berikut ini.

Tabel 4.2

Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencarian

No Mata Pencarian Jumlah %

1 Pegawai Negeri 145 1,5

2 Pegawai Swasta 4.768 50,15

3 Pegawai BUMN 45 0,47

4 Wiraswasta 4.156 43,71

5 Pensiun 174 1,83

6 Supir 172 1,80

7 ABRI 47 0,49

Total 9.507 100


(46)

35

Penduduk menurut mata pencarian dapat diberikan gambaran mengenai peran dalam usaha ekonomi penduduk. Data ini dapat digunakan untuk mengetahui kegiataan apa yang harus dikembangkan mereka, dan disesuaikan dengan kondisi setempat. Pada sebagain (50,15%) kegiatan mata pencarian masyarakat Kecamatan Sidikalang adalah pegawai swasta. Selain itu, masyarakat Kecamatan Sidikalang merupakan pencarian sebagai wiraswasta, yaitu sebesar 43,71%

Pada mereka yang merupakan mata pencarian pegawai negeri sebesar 1,5%, mata pencarian sebagai supir 1,83%, sebagai pensiunan 1,80%, sebagai pegawai BUMN sebesar 0,47% dan ABRI hanya sebesar 0,49%. Masyarakat yang bekerja sebagai wiraswasta 4.156 orang, mereka membuka usaha dirumah mereka, sekaligus dijadikan tempat tinggal mereka.

4.2.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Dari Data dinas P dan K Kecamatan Sidikalang, di Kecamatan Sidikalang terdapat 28 unit Sekolah Dasar (SD) dengan jumlah murid sebanyak 7.355 jiwa, dan tenaga pengajar (guru) sebanyak 427 orang. Rata-rata jumlah murid per sekolah adalah 262 jiwa dan banyak murid per tenaga pengajar adalah 17 jiwa. Tingkat pendidikan SMTP; terdapat8 unit sekolah SMTP, dengan jumlah murid sebanyak 2791 orang. Rata-rata banyaknya murid per sekolah adalah 348 jiwa. Banyaknya tenaga pengajar (guru) sebanyak 262 jiwa. Rata-rata banyaknya murid per satu orang guru adalah 10 jiwa. Begitu juga tingkat sekolah SMTA adalah 12 unit dengan jumlah murid 7058 jiwa dan guru sebanyak 370 jiwa. Rata-rata banyak murid per satu orang guru adalah 19 jiwa.


(47)

36

Fasilitas pendidikan yang ada ini bukan saja menampung murid dari Kecamatan Sidikalang saja akan tetapi juga menampung murid dari luar kecamatan terutama bagi murid yang menempuh Sekolah Menengah Kejuruan. Untuk lebih jelasnya bahwa pertambahan penduduk Kecamatan Sidikalang terutama kelurahan kota Sidikalang dan Kelurahan Batang Beruh dipengaruhi faktor pendidikan.

4.3 Sarana Fisik

4.3.1 Sarana Peribadatan

Penduduk daerah penelitian sebagian besar beragama Kristen baik itu di pusat kota hingga di sudut kota Sidikalang, maka di Kecamatan Sidikalang ini banyak terdapat tempat peribadatan agama Kristen. Adapun lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.4 Sarana Peribadatan

No Sarana Ibadah Jumlah

1 Gereja Protestan 12

2 Gereja Katolik 1

3 Mesjid 4

Sumber : Kantor Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2013

Berdasarkan tabel diatas data yang diperoleh untuk saran ibadah di Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi yang beragama Protestan 12, Katolik 1, dan mesjid sebanyak 4. Prasarana beribadah yang ada di Kecamatan Sidikalang ini di buat bukan hanya dari penduduk setempat saja, tetapi sumbangan dari yayasan atau perorangan dari luar warga dan warga itu sendiri. Kondisi dari bangunan


(48)

37

peribadatan yang terdapat di kecamatan Sidikalang ini sudah permanen dan tanah yang digunakan tersebut tidak menyewa lagi.

