sepsis awitan lambat, sering dimanifestasikan sebagai meningitis setelah minggu pertama kehidupan.
Pertama-tama biasanya dihubungkan dengan faktor-faktor ibu dan organisme yang berasal dari cairan ketuban yang terinfeksi atau ketika janin melewati jalan lahir,
dan setelah itu bayi mungkin terinfeksi dari lingkungannya atau dari sejumlah sumber di rumah sakit. E. coli dan streptococcus B mungkin bertanggung jawab atas
terjadinya sepsis awitan dini atau lambat, sedangkan S. aureus, Klebsiella, Enterobacter sp, P. aeruginosa dan Serratila sp, lebih lazim menyebabkan sepsis
awitan lambat.
21
c. Environment
Beberapa faktor lingkungan yang menjadi determinan sepsis neonatorum terutama berasal dari keadaan Neonatal Intensive Care Unit NICU yaitu jumlah
pasien yang terlalu banyak, kurangnya tempat dan sabun untuk mencuci tangan, kurangnya handuk atau tissue, tempat penyimpanan sarana kesehatan yang tidak
nyaman, buruknya kebersihan, buruknya ventilasi aliran udara dan fasilitas ruangan isolasi, dapat meningkatkan angka kejadian sepsis neonatorum.
Semua faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab
tidak adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap
mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis.
7
Universitas Sumatera Utara
2.7. Komplikasi
Komplikasi sepsis neonatorum antara lain:
7
2.7.1. Meningitis
2.7.2. Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya
hidrosefalus danatau leukomalasia periventrikular 2.7.3.
Pada sekitar 60 keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi acut respiratory distress syndrome ARDS.
2.7.4. Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida,
seperti ketulian danatau toksisitas pada ginjal. 2.7.5.
Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental
2.7.6. Kematian
2.8. Pencegahan Sepsis Neonatorum
2.8.1. Pencegahan Primordial
Primordial prevention pencegahan awal ini dimaksudkan untuk memberi kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit itu tidak
mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya.
46
Bentuk pencegahan ini berupaya untuk mencegah munculnya faktor predisposisi terhadap masyarakat khususnya ibu dan wanita usia produktif
terhadap faktor risiko terjadinya sepsis pada bayinya. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah sepsis neonatorum sebagai pencegahan primordial
adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Mengatur pola makan sehat dan bergizi dalam jenis dan jumlah yang cukup
pada ibu untuk mempertahankan daya tahan tubuh serta menjaga kebesihan diri sehingga terhindar dari penyakit infeksi.
b. Meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya pemeriksaan saat hamil
Antenatal Care dengan cara mencari informasi melalui buku, televisi atau media massa lainnya.
c. Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun agar tidak berisiko melahirkan bayi prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah.
2.8.2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer
juga diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada seseorang dengan faktor risiko. Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan
primer terhadap kejadian sepsis neonatorum adalah: a.
Mewujudkan Pelayanan Kebidanan yang Baik dan Bermutu Bidan memegang peranan penting dalam upaya meningkatkan kesehatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan pelayanan kebidanan yang baik dan bermutu antara lain:
a.1. Semua wanita hamil mendapat kesempatan dan menggunakan
kesempatan untuk menerima pengawasan serta pertolongan dalam kehamilan, persalinan, dan nifas.
a.2. Pelayanan yang diberikan bermutu.
Universitas Sumatera Utara
a.3. Walaupun tidak semua persalinan berlangsung di rumah sakit, namun
ada kemungkinan untuk mendapat perawatan segera di rumah sakit jika terjadi komplikasi.
a.4. Diwajibkan bersalin di rumah sakit untuk:
a.4.1. Wanita dengan komplikasi obstetrik panggul sempit, preeklampsia-eklampsia, kelainan letak, dll.
a.4.2. Wanita dengan riwayat obstetrik yang jelek perdarahan postpartum, kematian janin sebelum lahir, dll.
a.4.3. Jarak kelahiran 2 tahun atau 5 tahun. a.4.4. Wanita hamil dengan penyakit umum, seperti penyakit jantung,
diabetes, dll. a.4.5. Wanita dengan kehamilan ke-4 atau lebih.
a.4.6. Wanita dengan umur 35 tahun ke atas dan kurang dari 20 tahun a.4.7. Primigravida wanita yang hamil untuk pertama kali
a.4.8. Wanita dengan keadaan di rumah yang tidak memungkinkan persalinan dengan aman.
a.4.9. Tinggi badan 150 cm. a.4.10. Persalinan prematurus dan postmaturus.
