pengertian perjanjian dalam arti yang lebih sempit dibidang harta kekayaan ini memuat unsur-unsur sebagai berikut:
a. Subjek perjanjian, yaitu pihak-pihak dalam perjanjian.
b. Persetujuan tetap, yaitu kesepakatan final antara para pihak.
c. Objek perjanjian, yaitu berupa benda tertentu sebagai prestasi.
d. Tujuan perjanjian, yaitu hak kebendaan yang akan diperoleh ara
pihak. e.
Bentuk perjanjian, yaitu dapat secara lisan dan tulisan. f.
Syarat-sayarat perjanjian, yaitu isi perjanjian yang wajib dipenuhi para pihak.
8
B. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
perjanjian adalah suatu hubungan hukum yang menghasilkan perbuatan hukum antara subjek hukum dimana dalam suatu perbuatan hukum tersebut
dapat menimbulkan suatu hak dan kewajiban antara para pihak yang harus dipatuhi para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Untuk membuat suatu
perjanjian yang sah dan mengikat maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang terdapat didalam Pasal 1320 KUHPerdata
yaitu : 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya maksudnya adalah persetujuan
kedua belah pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat. Apa yang disepakati dan disetujui oleh pihak pertama juga harus disetujui oleh pihak
kedua. Sehingga para pihak harus seia sekata terhadap isi perjanjian .
8
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.2011, hal: 290
Tanpa ada tawar menawar antara kedua pihak. Dengan kata lain persetujuan itu sudah final.
9
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Sebelum ada kesepakatan antara kedua belah pihak, maka harus ada penawaran dari pihak yang satu kepada pihak lain
agar terjadi suatu persetujuan. Pihak yang satu biasanya menawarkan suatu objek yang ada dalam perjanjian beserta persyaratannya sedangkan pihak
kedua menyatakan kehendak tentang penawaran yang ditawarkan pihak pertama sehingga terjadi suatu persetujuan yang bersifat final yang akan
menjadi isi dalam suatu perjanjian.Sepakat mereka yang mengikatkan diri ini artinya adalah kebebasan. Mereka bebas untuk membuat kesepakatan
dengan siapapun tanpa paksaan dari pihak manapun dan tanpa kekhilafan sehingga para pihak benar-benar secara sukarela saling mengikatkan diri
untuk membuat suatu perjanjian.Berdasarkan Pasal 1323 KUHPerdata maka paksaan yang dilakukan terhadap seseorang yang membuat suatu
perjanjian merupakan alasan untuk dibatalkannya suatu perjanjian yang telah dibuat tersebut. Dengan demikian maka apabila pihak di paksa untuk
membuat suatu perjanjian, maka perjanjian tersebut akan dapat dibatalkan oleh pihak yang meminta pembatalan tersebut.
Para pihak yang akan membuat suatu perikatan haruslah terlebih dahulu memenuhi syarat-syarat yaitu, sudah berumur 21 tahun atau sudah
menikah, memiliki akal yang sehat tidak gila, tidak sedang berada dibawah pengampuan serta memiliki surat kuasa terhadap orang yang
9
Ibid, hal 299.
mewakili orang lain dalam melakukan suatu perikatan.
10
a. Manusia natuurlijke persoon
Subjek hukum adalah sesuatu yang memiliki hak dan kewajiban. Dewasa ini subjek
hukun terdiri dari dua yaitu :
Boleh dikatakan tiap manusia baik warganegara maupun orang asing dengan tak memandang agama atau kebudayaan adalah subjek hukum.
Sebagai subjek hukum sebagai pembawa hak dan kewajiban manusia mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban untuk melakukan sesuatu
tindakan hukum berupa persetujuan, menikah, membuat wasiat dan lain sebagainya.
11
Berlakunya manusia itu sebagai pembawa hak, mulai dari saat dia dilahirkan dan berakhir pada saat dia meninggal; malah seorang
anak yang masih didalam kandungan ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak dianggap telah lahir jika kepentingannya memerlukannya
Untuk menjadi ahli waris
12
.Dalam kasus tertentu ada beberapa orang yang tidak dapat melakukan perbuatan hukum meskipun dia termasuk
subjek hukum, mereka disebut orang yang tidak cakap hukum Handelingsonbekwaam, tetapi mereka harus diwakilkan atau dibantu
oleh orang lain.
13
1 Orang yang masih dibawah umur belum mencapai usia 21 tahun.
Merka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum adalah :
10
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti. 2011, hal 301.
11
C.S.T. Kansil. Pengantar ilmu hukum dan tata hukum Indonesia,Jakarta: Balai Pustaka Jakarta 2002, hal 117.