4.4 Interaksi Sosial Masyarakat Batak Toba Di Kecamatan Sidikalang (Gereja HKBP dan Gereja Kharismatik)

Adat Batak Toba merupakan suatu wadah bagi masyarakat Batak Toba dalam berinteraksi. Dalam berinteraksi di antara masyarakat Batak Toba terjadi saling mempengaruhi secara timbal balik dan saling menerima pengaruh dari anggota-anggota masyarakat Batak Toba lainnya, misalnya dalam perubahan-perubahan adat istiadat Batak Toba yang sedikit lebih di modernkan. Interaksi Sosial adalah hubungan antara dua atau lebih individu dimana individu yang satu mempengaruhi individu yang lain kemudian terjadi reaksi dari yang bersangkutan. Salah satu bentuk Interaksi Sosial dalam masayarakat Batak Toba adalah dalam wujud pesta adat perkawinan yang tidak dapat di hilangkan dan keharusan bagi Masyarakat Batak Toba Kecamatan Sidikalang (http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Master-pdf).

Dari pengamatan peneliti interaksi sosial dalam Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Sidikalang yang beragama Kristen protestan Gereja HKBP dan kristen protestan Kharismatik memiliki banyak perbedaan, karena dilihat dari cara mereka memandang adat tersebut dalam agama. Di dalam masyarakat Batak Toba Gereja HKBP cara mereka berintraksi dengan menggeluti atau mengikuti segala kegiatan adat istiadatnya baik dalam perkawinan, kematian dan lainnya. Dalam adat perkawinan misalnya dengan bertumpu pada Dalihan Na Tolu dan mengikuti segala tahapan-tahapan adat yang akan dilangsungkan. Salah satunya dengan memberikan Sinamot dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Disana terlihat jelas Interaksi


(49)

38

masyarakat Batak Toba gereja HKBP ini dengan adanya aksi dan reaksi dimana pihak laki-laki membuat aksi memberikan Sinamot untuk keperluan adat perkawinan dan pihak perempuan memberikan reaksi dengan menerimanya. Masyarakat adat Toba Gereja HKBP juga saling berinteraksi di dalam keagamaan dimana masyarakatnya rajin membuat acara Partangiangan setiap sekali seminggu, disana lah mereka berkumpul dan saling saling berinteraksi dan selalu ikut aktif dalam kegiatan gereja yang ada. Dalam masyarakat Batak Toba Gereja HKBP ini adat nya sangat-sangat kental dan tidak pernah meninggalkan Adat dalam setiap aktifitas Interaksi Sosial mereka di Masyarakat.

Dalam masayarakat Batak Toba gereja Kharismatik Interaksi mereka hanya terjadi di dalam gereja saja karena mereka sudah menanggalkan adat istiadat dalam kehidupan mereka, karena menurut masyarakat Batak Toba gereja Kharismatik tidak sesuai dengan ajaran agama. Masyarakat Batak Toba gereja Kharismatik ini juga jarang berinteraksi antara satu dengan yang lainnya di dalam adat walaupun darah mereka menaglir darah Batak Toba. Dalam acara perkawinan mereka juga hanya di berkati di gereja saja tanpa ada embel-embel perkawinan secara adat dan pemeberian Sinamot juga tidak ada bagi mereka.

4.5 Profil Informan

4.5.1 Informan Kunci (Key Informan)

Dalam penelitian ini terdapat beberapa informan kunci yang mengetahui banyak hal mengenai permasalahan yang ingin diungkapkan dalam penelitian ini.