39
b. Pengawasan ibu dan bayi pada saat intranatal dan postnatal.
b.1. Pengawasan terhadap infeksi baik pada saat intranatal maupun
postnatal.
Universitas Sumatera Utara
b.2. Melakukan pengamatan pada ibu dan bayi untuk mengetahui ada
tidaknya penyulit persalinan sehingga dapat segera ditangani secara cepat dan tepat.
b.3. Pengawasan terhadap terjadinya perlukaan kelahiran.
47
c. Perawatan Antenatal Antenatal Care
Antenatal care mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu dan perinatal. Dianjurkan agar pada
setiap kehamilan dilakukan antenatal care secara teratur dan sesuai dengan jadwal yang lazim berlaku. Tujuan dilakukannya antenatal care adalah untuk
mengetahui data kesehatan ibu hamil dan perkembangan bayi intrauterin sehingga dapat dicapai kesehatan yang optimal dalam menghadapi persalinan,
puerperium dan laktasi serta mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai pemeliharaan bayinya.
27
Perawatan antenatal juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya persalinan prematuritas atau berat badan lahir rendah
yang sangat rentan terkena penyakit infeksi. Selain itu dengan pemeriksaan kehamilan dapat dideteksi penyakit infeksi yang dialami ibu yang dapat
mengakibatkan sepsis neonatorum. Kunjungan antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit 4 kali selama masa
kehamilan dengan distribusi kontak sebagai berikut: c.1.
Minimal 1 kali pada trimester I K1, usia kehamilan 1-12 minggu. c.2.
Minimal 1 kali pada trimester II K2, usia kehamilan 13-24 minggu. c.3.
Minimal 2 kali pada trimester III K3 dan K4, usia kehamilan 24 minggu.
48
Universitas Sumatera Utara
d. Mencuci tangan
Dalam lingkungan perawatan kesehatan, tangan merupakan salah satu syarat penularan yang paling efisien untuk infeksi nosokomial. Oleh Karena
itu, mencuci tangan menjadi metode pencegahan dan pengendalian yang paling penting. Tujuan mencuci tangan adalah untuk menurunkan bioburden jumlah
mikroorganisme pada tangan dan untuk mencegah penyebarannya ke area yang tidak terkontaminasi, seperti pasien, tenaga perawatan kesehatan TPK
dan peralatan. Tenaga perawatan diharuskan mencuci tangan sebelum dan setelah memegang bayi untuk menghindari terjadinya infeksi pada bayi
tersebut. Mencuci tangan yang kurang tepat menempatkan baik pasien dan
tenaga perawatan kesehatan pada risiko terhadap infeksi atau penyakit. Tenaga perawatan kesehatan yang mencuci tangan kurang adekuat memindahkan
organisme-organisme seperti Staphylococcus, Escheriscia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella secara langsung kepada hospes yang rentan, yang menyebabkan
infeksi nosokomial dan epidemik di semua jenis lingkungan pasien.
49
Kepatuhan mencuci tangan sangat penting dalam mencegah infeksi nosokomial.
Universitas Sumatera Utara
Di bawah ini tujuh langkah mencuci tangan yang baik dan benar:
Gambar 2.4. Tujuh langkah mencuci tangan.
50
e. Pemberian ASI secepatnya
Upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi dapat dilakukan dengan keadaan gizi bayi yang baik. Pemeliharaan gizi bayi dan balita yang baik memerlukan
pengaturan makanan yang tepat yaitu salah satunya dengan pemberian ASI secara benar dan tepat.
51
Air susu ibu memegang peranan yang penting untuk menjaga kesehatan dan kelangsungan hidup bayi. Awal menyusui yang baik adalah 30 menit
setelah bayi lahir karena dapat merangsang pengeluaran ASI selanjutnya, disamping itu akan terjadi interaksi atau hubungan timbal balik dengan cepat antara ibu dengan
bayi.
