sebagian besar adalah bakteri Gram negatif. Infeksi oleh karena kuman Gram negatif umumnya terjadi pada saat perinatal yaitu intranatal dan pascanatal.
21
Lintas infeksi perinatal dapat dilihat pada gambar berikut: INFEKSI
PRANATAL
INFEKSI INTRANATAL
Gambar 2.2. Lintas infeksi pada neonatus di dalam kandungan.
Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi
tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan
berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.
7
2.5. Gejala Klinik
21
Gejala klinik infeksi sistemik pada neonatus tidak spesifik dan seringkali sama dengan gejala klinik gangguan metabolik, hematologik dan susunan saraf pusat.
Universitas Sumatera Utara
Peningkatan suhu tubuh jarang terjadi dan bila ada umumnya terdapat pada bayi cukup bulan. Hipotermia lebih sering ditemukan daripada hipertermia. Leukosit pada
neonatus mempunyai rentang yang luas yaitu antara 4.000 sd 30.000 per mm
3
. Gejala klinik sepsis neonatorum pada stadium dini sangat sulit ditemuka n
karena tidak spesifik, tidak jelas dan seringkali tidak terobservasi. Karena itu, dibutuhkan suatu dugaan keras terhadap kemungkinan ini agar diagnosa dapat
ditegakkan. Gejala klinik sepsis pada neonatus dapat digolongkan sebagai: 2.5.1.
Gejala umum: bayi tidak kelihatan sehat not doing well, tidak mau minum, kenaikan suhu tubuh, penurunan suhu tubuh dan sclerema.
2.5.2. Gejala gastrointestinal: muntah, diare, hepatomegali dan perut kembung
2.5.3. Gejala saluran pernafasan: dispnea, takipne dan sianosis.
2.5.4. Gejala sistem kardiovaskuler: takikardia, edema, dan dehidrasi.
2.5.5. Gejala susunan saraf pusat: letargi, irritable, dan kejang.
2.5.6. Gejala hematologik: ikterus, splenomegali, petekie, dan perdarahan lain.
Ga mbar 2.3. Sepsis pada kulit bayi karena infeksi bakteri dan jamur dari jalan
lahir
23
Universitas Sumatera Utara
2.6. Epidemiologi
2.6.1. Distribusi Frekuensi a.
Distribusi Frekuensi Menurut Orang
Penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 di RS Dr. Sardjito Yogyakarta menyebutkan bahwa berdasarkan umur, proporsi bayi dengan sepsis yang berumur
0-7 hari adalah 77,2 sedangkan yang berumur 7 hari adalah 22,8. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi bayi laki-laki dengan sepsis adalah 61,4 sedangkan bayi
perempuan adalah 38,6.
15
Menurut Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq terdapat 22 bayi yang berumur 7 hari 62,9 meninggal akibat sepsis, dan terdapat 31 bayi yang
berumur 7-28 hari 36,5 meninggal akibat sepsis.
24
Sepsis lebih sering terjadi pada bayi berkulit hitam daripada bayi berkulit putih, namun hal ini dapat dijelaskan berdasarkan tingginya insiden prematur, pecah
ketuban, ibu demam, dan berat lahir rendah.
18
Perbedaan kejadian sepsis neonatorum pada suku bangsa lebih dikaitkan dengan kebiasaan dan pola makan yang telah dianut
oleh ibu dari bayi tersebut. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi gizi ibu yang kemudian berdampak pada keadaan bayi. Menurut Thirumoorthi dalam simposium
penanggulangan infeksi pada kehamilan menyebutkan bahwa dari semua penderita sepsis awitan dini, sebanyak 54 terjadi pada bayi berkulit hitam dan dari semua
penderita sepsis awitan lambat, sebanyak 65 juga terjadi pada bayi berkulit hitam.
25
b. Distribusi Frekuensi Menurut Tempat dan Waktu
Insiden sepsis neonatorum di negara berkembang sangat bervariasi menurut waktu dan lokasi. Insiden yang bervariasi di berbagai rumah sakit tersebut
dihubungkan dengan angka prematuritas, perawatan perinatal, persalinan, dan kondisi
Universitas Sumatera Utara
lingkungan waktu perawatan.
26
Penelitian Rasul tahun 2007 di Banglasdesh menyebutkan bahwa insiden infeksi perinatal yang tinggi yaitu 50-60 selama dua
puluh tahun yang lalu mengalami penurunan menjadi 20-30 di negara-negara berkembang. Di India, berbagai studi menunjukkan bahwa kejadian bervariasi antara
10-20 per 1.000 kelahiran hidup.