(50)

39

Para informan ini mempunyai keterlibatan langsung dalam tradisi adat Batak dan dalam kehidupan adat mereka. Para informan kunci yang dimaksudkan adalah:

A. Informan Yang Sudah Menikah dan Memberikan Sinamot masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen (Gereja HKBP)

1. Uba Sinambela

Informan Pertama yaitu Uba Sinambela, umur Informan saat ini 42 tahun dan jenis kelamin beliau adalah laki-laki. Agama yang dianut Informan yaitu Kristen Protestan yang bergereja di HKBP dan menganut suku Batak Toba. Alamat Informan di jalan Air Bersih dan Informan bekerja sebagai supir sudako atau supir angkot. Informan sejak lahir sudah di didik dengan suku Batak Toba yang kental di keluarganya. Tumbuh dalam darah Batak yang kental dan di besarkan dalam lingkungan adat Batak yang kuat sedikit banyaknya membuat informan paham tentang adat Batak sesungguhnya. Menurut informan perkawinan adalah ikatan suci yang tidak bisa di pisahkan oleh hal-hal duniawi sehingga perkawinan itu tetap akan pada maknanya walaupun tanpa prosesi adat, karena menurut Informan adat itu adalah suatu hal yang duniawi.

2. Mangatur Sirait

Informan Mangatur Sirait (52 tahun) adalah seorang Pegawai Negeri Sipil, Informan menikah dengan Duma Sihombing (51 tahun) dan memiliki pekerjaan sebagai seorang guru di Sekolah Dasar (SD). Informan bertempat tinggal di Jl.Runding Sidikalang. Informan sudah menikah selama 27 tahun dan dikaruniai 3 orang anak. Perkawinan yang dilakukan oleh Informan adalah perkawinan yang


(51)

40

dilaksanakan dengan adat Batak Toba dengan memberikan Sinamot sebagai syarat perkawinannya.

3. Marolop Aruan

Informan Marolop Aruan adalah penduduk yang telah lama berdomisili di Kecamatan Sidikalang tepatnya di Jl.Batang Beruh. Informan berusia 52 Tahun dan memiliki Istri yang bernama Retta Marpaung berusia 51 Tahun. Informan adalah kepala rumah tangga yang memiliki dua (2) orang anak. Informan setiap hari nya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di kantor Bupati Kabupaten Dairi Kecamatan Sidikalang. Istri Informan seorang perawat di Rumah Sakit Umum Sidikalang, mereka termasuk keluarga yang tergolong berada di lingkungannya.

B. Informan Masyarakat Batak Toba Yang Menikah Tanpa Memberikan Sinamot atau Tidak Melangsungkan Acara Adat dalam Perkawinan Adat Batak Toba (Gereja Kharismatik)

1. Edison Silalahi

Informan Edison Silalahi seorang Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pendidikan Kabupaten Dairi Kecamatan Sidikalang, Informan berusia 51 tahun dan menikahi Ester boru Simarmata berusia 51 tahun dan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil. Mereka bertempat tinggal di jalan Air Bersih Sidikalang. Informan menikah pada tahun 1988 tepat nya 26 tahun lalu. Informan memiliki 3 orang anak dan semua sudah duduk di perguruan tinggi. Keluarga Informan tergolong keluarga yang mapan dalam bidang ekonomi serta tergolong sangat harmonis. Keluarga Informan ini menganut agama Kristen Kharismatik yang tidak mengutamakan adat istiadat dalam kehidupan mereka sehari-hari walaupun mereka adalah keturunan orang Batak Toba asli, dimana


(52)

41

mereka hanya percaya segala berkat hanya diterima dari Tuhan saja, bukan seperti yang di yakini oleh masyarakat

2. Efendi Sirait

Informan Efendi Sirait (51 tahun) adalah seorang Pendeta di Gerejeja Kharismatik dan melayani jemaat-jemaat Gereja di luar kota. Informan menikahi Rumintang Simbolon (51 tahun) yang bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasangan ini sudah menikah selama 22 tahun dan dikaruniai dengan 2 orang anak, laki-laki dan perempuan. Informan tinggal di jalan Anggrek Kalang Simbara. Keluarga Informan tergolong keluarga yang harmonis dan penuh dengan kasih sayang.

