Berakhirnya Suatu Perjanjian Pergantian Debitur Pada Perjanjian Jual-Beli Mobil Secara Kredit Di Pt. Daya Adicipta Wihaya Di Medan

Asas persamaan hukum adalah bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama dalam hukum. 10. Asas Keseimbangan Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditor mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. 31

F. Berakhirnya Suatu Perjanjian

Berakhirnya suatu perjanjian diatur didalam Pasal 1381 KUH Perdata, Pasal 1381 KUHPerdata mengatur tentang perikatan, apabila suatu perikatan telah berakhir maka berakhir pula lah suatu perjanjian antara para pihak dimana menurut Pasal 1381 KUH Perdata ada sepuluh cara hapusnya atau berakhirnya suatu perjanjian yaitu : 1. Pembayaran Yang dimaksud dengan pembayaran yang diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata tidak hanya meliputi penyerahan sejumlah uang, tetapi juga penyerahan suatu benda. Sehingga dapat dikatakan dengan jelas bahwa perjanjian berakhir karena pembayaran sejumlah uang dan penyerahan suatu benda. Jadi apabila objek perjanjian adalah sejumlah uang maka perjanjian yang dibuat akan berakhir dengan dibayarkannya sejumlah uang sesuai dengan kesepakatan yang termuat dalam perjanjian, dan apabila 31 Salim H.S, Op,cit, hal.12. objek perjanjian adalah suatu benda maka perjanjian itu akan berakhir dengan penyerahan suatu benda yang sudah termuat dalam perjanjian tersebut. Apabila objek perjanjian adalah pembayaran sejumlah uang dan penyerahan suatu benda secara timbal balik maka perjanjian baru berakhir ketika terjadi pembayaran uang dan penyerahan suatu benda. 32 2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Penitipan Jika Debitur telah melakukan penawaran pembayaran dengan perantaraan notaris atau juru sita, kemudian kreditor menolak penawaran tersebut, atas penolakan kreditor tersebut makan debitur menitipkan pembayaran itu kepada panitera pengadilan negeri untuk disimpan. Dengan demikian, perjanjian menjadi hapus Pasal 1404 KUH Perdata. Supaya penawaran pembayaran itu sah, perlu dipenuhi syarat-syarat : a. Dilakukan kepada kreditor atau kuasanya ; b. Dilakukan oleh debitur yang berwenang untuk membayar ; c. Mengenai semua uang pokok, bunga, dan biaya yang telah ditetapkan ; d. Waktu yang ditetapkan telah tiba ; e. Syarat dimana utang dibuat telah terpenuhi ; f. Penawaran pembayaran dilakukan ditempat yang telah ditetapkan atau ditempat yang telah disetujui; dan g. Penawaran pembayaran dilakukan oleh notaris atau jurusita dengan disertai oleh dua orang saksi. 33 3. Pembaruan Utang Novasi 32 Ibid, hal :282. 33 Ibid, hal : 283 Pembaruan hutang atau novasi adalah salah satu bentuk hapusnya perikatan yang terwujud dalam bentuk lahirnya perikatan baru. 34 Pembaruan utang terjadi dengan cara mengganti utang lama dengan utang yang baru, debitur lama dengan debitur baru, dan kreditor lama dengan kreditor yang baru. Dalam hal utang yang lama digantikan dengan utang yang baru maka terjadilah pergantian objek perikatan dimana pergantian objek perikatan tersebut dinamakan Novasi objektif. Dalam hal terjadi pergantian orangnya subjeknya, maka jika debiturnya yang diganti, pembaruan utang ini disebut novasi subjektif pasif. Jika kreditornya yang diganti maka pembaruan hutan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini hutang lama akan lenyap. 35 4. Perjumpaan Hutang Kompensasi Yang dimaksud dengan perjumpaan hutang atau kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan hutang yang sudah dapat ditagih antara kreditor dan debitur. Dikatakan ada perjumpaan utang atau kompensasi apabila utang piutang kreditor dan debitur secara timbal balik dilakukan perhitungan. Dengan perhitungan itu maka utang piutang lama antara debitur dan kreditor akan lenyap. 36 34 Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Hapusnya Perikatan, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada 2003 Hal: 80. 35 AbdulKadir Muhammad, Loc.Cit 36 Abdulkadir Muhammad, op, cit, hal. 284 Misalnya, Isaac menyewakan rumah selama 2 tahun kepada si Dyah dengan harga sewa selama 2 tahun sebesar Rp. 2000.000. Dyah baru membayar sewa rumah tersebut sebesar Rp.1000.000 namun pada tahun ke dua Isaac meminjam uang Dyah sebesar Rp.1000.000 untuk keperluan usaha Isaac, maka terjadilah perjumpaan utang antara Isaac dan Dyah sehingga Dyah tidak memiliki hutang sewa rumah lagi kepada Isaac. Supaya utang antara kreditor dan debitur dapat diperjumpakan maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Berupa sejumlah uang atau benda yang dapat dihabiskan dari jenis dan kualitas yang sama b. Utang harus udah dapat ditagih; dan c. Utang itu seketika dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnya Pasal 1427 KUHPerdata. 