5
Dalam penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq, CFR sepsis neonatus tinggi dilaporkan sekitar 44,2, hasil yang sama dilaporkan di Basrah Iraq oleh Radhy H.
pada tahun 2001 yaitu 43,5, kemudian di Abha Saudia Arabia oleh Asindi A, dkk pada tahun 1999 diperoleh sebanyak 44 dan oleh Rodriguez-weber, dkk di Mexico
pada tahun 2003 sebanyak 43,9. Sementara angka kematian sepsis neonatus rendah oleh peneliti lain seperti yang dilaporkan oleh Ezechukwze C, dkk di Nigeria pada
tahun 2004 yaitu 19,3, oleh Koutouby A, dkk di UAE United Arab Emirates pada tahun 1995 melaporkan sebanyak 26, Stall B. di USA pada tahun 2002 melaporkan
sebanyak 28 dan Dawodu A, dkk di Al-Dammam Saudi Arabia pada tahun 1997 melaporkan sebanyak 28, perbedaan angka kematian sepsis neonatus ini di
beberapa negara dapat dijelaskan oleh beberapa faktor seperti keadaan sosial ekonomi, keadaan geografi dan faktor ras, penggunaan ventilator dan inkubator,
perbedaan mikroorganisme dan penggunaan antibiotik yang berbeda.
24
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Determinan Sepsis Neonatorum
Beberapa determinan sepsis neonatorum dibedakan berdasarkan host, agent, dan environment.
a. Host
Faktor host yang menjadi determinan terjadinya sepsis neonatorum dapat dilihat dari faktor bayi dan ibu.
a.1. Faktor Bayi a.1.1. Umur
Penelitian Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq menyebutkan bahwa secara statistik angka kematian akibat sepsis lebih tinggi secara signifikan pada bayi
berumur 7 hari dibandingkan pada bayi berumur 7-28 hari p0,001.
24
Hasil penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan rancangan penelitian
uji diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, proporsi penderita sepsis neonatorum berumur 7 hari 77,2 dan 7 hari 22,8.
15
a.1.2. Jenis Kelamin Laki-laki empat kali lebih beresiko terkena sepsis dibandingkan
perempuan, dan kemungkinan ini berhubungan dengan kerentanan host berdasarkan jenis kelamin.
18
Dalam penelitian Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol di RSUD Curup kabupaten Rejang
Lebong Bengkulu menyebutkan bahwa menurut faktor bayi, kejadian sepsis neonatorum banyak terjadi pada bayi laki-laki 61,2.
10
Hasil penelitian Patel, dkk 1994 di University of Mississippi Medical Center UMMC, proporsi
penderita sepsis neonatorum tertinggi pada bayi laki-laki 54,3.
57
Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Jumah, dkk 2007 di Basrah Maternity and Children Hospital, penderita sepsis neonatorum lebih banyak pada bayi laki-laki, diantaranya 56,75 yang hidup
dan 43,25 yang meninggal.
24
a.1.3. Prematuritas Prematur adalah satu-satunya faktor paling signifikan berkorelasi dengan
sepsis. Risiko meningkat sebanding dengan penurunan berat lahir.
18
Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
Bayi yang lahir prematur mempunyai berat badan lahir rendah, namun bayi yang mempunyai berat badan lahir rendah belum tentu mengalami kelahiran
prematur.
27
Bayi prematur rentan mengalami infeksiseptikemia. Infeksiseptikemia empat kali beresiko menyebabkan kematian bayi prematur.
28
Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir
trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan
pertahanan kulit.
29
Incidence rate sepsis neonatorum yang dilaporkan bervariasi, antara 1-8 per 1.000 kelahiran hidup, dengan kejadian terbanyak pada bayi kurang bulan
dengan berat badan lahir rendah.
7
a.1.4. Berat lahir rendah. Bayi berat lahir rendah adalah bayi yang kurang atau sama dengan
2500 gram saat lahir. Tujuh persen dari semua kelahiran termasuk kelompok ini. Kebanyakan persoalan terjadi pada bayi yang beratnya kurang dari 1500 gram
Universitas Sumatera Utara
dengan angka kematian yang tinggi dan membutuhkan perawatan dan tindakan medik khusus.
30
Dalam penelitian Stoll, dari 7.861 bayi dengan berat badan lahir sangat rendah berat lahir 1500g dari National Institute of Child Health and Human
Development NICHD pada tahun 1991-1993, 1,9 bayi terbukti mengalami sepsis dalam 72 jam pertama kehidupan, meskipun hampir 50 bayi di
kelompok ini dianggap memiliki sepsis klinis dan diobati dengan antibiotik selama lebih dari lima hari. Dua puluh enam persen dari bayi tersebut
meninggal.
31
a.1.5. Status Kembar Bayi kembar berisiko tinggi untuk infeksi streptococcus grup B dan
infeksi lain walaupun sudah dikendalikan untuk prematuritasnya selain itu bayi lahir dengan status kembar kemungkinan akan lahir dengan BBLR, sehingga
akan berisiko mengalami sepsis karena organ tubuhnya belum sempurna sehingga sistem imunnya kurang yang menyebabkan mudah terkena infeksi.