12
Abdulkadir Muhammad, Loc.cit
13
Ibid hal 118
2 Orang yang tak sehat pikirannya gila, pemabuk dan pemboros, yakni
mereka yang ditaruh dibawah curatele pengampuan. 3
Seorang perempuan dalam pernikahan.Akan tetapi, mengenai perlunya izin dari suami kepada isteri untuk melakukan perbuatan hukum tidak
berlaku lagi sejak adanya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963 Tentang Gagasan Menganggap Burgerlijk Wetboek Tidak
Sebagai Undang-Undang. b.
Badan Hukum Rechtspersoon Badan hukum sebagai pembawa hak yang tak berjiwa dapat melakukan
sebagai pembawa hak manusia, misalnya : dapat melakukan persetujuan, memiliki harta kekayaan yang sama sekali terlepas dari harta
anggotanya.
14
Bedanya dengan manusia adalah, bahwa badan hukum tak dapat melakukan perkawinan, tak dapat dihukum penjara kecuali
hukuman denda.
15
1 Badan Hukum Publik, yaitu Negara, Daerah Swatantra tingkat I dan II,
Kotamadya, Kotapraja, Desa. Badan hukum bertindak dengan perantaraan pengurus-
pengurusnya, adapun badan hukum itu bermacam-macam bentuknya yaitu:
2 Badan Hukum Perdata, yang dapat dibagi lagi dalam:
a Badan Hukum Perdata Eropah, seperti Perseroan Terbatas,
Yayasan, Lembaga, Koperasi, Gereja; b
Badan Hukum Indonesia seperti : Gereja Indonesia, Mesjid, Koperasi Indonesia.
16
14
C.S.T.Kansil, Loc.,cit
15
Ibid, hal.118.
16
Ibid, hal.118.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa subjek hukum dalam suatu perjanjian adalah manusia dan badan hukum, yang mampu membuat persetujuan
dalam bentuk perjanjian dengan pihak lain.Pasal 1330 KUHPerdata berbunyi dikatakan tidak cakap membuat perjanjian adalah orang yang
berlum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan dan orang yang sakit ingatan gila. Apabila mereka melakukan suatu perbuatan hukum
mereka harus diwakili oleh wali mereka.Akibat hukum terhadap tidak cakapnya suatu orang dalam membuat perjanjian maka pembatalan
tersebut dapat dimintakan kepada pengadilan, namun selama pihak yang berada dalam perjanjian tersebut tidak keberatan terhadap hal tersebut
maka perjanjian dapat tetap dijalankan. 3.
Mengenai suatu hal tertentu Mengenai suatu hal tertentu didalam syarat sah suatu perjanjian adalah
dapat menentukan apakah objek tersebut adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud, melakukan suatu perbuatan
tertentu atau tidak melakukan perbuatan tertentu. Dalam suatu perjanjian, yang dikatakan objek perjanjian itu harus jelas. Apabila suatu pejanjian
tersebut objeknya kabur, sehingga tidak dapat ditentukan apakah objek tersebut merupakan benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud tidak
berwujud, melakukan suatu perbuatan atau tidak melakukan suatu perbuatan. Maka pelaksanaan hak dan kewajiban yang terdapat dalam
suatu perjanjian akan menjadi kabur dan tidak jelas juga. 4.
Suatu sebab yang halal
Suatu sebab yang halal pada syarat sah suatu perjanjian maksudnya adalah perjanjian yang dibuat tersebut harus memiliki tujuan yang halal dimana
isi dari perjanjian merupakan tujuan dari suatu perjanjian sehingga isi dari perjanjian tersebut harus berdasarkan suatu sebab yang halal, hal ini
didasari oleh Pasal 1337 KUHPerdata dinyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh Undang-undang, atau apabila
berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Berdasarkan syarat diatas maka syarat nomor 1 dan 2 adalah syarat
Subjektif dan syarat 3 dan 4 adalah syarat Objektif, sehingga dapat dikatakan bahwa apabila suatu perjanjian yang dibuat para pihak yang
saling mengikatkan diri tidak memenuhi syarat Subjektif maupun Objektif dari suatu perjanjian maka perjanjian itu batal demi hukum.Yang
dimaksud dengan dapat dibatalkan adalah suatu perjanjian tersebut dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian tersebut atau
salah satu pihak dapat memintakan pembatalan perjanjian yang telah dibuat, namun perjanjian akan tetap mengikat kedua pihak yang membuat
perjanjian apabila tidak dibatalkan oleh salah satu pihak atau tidak dibatalkan oleh hakim berdasarkan permintaan salah satu pihak yang
membuat perjanjian tersebut.Yang dimaksud dengan batal demi hukum adalah ketika syarat objektif dalam suatu perjanjian tidak terpenuhi maka
di anggap perjanjian tersebut tidak pernah ada dan tidak pernah di lahirkan sehingga perjanjian dan perikatan tersebut di anggap tidak pernah dibuat.