37 Setiap utang apapun sebabnya dapat diperjumpakan, kecuali dalam hal yang berikut ini: 1 Apabila dituntut pengambilan suatu benda yang secara melawan hukum dirampas dari pemiliknya, misalnya, karena pencurian; 2 Apabila dituntut pengambilan barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan; 3 Terhadap suatu hutang yang bersumber pada tunjangn nafkah yang telah dinyatakan tidak dapat disita Pasal 1429 KUHPerdata; 4 Utang-utang negara berupa pajak tidak mungkin dilakukan penjumpaan utang; dan 5 Utang-utang yang timbul dari perikatan wajar tidak mungkin dilakukan perjumpaan utang. 38 5. Percampuran Utang 37 Ibid, hal 284. 38 Ibid, hal 284. Menurut ketentuan Pasal 1436 KUHPerdata, percampuran utang itu terjadi apabila kedudukan kreditor dan debitur itu menjadi satu. Artinya, berada dalam satu tangan. Percampuran utang tersebut terjadi demi hukum. Pada percampuran utang ini utang-piutang menjadi lenyap.Percampuran utang terjadi, misalnya, Isaac sebagai ahli waris mempunyai utang pada Habib sebagai pewaris. Kemudian, Habib meninggal dunia dan Isaac sebagai ahli waris menerima warisan termasuk juga utang atas dirinya sendiri. Dalam hal ini utang lenyap demi hukum. 39 6. Pembebasan Utang Pembebasan utang Kwijtschelding der schuld yaitu apabila kreditor mebebaskan segala utang-piutang dan kewajiban pihak debitur. 40 Menurut ketentuan Pasal 1438 KUHPerdata dinyataka bahwa pembebasan suatu barang tidak boleh didasarkan pada persangkaan yang artinya seorang debitur tidak boleh berpendapat bahwa kreditor melakukan pembebasan utang yang ada pada debitur tanpa ada pernyataan langsung dan disertai dengan bukti bahwa kreditor memang melakukan pembebasan utang terhadap debitur. Sehingga debitur harus mampu membuktikan bahwa kreditor memang melakukan pembebasan utang terhadap debitur. Pembebasan utang dapat terjadi apabila kreditor dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari debitur dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perikatan sehingga debitur tidak memiliki kewajiban untuk membayar utang kepada kreditor. Dengan adanya pembebasan utang ini maka perjanjian menjadi batal atau hapus. 39 Ibid., hal 285 40 C.S.T. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,Balai Pustaka- Jakarta 2002, Hal 249. Dalam Pasal 1439 KUHPerdata dinyatakan bahwa pengembalian surat piutang asli secara sukarela oleh kreditor kepada debitur merupakan bukti tentang pembebasan utangnya. 7. Musnahnya Benda Yang Terutang Menurut ketentuan Pasal 1444 KUHPerdatadinyatakan bahwa apabila benda yang menjadi objek perjanjian musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan, atau hilang bukan karena kesalahan debitur, dan sebelum ia lalai menyerahkannya diwaktu yang telah ditentukan, maka perjanjiannya menjadi hapus. Akan tetapi bagi mereka yang memperoleh benda itu secara tidak sah, misalnya karena pecurian, maka musnah atau hilangnya benda itu tidak membebaskan debitur orang yang mencuri benda tersebut untuk menggangti harganya.Meskipun debitur lalai menyerahkan benda itu, dia juga akan bebas dari perikatan itu apabila debitur tersebut mampu membuktikan bahwa musnah atau hilangnya barang itu disebabkan oleh suatu keadaan di luar kekuasaannya dan benda itu juga akan mengalami peristiwa yang sama mestipun sudah berada ditangan kreditor. 41 8. Karena Pembatalan Menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, apabila suatu perjanjian yang dibuat antara kreditor dan debitur tidak memenuhi syarat subjektif yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata yang dapat diartikan salah satu pihak belum dewasa atau belum cakap hukum sehingga menyebabkan dia 41 Abdulkadir Muhammad, op.cit. hal. 285. tidak memiliki wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, maka perjanjian tersebut tidak batal tetapi dapat dibatalkan. 