52
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan Air Susu Ibu ASI sudah dibuktikan dapat mencegah terjadinya infeksi pada bayi. Bayi yang mendapat ASI mempunyai risiko lebih kecil untuk
memperoleh infeksi daripada bayi yang mendapat susu formula. Efektifitas ASI tergantung dari jumlah yang diberikan, semakin banyak ASI yang diberikan semakin
sedikit risiko untuk terkena infeksi. Insidensi infeksi nosokomial pada bayi prematur yang mendapat ASI 29,3 lebih kecil dibandingkan dengan bayi prematur yang
mendapat susu formula 47,2.
12
f. Pembersihan Ruang Perawatan Bayi
Bentuk, konstruksi dan suasana ruang perawatan yang baik dan memadai dapat mengurangi insidens infeksi nosokomial. Setiap ruang perawatan terutama
NICU Neonatal Intensive Care Unit memerlukan paling sedikit 1 ruangan isolasi untuk 2 pasien yang terinfeksi, dan ruangan untuk cuci tangan, ruangan tempat
memakai baju steril untuk tindakan invasif, dan tempat penyimpanan alat-alat atau material yang sudah dibersihkan.
7
g. Perawatan persalinan aseptik
Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, dan pemberian ampicillin 1 gram intravena yang diberikan pada awal persalinan dan tiap 6 jam
selama persalinan. Pemberian ampicillin dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi awitan dini early-onset sampai 56 pada bayi lahir prematur karena ketuban pecah
dini, serta menurunkan resiko infeksi Streptococcus Grup B sampai 36. Pada wanita dengan korioamnionitis dapat diberikan ampicillin dan gentamicin, yang dapat
menurunkan angka kejadian sepsis neonatorum sebesar 82 dan infeksi Streptococcus Grup B sebesar 86. Sedangkan wanita dengan faktor risiko seperti
Universitas Sumatera Utara
korioamnionitis atau ketuban pecah dini serta bayinya, sebaiknya diberikan ampisilin dan gentamisin intravena selama persalinan. Antibiotik tersebut diberikan sebagai
obat profilaksis.
7
2.8.3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ini diberikan kepada mereka yang menderita atau dianggap menderita. Adapun tujuan pada pencegahan sekunder yaitu diagnosis dini
dan pengobatan yang tepat.
a. Diagnosis
Saat ini, upaya penegakan diagnosis sepsis mengalami beberapa perkembangan. Pada tahun 2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan
kriteria diagnosis sepsis pada neonatus berdasarkan perubahan klinis sesuai dengan perjalanan infeksi. Gambaran klinis sepsis neonatorum dikelompokkan menjadi 4
variabel, yaitu variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan variabel inflamasi tabel 2.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Kriteria diagnosis sepsis pada neonatus
7
Variabel Klinis · Suhu tubuh tidak stabil
· Denyut nadi 180 kalimenit atau 100 kalimenit · Laju nafas 60 kalimenit, dengan retraksi atau desaturasi oksigen
· Letargi · Intoleransi glukosa plasma glukosa 10 mmolL
· Intoleransi minum Variabel Hemodinamik
· TD 2 SD menurut usia bayi · TD sistolik 50 mmHg bayi usia 1 hari
· TD sistolik 65 mmHg bayi usia 1 bulan Variabel Perfusi Jaringan
· Pengisian kembali kapiler 3 detik · Asam laktat plasma 3 mmolL
Variabel Inflamasi · Leukositosis 34000x109L
· Leukopenia 5000 x 109L · Neutrofil muda 10
· Neutrofil mudatotal neutrofil IT ratio 0,2 · Trombositopenia 100000 x 109L
· C Reactive Protein 10 mgdL atau 2 SD dari nilai normal
Dalam menentukan diagnosis klinik sepsis, setiap lembaga hendaknya
membuat sendiri kriteria yang cocok untuk dipakai ditempatnya. Pengkajian secara statistik mengenai hal ini sangat sulit, karena faktor predisposisi infeksi maupun
gejala klinis sangat sulit digolongkan karena saling tumpang tindih.
21
b. Penatalaksanaan