3. Pardomuan Sinaga

Informan Pardomuan Sinaga adalah seorang Guru SMA di Kecamatan Sidikalang. Informan sudah berumur 38 tahun, dan menikahi Debora Simbolon yang berumur 35 tahun bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga. Informan sudah menikah selama 12 tahun dan memiliki 2 orang anak. Informan yang lahir di keluarga Batak Toba ini melangsungkan perkawinan tanpa adat Batak Toba karena mereka menganut agama Kristen Kharismatik. Informan terlahir dari keluarga yang menganut adat Batak Toba yang kuat, namun Informan memilih untuk meninggalkan adat Batak Toba dan hanya berpegangan pada perkataan Tuhan tanpa menjalakan adat Batak Toba dalam kehidupannya.

C. Tokoh Adat 1. SHP Siregar

Informan SHP Siregar yang berusia 56 tahun beralamat di jalan Air Bersih dengan pekerjaan sebagai Kontraktor. Informan adalah seorang raja Adat dan sudah


(53)

42

dikenal oleh masyarakat sekitar. Informan lebih dikenal dengan istilah “raja parhata”. Informan dipercayakan masyarakat menjadi “raja parhata” semenjak beliau aktif dalam berbagai pesta yang selalu Informan ikuti di lingkungan tempat tinggalnya mengerti tentang tata cara adat Batak Toba serta selalu belajar dalam memahami adat istiadat Batak Toba dari Raja Parhata yang lain nya, hingga pada akhirnya di kenal oleh para masyarakat. Informan SHP Siregar sudah menjadi penetua adat semenjak 12 tahun yang lalu, dan kemampuannya sudah tidak bisa dipungkiri. Diturunkan dari ayah kandung Informan yang semasa hidupnya yang juga dipercaya oleh masyarakat sebagai Raja Parhata.

D. Informan Biasa 1. Taripar Tampubolon

Informan Taripar adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kantor Kecamatan Sidikalang dan sudah berumur 39 tahun, beliau menikah dengan ibu Christin Sinaga (37 tahun) yang memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sekaligus memegang bisnis toko pakaian yang lumayan besar. Mereka beralamat di jalan Sisingamangaraja Sidikalang. Informan sudah membina rumah tangga selama 10 tahun dan sudah di karuniai 2 orang anak laki-laki dan perempuan.

4.6 Interpretasi Data Penelitian

4.6.1 Makna dan Tujuan Perkawinan pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkawinan dalam adat istiadat masyarakat Batak Toba merupakan sebuah pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan seorang perempuan, tetapi juga mengikat suatu keluarga besar yakni keluarga pihak laki-laki (paranak dalam


(54)

43

bahasa Batak Toba) dan pihak perempuan (parboru). Perkawinan mengikat kedua belah pihak tersebut dalam suatu ikatan kekerabatan yang baru, yang juga berarti membentuk satu dalihan na tolu (tungku nan tiga) yang baru juga. Dalihan Na Tolu muncul karena perkawinan yang menghubungkan dua buah keluarga besar, dimana akan terbentuk sistem kekerabatan baru. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Uba Sinambela (Lk, 42 Tahun) berikut ini:

“kalau laki-laki dan perempuan sudah kawin berarti mereka sudah membentuk keluarga baru dan pastilah saling mengikat antara keluaga laki dan keluarga si perempuan. Jadi laki-laki haruslah menghormati hula-hula seperti yang dikatakan dalam Dalihan Na Tolu ikkon Somba do Marhula-hula.”

Dalam perkawinan masyarakat batak Toba memiliki tujuan untuk meneruskan keturunan marga dari pihak laki-laki, memperkuat tali persaudaraan (kekerabatan) serta hak waris jatuh kepada laki-laki.