Apabila suatu perjanjian sudah dibuat dengan memenuhi syarat-syarat suatu perjanjian maka perjanjian akan menjadi sah. Apabila sudah sah
menurut hukum maka perjanjian tersebut akan memiliki akibat hukum yaitu:
a. Berlaku sebagai undang-undang
Artinya, perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa serta memberi kepastian hukum kepada pihak-pihak yang membuatnya. Pihak-
pihak dalam perjanjian wajib menaati perjanjian tersebut layaknya suatu undang-undang, apabila ada pihak yang melanggar perjanjian yang dibuat
maka dia telah dianggap melanggar suatu undang-undang sehingga dia akan mendapatkan suatu akibat hukum dari perbuatannya yaitu berupa
sanksi hukum. Jadi siapa yang melanggar perjanjian yang dibuatnya maka dia dapat dituntut dan diberi hukuman seperti yang telah ditetapkan dalam
Undang-undang. b.
Tidak dapat dibatalkan secara sepihak Karena suatu perjanjian adalah persetujuan dan kesepakatan kedua belah
pihak maka para pihak dalam perjanjian tersebut tidak dapat membatalkan perjanjian yang mereka buat secara sepihak tanpa ada persetujuan dari
pihak lain yang ada dalam perjanjian tersebut, namun perjanjian tersebut dapat dibatalkan secara sepihak apabila ada alasan yang cukup menurut
undang-undang. Alasan-alasan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1
Perjanjian yang bersifat terus menerus, berlakunya dapat dihentikan secara sepihak. Misalnya, Pasal 1751 KUHPerdata tentang sewa
menyewa yang dibuat secara tidak tertulis dapat dihentikan dengan pemberitahuan kepada pihak penyewa
2 Perjanjian sewa suatu rumah Pasal 1587 KUHPerdata setelah berakhir
waktu sewa seperti yang ditentukan dalam suatu perjanjian tertulis, penyewa tetap menguasai rumah tersebut tanpa ada teguran dari
pemilik rumah yang menyewakan rumah tersebut, maka penyewa dianggap tetap meneruskan pernguasaan rumah itu atas dasar sewa-
menyewa dengan syarat-syarat yang sama untuk waktu yang ditentukan menurut kebiasaan setempat. Jika pemilik ingin
mengehentikan sewa-menyewa tersebut, dia harus memberitahukan kepada penyewa menurut kebiasaan setempat.
3 Perjanjian pemberian kuasa lastgeving Pasal 1814 KUHPerdata,
pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya apabila dia mengehendakinya.
4 Perjanjian pemberian kuasa lastgeving Pasal 1817 KUHPerdata,
penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasa yang diterimanya dengan memberitahukan kepada pemberi kuasa.
c. Pelaksanaan dengan itikad baik.
Yang dimaksud dengan itikad baik tegoeder trouw, in good faith dalam Pasal 13138 KUHPerdata adalah ukuran objektif untuk menilai
pelaksanaan perjanjian, apakah pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan, dan apakah pelaksanaan
perjanjian itu telah dilaksanakan serta berjalan diatas suatu jalan yang benar. Apa yang dimaksud dengan kepatutan dan kesusilaan itu, undang-
undang sendiri tidak memberikan rumusannya. Akan tetapi, jika dilihat dari arti katanya, kepatutan dapat diartikan sebagai kepantasan, kelayakan,
kesesuaian, kecocokan; sedangkan kesusilaan artinya kesopanan dan keadaban. Berdasarkan pada arti kata-kata tersebut dapat dirumuskan
kiranya kepatutan dan kesusilaan itu sebagai “nilai yang patut, pantas, layak, sesuai, cocok, sopan, beradab” sebagaimana sama-sama
dikehendaki oleh masing-masing pihak yang berjanji.Jika terjadi selisih pendapat tentang pelaksanaan dengan itikad baik kepatutan dan
kesusilaan, pengadilan diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengawasi dan menilai pelaksanaan, apakah ada pelanggaran terhadap
norma-norma kepatutan dan kesusilaan itu. Ini berarti bahwa pengadilan berwenang untuk menyimpang dari isi perjanjian menurut kata-katanya
apabila pelaksanaan menrut kata-kata itu akan bertentangan dengan itikad baik, yaitu norma kepatutan dan kesusilaan, dimana pelaksanaan yang
sesuai dengan norma kepatutan dan kesusilaan itulah yang dipandang adil. Tujuan hukum adalah menciptakan keadilan.
17
C.
Jenis-Jenis Perjanjian
Para ahli dibang perjanjian tidak ada kesatuan pandangan tentang pembagian perjanjian. Ada ahli yang mengkajinya dari sumber hukumnya, namanya,
bentuknya, aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya. Berikut ini disajikan jenis-jenis perjanjian.