42 a. Dengan cara aktif Perikatan yang tidak memenuhi syarat subjektif dapat dimintakan pembatalannya kepada pihak pengadilan negeri melalui dua cara, yaitu: Yaitu menuntut pembelaan melalui pengadilan negeri dengan cara mengajukan gugatan ke pengadilan negeri. b. Dengan cara pembelaan Yaitu menunggu sampai digugat dipengadilan negeri untuk memenuhi perikatan dan baru diajukan alasan tentang kekurangan perikatan itu. 43 9. Berlaku syarat batal Syarat batal yang dimaksud disini adalah ketentuan isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat tersebut apabila dipenuhi mengakibatkan perjanjian itu batal, sehingga perjanjian menjadi hapus. Syarat ini disebut syarat batal. Syarat batal pada asasnya selalu berlaku surut, yaitu sejak perjanjian itu dibuat. 44 42 Ibid. 43 Ibid. 44 Ibid. Sebagai contoh adalah Dinda diberi amanah untuk menjaga mobil Doni selama tiga hari dengan syarat mobil tersebut hanya boleh dipakai Dinda untuk keperluan sekolah Dinda, dengan imbalan Doni akan memberikan imabalan berupa uang, apabila syarat itu dilanggar maka Dinda tidak akan mendapatkan uang dari Doni, namun dihari kedua Dinda menggunakan mobil tersebut untuk liburan bersama teman teman Dinda sehingga Dinda melanggar kesepakatan yang telah dibuat bersama Doni dan dia tidak mendapatkan uang atas amanah yang diberikan Doni kepada Dinda. Sehingga perjanjian yang dibuat antara Doni dan Dinda menjadi batal. 45 10. Lampau Waktu Daluwarsa Berdasarkan ketentuan Pasal 1946 KUHPerdata, Lampau waktu atau daluwarsa adalah alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat- syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang. Atas dasar ketentuan pasal tersebut dapat diketahui ada dua macam lampau waktu atau daluwarsa, yaitu: a. Lampau waktu untuk memperoleh hak milik atas suatu benda, yang disebut acquisitieve verjaring. b. Lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari suatu tuntutan yang disebut extinctieve verjaring. 46 Berdasarkan atas ketentuan Pasal 1963 KUHPerdata, untuk memperoleh hak milik atas suatu benda berdasarkan atas Daluarsa harus dipenuhi unsur unsur adanya itikad baik; ada alas hak yang sah; menguasai benda itu selama 20 tahun secara terus menerus tanpa ada yang menggugat; atau jika tanpa alas hak menguasai benda tersebut secara terus menerus selama 30 tahun tanpa ada yang menggugat namun ketentuan dari Pasal 1963 KUHPerdata dianggap tidak berlaku lagi setelah lahirnya undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agria sehingga segala peraturan mengenai bumi, air dan kekayaan alam yang 45 ibid., hal. 286. 46 Ibid. Hal 287 terkandung didalamnya yang diatur didalam KUHPerdata tidak berlaku lagi. Berdasarkan Pasal 1967 KUHPerdata bahwa segala tuntutan baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan hapus karena daluwarsa, dengan lewat waktu 30 tahun. Sedangkan orang yang menunjukan adanya daluwarsa itu tidak usah menunjukan adanya alas hak dan tidak dapat diajukan terhadapnya tangkisan yang berdasar pada itikad buruk. Pasal 1977 KUHPerdata yaitu terhadap benda bergerak yang bukan bunga atau piutang yang bukan atas tunjuk, siapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya. Walaupun begitu jika ada orang yang kehilangan atau kecurian suatu benda, dalam jangka waktu 3 tahun sejak hilangnya benda tersebut, dia dapat menuntut kembali bendanya yang hilang atau dicuri itu sebagai miliknya dari tangan siapapun yang menguasainya. Pemegang benda terakhir dapat menuntut kepada orang terakhir yang menyerahkanya atau menjual kepadanya suatu ganti kerugian. Daluwarsa tidak berjalan tertangguh dalam hal-hal seperti tersebut berikut ini: 1 Terhadap anak yang belum dewasa, orang dibawah pengampuan; 2 Terhadap istri selama perkawinan ketentuan ini tidak berlaku lagi; 3 Terhadap piutang yang digantungkan pada suatu syarat selama syarat tersebut tidak terpenuhi; dan 4 Terhadap seorang ahliwaris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan mengenai piutang piutangnya Baca pasal 187-1991 KUHPerdata. Selain yang diatur dalam KUHPerdata, perjanjian juga dapat berakhir diluar dari apa yang sudah diatur dalam KUHPerdata. Menurut R.Setiawan bahwa perjanjian dapat hapus karena hal-hal berikut: 1. Hapusnya perjanjian ditentukan dalam persetujuan oleh para pihak. Misalnya, Persetujuan akan berlaku untuk waktu tertentu. 2. Undang-Undang menentukan batas berlakunya suatu perjanjian. Misalnya, menurut Pasal 1066 ayat 3 KUHPerdata dinyatakan bahwa para ahli waris dapat mengadakan perjanjian selama waktu tertentu untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan. Akan tetapi, waktu perjanjian tersebut oleh ayat 4 Pasal 1066 dibatasi berlakunya hanya untuk 5 tahun. 