4.6.2 Tahapan Adat Perkawinan Suku Batak Toba

Dalam adat Batak Toba perkawinan adalah suatu yang sakral, karena berkaitan juga dengan nilai-nilai keagamaan. Perkawinan suku Batak Toba memiliki nuansa tersendiri dan juga sangat di hormati oleh masyarakatnya. Upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba merupakan serangkaian akitivitas yang terdiri dari beberapa tahap, mulai dari pemilihan jodoh oleh tiap individunya, Martuppol, Marhata Sinamot, hingga upacara adat perkawinan adat Batak Toba dalam peresmiannya. Seperti yang di ungkapkan oleh Uba Sinambela (Lk, 42 Tahun) berikut ini:

“melangsungkan perkawinan harus dilakukan secara adat dan agama, supaya perkawinan itu sah dimata agama dan adat


(55)

44

Batak Toba. Kalau secara agama perkawinan di resmikan di Gereja dan secara adat melalui beberapa tahapan lah mulai dari martandang, manjalo tanda, marhusip, marhata Sinamot dan adat perkawinan tanpa ada pengurangan sedikitpun dalam upacara adat perkawinan tersebut”

Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Mangatur Sirait (Lk, 52 Tahun) berikut ini:

“rangkaian proses atau tahapannya perkawinan kita adat Batak Toba ini yang pertama martandang, setlah itu mangalehon tanda, marhusip, marhata Sinamot, martonggo raja, sampai ke adat perkawinan nanti.”

Semua tahapan yang ada dalam perkawinan adat Batak Toba harus dilaksanakan dan wajib untuk di patuhi peraturannya. Tidak ada kata tidak bisa dan tidak mampu, karena menurut masyarakat suku Batak Toba Kecamatan Sidikalang semua itu adalah warisan dari leluhur mereka. Seperti yang di ungkapkan oleh SHP Siregar (Lk, 56 tahun) berikut ini:

“sude na hombar tu ulaon i ikkon do di ihutton. Sian mulai ulaon sahat na tu sidung ulaon i. dang adong hata mandok dang sanggup dang boi mangihutton alana hita halak Batak ikkon do mengikuti jalur sude alana sude na i warisan sian oppu ta si jolo-jolo tubu. Dang alani ribur ni ulaon i, metmet pe ulaon i alai sian serep ni roha i do naum balga di hita halak Batak.” Artinya:

“Segala yang berkaitan dengan acara adat perkawinan itu harus lah di ikuti. Tidak ada alasan mengatakan tidak sanggup untuk mengikuti, karena kita adalah orang Batak. Semua harus lah mengikuti jalur karena itu adalah warisan dari nenek moyang. Bukan karena meriahnya acara adat perkawinan itu akan tetapi walaupun dengan sederhana namun dari kerendahan hati itu lebih besar bagi kita orang Batak.”


(56)

45

4.6.3 Syarat Perkawinan Masyarakat Suku Batak Toba

Bagi masyarakat Batak Toba tidak terkecuali masyarakat Batak Toba di Kecamatan Sidikalang dalam setiap adat perkawinannya memiliki banyak syarat yang harus dipenuhi mulai dari pertemuan kedu abelah pihak keluarga hingga berlangsungnya acara perkawinan adat Batak. Salah satu yang menjadi syarat perkawinan bagi masyarakat Suku Batak Toba adalah Sinamot. Seperti yang di ungkap oleh SHP Siregar (Lk, 56 tahun) berikut ini:

“Sinamot ima sasittong na dasar ni ulaon syarat utama ni ulaon, jala ikkon do on lean on ni paranak tu parboru. Anggo dang adong Sinamot, dang boi tupa ulaon i.”

Artinya:

“Sinamot itulah sesungguhnya dasar dari acara adat perkawinan Batak Toba, dan menjadi keharusan pihak laki-laki memberikan kepada pihak perempuan. Jika Sinamot tidak ada, maka acara adat perkawinan itu tidak dapat dilaksanakan.” Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Taripar (Lk, 39 Tahun) berikut ini:

“Syarat utama dalam perkawianan Batak Toba itu ya Sinamot untuk diberikan kepada pihak perempuan. Kalau tidak ada Sinamot itu bukan acara adat orang Batak lah. Sinamot itu nya yg menunjukkan kalau dia sudah sah jadi milik pihak laki-laki, kalau tidak ada Sinamot acara adat Perkawinan gak bisa dilaksanakan. ”