7
Menurut Mochtar, berat badan satu janin kembar rata-rata 1000 gram lebih ringan dari janin tunggal. Berat badan masing-masing janin kembar tidak
sama, umunya berselisih antara 50 sampai 1000 gram, dan karena pembagian sirkulasi darah tidak sama, maka yang satu kurang bertumbuh dari yang lainnya.
Pengaruh kehamilan kembar pada janin adalah umur kehamilan tambah singkat dengan bertambahnya jumlah janin dalam kehamilan kembar, sehingga
kemungkinan terjadinya bayi prematur sangat tinggi.
32
Universitas Sumatera Utara
a.2. Faktor Ibu a.2.1. Umur ibu
Umur ibu melahirkan dibagi dalam 3 kelompok usia remaja dengan umur 20 tahun, kelompok usia reproduksi sehat dengan umur 20-35 tahun dan
kelompok usia risiko tua dengan umur 35 tahun. Ibu hamil dengan umur lebih muda sering mengalami komplikasi kehamilan dengan hasil kehamilan tidak
baik. Pada kelompok umur risiko tua kejadian berat badan lahir rendah juga meningkat.
33
Menurut penelitian Nyoman Nuada di RS Denpasar pada tahun 1999 ditemukan 84 ibu yang melahirkan bayi prematur berusia kurang dari 20
tahun dan usia lebih dari 35 tahun umur risiko tinggi.
34
Dalam penelitian Suwiyoga tahun 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa insiden sepsis
neonatorum di kelompok umur ibu kurang dari 20 tahun adalah 14,2 , lebih tinggi dari insidens sepsis di kelompok umur 20 tahun atau lebih. Usia ibu
kurang dari 20 tahun diketahui berhubungan dengan kolonisasi kuman Streptococcus Grup Beta di jalan lahir.
35
a.2.2. Pendidikan Ibu Tingkat pendidikan ibu dapat menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi kesehatan bayi. Dengan berbekal pendidikan yang cukup, seorang ibu dinilai lebih banyak memperoleh infromasi yang dibutuhkan. Selain itu, ibu
dengan tingkat pendidikan relatif tinggi lebih mudah menyerap informasi atau himbauan yang diberikan. Dengan demikian mereka dapat memilih serta
Universitas Sumatera Utara
menentukan alternatif terbaik dalam melakukan perawatan dan pemeriksaan kehamilan sehingga dapat melahirkan bayi sehat.
Menurut Bachroen, tingkat pendidikan mempunyai pengaruh besar terhadap derajat kesehatan. Penelitian yang dilakukan menyebutkan bahwa
pendidikan paling berpengaruh adalah pendidikan ibu.
36
a.2.3. Pekerjaan Ibu Variabel pekerjaan akan mencerminkan keadaan sosial ekonomi keluarga.
Penelitian Yahya K, dkk menyebutkan bahwa presentase terbanyak adalah pada golongan berpenghasilan rendah. Dimana suami bekerja sebagai buruh,
kemudian diikuti pedagang kecil, pegawai negeri golongan I dan II. Sedangkan istrinya ibu hamil pada umumnya tidak bekerja. Rendahnya kedudukan tingkat
dan macam pekerjaan ini adalah akibat dari tingkat pendidikan yang juga rendah.
37
Di Negara berkembang, banyak ibu bekerja keras untuk membantu menopang kehidupan keluarganya di samping tugas utama mengelola rumah
tangga, menyiapkan makanan, mengasuh dan merawat anak. Salah satu studi menunjukkan bahwa 25 dari rumah tangga sangat bergantung pada pendapatan
kaum perempuan. Jika ibu hamil bekerja terlalu keras dan intake kalori kurang selama hamil akan lebih mudah melahirkan bayi dengan berat lahir rendah yang
merupakan faktor risiko terjadinya infeksi.
38
a.2.4. Umur Kehamilan Lama kehamilan yaitu 280 hari atau 40 minggu, dihitung dari hari
pertama haid yang terakhir. Lama kehamilan dapat dibedakan atas:
Universitas Sumatera Utara
i. Partus prematurus, adalah persalinan dari hasil konsepsi pada
kehamilan 28-36 minggu, janin dapat hidup tetapi prematur. Berat janin antara 1.000-2.500 gram.
ii. Partus matures atau aterm cukup bulan, adalah partus pada
kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat badan di atas 2.500 gram.
iii. Partus postmaturus serotinus adalah persalinan yang terjadi 2
minggu atau lebih dari waktu partus cukup bulan.
32
a.2.5. Ketuban pecah dini KPD Ketuban pecah dini KPD yaitu bocornya cairan amnion sebelum
mulainya persalinan, terjadi pada kira-kira 7 sampai 12 persen kehamilan. Paling sering ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan; persalinan terjadi
secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan dengan kehamilan preterm, ada risiko peningkatan morbiditas dan mortalitas
perinatal akibat imaturitas janin.