3. Para pihak atau Undang-Undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu, perjanjian akan hapus. Misalnya jika salah satu meninggal maka persetujuan menjadi hapus. 4. Pernyataan menghentikan persetujuan Opzegging. Opzegging dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh satu pihak. Opzegging hanya ada pada perjanjian-perjanjian yang bersifat sementara, misalnya: a. Persetujuan Kerja b. Persetujuan Sewa-Menyewa 5. Perjanjian hapus karena putusan Hakim. 6. Perjanjian hapus karena tujuan perjanjian telah tercapai. 7. Perjanjian hapus dengan persetujuan para pihak herroeping. 47 47 Budiman N.P.D. Sinaga, Hukum Kontrak dan Penyelesaian Sengketa dari Perspektif Sekretaris, Jakarta: RajaGrafindo Persada 2005, hal.22. 45 BAB III Tinjauan Umum Mengenai Perjanjian Jual-Beli Dengan Kredit A. Pengertian Perjanjian Jual Beli Dengan Kredit Pengertian perjanjian jual beli dapat dijumpai dalam Pasal 1457 KUHPerdata, dimana dalam Pasal 1457 KUHPerdata dinyatakan bahwa jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.Definisi tersebut tidak sedikit menimbulkan kritik dari para penulis. Apabila dengan levering penyerahan itu dimaksudkan penyerahan hak milik dan bukan penyerahan nyata, maka definisi dalam pasal tersebut tidak lebih jelek dari definisi lain. 48 48 Hartono Soerjopratiknjo, Aneka Perjanjian Jual Beli, Yogyakarta: Seksi Notariat Fakultas Hukum Gajah Mada : 1982 Hal: 1 Agar suatu perjanjian dapat dinamakan perjanjian jual beli maka salah satu prestasinya harus berupa alat pembayaran yang sah. Bukan uang, tapi alat pembayaran yang sah. Apabila prestasi dari pihak yang satu adalah sebuah mobil dan prestasi dari pihak lainnya adalah sejumlah uang kuno maka tidak ada perjanjian jual beli melainkan perjanjian tukar menukar. Karena itu harus berhati hati agar perjanjian jual beli tidak kehilangan sifat perjanjian jual belinya apabila para pihak telah menyepakati apabila pembayarannya tidak terjadi dengan alat pembayaran yang sah melainkan dengan cara lain seperti bankaccept, penyerahan wesel atas pihak ketiga atau dengan pembukuan kredit guna kepentingan penjual oleh pembeli. Memang dalam hal-hal itu mungkin tidak dapat dikatakan bahwa ada pembayaran dengan alat pembayaran yang sah, tapi walaupun demikian prestasinya mempunyai akibat sama seperti pembayaran dengan alat pembayaran yang sah. Karena itu dapat disimpulkan bahwa penukaran uang asing dengan uang republik indonesia yang sah adalah perjanjian jual beli, sedang penukaran uang Republik Indonesia dengan uang Repubulik Indonesia lembaran sepuluh ribu dengan dua lembar uang lima ribu adalah perjanjian tukar menukar. Suatu perjanjian pada mana pihak yang satu harus menyerahkan suatu barang tertentu sedang pihak yang lain harus membayar dengan uang dollar, adalah suatu perjanjian tukar menukar jika itu dilakukan di Indonesia.Perjanjian yang sama itu adalah perjanjian jual-beli apabila dilakukan di Amerika. 49 Sedangkan yang dimaksud dengan kredit adalah suatu kata kredit berasal dari bahasa Romawi yaitu credere yang artinya adalah percaya. Kepercayaan ini lah yang menjadi dasar untuk terjadinya suatu perikatan dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain. 50 Pengertian perjanjian jual-beli dengan menggunakan kredit adalah perjanjian jual-beli yang dilakukan oleh dua pihak dimana harga barang yang dijual Dalam Pasal 1 butir 11 Undang-Undang no.10 tahun 1998 Kredit adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 49 Ibid. 50 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung : Alumni, 1994, hal 137. dibayarkan oleh pembeli secara berkala berdasarkan waktu yang telah disepakati antara penjual dan pembeli sedangkan barang yang dijual langsung diserahkan oleh si penjual kepada sipembeli. Harga jual yang ditawarkan kepada pembeli tentu lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual dengan jual-beli tanpa kredit yaitu jual beli dengan membayar langsung yaitu pembayaran secara cash, hal ini dilakukan karena adanya kepentingan dari si penjual terhadap barang yang dijualnya karena adanya penambahan waktu yang diberikan penjual kepada si pembeli untuk membayar barang yang sudah di beli sampai lunas.

B. Pengaturan Mengenai Perjanjian Jual-Beli Dengan Kredit