Sinamot sebagai syarat utama dalam perkawinan Batak Toba bukan menjadi hambatan bagi mereka untuk tidak melakukan proses adat perkawinan, akan tetapi mereka berusaha untuk memenuhi setiap tahapan-tahapan dalam terpenuhinya


(57)

46

pesta adat perkawinan. Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Sidikalang berusaha untuk mempertahankan adat yang sudah di wairiskan para leluhur kepada mereka. Seperti yang di ungkapkan oleh Mangatur (Lk, 52 Tahun) berikut ini:

“kalaupun Sinamot itu jadi sayarat utama karena Sinamot itu dengan bentuk uang, itu gak jadi terhambat orang Batak melakukan perkawinan, semua ada jalan keluar dalam marhata Sinamot. Namanya adat yang sudah dari nenek moyang, ya harus lah kita jaga dan harus bangga kita. Kalau gak ada Sinamot apa yang mau di buat untuk prosesi adatnya.”

4.6.4 Makna Sinamot

Masyarakat Batak Toba mempunyai tradisi yang begitu kuat, begitu juga masyarakat Batak Toba di kecamatan Sidikalang yang selalu mempertahankan adat istiadat mereka. Dimana bagi masyarakat Batak Toba Sinamot adalah unsur yang paling penting dalam perkawinannya. Seperti yang di ungkapkan oleh Informan Uba Sinambela (lk,42 tahun) berikut :

“Sinamot unsur dalam perkawinan yang paling penting di acara perkawinan Batak ini dan selalu di pertahankan.”

Tanpa Sinamot suatu perkawinan itu tidak dapat berlangsung dengan sinamot maka satu adat telah terbayarkan oleh pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan guna untuk meminta berkat dari pihak pihak perempuan sebagai hula-hula dengan berpedoman dari Dalihan Na Tolu yang selalu di pegang oleh masyarakat itu sendiri. Seperti yang di ungkapkan oleh Marolop (Lk, 52 Tahun) berikut ini:

“Sinamot itu hutang, hutang adat yang harus di bayar dan dilaksanakan kepada pihak perempuan ketika seorang laki-laki mau menikahi seorang perempuan. Hutang yang dimaksud ya


(58)

47

itu tadi, untuk meminta berkat lah sama hula-hula agar supaya kehidupan dalam menjalani rumah tangga selalu di berkati. Hula-hula turut mendoakan keluarga boru nya yang baru. Ya kalau tidak ada Sinamot tidak akan bisa dilakukan itu perkawinan. itu lah yang paling penting bagi masyarakat Batak. Dari Dalihan Na Tolu lah kita berpedoman, dan semua adat haruslah dilaksanakan.”

Bagi masyarkat Suku Batak Toba di Kecamatan Sidikalang memaknai Sinamot untuk memelihara hubungan kekerabatan antar kelompok marga. Mereka akan selalu saling berinteraksi. Seperti yang di ungkapkan oleh Mangatur (Lk, 52 Tahun) berikut ini:

“Sinamot salah satu cara untuk memelihara hubungan dengan keluarga, dengan ini kita bisa selalu berinteraksi sama kerabat-kerabat marga lain yang akan menjadi bagian keluarga kita berdasarkan Dalihan Na Tolu tadi.”

4.6.5 Makna Sinamot yang Sebenarnya

Berdasarkan hasil observasi, makna Sinamot di dalam masyarakat Suku Batak Toba yang sebenarnya adalah sebagai penghargaan dan ucapan terimakasih bagi pihak keluarga perempuan dimana seorang laki-laki meminang seorang perempuan sebagai tanda bahwa perempuan itu akan menjadi bagian keluarga di pihak laki-laki. Hal tersebut seperti yang diungkapkkan Marolop (Lk, 52 tahun) berikut ini:

“Kalau Sinamot itu sebenarnya sebagai tanda terimakasih nya itu dari pihak laki-laki ke pihak perempuan, sebagai contohnya lah saya buat, kalau kita mau ambil mangga di depan rumah orang tentu kita harus menghargai yang punya mangga dengan permisi. Jadi untuk orang Batak Sinamot sudah jadi adatnya dan harus ada sebagai tanda penghargaan”


(59)

48

Serta sebagaimana yang di ungkapkan oleh Mangatur (Lk, 52 Tahun) berikut ini:

“menghormati hula-hula dengan memberikan yang terbaik sama hula-hula dengan cara memberikan Sinamot sama pihak perempuan.”

