Riwayat Hidup BIOGRAFI ALI SYARI`ATI

BAB II BIOGRAFI ALI SYARI`ATI

A. Riwayat Hidup

Ali Syari`ati merupakan anak pertama dari Muhammad Taqi Syari`ati dan Zahra, lahir pada tanggal 24 November 1933 di sebuah desa kecil di Kahak, sekitar 70 kilometer dari Sabzevar. 5 Dia berasal dari keluarga yang shaleh. Ayahnya, Muhammad Taqi Syaria`ti merupakan seorang ulama anti konservatif yang sering memiliki pendapat yang berbeda dengan para ulama dan para mullah lainnya. Dalam pengalaman intelektual, pada awalnya, Ali Syari`ati mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya sendiri. Pendidikan tersebut didapatkan di kota Masyhad, di mana di kota itu ayahnya mengajar. Di samping mendapatkan pendidikan dari ayahnya, dia juga gemar membaca. Perpustakaan milik ayahnya yang besar menjadi tempat di mana dia sering menekuni kegemarannya tersebut. Pada awal tahun 1940, ayahnya mendirikan usaha penerbitan yang bernama “Pusat Penyebaran Kebenaran Islam”, yang memiliki tujuan untuk kebangkitan Islam sebagai agama yang kaya akan kewajiban dan komitmen sosial. Tidak terlalu lama setelah itu, ayahnya juga mendirikan “Gerakan Penyembah Tuhan Sosialis. 6 Ali Syari`ati memang unik, pada masa belia, dia sudah tertarik mengkaji tokoh-tokoh yang banyak dicap oleh para mullah telah menyimpang dari doktrin 5 Ali Rahnema, Ali Syari`ati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner, terj. Dien Wahid, M.A. et. all., Jakarta: Erlangga, 2002, h. 53. 6 Ekky Malaky, Seri Tokoh Filsafat: Ali Syari’ati: Filosof Etika dan Arsitek Iran Modern, Jakarta: Teraju, 2004, h. 12. 11 dogmatis yang telah mereka ajarkan secara turun temurun. Rupanya, kajian seperti itu membuat dia dan ayahnya yang juga tertarik terhadap kajian serupa mendapat kecaman dari banyak kalangan. Di kota Masyhad, Ali Syari`ati disekolahkan ayahnya di Sekolah Dasar Negeri yang merupakan sekolah sekuler. Setelah lulus, di tahun 1950, dia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Pendidikan Guru. Saat bersekolah di sini dia banyak berhubungan dengan para temannya dari golongan ekonomi lemah, sehingga mempengaruhi dirinya mengikuti gerakan nasionalisme yang dipimpin oleh Perdana Menteri Muhammad Mushaddiq Seiring waktu menempuh pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru, pada tahun 1952, dia mulai mengajar di desa Ahmad Abad. Meskipun disibukkan waktu mengajar, dia masih melanjutkan perlawanannya kepada Syah Reza Pahlevi. Hal ini dia dibuktikan dengan bergabung “Gerakan Perlawanan Nasional” pada tahun 1953. 7 Setelah selesai menempuh pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru, pada tahun 1956, Ali Syari`ati melanjutkan pendidikannya di Fakultas Sastra, Universitas Masyhad. Pada tahun ini juga dia menikah. Namun akibat mengikuti Gerakan Perlawanan Nasional, pada tahun 1957, dia dan ayahnya, dipenjara sebagai tahanan politik selama 8 bulan di Taheran. Pada tahun 1959, Syari`ati lulus dari Fakultas Sastra Universitas Masyhad. Untuk melanjutkan pendidikannya pada program pasca sarjana seharusnya dia mendapatkan beasiswa ke Perancis, tapi ada beberapa kendala sehingga rencana itu tertunda. Baru pada tahun 1960, Ali Syari`ati bisa melanjutkan pendidikannya ke Perancis atas beasiswa dari pemerintah Iran. Di Perancis, Ali Syari`ati belajar di 7 Ekky Malaky, Seri Tokoh Filsafat, h. 12. Universitas Sorbone dan mengambil dua bidang studi sekaligus yaitu Sosiologi Agama dan Sejarah Agama-Agama. Di Sorbone, dia bergaul dengan pemikir terkemuka seperti Jean Paul Sartre, Louis Massignon, dan Che Guevara. Pada saat yang sama, beliau menyukai pemikiran Chandell dan Jacques Schwartz. 8 Di Perancis, Ali Syari`ati banyak berkenalan dengan buku-buku yang biasanya tidak ada di Iran. Dia juga mempelajari dan memperoleh pengetahuan secara langsung dari berbagai aliran pemikiran sosial, ataupun karya-karya para filosof, sarjana, dan penulis. Meskipun akrab dengan pemikiran Barat, Ali Syaria`ti tidak menelan mentah-mentah pemikiran mereka. Malah ada sebagian pemikiran Barat yang dikritik oleh Syaria`ti dan dia juga mengemukakan beberapa kelemahannya yang bisa dilihat melalui karya-karyanya. Ketika berada di Perancis, Ali Syari`ati menjadi seorang pemikir radikal dalam isu-isu tentang Dunia Ketiga. Bersama kaum cendekiawan dari Afrika, Asia, dan Amerika Latin, dia terlibat dalam pencarian dasar-dasar pemikiran Dunia Ketiga. Berbagai tulisannya pun lahir tentang kenestapaan Dunia Ketiga pada saat itu. Ali Syari`ati juga turut membantu penulisan artikel pada surat kabar kaum nasionalis di Aljazair, al-Mujâhid . Secara umum tulisan-tulisannya berisikan pandangan revolusioner melawan kolonialisme dan imperialisme. 