1. Perjanjian Menurut Sumber Hukumnya
Perjanjian berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan perjanjian yang didasarkan pada tempat perjanjian itu ditemukan.
17
Abdulkadir muhammad, op.cit, hal : 305.
Sudikno Mertokusumo menggolongkan perjanjian dari sumber hukumnya. Ia membagi jenis perjanjian menjadi lima macam, yaitu:
a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya
perkawinan; b.
Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;
c. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan
kewajiban; d.
Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan bewijsovereenkomst;
e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan
publieckrechtelijke overeenkomst.
18
2. Perjanjian Menurut Namanya
Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum didalam Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW. Didalam
Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu perjanjiannominaat bernama
dan perjanjianinnominaat tidak bernama. perjanjian nominaat adalah kontrak yang dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam
perjanjian nominaat adalah jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam
meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, dan lain-lain. Sedangkan perjanjian innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh
18
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, cetakan ke tiga 2006, hal. 27.
dan berkembang dalam masyarakat. Jenis perjanjian ini belum dikenal dalam KUHPerdata. Yang termasuk dalam perjanjian ini adalah
leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain. Namun Vollmar
mengemukakan perjanjian jenis yang ketiga antara bernama dan tidak bernama, yaitu perjanjian campuran, Perjanjian campuran adalah
perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran umum tentang perjanjian.
19
3. Perjanjian Menurut Bentuknya
Dalam KUHPerdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk perjanjian. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang
tercantum didalam KUHPerdata maka perjanjian menurut bentuknya dapat terbagi kedalam perjanjian lisan dan perjanjian tertulis. Perjanjian
lisan adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak. Dengan adanya konsesus maka perjanjian
itu telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsesual dan riil. Pembedaan ini diilhami dari hukum romawi. Dalam
hukum Romawi tidak hanya memerlukan adanya kata sepakat, tetapi perlu diucapkan kata-kata dengan yang suci dan juga harus didasarkan
atas penyerahan nyata dari suatu benda.
20
19
Ibid, hal. 28.
20
Ibid.
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja sudah
cukup untuk timbulnya perjanjian yang bersangkutan saja. Sedangkan Perjanjian Riil adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang
menjadi pokok perjanjian telah diserahkan. Misalnya utang-piutang, pinjam-pakai, penitipan barang.
21
Perjanjian tertulis merupakan perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah yang
harus dilakukan dengan akta notaris. Perjanjian ini dibagi menjadi dua macam yaitu perjanjian dalam bentuk akta dibawah tangan dan akta
notaris. Akta dibawah tangan adalah akta yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak. Akta yang dibuat oleh Notaris itu
merupakan akta Pejabat.
22
4. Perjanjian Timbal Balik
Penggolongan ini dibuat dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Perjanjian timbal-balik atau juga disebut perjanjian bilateral adalah
perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak, dan hak dan kewajibannya itu mempunyai hubungan satu sama
lain.
23
a. Perjanjian timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban
pokok satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Di sini tampak ada prestasi-prestasi yang seimbang satu sama lain.
Misalnya, si penerima pesan senantiasa berkewajiban untuk melaksanakan pesan yang dikenakan atas pundaknya oleh orang
pemberi pesan. Apabila si penerima pesan dalam melaksanakan Perjanjian timbal balik ini dibagi kedalam dua macam, yaitu
perjanjian timbal balik tidak sempurna dan perjanjian sepihak.
21
J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Undang-Undang, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995 hal:37.
22
Salim H.S. Op.cit. hal 29.
23
J.Satrio, op.cit. hal.38
kewajiban-kewajiban tersebut telah mengeluarkan biaya-biaya atau olehnya telah diperjanjikan upah, maka pemberi pesan harus
menggantinya. b.
Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban hanya bagi satu pihak saja. Tipe perjanjian ini adalah
perjanjian pinjam mengganti.
5. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak Yang Membebani
Penggolongan ini didasakan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lain.Perjanjian Cuma-Cuma adalah suatu
persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi
dirinya sendiri.
24
Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian, disamping prestasi pihak yang satu
senantiasa ada prestasi dari pihak lain yang menurut hukum saling berkaitan.
25
6. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya
Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian tersebut. Perjanjian menurut
sifatnya dibagi menjadi dua macam, yaitu perjanjian kebendaan zakelijke overeenkomst dan perjanjian obligatoir. Perjanjian
kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan,diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi
24
J.Satrio, Op.cit. hal.37.
25
Salim H.S. Op.cit. hal. 30.
perikatan. Contoh perjanjian ini adalah perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan
perjanjian yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak. Disamping itu dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu
perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam meminjam uang, baik
kepada individu atau kepada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian accesoir
merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.
26
D. Perjanjian Kredit