Hal yang sama juga di ungkapkan oleh SHP Siregar (Lk, 56 tahun) berikut ini :

“anggo najolo attong Sinamot on sada hal na so boi nilewat hon, Sinamot attong na lao pasangaphon Hula-hula niba, jala molo boi nian boha ma asa sangap ikkon nadenggan do lean on tu Hula-hula i asa iba pe dapot pasu-pasu.”

Artinya:

“kalau zaman dahulu Sinamot adalah salah satu adat yang tidak bisa dilewatkan. Sinamot itu untuk penghormatan kepada Hula-hula atau keluarga pihak perempuan, sesungguhnya kalau bisa bagaimana supaya lebih terhormat keluarga perempuan itu kita harus memberikan yang terbaik kepada Hula-hula.”

Dalam masyarakat suku Batak Toba Sinamot sesungguhnya adalah suatu proses pemberian dan penerimaan dimana Sinamot adalah Adat yang sudah diwariskan secara turun temurun. Dimana pihak perempuan menyerahkan anak perempuan mereka menjadi hak penuh oleh pihak laki-laki dan menerima ucapan terimakasih dari pihak laki, dan pihak laki-laki menerima perempuan sebagai bagian dari keluarga mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Uba (Lk, 42 tahun) berikut ini:

“Sinamot itu tanda kalau akan menerima perempuan jadi keluarganya dan jadi tanggung jawab keluarga laki-laki, ucapan terimakasih sama orang tua nya karena menyerahkan anak perempuannya untuk membentuk keluarga baru.”


(1)

64 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Adapun beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian yang telah dilakukam adalah sebagai berikut:

1. Makna Sinamot bagi keluarga istri pada perkawinan suku Batak Toba adalah sebuah harga diri.

2. Suatu Sinamot yang diberikan apabila bernilai tinggi maka penghargaan yang diberikan oleh keluarga tersebut berupa penghormatan serta sanjungan. Jika pihak dari keluarga perempuan memiliki kedudukan maka dapat pula mempelai laki-laki mempunyai kedudukan yang sama atas pemberiaan dari keluarga perempuan. Jika keluarga perempuan dari keluarga sederhana, sedang keluarga pihak laki-laki dari keluarga kaya raya dan terpandang maka kedudukan yang diberikan untuk perempuan akan sama pula dengan pihak keluarga laki-laki. Namun dengan demikian, apabila kedua keluarga sama-sama dari keluarga sederhana maka penghargaan yang diberikan akan sama pula sesuai kemapuan yang dimiliki pihak keluarga.

3. Secara adat perkawinan yang berlaku di amsyarakat Batak Toba adalah salah satunya untuk menambah hubungan persaudaraan antara keluarga yang berbeda marga kemudian menyatukan daerah yang berlainan antara daerah pihak laki-laki dengan dearah pihak perempuan.


(2)

65

4. Oleh karena itu, Sinamot merupakan penyerahan yang oleh adat telah ditetapkan oleh kedua belah pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang sesuai dengan lapisan dan kedudukan masing-masing yang berjumlah sangat bervariatif, mulai dari 8jt hingga 50jt rupiah. Sinamot adalah sayarat utama dari suatu perkawinan suku Batak Toba dan penentuannya disetujui oleh kedua belah pihak yang akan melangsungkan acara perkawianan adat Batak Toba.