9 Ali Syari`ati kembali ke Iran pada tahun 1964 setelah menyelesaikan studinya di Perancis. Tetapi ketika sampai di Bazarzan, suatu daerah yang berbatasan dengan Iran dengan Turki, Ali Syari`ati di depan istri dan anaknya langsung ditangkap dan dipenjarakan di Teheran. Dia ditahan selama enam bulan. Setelah bebas, Ali Syari`ati mengajar di sekolah-sekolah pedesaan Masyhad. Namun beberapa bulan kemudian, Ali Syari`ati ditawarkan mengajar di Universitas 8 Ekky Malaky, Seri Tokoh Filsafat, h. 16. 9 Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas, dan Aktor Sejarah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002, h. 210. Masyhad. Sosiologi Islam merupakan mata kuliah baru yang diperkenalkan Ali Syari`ati kepada mahasiswanya. Mata kuliah ini belakangan menjadi populer dan juga digemari para mahasiswa. Ini terutama karena Ali Syari`ati menggunakan metode dan pendekatan yang berbeda. Tidak hanya melalui pendekatan dogmatis dan teologis semata, melainkan lebih sosiologis, filosofis, dan rasional. Oleh karena itu, Ali Syari`ati bisa menghadirkan Islam sesuai dengan realitas yang ada di masyrakat, bukan sekedar konsep yang ada dalam al-Qur`an dan Sunnah. Kemudian penafsiran-penafsiran Ali Syari`ati terhadap Islam mengundang gairah serta menggerakkan semangat para pendengar dan pembaca tulisannya termotivasi untuk berbuat. 10 Pernah suatu ketika Ali Syari`ati datang terlambat untuk memberikan kuliah pada mahasiswanya, kemudian ia berkata: “Saya terlambat lagi dan saya mohon maaf, karena terlalu lelah dan kecapaian. Sebetulnya saya tidak ingin datang kesini, tetapi gairah saya untuk melihat anda dan “keresahan” dalam diri saya mendorong saya … Seperti saya katakan pada mahasiswa sastra kemarin malam. Firasat saya tentang “kesementaraan” dan “ketidakpastian” masa depan saya tidak mengizinkan saya tinggal di rumah. Firasat atau realitas, atau apapun yang saya simpulkan dari situasi sekarang nyatakan bahwa hidup saya tinggal beberapa hari lagi … Saya tidak yakin pada masa depan saya. Saya pun tidak yakin dapat tinggal beserta anda dan bicara lama … Itulah sebabnya saya selalu berusaha bicara sebanyak mungkin. Malam ini pembicaraan saya sangat kompleks. Karena tidak cukup waktu untuk membahas topik ini dengan baik, saya hanya akan menyentuh hal-hal yang umum saja.” 11 10 Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas, dan Aktor Sejarah, h. 211. 11 Ali Syaria`ti, Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam, peny. Syafiq Basri dan Haidar Bagir, Bandung: Mizan, 1985, h. 23. Dari sini bisa diketahui, bahwa Ali Syaria`ti sangat bersemangat untuk memberikan kuliah kepada mahasiswanya untuk terakhir kalinya. Pesan kepada para mahasiswanya ini layaknya ceramah wada` sebelum kematiannya. Tak lama setelah memberikan kuliah itu, dia dibunuh oleh polisi SAVAK yang terkenal sangat loyal kepada rezim Shah Iran. Ali Syati’ati merasa dirinya berada dalam keadaan bahaya sehingga pada tanggal 16 Mei 1977 dia meninggalkan Iran menuju London, Inggris. Meskipun demikian, polisi SAVAK tetap melakukan pelacakan kepadanya hingga pada tanggal 19 Juni 1977 Ali Syari’ati ditemukan tewas di Southhampton, Inggris. 12 Pemerintah Iran mengumumkan Ali Syari’ati tewas akibat serangan jantung, tetapi banyak yang percaya bahwa dia dibunuh oleh razim Shah Iran. Pemerintah Iran menawarkan kontribusi untuk biaya pemakaman jenazah Ali Syari’ati, tetapi istrinya menolak tawaran tersebut karena tidak ingin terlibat dalam ekploitasi nama suaminya. Kemudian jenazah Ali Syari’ati dibawa ke Damaskus, Suriah untuk dimakamkan. Kematian Ali Syari`ati membuat popularitasnya semakin melonjak. Ketika revolusi Iran, namanya sering disebut-sebut sebagai tokoh revolusi selain Imam Ayatullah Khameini. Saat itu, foto-fotonya mendominasi jalan-jalan di Taheran, dan berdampingan dengan pemimpin spiritual itu.

B. Pemikiran dan Karyanya Ali Syari`ati bisa dikatakan seorang teolog, filosof, atau revolusioner