39
Sepsis neonatorum dini sering dihubungkan dengan KPD karena infeksi dengan KPD saling mempengaruhi. Infeksi genital bawah dapat mengakibatkan
KPD, demikian pula KPD dapat memudahkan infeksi asendens. Infeksi asendens ini dapat berupa amnionitis dan korionitis, gabungan keduanya disebut
korioamnionitis.
40
Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1 dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan
meningkat menjadi 4 kalinya.
18
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian Suwiyoga, dkk tahun 2007 dengan menggunakan rancangan penelitian studi kohort di Indonesia menemukan bahwa resiko SAD
pada ketuban pecah kurang 12 jam adalah 1,5 kali, sesudah 12-18 jam adalah 7 kali dan pada 18-24 jam adalah 9 kali.
35
Selain itu, KPD merupakan faktor risiko utama prematuritas yang merupakan penyumbang utama SAD dan kematian
perinatal.
40
a.2.6. Infeksi dan demam 38°C pada masa peripartum Infeksi dapat merupakan akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih,
kolonisasi vagina oleh Streptococcus grup B SGB, kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.
18
Ibu yang menderita infeksi ketika hamil dapat menyebabkan dampak yang besar terhadap ibu maupun janin dan bayi
neonatal seperti infeksi neonatal.
39
a.2.7. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau. Dalam penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 dengan menggunakan
rancangan penelitian uji diagnostik potong lintang di RS Dr. Sardjito Yogyakarta terdapat proporsi ibu dengan keadaan air ketuban keruh melahirkan bayi yang
mengalami sepsis neonatorum sebanyak 33,1.
15
Menurut hasil penelitian Simbolon di instalasi kebidanan Rumah Sakit Pusat Sardjito Yogyakarta dari
bulan Januari 2001 ditemukan 72 faktor risiko sepsis neonatorum adalah BBLR dengan keadaan air ketuban bau busuk.
10
a.2.8. Riwayat Persalinan Ibu Bayi yang lahir dengan tindakan ekstraksi cunamvakum dan seksio
sesaria berisiko mengalami sepsis neonatorum. Infeksi dapat diperoleh bayi dari
Universitas Sumatera Utara
lingkungannya diluar rahim ibu, seperti alat-alat penolong persalinan yang terkontaminasi.
41
Dalam penelitian Simbolon tahun 2008 dengan menggunakan desain penelitian kasus kontrol di kabupaten Rejang Lebong propinsi Bengkulu,
kejadian sepsis neonatorum menurut riwayat persalinan menunjukkan bahwa kejadian sepsis neonatorum sedikit lebih banyak pada bayi dengan riwayat
persalinan dengan tindakan ekstraksi cunamvakum dan seksio sesaria. Bayi yang lahir dengan tindakan berisiko 2,142 kali mengalami sepsis neonatorum
dibandingkan dengan bayi yang lahir secara normal.
10
a.2.9. Frekuensi Pemeriksaan Kehamilan Antenatal Care Pemeriksaan kehamilan Antenatal Care yang teratur berfungsi sebagai
kontrol untuk mendeteksi terjadinya tanda-tanda komplikasi kehamilan, sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan bahaya kehamilan dan persalinan.
42
Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan oleh ibu semasa hamil, mulai dari trimester pertama sampai saat berlangsungnya persalinan. Tujuan pemeriksaan
kehamilan adalah untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai risiko tinggi sehingga risiko kematian ibu atau bayi dapat dikurangi.
43
Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan dapat mengurangi kejadian kelahiran prematur pada bayi yang
sangat rentan terkena sepsis. Selain itu dengan melakukan pemeriksaan selama hamil dapat dideteksi secara dini penyakit infeksi yang diderita oleh ibu yang
nantinya akan mengakibatkan infeksi pada bayinya. Menurut Ulina 2004 dalam penelitiannya di Kelurahan Tanjung Jati
Kecamatan Binjai, hasil cakupan kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan antenatal yaitu K1 81 dan K4 66,7. Dari hasil cakupan tersebut terlihat
Universitas Sumatera Utara
relatif tinggi drop out antara K1 dan K4 yaitu sebesar 14,3. Rendahnya pencapaian cakupan K4 ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti ibu hamil
merasa kurang membutuhkan pelayanan antenatal karena beranggapan dirinya sehat, pendidikan ibu rendah, kurangnya pengetahuan ibu hamil akan pentingnya
perawatan pada masa kehamilan secara berkala, bagi ibu hamil yang bekerja kurang memiliki waktu untuk memeriksakan kehamilannya, tingkat pendapatan
keluarga sehubungan dengan kondisi ibu hamil.
44
b. Agent