5. Masyarakat Batak Toba Kristen Protestan gereja Kharismatik tidak mengamini adat dalam kehidupan mereka sehingga mereka tidak mejalankan adat dalam setiap aspek kehidupan merekam terutama dalam acara perkawinana. Maka sinamot tidak berlaku bagi mereka melainkan ucapan syukur berbentuk uang yang diberikan poihak laki-laki kepada pihak perempuan dan tidak dipatok berapa besar jumlah uang yang akan diberikan kepada pihak perempuan.

5.2. Saran

1. Apabila suatu adat telah memberatkan masyarakat yang ingin melakukan perbuatan baik, maka masyarakat tersebut harus berusaha dan mampu untuk mendobrak segala rintangan yang ada.

2. Apabila kedua pasangan sudah saling mencintai dan menyayangi, maka keluarga tinggal menyetujuinya saja tanpa persyaratan yang memberatkan pihak laki-laki. Baik dalam penentuan jumlah Sinamot atau dalam acara adat perkawinannya dilangsungkan.


(3)

66

3. Sinamot memang benar adanya dalam suatu perkawinan dalam adat Batak Toba, karena sinamot adalah salah satu sahnya ikatan perkawinan yang diserati pemberkatan di Gereja. Dalam hal ini seharusnya penetapan Sinamot tidak memberatkan sebelah pihak saja. Penentuan Sinamot sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang yaitu pihak laki-laki.

Untuk itu, dalam proses perkawinan yang disertai Sinamot pada masyarakat Batak toba tidak perlu ada tuntutan yang memberatkan, apabila masing-masing keluarga sudah saling menyukai, maka perbuatan baik dapat dilaksanakan segera, tanpa terbebani dengan syarat-syarat yang tidak sanggup dipenuhi oleh pihak keluarga yang terbebani. Yaitu untuk membentuk keluarga yang baru.


(4)

67

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta

Faisal, Sanafiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Harmoni Sosial, Volume 1, No.3, 2007, Departemen Sosiologi – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hilman, Hadikusuma. 2003, pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Bandung: Mandar Maju.

Ihromi. 2004, Bunga Rampai Sosiologi Keluarga, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

J.Goode, William.2000. Sosiologi Keluarga. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Katamso. S, 2004. Pengantar Sosologi, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Narwoko, J.Dwi dan Bagong Suyanto, (ed). 2010. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan Edisi Ketiga. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

____________. 2011. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan Edisi Keempat. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Mangaraja, Siahaan.2004. Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba, Jakarta: Djambatan.


(5)

68

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modren Edisi Ke 6. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Tulus, Samuel. 2008 (online) Situs Internet

http://sehati.blogsome.com/2008/03/04/pernikahan-adat-batak/#more-286, diakses

http://diary-abadi.blogspot.com/2012/06/perkawinan-menurut-ahli-sosiologi.html, diakses 05 Desember 2013 .

26 oktober 2013

(http://putrisr.wordpress.com/2012/10/14/kebudayaan-batak-toba/), Diakses 05 Desember 2013.

(http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-Master-pdf), Diakses 05 Juni 2015

Sitompul, Lola utama.2009. Tata cara Penerapan Mahar bagi Perempuan Nias. SRIPSI

Skripsi (S-1). Medan : Departemen Sosiologi FISIP Sumatera Utara. Ayu, Rafiqah. 2010. Makna Mahar dalam Penghargaan Keluarga Istri pada Sistem Perkawinan Suku Aceh.

Skripsi (S-1). Medan : Departemen Sosiologi FISIP Sumatera Utara.


(6)

69

Helga, Manik. 2011. Makna dan fungsi Sinamot dalam Adat Perkawinan Sukubangsa Batak Toba di Perantauan Surabaya: Surabaya

Jhonson, Pardosi.2008. Makna Simbolik Umpasa, Sinamot dan Ulos pada Adat Perkawinan Batak Toba : Medan

Rumasta, Simalango. 2011. Fungsi uang jujur (sinamot) pada perkawinan menurut adat masyarakat Batak Toba: Medan